Anda di halaman 1dari 28

In The Name of Love

Author: hie PM

Tidak sekalipun Siwon pernah berpikir bahwa 'benih' Kibum yang


masuk ke tubuhnya akan membuatnya hamil dan mengandung anak sang
kekasih. Ini bukan kenyataan kecil untuk ia hadapi, bukan pula perkara
mudah untuk ia sampaikan pada ayahnya yang selalu berharap besar
padanya. Bagaimana Siwon dan Kibum akan menghadapi riak dalam
hubungan mereka yang sulit.

Rated: Fiction M - Indonesian - Romance/Family - Words: 4,460 -


Reviews: 14 - Favs: 4 - Follows: 2 - Published: 08-18-13 - Status: Complete -
id: 9608106

Ditemani bunyi lonceng, liuk api lilin serta remangan


suasana damai—pria itu berlutut, bersimpuh di hadapan
salib dengan genggaman tangan di depan dadanya. Ia
menunduk khidmat, walau punggungnya terkadang
terlihat berguncang.

Hiks…

Satu isakan lepas, dan dengan kasar ia menghapus


air mata yang lagi-lagi lolos dari matanya.

"Maafkan aku, Tuhan. Ampuni dosaku," ia bergumam


lirih.

"Apakah kau ingin menghukumku dengan cara


seperti ini, Tuhan? Aku—ugh minta ampun," Pilu sekali.
Suara bergetar saat ia berkeras mengucapkan doanya di
sela tangis yang semakin kuat. Bahkan ia tidak lagi dapat
menahan isakan. Punggung dan pundaknya bergetar tak
beraturan saat ia tersengal-sengal mencari nafas di
antara isak tangisnya.

Tidak lama berselang, pria lain datang. Ia berdiri ragu


di depan pintu besar gereja, menatap pria yang sedang
berlutut di depan salib. Namun ia akhirnya berjalan
masuk, dengan gerak yang amat pelan ia ikut berlutut,
menunduk khusyuk di samping pria itu.

"Siwonie.." Kata pertama keluar dari pria yang baru


saja masuk.

Pria lain yang masih sibuk dengan doanya hanya


diam, tidak mengindahkan panggilan dari pria
disampingnya.

"Siwonie…"

"Aku sedang berdoa, Kibum-ah." Akhirnya pria itu


membalas panggilan dari pria disampingnya, walaupun
dengan nada datar yang dingin.

Pria bernama Kibum itu kembali menunduk sedih. Ia


menatap sayu pada orang yang tadi dipanggilnya Siwonie.
Siwon, Choi Siwon.

Beberapa saat berlalu, sampai Siwon bangkit berdiri


dengan tidak bersemangat. Ia masih tidak bergeming.
Matanya menatap lurus pada salib yang tergantung di
kokoh dihadapannya.
Kibum juga ikut berdiri, kemudian beralih menatap
Siwon.

"Aku akan bertanggung jawab, Siwon-ah. Kita


menikah, ya?" tanya Kibum. Nadanya penuh keraguan,
bukan karena takut, namun karena khawatir, kata-katanya
akan menyakiti kekasihnya lagi.

"Dari awal kita salah, Kibum-ah. Dari awal kita


melakukan dosa, dan ini hukumannya. Tidak, tidak, aku
yang salah. Aku yang salah." Siwon terus berucap lirih. Ia
bahkan tidak ingin repot-repot menoleh pada Kibum yang
menatapnya dengan penuh luka.

"Waeyo? Mengapa terus menyalahkan dirimu, Siwon-


ah?"

Pertanyaan Kibum seakan menohok keras perasaan


Siwon. Ia berpaling, balas memandang Kibum dengan
simbahan air mata dan pandangan terluka.

"Lelaki menjijikkan mana yang bisa hamil, Kibum-ah!"


bentak Siwon.

"Kau tidak menjijikkan, Siwon-ah! Tidak sama sekali!


Jangan seperti ini, kumohon." Suara Kibum juga mulai
serak, ikut terhimpit diantara dilema dan keadaan.

"Bukankah kata dokter kau bukan satu-satunya? Kau


spesial, sepuluh dari seribu, jangan melihat rendah dirimu
dan—anak kita." lirih Kibum.
Dengan lembut Kibum menarik Siwon kedalam
pelukannya, membiarkan air mata yang mengumpul di
pelupuk mata Siwon menetes membasahi kemeja
maroonnya. Siwon akhirnya ikut larut, menundukkan
kepalanya pada bahu Kibum yang lebar. Perlahan
ingatannya berputar, kembali ke beberapa jam lalu saat
dokter mengungkapkan semuanya.

Kata dokter ia spesial, karena ia memiliki rahim dan


bisa membawa janin dalam perutnya selayaknya wanita.
Kata dokter, ia juga bisa menyusui—membiarkan anaknya
makan dari dadanya. Tapi ia laki-laki, demi Tuhan!
Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin!

Sudah cukup ia berdamai dengan diri sendiri saat ia


sadar ia jatuh cinta pada Kibum, bahwa ia ternyata tidak
pernah tertarik dengan lawan jenisnya. Lalu ini apalagi?
Kenapa tidak biarkan ia menjadi wanita saja kalau Tuhan
membiarkan ia mengandung—bukankah itu tugas wanita?

Hiks…

"Apa yang harus kukatakan pada appa, Kibum-ah?


Kau tahu akan seberapa kecewanya dia?" Satu masalah
lagi. Keluarga.

Kibum ikut menghela nafas. Jika boleh jujur, ia juga


tertekan, bingung, kalut. Sejak awal ia tahu, hubungan
mereka tidak akan mudah—tapi sungguh, tidakkah ini
terlalu berlebihan?
Perlahan Kibum melepaskan pelukan mereka.
Memegang bahu Siwon erat dan membawa pandangan
Siwon bertemu langsung dengan pandangan matanya.

"Kita akan berbicara pada appa." Katanya tegas

"Aku mencintaimu, Siwonie—sangat. Jangan timpakan


semua beban di pundakmu. Dengar—dihadapan Tuhan,
dihadapanmu, aku berjanji tidak akan membiarkanmu
menanggungnya sendiri. Tidak akan pernah
meninggalkanmu sendiri. Kita menikah, kumohon. Aku
akan menghadap appamu, hm?" Itu janji Kibum. Penuh
keyakinan dan segenap cintanya.

Kali ini Siwon yang menghambur ke pelukan Kibum.


Mendekapnya erat-erat, membiarkan beban dan
kegamangan yang ia pikul terbagi sedikit bersama Kibum—
kekasihnya, cintanya.

Terik matahari musim panas menambah penat kota


Seoul di siang hari. Arus lalu lintas padat, sehingga mobil
Kibum hanya mampu berjalan pelan di antara mobil-mobil
lain yang memenuhi ruas jalan.

Siwon memandang ke luar jendela dengan tidak


bersemangat. Alunan pelan musik mengalun di dalam
mobil, berusaha sedikit mengurangi kesenyapan di
dalamnya. Pikiran Siwon masih berkecamuk. Khawatir dan
takut karena mereka akan segera menemui ayahnya.
Perlahan tangannya berpindah, mengelus ragu perutnya
yang masih rata.
'Benarkah ada bayi didalam perutku?' batin Siwon.

'Anakku dan Kibum?' Lagi-lagi ia membatin seorang


diri, membiarkan bayangannya berputar—kembali pada
beberapa bulan lalu. Di malam berhujan itu.

Flashback

Jgerr! Suara petir menggelegar di luar pintu diiringi


rintik hujan yang semakin deras malam itu. Sesaat Siwon
melirik ke arah jendela, menatap murung pada tetesan air
yang tidak berhenti. Ia sedikit bergidik, berusaha
menghindari hawa dingin yang semakin menusuk tulang,
sambil terus berjalan membawa dua gelas susu coklat
hangat—untuknya dan kekasihnya.

"Kau sepertinya harus menginap lagi, Kibumie.


Hujannya deras sekali. Kau tidak bawa mobil kan?"

Kibum mendongak ke atas, mendengar kalimat


Siwon. Dengan acuh ia kemudian mengendikkan bahunya.
"Ya sudah," jawabnya singkat.

Siwon mendecak kesal memandangi kelakuan sang


kekasih yang terlampau cuek. Alih-alih ia ikut menyusul
duduk di lantai, di samping Kibum, kemudian memberikan
segelas susu kepadanya.

"Dingin sekali ya, Kibumie. Padahal musim gugur


sudah hampir lewat." Siwon membuka pembicaraan
setelah meneguk sekali susu coklatnya."
Mendengar kata-kata Siwon, Kibum justru tersenyum
dan beringsut merapat. "Sini, kupeluk."

Dengan itu sebelah tangan Kibum berpindah ke


belakang, merangkul rapat-rapat pinggang Siwon yang
ramping. Yah, dibarengi rona merah di pipi Siwon
tentunya.

Beberapa saat berlalu, diisi dengan obrolan ringan,


kadang serius menonton atau kadang mereka tertawa-
tawa. Tepat saat Kibum menoleh pada Siwon yang
menghabiskan tegukan terakhir susu coklatnya, sisa susu
itu menempel di sekitar bibir Siwon.

Kibum tersenyum melihat sisi kekanakan Siwon yang


jarang sekali ia tunjukkan. Perlahan tangannya terulur,
menyentuh bibir Siwon yang merah dan mengusap pelan
sisa susu di bibir itu.

Deg! Deg!

Itu bunyi degup jantung—milik mereka berdua.


Berirama dengan desir halus, bersusulan seakan saling
bersahut karena luapan rasa yang menjalar tiba-tiba.
Untuk beberapa saat waktu seakan berhenti, hanya
tersisa untuk Kibum dan Siwon yang larut dalam romansa
mereka.

Siwon tahu ia seharusnya memejamkan matanya.


Maka ia melakukannya—menutup kelopak mata saat
Kibum beringsut mendekat sambil sedikit memiringkan
kepalanya, bibir mereka kemudian bersatu.
Sudah tentu ciuman mereka berlangsung lama,
diiringi belitan lidah hingga hisapan dan lumatan panas.
Kibum tidak memberi jeda pada Siwon, ia memeluk erat
pinggul Siwon kemudian terus menelusupkan lidahnya
menjejaki rongga panas Siwon.

"Uh umh..." desah Siwon. Dengan mesra ia


melingkarkan tangannya pada leher Siwon, membiarkan
sang kekasih memegang kendali penuh.

Jgerr!

Lagi-lagi petir menyambar keras, bertepatan dengan


Kibum yang membaringkan Siwon di lantai beralas karpet
lembut. Perlahan ia melepas ciumannya, memandang
lekat pada Siwon yang tersengal-sengal sisa ciuman.

Mengikuti naluri, Siwon lalu menutup matanya lagi


saat Kibum kembali melumatnya penuh gairah. Diantara
sedotan beringas Kibum di bibir bawah Siwon, tangan
Kibum menelusup masuk ke balik kaus hijau Siwon—
menggerayanginya dengan sayang.

"Enghh… ehh..." Siwon mendesah lagi. Putingnya


ditekan dengan lembut, memancing kuat desir rangsang
pada dirinya. Sesekali ia menendang resah, mencari
pelampiasan akan nikmat yang mulai merambat naik.

Rasanya Siwon tidak ingat kapan Kibum


menelanjanginya, karena ketika ia sedikit sadar, yang
tersisa di tubuhnya hanya sepotong celana dalam yang
menyangkut di pahanya. Kibum juga sudah topless, sibuk
membuat kissmark di sela paha dalamnya.

"Kibumie… enghh…" Tangan Siwon meremas gugup


pada rambut Kibum yang sibuk diantara selangkangannya.

"Kibummhhh!" pekik Siwon kesal, karena Kibum tak


kunjung peduli.

"Wae," Suara Kibum berat, sarat akan nafsu dan


gairah.

Siwon memalingkan wajahnya, dengan raut malu dan


pipi yang merona. Sedikit—ia berusaha mengatup pahanya
yang terkangkang lebar. "Kita—"

Terputus. Siwon terlalu malu untuk melanjutkan kata-


katanya. Pandangan Kibum yang penuh nafsu dan
menuntut itu membuatnya risih dan semakin gugup.
Mereka kan…

Yah. Kibum sedikit mengulas senyumnya. Ini sex


pertama bagi mereka (sebagai pasangan), sehingga wajar
jika Siwon sedikit khawatir dan malu. "Jangan khawatir,
kau sempurna, chagiya." kata Kibum mesra.

Dan mereka kembali larut dalam gairah. Dengan


tidak sabar Kibum melepas celananya, menyisakan celana
dalam yang terlihat sesak karena gundukan besar di
tengah. Siwon kembali merona malu saat melihatnya.
Besar sekali.
"Henghh..." Lenguhan lagi, karena Kibum menghisap
perut bawahnya dengan tangan yang mulai meremas buah
zakar sang kekasih.

Tangan Kibum mulai bergerak liar—mengocok penis,


meremas bokong, bahkan mulai memainkan jari-jarinya di
pintu anal Siwon. Terburu-buru Kibum ikut membuka
celana dalamnya yang mulai terasa sesak, membiarkan
penis besar itu mencuat keluar—keras, besar dan kaku.

Waktu foreplay berlalu cepat dengan Kibum yang


berusaha melebarkan anal Siwon yang masih virgin, ketat.

"Aghh! Ahhh..." Siwon mendongak keatas, dibuai


nikmat oleh jari-jari Kibum yang menyentuh titik
sensitifnya dengan tepat.

Ketika Kibum menarik keluar jari-jari itu, ia bisa


mendengar dirinya sendiri mengerang kecewa karena rasa
hampa yang dominan di lubang analnya.

Namun tidak lama. Kibum menekuk kakinya,


kemudian mengangkannya dengan lebar. Sesaat Siwon
membelalak, kemudian mengangkat sedikit kepalanya
saat merasa benda besar yang tumpul menyentuh
anusnya yang berkedut antusias.

Mata Siwon membelalak lebih lebar, melihat betapa


penis Kibum berukuran sangat besar dan akan menjebol
lubang senggamanya yang belu m pernah terjamah.
Warnanya coklat dan dihiasi urat-urat samar yang
menambah kekokohannya. Diameternya hampir 6cm
mungkin!

"Akh…" Siwon mengernyit saat Kibum mulai


mendorong daging tumpul itu masuk.

"Sshh... aaakk akkhh!" Rasa sakit menyeruak kuat


ketika dorongan penis Kibum mulai kuat, memaksa masuk
kedalam lubang Siwon yang sempit.

"Sakithh! Kibum-ahhh! Tidak akan muattt… ahhh!"


jerit Siwon histeris, ketika Kibum telah berhasil
mendorong kepala penisnya yang basah kedalam lubang
perawan Siwon.

Geraman nafsu terdengar jelas dari Kibum, sambil ia


mengelus lembut paha Siwon yang tengah menjerit karena
sakit.

"Akhhh! Akkhhhh..." Penis itu masuk setengahnya.

"AKHHH! Hengghh!" Akhirnya Kibum merasakan ia


menumbuk keras bola zakar Siwon. Ia tersenyum lembut
memandangi Siwon yang tersengal sambil meringis
kesakitan. Dengan sayang ia mengelus pinggiran anus
Siwon yang memerah, berkedut-kedut senang karena
kedatangan pejantan.

"Tarik nafas, baby. Here we go," Bersamaan dengan


itu Kibum mulai mengerakkan pinggulnya, sedikit
mengacuhkan erangan dan jeritan Siwon yang merasa
lubangnya membuka dengan paksa.
"Anghh… ahhh! Kibuuummm ukkh.." Siwon mengerat
sprei disampingnya. Titik yang ditumbuk oleh Kibum tadi
mengirim sejuta sengat nikmat pada tubuhnya. Kibum
berhasil menumbuk prostatnya dan dengan senang hati ia
menambahkan kecepatan pinggul, menghajar lebih kuat
lubang nikmat kekasihnya.

Siwon melengkungkan tubuhnya dengan erotis saat


daging tumpul itu terus-menerus digenjot keluar masuk
dari lubang anusnya. Ia tahu sekali lubangnya merekah
dan bagian dalam rektumnya diregang lebar oleh penis
besar Kibum.

"Mmghh…" Pagutan dan lumatan seakan mengerjai


Siwon habis-habisan. Ia tidak berkutik, selain
menggelinjang pasrah dan mendesah lirih saat Kibum
memelintir kedua putingnya yang mencuat tegang.
Kekasihnya benar-benar liar, agresif dan penuh pesona.

"Dekathh… Ki—bumahh..." Hampir orgasme. Siwon


merasakan tegangan keras dibawah perutnya. Penisnya
sendiri mengacung tegang dengan precum menetes tanpa
henti saat Kibum menggaulinya sejak tadi.

Fokus Kibum beralih dari nipple kembali ke bibir


Siwon, melumat bibir yang bengkak itu dengan kasar.
Samar ia berbisik. "Bersama, baby ah..."

Bersama itu Kibum memompa penisnya lebih brutal.


Kedua tanganya memegangi pinggul Siwon, berusaha
menahan tubuh kekasihnya yang terhentak-hentak keras
karena tumbukannya. Lubang senggama Siwon meremas
kejantannya dengan kuat, sempit, panas, lengket.

"AGHHHHH!" Itu jeritan Siwon saat tubuhnya


melengkung lagi, diiringi semburan keras sperma dari
penisnya. Itu orgasme pertamanya bersama seorang
lelaki—kekasihnya, dan ia pastikan, itu yang paling hebat.

Kibum menyusul tidak lama berselang. Pria dengan


killer smile itu mendorong penisnya dengan maksimal,
menyodok jauh ke dalam dan menyemburkan benih-benih
kejantannya kedalam tubuh Siwon yang sudah lemas.

Mereka berdua tersengal, namun ketara akan raut


puas. Perlahan Kibum memindahkan tubuhnya ke samping
Siwon, sedikit memutar tubuh sang kekasih agar
membelakanginya, menjaga agar penisnya tetap nyaman
di sarang.

Siwon memejamkan mata letih saat Kibum


memeluknya erat. Seluruh badannya pegal, pinggul hingga
selangkangannya kebas, dan lubang anusnya masih perih
dan terisi penuh oleh penis Kibum. Tapi toh ia tetap
menyamankan dirinya.

Hari itu sudah hampir pagi. Tidak ada lagi petir yang
menggelegar, hanya tersisi rintik kecil hujan dan cuaca
dingin yang menusuk. Kibum menarik selimut dengan
ujung kakinya, menyelimuti mereka berdua. Senyum
lembut terukir di wajah tampannya. Ia tahu Siwon hampir
tertidur karena lelah.
Dengan lembut Kibum membelai rambut hitam Siwon,
lalu berbisik. "That was great, sweetie. I love you."

Siwon tersenyum samar di setengah kesadarannya.


Ia menggenggam tangan Kibum yang melingkari
pinggangnya. "Love you too."

Bahkan dinding dan langit-langit kamar itu serasa


sesak oleh atmosfir cinta. Nyatanya penyatuan dan
pacuan gairah mereka itu bagai bias dan luapan perasaan
keduanya. Dari situ akan dimulai, dimulai tahap hubungan
mereka yang baru.

End of flashback

Siwon menghela nafas panjang saat bayangan malam


panas itu mampir di otaknya. Ia ingat sejak malam
pertama mereka itu, hubungannya dan Kibum berjalan
semakin intim. Malam itu disusul oleh malam-malam
panas lainnya—telanjang, bercinta, tidur bersama.

Malam itu juga bagai menjadi titik baliknya. Malam


yang mengakhiri dilema hubungannya dengan Kibum saat
di awal pacaran.

Siwon tidak pernah berharap menjadi tidak normal. Ia


butuh waktu lama untuk berkompromi dengan dirinya
sendiri, menerima perasaan Kibum dan perasaannya. Dan
percintaan malam itu menghapus semua gamangnya,
bahkan ia tidak pernah merasa keberatan saat ia ada di
posisi 'wanita' yang harus menerima.
Namun Siwon tidak pernah menyangka, kalau sperma
Kibum yang masuk ke tubuhnya bisa membuatnya
terbuahi. Ia laki-laki, demi Tuhan! Tidak pernah sekalipun
terbersit ia memiliki rahim yang membuatnya bisa divonis
hamil.

Ia—hikss...

Air mata kembali menetes di pipinya. Di keluarganya,


ia satu-satunya anak lelaki. Siwon tahu dengan jelas,
bagaimana sang ayah menaruh harapan besar padanya.
Bagaimana pria tua itu selalu menyelipkan doa malamnya
untuk sang anak, bagaimana ia selalu menatap dengan
bangga dibalik kehidupan mereka yang sederhana.

Dengan punggung yang kembali bergetar Siwon


membekap mulutnya dari tangis. Beberapa saat ia sibuk
dengan dirinya tanpa memperhatikan Kibum yang
memandanginya penuh sesal.

"Jangan menangis lagi, Siwon-ah." Suara Kibum juga


serak. Dengan pelan ia membelai punggung Siwon.

Perhatiannya terbagi antara jalanan dan kekasihnya


yang masih sibuk berlinang air mata. Ia tidak tahu rasanya
di posisi Siwon. Tapi ia cukup mengerti beban macam apa
yang ditanggung oleh pujaan hatinya itu.

Tidak mudah bagi Siwon untuk menyimpang dari


ajaran dan disiplin di keluarganya. Ia memegang harapan
besar dari ayahnya. Kibum ingat, betapa sulit ia berjuang
untuk mendapatkan Siwon, bagaimana ia berusaha
menyadarkan Siwon, bahwa lelaki itu juga mencintainya.

"Aku sangat mencintaimu, Choi Siwon. Kumohon,


jangan buat aku semakin merasa bersalah dan tidak
berguna."

Kibum menatap iba pada Siwon yang berusaha


meredakan tangisnya setelah mendengar ucapannya tadi.
Pandangannya kembali ke jalan, memutar setir ke belokan
disebelah kiri jalan. Satu belokan lagi, mereka akan
sampai di rumah Siwon.

Dan jangan tanya pada Kibum, betapa ia juga takut


dan gugup. Menghadap ayah Siwon dan mengatakan pada
pria itu bahwa anak lelakinya sedang hamil, sedikitpun
tidak pernah ia bayangkan.

'Bantu aku... bantu kami, Tuhan.’ batin Kibum lirih.

Rumah Siwon tidak mewah, cukup sederhana karena


hanya ditinggali oleh ayahnya sendiri. Ibu Siwon sudah
lama meninggal, kakak Siwon ikut suaminya di Kanada
dan Siwon sendiri bekerja di Seoul.

Ruang tengah rumah Siwon senyap, hanya di


ramaikan oleh detak jarum jam. Senyum ayah Siwon saat
ia membuka pintu bagai lenyap ketika Kibum meminta
untuk berbicara serius. Dan suasana semakin mencekam
saat Kibum berkata bahwa ia dan Siwon menjalin
hubungan khusus.
Ayah Siwon belum membuka suara setelah Kibum
membuat pengakuan. Walau wajahnya keruh oleh emosi,
ia tidak juga bicara. Hanya sampai Kibum berkata...

"Siwon hamil, Paman."

Mata ayah Siwon membelalak lebar dan ia sontak


berdiri dengan marah. "Kau gila!" makinya.

"Kau lihat dia!" tangan ayah Siwon menunjuk keras


pada Siwon yang menunduk takut disamping Kibum. "Dia
laki-laki! Kau kira kau bisa menghamili lelaki, hah?! Kau
anggap dia wanita yang bisa kau hamili?! Jaga omong
kosongmu!" bentak ayah Siwon penuh amarah.

Namun Kibum tidak surut. Walau jantungnya


berdegup takut, ia tidak membiarkan nyalinya ciut.
Dengan mantap Kibum mengeluarkan amplop coklat dari
dokter tadi pagi, memberikannya pada sang ayah yang
kemudian diterima dengan kasar.

Siwon memberanikan dirinya melirik pada ayahnya


dan dengan jelas ia melihat tangan sang ayah bergetar
dengan mata yang memerah marah. Kertas hasil lab itu
remuk, saat ayahnya meremas dengan kuat lalu berjalan
ke arahnya dengan nafas tersengal karena puncak emosi
yang tertahan.

"Berdiri, Choi Siwon." Katanya datar, namun tegas.

"Tatap mataku!" bentaknya lagi.


Siwon menegakkan pandangannya, menatap wajah
ayahnya yang sudah keriput ditempa usia. Ia dapat
merasakan matanya memanas saat melihat tubuh sang
ayah kaku karena marah. Sorot mata pria itu kentara
sekali dengan kecewa. Tangannya mengepal erat.

Plak! Sebuah tamparan keras tepat pada pipi Siwon


sampai pria tampan itu menoleh.

"Ajushi!" Kibum terpekik kaget.

"Diam kau!" bentak ayah Siwon. Ia kembali


menghadap pada Siwon yang terisak dengan kepala
miring kesamping. "Tatap aku!"

Plak! Sebuah tamparan keras lagi disebelah pipi


Siwon hingga Siwon menoleh berseberang arah.

"Berhenti, ajushi!" Kali ini Kibum tidak diam. Ia


memegang sebelah tangan ayah Siwon untuk mengalihkan
perhatian. Ayah Siwon lalu menoleh padanya.

"Aku… aku yang bersalah, ajushi. Jangan sakiti


Siwon. Aku yang mengejar-ngejarnya, memintanya
menjadi kekasihku. Aku—yang menyebabkan ia
mengandung. Ak—"

BUGG! Tinjuan keras di perut Kibum sesaat


membuatnya senyap.

"Kibum-ah! Appa!" Siwon shock melihat kekasihnya


membungkuk sambil memegangi perut dengan kesakitan.
Baru ia akan melangkah pada Kibum, ayahnya sudah
menyeret Kibum ke pintu keluar.

"Ajushi dengar dulu, kumohon." Kibum berusaha


memberontak dari kekangan ayah Siwon. Ia belum
mengutarakan seluruh keinginannya. Tapi ayah Siwon
tentu tidak ingin peduli.

"Aku mencintai Siwon, ajushi. Sangat mencintainya.


Aku akan bertanggung jawab! Biarkan aku menikahi
Siwon!" Putus asa, Kibum memilih berbicara dalam
keadaan ia ditarik ke pintu keluar.

Pintu coklat yang kokoh itu hampir menutup saat


Kibum berusaha menahannya dan dengan sebelah badan
merangsek masuk, ia memegang kuat tangan ayah Siwon.

"Aku mencintai anakmu, ajushi. Dan ia sedang


mengandung anakku."

Kalimat itu ditanggapi ayah Siwon dengan bibir


gemetar marah. Dengan keras ia menghempas tangan
Kibum, mendorongnya dan membanting pintu itu keras.

Ruangan itu hanya bersisa senyap dan Siwon yang


terisak-isak. Derap langkah sang ayah terdengar keras,
berjalan mantap kearah Siwon yang terduduk kembali di
atas sofa.

"Katakan itu tidak benar, Choi Siwon." tukas ayah


Siwon datar namun sarat akan ketakutan dan kemarahan
yang mendalam.
Namun Siwon hanya menggeleng kecil. Tanpa
bersusah payah mendongak, ia menceritakan apa yang
dikatakan dokter padanya. Menceritakan hubungan yang
ia jalani bersama Kibum. Dan kali ini ayah Siwon tidak lagi
mampu berteriak marah. Tidak juga mampu melayangkan
tangannya lagi. Ia berdiri diam memandangi anaknya.

"Kau selalu menjadi kebanggaanku, Siwon-ah.


Selalu."

Sesaat diam. Siwon pun tidak berniat menjawab


pernyataan ayahnya. Ia tahu, ayahnya terluka, kecewa
sedalam-dalamnya.

"Tapi kali ini kau benar-benar membuatku kecewa."

Setelah kalimat itu, ayah Siwon berbalik memunggi


putranya dan berjalan pergi tanpa berniat untuk menoleh
lagi.

Siwon meremas dadanya sakit. Air matanya untuk


kesekian kali meluncur turun di pipi. Siwon sudah tahu
ayahnya pasti marah, pasti kecewa. Namun ketika ia harus
menghadapi pandangan penuh kekecewaan itu, Siwon
baru merasakan betapa hebat rasa sakitnya.

'Jeongmal mianhe, appa.'

Tiga hari telah berlalu sejak Kibum mengatakan


semuanya pada ayah Siwon. Namun bagai tidak berujung,
pengakuan itu tidak menghasilkan apa-apa selain
kemarahan, kekecewaan dan rasa sakit bagi mereka
semua.
Siwon belum memperbolehkan Kibum untuk kembali
menemui appanya. Ia memutuskan untuk memberi waktu
kepada sang ayah untuk menerima semua kenyataan
menyakitkan itu. Yah, sudah tiga hari pula sepasang
kekasih itu harus berpuas diri dengan hanya berhubungan
lewat telepon genggam mereka.

Siwon menatap murung pada handphonenya. Baru


saja ia menutup telepon dari Kibum, setelah mereka
berbicara cukup lama—dengan segala kepedulian dan
kekhawatiran Kibum terhadap keadaan Siwon serta
bayinya. Dengan sayang Siwon meletakkan telpon
genggam itu didadanya, berkhayal seakan Kibum yang
sedang dipeluknya.

Namun helaan nafas kemudian membuyarkan


khayalan Siwon. Bayangan ayahnya yang marah dan
kecewa serta merta membuatnya tidak berani berharap
apa-apa. Ayahnya sampai saat ini menolak berbicara
kepadanya, tidak juga mau memandang matanya, seakan
menunjukkan betapa dalam Siwon telah melukainya.

Siwon memilih bangkit, ia memutuskan untuk


mencoba bicara lagi dengan ayahnya. Baru saja kekasih
Kibum itu akan membuka pintu, bilahan papan itu tiba-tiba
terbuka. Seketika Siwon mematung, memandang sang
ayah yang membuka pintu kamarnya dan menatapnya
lekat.
Beberapa waktu ayah dan anak itu hanya diam—
Siwon dengan tatapan sayu dan ayahnya masih bertahan
dengan wajah datar yang dingin.

"Kau—"

"Menikahlah dengannya."

Betapa kalimat itu mengejutkan Siwon. Tanpa


ekspresi ayahnya berkata seperti itu, akhirnya setuju
dengan ide pernikahan. Perlahan Siwon mengulas senyum
bahagia. "Appa..."

"Berhenti." tegas ayah Siwon ketika Siwon akan


memeluknya dengan senyum bahagia.

"Jangan mendekat dulu, tolong." Nada bicaranya


masih datar, namun di balik itu Siwon tahu ayahnya
berusaha mengingkari semua yang dirasakannya. Ia
berusaha nampak kuat, kelihatan kokoh dengan seluruh
prinsip dan cinta yang dijunjungnya.

"Anakmu itu... Ia tidak berdosa. Aku tidak akan


membiarkan dia menderita hanya karena aku tidak bisa
menerima semua kenyataan ini. Jadi, menikahlah."

"Aku—takut akan menyesal diakhir usiaku jika aku


membuat seorang anak harus tumbuh tanpa ayah."

"Sudah cukup aku tidak bisa menjadi ayah yang baik.


Jadi—hiks…" Akhirnya pertahanan pria tua itu runtuh.
Suaranya bergetar diiring setetes air mata di pipinya.
Dengan kuat ia mengepal telapak tangannya, berusaha
menahan semua emosi yang menghimpitnya.

Pria itu mengusap kasar airmata yang tidak sengaja


terjatuh. Sesekali matanya berkedip liar, berusaha
menghalau airmata yang akan jatuh lagi. "Jadi,
menikahlah. Aku menyerahkan seluruh jalan hidup dan
keputusan di tanganmu dan ditangan Tuhan."

Siwon hanya mampu kembali terisak saat mendengar


seluruh perkataan ayahnya. Ia merasakan, betapa besar
dan tulusnya cinta sang ayah di balik kata-kata itu. Kau
ayah terbaik, appa.

"Appa…" Siwon kembali berbisik lirih saat pria itu


berbalik dan berjalan pergi.

"Jangan, Choi Siwon. Jangan mendekat dulu,


kumohon. Beri pria tua ini waktu." Ayah Siwon berkata
lemah saat Siwon kembali berusaha mendekatinya—ingin
memeluk sang ayah yang ia cintai. Pria tua itu tidak
kembali menoleh. Ia berjalan menjauh, dengan pandangan
keras dan datarnya, menyisakan Siwon yang membekap
mulutnya sedih—menatap sang ayah berjalan pergi.

Gomawoyo...

Siwon tidak menyangka hari pernikahan itu akan


datang secepat ini. Ia ingat, ini hanya berselang tiga hari
setelah ia mengatakan pada Kibum bahwa ayahnya
menyuruhnya menikah. Walaupun Kibum tahu ayah Siwon
belum sepenuhnya menerima, namun ia tidak menyia-
nyiakannya. Ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi untuk
menjadikan Siwon miliknya sepenuhnya, tanggung
jawabnya.

Pria bermarga Choi itu duduk dengan tegak,


berusaha mengatur nafasnya untuk menghilangkan rasa
gugup. Matanya memandang lekat pada kaca, melihat
pantulan dirinya yang tampan dalam balutan setelan jas
putih.

'Setelah hari ini, kau akan menjadi sosok yang


sepenuhnya baru, Choi Siwon.' batinnya gugup.

Ehm. Suara deheman sontak membuyarkan pikiran


Siwon. Reflek ia memutar kepalanya dan melihat ayahnya
berdiri di depan pintu yang terbuka. Mata Siwon kembali
memanas saat melihat pria yang sangat ia sayangi itu
berdiri dengan canggung memandanginya.

"Appa..." kata Siwon lirih.

Ayah Siwon menghela nafas dalam, kemudian


berjalan ke arah Siwon yang terpaku.

"Aku kira... tugasku telah selesai saat menggandeng


Jiwon ke depan altar." kata ayah Siwon pelan. Setelah
diam sesaat, ia melanjutkan kata-katanya.

"Namun karena Tuhan sudah membuat rencananya,


aku menerima tugas tambahanku—untuk menggandengmu
ke hadapan altar-Nya." Suara ayah Siwon tercekat,
berusaha menahan tangis yang sedikit lagi menyeruak.
"Appa!" Siwon memeluk ayahnya erat dengan lelehan
airmata. "Maaf, karena aku mengecewakanmu, Appa.
Maaf."

Mendengar permintaan maaf Siwon yang kesekian


kalinya, sang ayah tersenyum kecil. Dengan lembut ia
mengelus rambut lembut Siwon yang sudah disisir rapi.

"Aku melihatmu tumbuh besar dengan penuh cinta


dan kebanggaan, Siwon-ah. Aku tahu betapa kau berusaha
menjadi yang terbaik dengan semua kerja kerasmu."

"Sekarang, berbahagialah... dengan caramu, dengan


rencana yang Tuhan susun untukmu." Airmata pria tua itu
juga ikut meleleh turun. Ia memeluk anaknya erat-erat,
berusaha menyampaikan padanya, betapa ia sangat
menyayanginya.

Benar kata orang, bahwa hidup adalah sebuah


proses, sebuah perjalanan menuju titik yang paling indah.
Siwon sudah merasakannya, merasakan tiap butir proses
hidupnya hingga ia merasa pantas untuk menikmati salah
satu titik paling indah dalam perjalanannya.

Pria yang telah berganti marga menjadi Kim itu


termangu menatap langit pagi yang indah dengan warna
yang biru. Bermandikan kehangatan matahari dan semilir
angin pagi yang sejuk, pria hamil itu berdiri di balkon
kamarnya—hanya berbalut bathrobe tebal untuk menutupi
tubuh telanjangnya.
Sebuah pelukan hangat yang familiar membuat Siwon
sedikit mengulas senyumnya. Dengan perlahan ia
menggenggam tangan yang melingkari perut buncitnya,
mesra.

"Kau bangun pagi sekali, chagiya." Suara Kibum


masih serak, kentara pria tampan itu masih mengantuk.

"Hm…" balas Siwon singkat. "Tadi pagi baby


menendang terus, aku jadi tidak bisa tidur lagi."

Jawaban Siwon membuat Kibum mengelus pelan


perut sang 'istri' yang telah membuncit besar dibulan
keenam kehamilannya. Ia meletakkan dagunya di pundak
Siwon, memejamkan mata dan berusaha merasakan
kehadiran makhluk kecil di kandungan pria yang amat
dicintainya.

"Sekarang tidak mengantuk?" tanya Kibum dan


dibalas gelengan kecil oleh Siwon.

Kibum tersenyum kecil dan mengeratkan pelukannya.


"Apakah baby tumbuh dengan baik, chagi?"

"Tentu saja. Dia menendang, kadang berputar dan


akan sangat tenang saat aku berbicara dengannya atau
memutar lagu untuknya. Baby pasti akan jadi anak yang
cerdas, Kibumie." Balas Siwon dengan senyum yang tidak
lepas dari bibirnya.

"Lalu apakah ummanya bahagia?" Kibum


melanjutkan pertanyaannya, memberikan tekanan pada
'umma' dengan nada jahil namun menyenangkan.
"Aku harus menjawab apa, ya?" Siwon balas
bertanya, memainkan nada seakan ia bingung dengan
jawabannya.

Kibum terkekeh kecil. Dengan manja ia menyusupkan


kepalanya diantara leher Siwon yang jenjang. "Maaf
karena aku jarang menghabiskan waktuku bersamamu
atau bersama baby. Bahkan kita belum sempat berbulan
madu. Tapi terima kasih, karena tidak sekalipun kau
mengeluh, chagi."

Siwon memutar sedikit badannya sehingga ia bisa


melihat wajah suaminya yang tampak lebih maskulin
karena rambut-rambut halus di sekitar dagunya. Pria hamil
itu menoel sayang hidung Kibum sambil mendengus
manja. "Itu karena aku mencintaimu!" kata Siwon.

"Ne, wifey... Nado saranghaeyo." balas Kibum.

Setelah pernyataan cinta itu Kibum membawa Siwon


dalam ciuman yang dalam dan mesra. Ditemani angin dan
kicauan burung yang indah, pasangan itu larut dalam
pusaran cinta dan kasih mereka.

Seakan pagutan menjadi penyalur dan lumatan


menjadi perantara, Kibum dan Siwon berbagi nafas dan
belitan lidah yang sensual. Tangan Kibum melingkar erat
pada pinggang 'istri'nya, membantu menopang perut
Siwon yang semakin berat.

Ketika hidup adalah proses kemudian cinta yang


menjadi dasarnya, semua memang terasa indah. Berbagi
beban, berbagi pengertian. Tangan Siwon melingkar
dengan mesra di leher Kibum, membiarkan suaminya
memegang kendali pagutan liar mereka.

Ini semua karena aku mencintaimu.

END

Anda mungkin juga menyukai