Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Motor Bensin

Menurut Bahrul Amin dan Faisal Ismet (2016 : 21) sebagai sebuah

mesin konversi energi, motor bensin dimana energi kimia yang dikandung

oleh bahan bakar dan udara diubah menjadi energi mekanis dengan cara

proses pembakaran. Menurut Hidayat Wahyu (2012 : 22) dimana sumber

tenaga engine yang mengubah bahan bakar menjadi energi gerak berputar,

yang dimana dapat diukur dengan Horse Power (HP).

Motor bensin menurut Wikipedia (2016) Mesin Otto adalah sebuah

mesin dengan pembakaran dalam yang mengguanakan percikan bunga api

busi (spark plug) untuk melakukan proses kerja pembakaran yang dirancang

untuk menggunakan bahan bakar bensin dan sejenisnya. Karakteristik motor

bensin yaitu memiliki temperatur auto-iginition lebih jauh dibandingkan

solar maka dari itu dibutuhkan spark plug untuk memulainya pembakaran

pada motor bensin.

Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa motor

bensin adalah engine yang menggunakan campura bahan jenis bakar cair

dan udara, yang mana penyalaannya menggunakan spark plug. Maka dari

energi kimia menjadi energi gerak putar, yang dimana dapat diukur dengan

Horse Power (HP).

7
8

2. Prinsip Kerja Motor Bensin Empat Tak

Menurut pendapat Hidayat Wahyu (2012 : 16-18 ) motor bakar empat

langkah adalah motor yang dimana setiap siklus kerjanya diselesaikan

dengan empat kali gerak bolak balik langkah torak dan dua kali putan poros

engkol. Mesin empat tak memiliki langkah torak antara lain; hisap,

kompresi, usaha, buang.

Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Wardan Suyanto (1989:

20) motor empat tak adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam yang

proses kerjanya terdiri dari empat langkah kerja piston untuk menghasilkan

satu kali langkah usaha/kerja.

Dari dua pendapat pakar diatas dapat di simpulkan bahwa motor

bensin empat tak adalah mototor pembakaran dalam dengan proses kerjanya

diselesaikan dengan empat kali gerak bolak balik langkah torak atau dua

kali putaran poros engkol untuk dapat menghasilkan satu kali langkah

kerja/usaha.

Gambar 1. Prinsip kerja motor empat langkah


(Sumber: Hidayat Wahyu (2012 : 18)
9

Proses kerja pada motor bensin empat tak:

Pertama-tama kerja awal dengan cara menstarter, mengekol dan

mendorong) dapat memberi kerja awal pada piston .

1. Langkah isap (Intake)

Pada saat proses langkah isap campuran udara dan bahan bakar dari

karburator dihisap masuk melelui intake kedalam ruang bakar karena

bergeraknya piston dari posisi TMA menuju TMB. Pada saat proses ini

katup isap terbuka namun katup buang dalam keadaan tertutup secara

otomatis.

Gambar 2. Langkah isap


(Sumber : Jalius Jama dan Wagino (2008: 70)

2. Langkah kompresi (Compression)

Proses kompresi adalah proses dimana piston bergerak dari TMB

menuju ke TMA dan posisi katup isap dan katup buang masih dalam

keadaan tertutup, karena adanya proses kompresi itu sehingga

menyebabkan tekanan dan temperatur di ruang bakar atau silinder naik

sehingga menyebabkan campuran udara dan bahan bakar menjadi mudah

terbakar.
10

Gambar 3. Langkah kompresi


(Sumber : Jalius Jama dan Wagino (2008: 71)

3. Langkah pembakaran

Pada saat piston hampir mencapai TMA, percikan bunga api dari

elektrode busi dipercikkan ke campuran udara dan bahan bakar

terkompresi sehingga bahan bakar dan udar terbakar, akibatnya terjadi

kenaikan temperatur dan tekanan yang sangat drastis. Posisi katup masih

dalam posisi tertutup.

Gambar 4. Langkah Pembakaran


(Sumber : Jalius Jama dan Wagino (2008: 72)

4. Langkah kerja/usaha

Katup isap dan buang masih dalam posisi tertutup. Tekanan gas

dari hasil pembakaran yang terjadi mendorong piston untuk bergerak

kembali dari TMA menuju ke TMB. Bergeraknya piston menuju TMB


11

menyebabkan volume gas pembakaran di dalam silinder yang semakin

bertambah, sehinga temperatur dan tekanannya menjadi turun.

Gambar 5. Langkah Kerja/Ekspansi


(Sumber : Jalius Jama dan Wagino (2008: 72)

5. Langkah buang (Exhaust)

Setelah piston mencapai ke TMB, katup buang terbuka sedangkan

katup isap masih dalam posisi tertutup. Piston bergerak dari TMB

menuju ke TMA untuk membuang gas sisa hasil dari proses pembakaran.

Gambar 6. Langkah buang


(Sumber : Jalius Jama dan Wagino (2008: 73)

3. Proses Pembakaran Pada Motor Bensin


12

Proses pembakaran merupakan proses penyalaan campuran bahan

bakar dan udara yang secara pisik yang terjadi didalam silinder selama

proses pembakaran terjadi yang mana pembakaran ini berhubungan

kenaikan temperatur dan tekanan didalam silinder. (Wardan Suyanto 1989:

251). Sedangkan menurut pendapat Bahrul Amin dan Faisal Ismet (2016:

139) menyatakan proses pembakaran pada sebuah mesin/motor bensin

merupakan sebagian proses perubahan energi (change of energy) untuk

menghasilkan kerja pada mesin.

Dari dua pendapat pakar diatas dapat disimpulkan bahwa proses

pembakaran yang ada pada motor bensin adalah proses pembakaran yang

terjdi didalam silinder pada mesin/motor bensin secara pisik selama

pembakaran terjadi sebagai proses perubahan enegi (change of energy)

untuk menghasilkan proses kerja mesin pada mesin pembakaran dalam.

Dalam sebah mesin terjadi beberapa tingkat pembakaran yang

ditunjukan pada grafik dibawah ini:

Gambar 7. Grafik tekanan sudut engkol


(Sumber :Bahrul Amin dan Faisal Ismet (2016: 44)
13

Didalam Bahrul Amin dan Faisal Ismet (2016: 44-45) proses atau

tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin bensin empat langkah terbagi

menjadi empat tingkat atau periode terpisah, periode tersebut adalah:

1. Keterlambatan Pembakaran

Periode pertama dimulai dari titik 1, yaitu mulai masuknya bahan

bakar kedalam silinder dan berakhir pada titik 2. Perjalanan ini sesuai

dengan perjalanan engkol sudut a. Selama periode ini berlangsung tidak

ada kenaikan tekanan yang melebihi kompresi udara yang di hasilkan

oleh torak, dan selanjutnya bahan bakar masuk terus melalui nosel.

2. Pembakaran Cepat

Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar di dalam ruang bakar

yang terpecah halus dan ada sebagian yang menguap kemudian siap

untuk dilakukan proses pembakaran. Ketika bahan bakar dinyalakan oleh

percikan api busi, yaitu pada titik 2, api akan menyala dengan cepat dan

akan mengakibatkan kenaikan temperatur dan tekanan mendadak sampai

pada titik 3 tercapai. Periode ini digambarkan dengan perjalanan sudut

engkol b pada diagram yang membentuk tingkat kedua.

3. Pembakaran Terkendali

Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar

yang masih tetap terhisap terbakar pada kecepatan yang tergantung pada

kecepatan langkah torak serta jumlah distribusi oksigen yang ada dalam

udara pengisian. Periode inilah yang di sebut periode terkendali atau di

sebut juga pembakaran sedikit demi sedikit yang akan berakhir pada titik
14

4 dengan berhentinya pemasukan bahan bakar. Selama tingkat ini

tekanan dapat naik, baik secara konstan maupun turun. Periode ini sesuai

dengan perjalanan engkol sudut c, dimana sudut c tergantung pada beban

beban mesin, semakin besar bebannya maka semakin besar nilai c.

4. Pembakaran Pasca (after burning)

Bahan bakar sisa dalam silinder ketika pemasukan bahan bakar

kedalam silinder berhenti dan akhirnya terbakar. Pada proses pembakaran

pasca (after burning) tidak terlihat pada bagian diagram grafik tekanan

sudut engkol dikarenakan proses pemunduran torak mengakibatkan

turunya tekanan meskipun panas yang ditimbulkan oleh pembakaran

bagian akhir bahan bakar yang masih tersisa.

4. Sistem Pengapian

Sitem pengapian merupakan rangkaian komponen yang penting dalam

menunjang proses kerja mesin. Menurut pendapat Nugraha (2005 :36)

menyatakan bahwa sistem pengapian berfungsi untuk menghasilkan

percikan bunga api pada busi pada saat yang tepat untuk membakar

campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder.

Pendapat yang hampir senada juga dikemukakan Jalius Jama dan

Wagino (2008 : 165) yang menyatakan bahwa sistem pengapian pada motor

bensin berfungsi mengatur proses pembakaran campuran bensin dan udara

didalam silinder sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu pada akhir

langkah kompresi. Pembakaran diperlukan karena pada motor bensin

pembakaran tidak akan bisa terjadi dengan sendirinya. Pembakaran


15

campuran bahan bakar bensin dan udara yang dikompresikan terjadi di

dalam silinder setelah busi mecetuskan bunga api, sehinga diperoleh tenaga

akibat pemuaian gas (eksplosif) hasil dari pembakaran sehingga mampu

mendorong piston ke TMB menjadi langkah kerja/usaha.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

sistem pengapian berfungsi untuk memercikan bunga api pada busi pada

akhir langkah kompresi untuk melakukan proses pembakaran campuran

udara dan bahan bakar yang bertekanan tinggi yang di hasilkan oleh piston

pada saat langkah kompresi agar terjadinya ledakan dan mendorong piston

kembali ke TMB utuk melakukan langkah kerja/usaha pada mesin.

Agar busi dapat memercikkan bunga api, diperlukan sebuah sistem

yang bekerja secara akurat. Sistem pengapian terdiri dari berbagai

komponen yang bekerja secara bersama-sama dalam waktu yang sangat

cepat dan singkat. Sistem pengapian terdiri dari 2 jenis, yaitu sistem

pengapian konvensional dan sistem pengapian elektronik. Perbedaan

mendasar kedua sistem pengapian ini terletak pada komponen-komponen

sistem pengatur pengapiannya. Pengapian konvensional menggunakan

platina sebagai pengatur utama untuk proses penyalaan pengapiannya,

sedangkan pengapian elektronik menggunakan CDI sebagai pengatur

pengapiannya.
16

1) Syarat-syarat Sistem Pengapian

Menurut Jalius Jama dan Wagino (2008: 166) agar sistem

pengapian bisa berfungsi secara optimal, maka sistem pengapian harus

memiliki kriteria seperti di bawah ini:

a) Percikan Bunga Api Harus Kuat

Pada saat campuran bensin dan udara dikompresi oleh piston di

dalam silinder, maka kesulitan utama yang terjadi adalah sulitnya

bunga api meloncat di antara celah elektroda busi, hal ini disebabkan

karena udara juga merupakan tahanan listrik dan tahanannya akan

naik pada saat dikompresikan. Tegangan listrik yang diperlukan harus

cukup tinggi, sehingga dapat membangkitkan bunga api yang kuat di

antara celah elektroda busi. Untuk terjadinya percikan bunga api yang

kuat antara lain juga dipengaruhi oleh pembentukan tegangan induksi

yang dihasilkan oleh sistem pengapian. Semakin tinggi tegangan yang

dapat dihasilkan, maka bunga api yang dihasilkan juga semakin kuat.

Secara garis besar untuk dapat memperoleh tegangan induksi yang

baik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

(1) Pemakaian koil pengapian yang sesuai


(2) Pemakaian kondensor yang tepat
(3) Penyetelan saat pengapian yang sesuai
(4) Penyetelan celah busi yang tepat
(5) Pemakaian tingkat panas busi yang tepat
(6) Pemakaian kabel tegangan yang tepat
17

b) Saat Pengapian harus Tepat

Untuk memperoleh pembakaran campuran bahan bakar bensin

dan udara yang paling tepat dan sempurna, maka saat pengapian harus

sesuai atau tidak statis pada titik tertentu, saat pengapian harus dapat

berubah mengikuti berbagai perubahan kondisi operasional maupun

beban mesin. Saat pengapian dari campuran bensin dan udara adalah

saat terjadinya percikan bunga api oleh busi beberapa derajat sebelum

Titik Mati Atas (TMA) pada akhir langkah kompresi. Saat terjadinya

percikan api busi waktunya harus ditentukan dengan tepat supaya

dapat membakar dengan sempurna campuran bahan bakar bensin dan

udara yang terkompresi agar dapat dicapai energi maksimum.

Setelah campuran bahan bakar dan udara yang terkompresi

dibakar oleh bunga api busi, maka diperlukan waktu tertentu bagi api

untuk merambat di dalam ruangan bakar. Oleh sebab itu maka akan

terjadi sedikit keterlambatan antara awal pembakaran dengan

pencapaian tekanan maksimum pebakaran. Dengan demikian, untuk

dapat menghasilkan output maksimum pada sebuah engine dengan

tekanan pembakaran mencapai titik tertinggi, periode perambatan api

harus diperhitungkan pada saat menentukan saat pengapian (ignition

timing).

Saat mulai terjadinya pembakaran campuran bahan bakar dan

udara tersebut disebut juga dengan saat pengapian (ignition timing).

Agar saat pengapian dapat disesuaikan dengan kecepatan, beban


18

putaran mesin dan lainnya maka diperlukan suatu peralatan atau

komponen untuk mengubah (memajukan atau memundurkan) saat

pengapian.

Salah satu di antaranya dengan menggunakan vacuum advancer

dan governor advancer untuk pengapian konvensional pada mobil.

Pada subuah sepeda motor biasanya disebut dengan unit pengatur saat

waktu pengapian otomatis atau ATU (Automatic Timing Unit). ATU

akan mengatur pemajuan saat pengapian. Pada sebuah sepeda motor

dengan sistem pengapian konvensional (menggunakan platina) ATU

diatur secara mekanik, sedangkan pada sistem pengapian elektronik

ATU diatur oleh komponen elektronik ATU pada CDI seperti yang di

tunjukan pada gambar berikut:

Gambar 8. Automatic Timing Unit


(Sumber: Jalius Jama dan Wagino (2008: 214)

Saat pengapian dimajukan terlalu jauh (gambar 9. titik a) maka

tekanan pembakaran maksimum akan tercapai sebelum 10° sesudah

TMA, sehingga tekanan di dalam silinder akan menjadi lebih tinggi


19

daripada pembakaran dengan waktu yang tepat. Pembakaran

campuran udara bahan bakar yang spontan akan terjadi dan akhirnya

akan terjadi knocking atau detonasi.

Gambar 9. Grafik Posisi Saat Pengapian


(Sumber: Jalius Jama dan Wagino (2008:167)

Knocking merupakan ledakan yang menghasilkan gelombang

kejutan berupa suara ketukan karena naiknya tekanan yang besar dan

kuat yang terjadi pada akhir proses pembakaran. Knocking yang

berlebihan akan dapat mengakibatkan katup, busi dan torak terbakar.

Jika waktu pengapian terlalu maju maka ledakan hasil pembakaran

akan terjadi sebelum akhir langkah kompresi sehingga tekanan

pembakaran yang dihasilkan akan melawan gerakan torak yang akan

berakibat pada penurunan tenaga, suhu mesin yang tinggi dan

kerusakan pada komponen-komponen mesin.

Saat pengapian dimundurkan terlalu jauh (gambar 9. titik c)

maka tekanan pembakaran maksimum akan terjadi setelah 10° setelah

TMA (saat dimana torak telah turun cukup jauh). Bila dibandingkan
20

dengan pengapian yang waktunya tepat (gambar 9. titik b), maka

tekanan di dalam silinder agak rendah sehingga output mesin

menurun, dan masalah pemborosan bahan bakar dan lainnya akan

terjadi. Saat pengapian yang tepat maka akan menghasilkan tekanan

pembakaran yang optimal.

c) Sistem Pengapian harus Kuat dan Tahan

Sistem pengapian haruslah kuat dan tahan terhadap perubahan

yang terjadi setiap kondisi pada ruang mesin atau perubahan kondisi

operasional kendaraan seperti harus tahan terhadap getaran, panas,

atau tahan terhadap tegangan tinggi yang dihasilkan oleh sistem

pengapian itu sendiri.

Komponen-komponen sistem pengapian seperti koil pengapian,

kondensor, kabel busi dan busi harus dibuat sedemikian rupa sehingga

tahan pada berbagai kondisi. Sebagai contoh, dengan naiknya suhu di

sekitar mesin, busi harus tetap tahan (tidak meleleh) agar bisa terus

memberikan loncatan bunga api yang baik. Oleh karena itu, pemilihan

tipe busi harus benar-benar tepat. Begitu pula dengan koil pengapian

maupun kabel busi, walaupun terjadi perubahan suhu yang cukup

tinggi (misalnya karena mesin bekerja pada putaran tinggi dalam

waktu yang cukup lama), komponen tersebut harus mampu

menghasilkan dan menyalurkan tegangan tinggi (induksi) yang cukup.

Pemilihan tipe koil hendaknya haruslah tepat dan sesuai kondisi

operasional sepeda motor yang digunakan.


21

5. Sistem Pengapian Elektronik CDI

Dalam proses perkembangan otomotif maka ditemukan sistem

pengapian elektronik sebagai penyempurna dari sebuah sistem pengapian

konvensional. Salah satu sistem pengapian elektronik adalah sistem

pengapian CDI (Capacitor Discharge Ignition).

Menurut Jalius Jama dan Wagino (2008: 209-210) Capacitor

Discharge Ignition (CDI) merupakan sistem pengapian elektronik yang

digunakan pada sepeda motor yang terdiri dari sebuah Thyrisitor atau sering

disebut sebagai Silicon Controlled Rectifier (SCR), sebuah komponen

kapasitor (kondensator), sepasang dioda dan rangkaian tambahan yang

digunakan untuk mengontrol pemajuan saat pengapian.

Nugraha (2005: 36-37) menyatakan bahwa “sistem pengapian CDI

merupakan sistem pengapian elektronik yang bekerja dengan memanfaatkan

pengisian (charge) dan pengosongan (discharge) muatan kapasitor”. Untuk

proses pengisian dan pengosongan muatan kapasitor dioperasikan otomatis

oleh saklar elektronik seperti halnya kontak platina (pada sistem pengapian

konvensional), namun pada sebuah sistem pengapian elektronik digunakan

SCR (Silicon Controlled Rectifier) yang bekerja berdasarkan sinyal-sinyal

listrik.

Dari dua pendapat para ahli di atas maka dapat di tarik kesimpulan

bahwa sistem pengapian CDI merupakan sistem pengapian elektronik yang

digunakan pada sepeda motor yang terdiri dari sebuah Thyrisitor atau sering

disebut sebagai Silicon Controlled Rectifier (SCR), sebuah kapasitor


22

(kondensator) yang bekerja dengan memanfaatkan pengisian (charge) dan

pengosongan (discharge) muatan dan sepasang dioda dan rangkaian

tambahan yang digunakan untuk mengontrol pemajuan saat pengapian.

Pada sistem pengapian elektronik CDI dibagi menjadi dua macam

yaitu :

a) Sistem Pengapian Elektronik CDI-AC

Menurut pendapat Jalius Jama dan Wagino (2008: 211)

menyatakan bahwa sistem pengapian cdi-ac adalah sistem pengapian

elektronik yang sumber tegangan pengapian nya berasal dari source coil

(koil pengisi/sumber) didalam flywheel magnet (flywheel generator).

Pendapat yang hampir senada juga di kemukakan oleh Nugraha

(2005: 38) mengatakan bahwa pengapian elektronik CDI-AC merupakan

sistem pengapian elektronik yang bersumber tegangan AC (Alternating

Current) yang berasal dari alternator (Kumparan Pembangkit/stator dan

Magnet/rotor) yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis yang

didapatkan dari putaran mesin menjadi tenaga listrik arus bolak-balik

(AC) pada sepeda motor, rotor juga berfungsi sebagai fly wheel.

Maka dari beberapa pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan

bahwa sistem pengapian CDI-AC adalah sistem pengapian elektronik

yang sumber tegangan pengapian nya berasal dari alternator yang

mengubah energi mekanis yang didapatkan dari putaran mesin menjadi

tenaga listrik arus bolak-balik (AC).


23

1) komponen sistem pengapian elektronik CDI-AC

Sumber Tegangan (Alternator), Kunci Kontak (Ignition Switch),

Koil pengapian (Ignition Coil) dan Unit AC-CDI, Kumparan

Pembangkit Pulsa (Signal Generator/Pick up coil), Busi (Spark Plug).

2) Skema Sistem Pengapian Magnet Elektronik (AC-CDI)

Gambar 10. Skema Sistem Pengapian AC-CDI


(Sumber Nugraha (2005: 43)

3) Proses Kerja Sistem Pengapian AC-CDI

Dalam nugraha (2005: 43) proses kerja sistem pengapian AC-

CDI adalah sebagai berikut:

a) Saat Kunci Kontak ON

Hubungan ke massa melalui kunci kontak terputus sehingga

arus listrik yang dihasilkan alternator akan mengalir masuk ke

sistem pengapian. Ketika rotor alternator (magnet) berputar,

kumparan stator menghasilkan arus listrik disearahkan dioda

mengisi kapasitor sehingga muatan kapasitor penuh.

Pada saat pengapian, arus sinyal dihasilkan oleh signal

generator (pick up coil). Arus sinyal pick up coil Gate (G)


24

Thyristor switch dan mengaktifkan Thyristor (kaki Anode ke

Katode terhubung) dan arus listrik dapat mengalir. Hal ini akan

menyebabkan kapasitor terdischarge (dikosongkan muatannya)

dengan cepat melalui kumparan primer koil pengapian massa koil

pengapian. Pada kumparan primer koil pengapian dihasilkan

tegangan induksi sendiri sebesar 200 – 300 V. Akhirnya pada

kumparan sekunder koil pengapian akan timbul induksi tegangan

tinggi sebesar ± 20 Kvolt yang disalurkan melalui kabel busi ke

busi untuk diubah menjadi pijaran/percikan api listrik.

b) Sistem Pengapian Elektronik CDI-DC

Supra X 125 CC menggunakan sistem pengapian CDI-DC dengan

memiliki derajat pengapian standar 15° sebelum TMA. Menurut Nugraha

(2005: 36-36) menyatakan bahwa sistem pengapian cdi-dc adalah sistem

pengapian yang bersumber tegangan DC (direct current), berupa baterai

yang didukung oleh sistem pengisian (kumparan pengisian, magnet dan

rectifier/regulator), berfungsi sebagai penyedia tegangan DC yang

diperlukan oleh sistem pengapian.

Pendapat yang hampir senada juga dikemukakan oleh Jalius Jama

dan Wagino (2008: 213) menyatakan bahwa sistem pengapian cdi-dc

pada sepeda motor merupakan sebuah sistem pengapian elektronik yang

sumber tegangan utamanya didapat dari arus tegangan baterai.

Dari beberapa pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa

sistem pengapian CDI-DC adalah sistem pengapian elektronik yang


25

sumber tegangan utama didapat dari batrai yang didukung oleh sistem

pengisian, kumparan pengisian, magnet dan rectifier/regulator yang

berfungsi sebagai penyedia tegangan DC yang di perlukan untuk sistem

pengapian pada rangkaian CDI-DC.

1) Komponen Sistem Pengapian CDI-DC

Sistem pengapian CDI-DC memiliki beberapa komponen utama

yaitu Sumber Tegangan DC (Batrai), Kunci Kontak, Koil, Unit CDI,

Pick Up Coil Dan Busi.

2) Skema Sistem Pengapian Elektronik Batrai (DC-CDI)

Gambar 11. Skema Sistem Pengapian DC-CDI


(Sumber Nugraha (2005 : 49)

3) Proses Kerja Sistem Pengapian Elektronik Batrai (DC-CDI)

Di dalam Nugraha (2005: 49) menyatakan bahwa proses

kerja sebuah sistem pengapian elektronik CDI-DC adalah sebagai

berikut:

a) Saat Kunci Kontak ON

Kunci kontak menghubungkan sumber tegangan ((+)

baterai) dengan rangkaian sistem pengapian, sehingga arus listrik


26

dari baterai dapat disalurkan ke unit CDI (DC-DC Conventer).

Ketika rotor alternator (magnet) berputar, reluctor ikut berputar.

Pada saat reluctor mulai mencapai lilitan pick up coil, lilitan pick

up coil akan menghasilkan sinyal listrik yang dimanfaatkan untuk

mengaktifkan Switch Transistor (Tr) pada DC-DC Conventer.

Kumparan primer dan sekunder (Kump.) pada DC-DC Conventer

akan bekerja secara induksi menaikkan tegangan sumber

disearahkan lagi oleh dioda (D) mengisi kapasitor (C) sehingga

muatan kapasitor penuh namun sinyal yang dihasilkan lilitan pick

up coil tersebut belum mampu membuka gerbang (Gate) Thyristor

switch (SCR) sehingga SCR belum bekerja.

Pada saat yang hampir bersamaan (saat pengapian), arus

sinyal yang dihasilkan oleh signal generator (pick up coil) mampu

membuka gerbang SCR sehingga SCR menjadi aktif dan membuka

hubungan arus listrik dari kaki Anoda (A) dan Katoda (K). Hal ini

akan menyebabkan kapasitor terdischarge (dikosongkan

muatannya) dengan cepat melalui kumparan primer koil pengapian

massa koil pengapian. Pada kumparan primer koil pengapian

dihasilkan tegangan induksi sendiri sebesar 200 – 300 V. Akhirnya

pada kumparan sekunder koil pengapian akan timbul induksi

tegangan tinggi sebesar ± 20 KVolt disalurkan melalui kabel busi

ke busi untuk diubah menjadi pijaran api listrik.


27

6. Parameter Unjuk Kerja

a. Daya

Menurut pendapat Hasan Maksum (2012: 15) menyatakan “Daya

adalah hasil kerja yang dilakukan dalam batas waktu tertentu (F.c/t).

Pada motor, daya merupakan perkalian antara momen putar (Mp) dengan

putaran mesin (n)”. Pendapat lain yang juga dikemukan oleh Wiranto

(2005 :43) menyatakanbahwa daya mesin adalah besarnya kerja mesin

dalam batas waktu tertentu. Daya merupakan besarnya output kerja

mesin yang berhubungan dengan waktu atau rata-rata kerja yang di

hasilkan. Daya berkaitan erat dengan kecepatan dan putaran atas mesin,

hal tersebut terlihat dari seberapa cepat kendaraan tersebut mencapai

suatu kecepatan tertentu dengan waktu yang sedikit mungkin, dengan

satuan Kw (Kilowatt) atau HP (Horse Power).

Dari pendapat diatas dapat dinyatakan bahwasanya daya

merupakan hasil dari proses konversi energi, dengan kata lain daya dapat

di artikan sebagai kemampuan suatu motor bakar dalam melakukan

kerjanya. Satuan daya yaitu hp (horse power). Besarnya daya diketahui

dengan menggunakan dynamometer atau dengan rumus :

2. π . n . T
P= (Stevan, 2014).......................(2)
60000

Keterangan :

P = Daya mesin (kW)

n = Putaran mesin (rpm)

T = Torsi (Nm)
28

b. Torsi

Pendapat Raharjo dan Karnowo (2008 : 98) torsi merupakan nilai

kemampuan suatu mesin dalam melakukan kerja, jadi torsi merupakan

energi yang ada pada suatu motor. Besaran torsi adalah besaran turunan

yang digunakan dalam menghitung nilai energi yang dihasilkan dari

benda yang berputar pada poros. Menurut Jama, Jalius dan Wagino (2008

: 23) yang dimaksud dengan gaya tekan putar pada bagian yang berputar

disebut torsi, sepeda motor digerakkan oleh torsi dari poros engkol.

Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja.

Besaran torsi adalah besaran turunan yang biasa digunakan untuk

menghitung energi yang dihasilkan dari benda yang berputar pada

porosnya. (Raharjo dan Karnowo, 2008: 98). Satuan torsi biasanya

dinyatakan dalam Newton meter (Nm). Stevansa (2012) Torsi adalah

perkalian antara gaya dengan jarak.

Untuk mengetahui besarnya torsi adalah dengan menggunakan

dynamometer atau dengan rumus :

T =F.l (Stevan, 2014).......................(1)

= m .g . l

Keterangan :

T = Momen Torsi (Nm)


F = Gaya (N)
m = Massa yang terukur dalam dynamometer (kg)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
l = Panjang lengan pada dynamometer (m)
29

Pengaruh dari adanya torsi inilah sebuah benda dapat berputar pada

porosnya, dan benda dapat berhenti jika terjadi gaya yang berlawanan

dengan nilai yang sama besar. Dari beberapa pernyataan di atas dapat di

tarik kesimpulan bahwa torsi merupakan gaya yang terjadi pada mesin

untuk dapat melakukan kerjanya dengan satuan (Nm) besarnya torsi bisa

konstan.

c. Konsumsi Bahan Bakar

Menurut Jalius Jama (2008 : 28) berpendapat bahwasanya Fuel

consumtion menunjukan bahwa berapa banyak kilometer yang dapat di

tempuh oleh motor dengan menggunakan 1 liter bensin. Nilai yang di

dapat dapat berbeda tergantung pada kondisi perjalanan saat dilakukan

pengukuran. Contohnya : cuaca, kondisi mesin, beban jalan,kondisi jalan

dan lain-lain. Menurut Yesung (2011:3) menyatakan bahwa konsumsi

bahan bakar adalah besaran jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh

mesin per satuan waktu.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa konsumsi bahan bakar merupakan banyak nya penggunaan bahan

bakar yang dipakai oleh mesin selama proses pembakaran berlangsung

dalam dalam kurun waktu dan beban mesin tertentu.

Penggunaan bahan bakar dalam gram per jam dapat ditentukan


dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

V 3600 kg
mƒ=
Δt
. Pbb . ( )
1000 jam
( Budi, 2008)...............(3)
30

Keterangan :

mf = Pemakaian bahan bakar (kg/jam)

∆V = Jumlah bahan bakar (cm3)

t = Waktu yang digunakan untuk mengahabiskan bahan bakar (jam)

ρ bb = Massa jenis bahan bakar (kg/liter)

3600
=Bilangan Konversi
1000

B. Penelitian Relevan

1. Moh Afif Afroni. 2015. Pengaruh Perubahan Waktu Pengapian (Ignition

Timing) Terhadap Torsi, Daya, Dan Konsumsi Bahan Bakar Pada Mesin

Honda G200 Dengan Bahan Bakar Gas Lpg. Hasil yang diperoleh

dari penelitian ini menunjukan bahwa nilai tosi tertinggi pada saat

mengunakan waktu pengapian 22 pada putaran mesin 2500 rpm sebesar 1,1

kg.m, sedangkan nilai torsi terendah pada saat mengunakan waktu

pengapian 18 dan 26 sebesar 0,13 kg.m. dan nilai daya yang tertinggi pada

saat mengunakan waktu pengapian 22 pada putaran mesin 2500 rpm

sebesar 2,642 kW, sedangkan nilai daya terendah pada saat mengunakan

waktu pengapian 18 dan 26 sebesar 0,066 kW. Untuk konsumsi bahan

bakar (Spesifik Fuel Consumption) nilai yang paling tinggi pada pengapian

26 pada putaran mesin 500 rpm sebesar 6,54 (kg/kWh), dan untuk nilai

yang paling rendah pada pengapian 22 pada putaran mesin 2000 rpm

sebesar 0,41 (kg/kWh). Dan dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa
31

pengapian yang paling baik pada saat menggunakan pahan bakr gas adalah

pada sudut pengapian 22.

2. Ragil Sukarno. 2017. Pengaruh Perubahan Ignition Timing Terhadap

Kinerja Mesin Sepeda Motor Automatic 115 cc. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa perubahan waktu pengapian dapat menaikkan kinerja

mesin dan menurunkan konsumsi bahan bakar. Waktu pengapian terbaik

terjadi pada 17,50º sebelum TMA yang menghasilkan torsi sebesar 14,36

N.m atau mengalami kenaikan 12,5% dari torsi mesin waktu pengapian

standar dan daya mesin sebesar 8,6 HP atau mengalami peningkatan sebesar

13,9% dari daya mesin pada waktu pengapian standar. Perubahan waktu

pengapian ke 17,50º sebelum TMA juga menurunkan konsumsi bahan bakar

menjadi 0,1480 ml/s atau mengalami penurunan 28,95% dari konsumsi

bahan bakar pada waktu pengapian standar.

C. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini kerangka konseptual berfungsi untuk memberikan

gambaran secara lebih jelas mengenai pengaruh perubahan waktu pengapian

(ingnition timing) terhadap daya, torsi dan konsumsi bahan bakar. Penelitian

ini dilakukan dengan memberi perlakuan yang berbeda pada sepeda motor.

Perlakuan diberikan berupa permasalahan perubahan waktu pengapian

(ignition timing) dapat dilihat pada kerangka berfikir sebagai berikut:


32

Identifikasi Masalah

Kurangnya Daya Saat Akselerasi Pada Honda Supra X 125 CC

Perubahan Waktu Pengapian (Ignition Timing)

Mempersiapkan Sepeda Motor, Alat Dan Bahan

Pengapian Standar
Pengapian Modifikasi

Pengujian Daya, Torsi dan Konsumsi Bahan Bakar

Pengambilan Data

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 12. Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian

yang kebenaranya harus diuji secara empiris melalui kegiatan penelitian.

Berdasarkan teori –teori yang telah dikaji dan kerangka berpikir maka dapat

diambil hipotesis yaitu terdapat pengaruh perubahan waktu pengapian

(ignition timing) terhadap daya, torsi dan konsumsi bahan bakar pada Honda

Supra X 125 CC.

Anda mungkin juga menyukai