x
b). M ( x) = − M0 . cos bm = 0,181. L
L
M(x) M0
M(x)
L
Gambar 4.5: Penyebaran momen fungsi linier
Harga L pada Gambar 4.5, adalah keseluruhan panjang balok yang tidak ditumpu.
Dengan cara yang sama, G. Murray dan Boyd telah memeriksa keadaan-keadaan
yang paling sering dijumpai dalam praktek, dimana juga diperhitungkan lebar pelat hadap
yang terhingga (tertentu). Hasilnya disajikan dalam bentuk diagram seperti terlhat pada
Gambar 4.6, dimana perbandingan lebar efektif bm terhadap lebar pelat hadap b merupakan
ℓ
fungsi /b untuk empat macam bentuk penyebaran momen.
.
Dalam diagram pada Gambar 4.6, harga ℓ adalah jarak antara titik-titik yang besar momennya
sama dengan nol. Letak dari titik-titik ini haruslah diperkirakan dulu.
Sebagai pendekantan pertama, dapat diambil untuk beban tersebar merata dan kedua
ujungnya dijepit sempurna, untuk keadaan II bagian tengah ℓ = 0,85.L , sedang dibagian
jepitan, keadaan IV, ℓ = 0,42.L.
44
σ(y) bm
I
y
b
1,0
II
I
0,8
IV
bm
b 0,6
III
0,4
0,2
0 2 4 6 8 10 12 ℓ 14 16 18 IV
20 /b
Gambar 4.6: Grafik 4 keadaan menurut G. Murray & Boyd
M(x)
x
L1 L2 L3
L
L1 = 0,5.ℓIV , L2 = ℓ II , L3 = 0,5.ℓIV
Sebagai rumus pendekatan yang mudah diingat sebagai ganti harga-harga dan diagram, maka
untuk penyebaran momen yang merata (keadaan I) yang berbentuk parabol (keadaan II) dan
yang berbentuk segitiga (keadaan III) dapat dipakai harga berikut :
ℓ ℓ
Keadaan I : bm = 0,60 ℓ untuk /b ≤ 1 Keadaan II: bm = 0,33 ℓ untuk /b ≤ 2
ℓ
Keadaan III : bm = 0,25 ℓ untuk /b ≤ 3
45
4.3 LEBAR EFEKTIF JENIS 2
Lebar efektif jenis kedua berhubungan dengan persoalan knik atau stabilitas pelat
tipis yang berpenegar ( buckling ). Kemampuan menerima beban pelat semacam itu belumlah
hilang pada saat beban knik kritis dicapai, tidak seperti halnya pada batang yang ditekan.
yE yE
2 2
σ(y)
σs
σm
h y
Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat Gambar 4.8, yang menerangkan tentang arah
pembebanan pada pelat, serta diagram penyebaran tegangan dari tepi pelat ke tepi pelat yang
berseberangan pada penampang pelat tersebut.
Daerah tepi pelat ( sekitar penegar ) memberikan tahanan yang lebih besar terhadap
deformasi dibandingkan bagian tengahnya. Bagian tengah pelat tidak lagi sepenuhnya dapat
menyangga beban, oleh karena itu tegangan berkurang besarnya dari daerah tepi kearah
tengah pelat.
Perkiraan kasar untuk menentukan besarnya lebar efektif dapat kita lakukan dengan
cara sebagai berikut;
Kita menganggap, hanya dua lajur pelat dengan lebar bm/2 pada tiap sisi pelat (dekat penegar)
yang masih menyangga beban.
Untuk pelat panjang dengan tumpuan engsel dan lebar pelat hadap = bm , tegangan kritis
adalah :
46
2
π 2 .E h
σ kr = . .......... ....(4.2)
3(1 − ν ) b m
2
kesanggupan pelat penerimaan beban praktis akan hilang sama sekali, jika σ mencapai
kr
batas mulur ( yield point ) bahannya.
Dari persamaan diatas didapat :
E
b m = π.h .......... .........( 4.3)
3(1 − ν 2 ).σ F
Apabila diambil harga υ = 0,3 dan E = 2,1x106 kg/cm2 diperoleh :
Untuk St.42 → σF = 2300 kg/cm2 ; bm = 62,1.h
Untuk St.52 → σF = 3600 kg/cm2 ; bm = 46,0.h
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa lebar efektif untuk beban knik (buckling) berada
diantara 40 sampai 60 kali tebal pelat.
Harga-harga dengan dasar teoritis yang lebih baik diberikan oleh Bleich. Bleich
memberikan harga lebar efektif sebagai fungsi dari harga σkr/σs dimana σs adalah tegangan
ditepi penegar, atau yang sering lebih praktis digunakan, sebagai fungsi harga σkr/σm
dimana σm adalah tegangan tekan rata-rata pada seluruh penampang pelat.
• untuk pelat pendek dengan α < 1 (kontruksi gading melintang) dipergunakan persamaan
berikut :
σ
1 + α 4 + 2. kr
σs 1+ α 4
bm = .b atau bm = .b .......( 4.5)
3 + α4 4 σ kr
3 + α − 2.
σm
persamaan (4.5) diatas , apabila dimasukkan harga α = 1, akan menjadi, persamaan
(4.4).
• Untuk harga α yang amat kecil, yaitu untuk pelat-pelat yang amat pendek, persamaan
diatas disederhanakan menjadi :
1 σ 1
bm = .1 + 2. kr .b atau bm = .b ...........(4.6)
3 σs σkr
3 − 2.
σm
47
Tegangan tepi σS membesar terus sampai sebesar tegangan mulur σF maka batas kemampuan
pelat untuk penyangga beban telah dicapai.
Jika σS (jadi juga σF ) bertambah, besar lebar efektif akan berkurang. Jadi jika dalam
persamaan (6.4) dan (6.6) dimasukkan harga σS = σF , akan diperoleh persamaan-
persamaan sederhana untuk menghitung lebar efektif bm terkecil sebagai berikut :
• Untuk pelat panjang ( α>> 1 ) :
1 σ
bm = . 1 + kr .b .......... .....( 4 . 7 )
2 σF
• Untuk pelat sangat pendek ( α<< 1 ) :
1 σ
bm = . 1 + 2 . kr .b
.......... .....( 4 . 8 )
3 σF
dengan pertolongan persamaan (4.7) dan (4.8) dapat ditentukan tegangan tekan rata-rata
tertinggi yang masih diijinkan, yang sudah melebihi tegangan kritis berdasarkan persamaan
(4.1). Jika kedalam persamaan (4.1) dimasukkan harga σS = σ dan untuk harga bm
dimasukkan harga-harga dari persamaan (4.7) dan (4.8) , akan diperoleh harga tegangan rata-
rata terbesar σm max seperti yang terlihat pada persamaan (4.9) dan (4.10) berikut ini:
• Untuk pelat panjang ( α > 1 ) :
σ σ
σ m = F .1 + kr .......... .....( 4.9)
2 σF
• Untuk pelat sangat pendek ( α < 1 ) :
1 σ
σ m = .1 + 2 . kr .......... .....( 4 .10 )
3 σF
48
4.4 LEBAR PELAT IKAT (EFFECTIVE WIDTH OF PLATE) MENURUT RULE
BIRO KLASIFIKASI INDONESIA TAHUN 2006, VOL .II SECTION 3.E DAN F.
Didalam Rule Biro Klasifikasi Indonesia pernyataan lebar efektif di simbolkan dengan em
Perhitungan khusus mungkin disyaratkan untuk rnenentukan lebar pelat efektif dari flens satu
sisi atau flens tidak simetris.
4.4.2.2 Luas penampang efektif dari pelat tidak boleh kurang dari luas penampang pelat
hadap.
4.4.2.3 Bila sudut α antara bilah penegar atau penumpu lainnya dan pelat yang ditumpu
0
kurang dari 75 , maka modulus penampang yang disyaratkan harus dikalikan dengan
faktor 1/sin α.
4.4.2.4 Lebar pelat efektif' dari penegar dan penumpu yang menerima tegangan tekan dapat
ditentukan sesuai Gambar 4.2, sebagai berikut;
Lebar pelat efektif dapat ditentukan dengan rumus berikut:
bm = Kx . b untuk penegar bujur
am = Kx . a untuk penegar lintang
lihat juga Gambar 4.2.
Lebar pelat efektif tidak boleh diarnbil lebih besar dari nilai yang didapatkan dari 4.3.2.1 .
Catatan:
Lebar efektif e′m dari pelat flens penumpu yang diperkuat dopat ditentukan sebagai berikut :
49
e
em
e′m
σx , e′m(y) σx , em(y)
bm bm
b b b b
b < em e′m = n . bm
n = jumlah jarak penegar b didalam lebar efektif “em”
menurut Tabel 4.1, dalam 4.3.2.1.
€
= ~•R v O/w
e e
em
e′m
σx1
σx(y) σx2
am
y
Gambar 4.10: Penguat tegak lurus terhadap bilah penumpu
em
a > em n = 2 ,7 . ≤ 1
a
e'm = n . am < em e = lebar pelat yang
ditumpu menurut 4.3.2.1.
50
Untuk b < em atau a < e′m maka b dan a harus dipertukarkan.
am dan bm untuk pelat flens secara umum ditentukan untuk Ψ = 1.
σx1 , σx2 = tegangan normal pada pelat flens dari penumpu 1 dan 2 yang berdekatan dengan
jarak e.
e′′m1 = lebar efektif proporsional e′m1 dan em1 dari penumpu 1 dalam jarak e
e′′m2 = lebar efektif proporsional e′m2 dan em2 dari penumpu 2 dalam jarak e
y = jarak lokasi yang ditinjau dari penumpu 1
Ukuran konstruksi pelat dan penegar secara umum ditentukan sesuai dengan tegangan
maksimum σx(y) pada bilah penumpu dan bilah penegar.
Untuk penegar yang mengalami kompresi yang ditempatkan sejajar dengan bilah
penumpu dengan jarak b, maka tidak boleh dimasukkan nilai yang lebih kecil dari 0,25.ReH
untuk σx(y=b).
Distribusi tegangan geser pada pelat flens dapat diasumsikan linier. .
51
BAB 5
MOMEN INERSIA PENAMPANG KAPAL
5.1 UMUM
Seperti yang telah kita pelajari didalam mekanika teknik, momen inersia
diperuntukkan pada penampang atau suatu luasan bidang. Demikian juga untuk menghitung
penyebaran tegangan yang terjadi pada penampang sebuah kapal, kita perlu menghitung dua
macam momen inersia luasan penampang kapal; yaitu momen inersia terhadap suatu sumbu,
horizontal atau sumbu vertikal, serta momen inersia polar (puntir ) terhadap pusan titik berat
penampang kapal tersebut.
dA z Titik berat
z
y
z1
Harga momen-momen inersia untuk beberapa ,bentuk sederhana bisa ditemukan pada
setiap handbook teknik sipil dan mesin (bukan tabel profil dalam rule perkapalan). Untuk
mendapatkan momen inersia I untuk suatu luas yang terdiri dari beberapa bentuk sederhana,
52
maka diperlukan teorema sumbu sejajar ( kadang-kadang disebut rumus perpindahan ).
Teorema tersebut dikembangkan sebagai berikut.
Daerah yang diperlihatkan dalam Gambar 5.1, mempunyai momen inersia I tenhadap sumbu
horisontal yang melalui titik beratnya yaitu:
Iz = ∫y
2
dA ..... . . . . (5.1)
A
A A A A
= Ad + 2.d ∫ y dA + I 0
2
A
Akan tetapi, karena sumbu dari mana y diukur adalah melalui titik berat dan daerah luas,
maka ∫ y dA adalah nol.
Jadi; I z1 = I 0 + A.d 2 ........ (5.3)
Persamaan ini merupakan teorema sumbu sejajar. Teorema ini dapat dinyatakan sebagai
berikut: Momen inersia suatu luas terhadap suatu sumbu adalah sama dengan momen inersia
dari luas yang sama terhadap sumbu yang sejajar yang melalui titik berat luas tersebut,
ditambah dengan hasilkali dari luas yang sama dengan kuadrat jãrak antara kedua sumbu.
ρ
z
y
Titik
berat
Kita lihat penampang balok seperti dalam Gambar 5.2, dibawah ini.
53
Momen inersia penampang terhadap titik pusat sumbu koordinat yang biasanya disebut
momen inersia polar, dapat dituliskan sebagai berikut;
Ip = ∫ρ
2
dA ..... . . . . ( 5 . 4 )
A
Kita tahu bahwa ρ2 = y2 + z2 sehingga momen inersia polar bisa ditulis sebagai;
Ip = ∫ (z + y 2 ) dA = ∫ z dA + ∫ y dA
2 2 2
A A A
Ip = Iy + I z .... . . . . (5.5)
Jika kita pergunakan rumus diatas untuk perhitungan pada penampang kapal, maka rumus
diatas berubah manjadi;
I p = I NA + I CL
I p = IH + IV ..... . . . . (6.6)
dimana: INA = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu netral horizontal,
IH = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu netral horizontal,
ICL = momen inersia penampang kapal terhadap centre line,
IV = momen inersia penampang kapal terhadap sumbu tegak.
NA
zi
zNA
CL
Gambar 5.3: Penampang simetris
54
Tabel 5.1: Perhitungan momen inersia penampang terhadap sumbu horisontal
Nama Lebar Tinggi Luas = A Lengan
No. z.A z2.A I0 = 1/12 ℓ.t3
Bagian ℓ t =ℓxt z
1 Lunas
2 Penump. 1
3 Penump. 2
4 Plt. Dasar 1
…..
…..
i ….. ℓi ti Ai zi zi.Ai zi2.Ai I0y i
…..
i ….. ℓi ti Ai yi yi.Ai yi2.Ai I0zi
Tabel di atas disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang tengah
bujur kapal. Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah bujur
kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya,
( misalnya ; penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb. ),
55
sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya
dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, ( misalnya ; lebar lunas datar ). Bagian yang
lainnya hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang tengah atau bagian kanan.
Jika penampang kapal tidak simetris terhadap bidang tengah bujur kapal, maka
seluruh data ukuran dari bagian penampang kapal yang akan dihitung momen inersianya
harus dimasukkan kedalam tabel perhitungan. Selanjutnya perhitungan dilaksanakan dengan
rumus (5.8) dan (5.9) untuk Tabel 5.1:
z NA =
∑ z i .Ai
.......... ........( 5 . 8 )
∑A i
IH = ∑I + ∑z . A i − z NA .∑ A i
2 2
0y i .................(5.9 )
y NA =
∑ y i .Ai
.......... .......( 5 .10 )
∑A i
IV = ∑I + ∑y . A i − y NA .∑ A i
2 2
0z i .................( 5.11 )
Karena pada umumnya keseluruhan bagian penampang mempunyai tebal yang jauh lebih
kecil bila dibandingkan dengan ukuran lebarnya, maka dalam perhitungan momen inersia
penampang bagian dapat dilakukan beberapa penyederhanaan sebagai berikut .
z
z’ t
y
y’
e
b
56
Analog dengan perhitungan diatas maka; pendekatan harga momen inersia penampang
terhadap sumbu y’ adalah :
Iy’ = ( A.e2 )/12 ………………….(5.13)
dimana : A = luas penampang bagian dan e = proyeksi b pada sumbu z’
Untuk bagian yang melengkung, misalnya pelat bilga, maka bagian ini dipotong-potong
menjadi beberapa bagian yang mendekati lurus, kemudian perhitungan masing-masing bagian
dilakukan dengan mempergunakan persamaan (5.12) dan (5.13) seperti yang telah dijelaskan
diatas. Selanjutnya tegangan lengkung σB pada penampang x dapat kita hitung dengan
mempergunakan persamaan (6.1) , dan untuk menghitung besarnya tegangan puntir, maka
harga momen inersia polar dapat diperoleh dengan mempergunakan persamaan (5.6).
Soal Latihan:
Sebuah Tongkang berlayar diperairan tenang dikenai momen = 125400 ton.m,
M M
L 250x100x10 T 200x8
100x10 13 m
1m
9m
Dengan memperhatikan bagian yang harus dihitung lebar efektip, hitunglan tegangan di
geladak dan di dasar kapal.
Catatan:
Data yang dianggap kurang dan diperlukan dapat ditentukan sendiri !
57
BAB 6
TEGANGAN NORMAL, TEGANGAN GESER
DAN TEGANGAN PUNTIR
Apabila tegangan lengkung maksimum yang terjadi tidak melampaui tegangan ijin
yang telah ditentukan, maka hal ini berarti bahwa konstruksi kapal yang direncanakan
memenuhi syarat kekuatan atau dapat dikatakan bahwa kapal tersebut mampu menerima
beban yang akan mengenainya dalam pelayarannya.
Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil perhitungan lebih besar
dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga tegangan lengkung dapat dilakukan
58
dengan memperkecil momen lengkung yang terjadi (kalau mungkin), atau memperbesar
harga momen inersia terhadap sumbu netral INA.
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah menambah
luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai harga y besar
(biasanya di geladak).
Hal ini disebabkan karena pada posisi yang mempunyai harga y besar akan selalu meng-
hasilkan harga koreksi perpindahan momen inersia (ai2.Ai) yang besar pula.
z Q + dQ
y
η
N.A.
d
ξ x
A’ A
M M +dM
Q t
d
x
Gambar 6.2: Elemen balok sepanjang dx
Kapal dalam keadaan miring akan menerima gaya geser vertical dan gaya geser
horizontal, yang mempunyai cara penyelesaian yang mirip pula. Oleh karena itu, dalam bab
ini kita hanya menurunkan persamaan tegangan geser akibat gaya geser vertical saja, dan
analog untuk gaya geser horisontal.
Untuk itu marilah kita perhatikan Gambar 6.2 diatas. Pada ujung kiri bekerja gaya
dalam Q dan momen M, pada ujung kanan bekerja Q + dQ dan M + dM.
Kita buat lagi dua penampang tegak lurus sumbu Z dan berjarak dζ.
Pada ujung A’ dari elemen ini bekerja tegangan normal akibat momen bending sebesar ;
(+ M ) .η
σ A' = −
IN A
59
Pada ujung A dari elemen ini bekerja tegangan normal sebesar :
( M + dM ) .η
σA = −
IN A
Jika kita lihat penampang mulai dari tepi palka, sampai ke titik A dan A’ , maka resultan gaya
adalah :
dM dM
N = − . ∫ .η . t. dζ = − . Ms ……….(7.2)
IN A IN A
Dimana notasi Ms adalah = harga momen statis penampang yang dimaksud terhadap sumbu ζ
, dan gaya normal N ini bekerja pada penampang, A’-A yang luasnya = t.dx.
Tegangan geser pada penampang ini adalah :
dM Ms dM Ms
τzx = − . = − .
I N A t . dx dx I N A . t
……….(7.3)
Ms
τzx = Q.
I N A .t
Selanjutnya marilah kita lihat elemen yang dibatasi oleh kedua penampang A’ dan A
tersebut (lihat Gambar 6.2) : Jika kita lihat keseimbangan nomen terhadap titik tengah
elemen, maka semua σ mempunyai lengan sebesar nol dan untuk dx = dζ → 0, akan
diperoleh : τxz = τzx ……….. (7.4)
Ini berarti bahwa :
Ms
τx z = Q. …...…….(7.5)
IN A .t
bekerja pada penampang yang sama dengan penampang yang dikenai Q dan M.
60