Yehezkiel Tanisa
102017118
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
Email: yeheskiel.2017fk118@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Anemia adalah kondisi sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin pada tubuh menurun dari batas
normalnya, yang disebabkan oleh beberapa fakto-faktor tertentu. Anemia dapat di golongkan sesuai dari
patogenesisnya ataupun morfologi sel darah merah yang dapat diklasifikasikan menjadi 3 dinilai dari
MCV (Meac Corspucular Volume). Pada skenario, pasien masuk kedalam klasifikasi anemia mikrositik
dengan pendekatan klinis beberapa diagnosis seperti anemia defisiensi zat besi, thalassemia, dan anemia
akibat penyakit kronik. Maka dari itu, kita harus bisa melakukan pendekatan klinis terutama terkait dari
beberapa diagnosis yang sesuai dan dapat memberikan penatalaksanaan baik farmakologi maupun non
farmakologi yang sesuai agar mengurangi terjadinya komplikasi pada pasien. Selain itu, memberikan
edukasi pencegahan agar tidak terjadi anemia juga penting diberikan kepada pasien.
Kata Kunci : Anemia defisiensi zat besi, thalassemia, anemia akibat penyakit kronik
Abstract
Anemia is a condition of red blood cells or the hemoglobin concentration in the body decreases from its
normal limit, which is caused by certain factors. Anemia can be classified according to its pathogenesis or
red blood cell morphology which can be classified into 3 assessed from MCV (Meac Corspucular
Volume). In this scenario, the patient is classified as microcytic anemia with a clinical approach with
several diagnoses such as iron deficiency anemia, thalassemia, and anemia due to chronic disease.
Therefore, we must be able to take a clinical approach, especially in relation to several suitable diagnoses
and can provide appropriate both pharmacological and non-pharmacological management in order to
reduce the occurrence of complications in patients. In addition, providing preventive education so that
anemia does not occur is also important for patients.
Keyword : Iron deficiency, Chronic disease anemia, thalassemia
Pendahuluan
Anemia merupakan salah satu jenis penyakit yang cukup sering di jumpai secara global, atau bisa
dikatakan dialami oleh berbagai wilayah. Kondisi ini terjadi dimana jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin dalam tubuh menurun dari batas normal, yang bisa disebabkan oleh beberapa
faktor. Anemia diklasifikasikan sesuai dengan pathogenesis nya ataupun morfologi selnya, sehingga
dengan pengklasifikasian tersebut dapat mempermudah untuk melakukan pendekatan diagnosis pada
pasien yang menderita anemia. Pendekatan klinis yang cukup sering di jumpai pada usia bayi yang
menderita anemia adalah anemia defisiensi zat besi, yang merupakan suatu kondisi dimana tubuh
kekurangan zat besi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah. Anemia
defisiensi zat besi ini juga bisa di sebabkan oleh beberapa faktor seperti asupan zat besi, kehilangan zat
besi dan lain sebagainya. Maka dari itu, ada beberapa penatalaksanaan secara farmakologi dan non
farmakologi agar dapat mengurangi prevalensi presentasi komplikasi dari anemia defisiensi zat besi dan
memberikan edukasi agar mencegah terjadinya anemia defisiensi zat besi pada bayi.
Anamnesis
Dalam proses anamnesis dilakukan komunikasi dengan perwakilan pasien terkait konidisi kesehatannya.
Pada skenario Seorang bayi perempuan berusia 6 bulan dibawa ke puskesmas untuk melakukan imunisasi
DPT combo 3.
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis terkait kondisi pasien, selanjutnya akan di lakukannya pemeriksaan fisik
pada pasien dengan hasil yang didapatkan yaitu :
Kondisi : anak tampak sangat pucat tetapi masih aktif, menyusui baik dan tidak sesak
TTV : N 130x/menit, RR 30x/menit, S 36,8oC
Antropometri : BB 8,2 kg, Panjang badan 68 cm
Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik
KGB : 0,5 cm di servikal, tetapi pada axilla dan inquinal tidak ada.
Abdomen : hepar teraba 2 cm BSCM, lien tidak teraba
Petachiae dan purpura di ekstermitas (-)
Pemeriksaan Penunjang
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, pasien akan melakukan pemeriksaan penunjang agar dapat
mempermudah pemberian diagnosis yang diderita oleh pasien. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
yaitu :
Pembahasan
Anemia
Anemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin di dalam
tubuh lebih rendah dari batas normal nya. 1 Hemoglobin memiliki fungsi yaitu membawa oksigen ke
seluruh bagian tubuh, sehingga jika konsentrasi nya menurun atau kadar sel darah merah dalam tubuh
terlalu sedikit dapat menyebabkan penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen ke jaringan tubuh.
Pada penderita yang memiliki Hb sudah sangat rendah, dapat di kategorikan kedalam anemia berat atau
biasa di sebut anemia gravis. Untuk melakukan pendekatan diagnosis pada penderita anemia World
Health Orgnaization (WHO) memberikan referensi penetapan konsentrasi hemoglobin darah normal yang
di bedakan sesuai usia, jenis kelamin dan beberapa kondisi yang sedang terjadi pada tubuh kita seperti
kehamilan.1
Tabel 1. Kadar normal hemoglobin1
Klasifikasi
Anemia dapat diklasifikasikan dari 3 sudut pandang yaitu secara pathogenesis, morfologi sel darah merah,
dan presentasi klinis.
1. Patogenesis
Pada klasifikasi pathogenesis dapat disebabkan karena produksi yang tidak memadai serta
hilangnya eritrosit akibat perdarahan atau hemolisis. Berdasarkan mekanisme patogeniknya,
anemia dibedakan lagi menjadi 2 yaitu hipo-regeneratif, yaitu kondisi Ketika produksi sumsum
tulang menurun akibat gangguan fungsi, penurunan jumlah sel, atau kekurangan nutrisi dan
regenerative, yaitu kondisi dimana sumsum tulang dapat merespons pada saat eritrosit rendah,
sehingga meningkatkan produksi eritrosit. Jadi, pada saat terjadi penurunan hemoglobin, pada
regenerative akan terjadi peningkatan jumlah retikulosit lebih tinggi dari biasanya sehingga dapat
mengkompensasi anemia. Tetapi, pada hipo-regeneratif adalah kondisi dimana hemoglobin
menurun dan sumsum tulang tidak memiliki kapasitas regenerative, peningkatan retikulosit yang
diharapkan gagal berbeda dengan kondisi regenerative. Maka dari itu, hitung retikulosit berfungsi
untuk membedakan anemia yang dapat merangsang respon sumsum tulang atau tidak. Pendekatan
seperti ini biasanya sangat berguna pada saat kondisi MCV didapatkan normal. 2
Differential Diagnosis
Thalasemia
Thalasemia adalah salah satu kondisi gangguan darah yang ditandai dengan defisiensi produk rantai
globulin pada hemoglobin dan bersifat genetic. Kondisi thalasemia biasanya terjadi karena
ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin,
sehingga terjadi gangguan dalam memproduksi hemoglobin. Gejala yang biasa di alami oleh pasien
penderita thalasemua yaitu pucat, lemas, tidak nafsu makan, bahkan pada kondisi yang lebih berat dapat
menunjukan gejala klinis hepatosplenomegaly, kerapuhan, penipisan tulang dan anemia. Penatalaksanaan
yang dapat diberikan yaitu diet rendah besi dengan gizi seimbang, terapi kelasi besi (jika ferritin >1000
ng/mL), terapi kelasi besi (desferioksamin 30-50 mg/kgBB/hari). 3
Anemia akibat penyakit kronik merupakan penurunan kadar Hb sekunder akibat penyakit kronik
(inflamasi kronik, infeksi, atau keganasan). Pada anemia akibat penyakit kronik melibatkan sistem imun
yang dapat memicu perubahan dalam homeostasis besi, penghambatan proliferasi sel dan produksi
eritropietin. Penatalaksanaan yang cukup baik untuk diberikan yaitu mengobati penyakit dasar terlebih
dahulu, selain itu bisa juga menggunakan eritropoietin rekombinan untuk menstimulasi produksi ertirosit
terutama pada pasien kemoterapi, pasien gagal ginjal kronik dan pasien imunokompremais. 4
Working Diagnosis
Epidemiologi
Anemia merupakan salah satu permasalahan global yang sering terjadi, menurut World Health
Ogranization (WHO), terdapat 273 juta anak usia 6-59 bulan menderita anemia yang diantaranya sekitar
9,6 juta mengalami anemia berat. Selain pada anak-anak, 496 juta wanita yang tidak mengandung pada
rentang usia 15-49 tahun menderita anemia yang diantaranya sekitar 19,4 juta mengalami anemia berat,
serta 32,4 juta wanita mengandung pada rentang usia 15-49 tahun menderita anemia dengan 800 ribu
diantaranya mengalami anemia berat. Dari angka yang di dapatkan (anak 42%, wanita tidak mengandung
49%, dan wanita mengandung 50%), sekitar 50% berkaitan dengan defisiensi besi. 5
Etiologi
Zat besi yang masuk kedalam sistem metabolisme tubuh kita berasal dari makann atau proses
penghancuran eritrosit di retikulo endothelial oleh makrofag. Zat besi yang berasal dari makanan ada dua
bentuk yaitu heme (daging, ikan, ayam, udang, dan sebagainya) serta non heme (sayuran, buah, kacang-
kacangan, beras, dan sebagainya). Zat besi yang berasal dari makanan dalam bentuk ion ferri harus di
reduksi dahulu menjadi ion ferro sebelum di absorsi. Setelah itu, proses absorsi dipermudah oleh suasana
asam seperti asam hidroklorida yang di produksi sel parietal lambung, vitamin C, dan beberapa substansi
seperti fruktosa dan asam amino. Kemudian, bentuk ion ferro di absorbs oleh sel mukosa usus halus,
didalam sel mukosa usus bentuk ion ferro akan mengalami oksidasi menjadi bentuk ion ferri kembali.
Sebagian kecil ion ferri akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan sebagian besarnya akan
mengalami reduksi menjadi bentuk ion ferro lagi yang akan dilepaskan ke dalam peredaran darah dan ion
ferro direoksidasi menjadi bentuk ion ferri yang kemudian berikatan dengan transferrin, lalu di simpan
sebagai cadangan di dalam hati, lien, dan sumsum tulang dalam bentuk ferritin. Sehingga, pada saat
kondisi cadangan zat besi dalam tubuh berkurang atau kebutuhan zat besi dalam tubuh meningkat, maka
absrobsi zat besi akan meningkat, tetapi sebaliknya apabila cadangan zat besi meningkat maka absrobsi
akan berkurang.7
Patofisiologi
Gejala Klinis
Gejala umum yang di jumpai pada pasien penderita anemia defisiensi besi yaitu badan terasa
lemas/lemah, lesu, mudah Lelah, mata berkunang-kunang, biasanya dapat ditemukan telinga mendenging,
dan biasanya anak-anak akan rewel. Pada penderita anemia berat (kadar Hb <7 gr/dl) gejala-gejala dan
tanda-tanda anemia akan lebih jelas ditemukan. Gejala khas pada anemia defisiensi besi biasanya dapat
dijumpai beberapa kelainan pada bagian kuku.8
Tatalaksana
Penatalaksanaan farmakologi yang dapat diberikan yaitu dapat memberikan FeSO4 6mg/kg/hari dibagi
dalam 3 dosis diantara waktu makan hingga 8 minggu setelah Hb normal. Selain itu, dapat dilakukan
pemberian vitamin C 2x50 mg/hari untuk meningkatkan absrobsi besi dan pemberian asam folat 2x 5-10
mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis, transfuse PRC 2-3 mL/kg/kali pemberian jika Hb <4
g/dL sampai Hb >7 g/dL. Penatalaksanaan non farmakologi yaitu menghindari makanan yang
menghambat absrobsi besi dan menjaga keseimbangan gizi. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu
dengan memberikan bayi ASI eksklusif, susu formula/MPASI yang terfortifikasi besi, suplementasi besi
(BBLR 3 mg/kg/hari pada usia 1 bulan sampai 2 tahun, NCB 2 mg/kg/hari pada usia 4 bulan sampai 2
tahun, dengan dosis maksimal untuk bayi 15 mg/hari.7
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penderita anemia defisiensi besi yaitu kardiomegali, gagal
jantung kongestif, gangguan pertumbuhan dan perkembangan. 7
Kesimpulan
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien tersebut di diagnosis
menderita anemia gravis mikrositik et causa defisiensi zat besi.
Daftar Pustaka