Konsep Desinfektan
Konsep Desinfektan
PENGERTIAN DESINFEKTAN
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya.
Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat
digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi
tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik.
Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang
penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses
pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan
dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan
fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua
cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan
kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam
golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan
alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi,
yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus-X; golongan fenol dan fenol
terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen
(iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten
terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen
yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol.
Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen
dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan
Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan
bakteri masih dapat tumbuh.
Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran
tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan
halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ;
2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri
Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ;
2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit. (Signaterdadie, 2009).
PENGGUNAAN DESINFEKTAN
Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu mencegah infeksi
terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di rumah sakit dan juga
membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan
harus digunakan secara tepat (Imbang, 2009).
a. Desinfektan tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan :
1. Golongan pertama
Desinfektan yang tidak membunuh virus HIV dan Hepatitis B.
Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
Fenol-fenol (Dettol).
2. Golongan kedua
Desinfektan yang membunuh Virus HIV dan Hepatistis B.
a). Desinfektan yang melepaskan klorin.
Contoh : Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium tosilkloramid, Kloramin T) Natrium
Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda terklorinasi, bubuk pemutih)
b). Desinfektan yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus termetilasi, etanol.
Aldehid : formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex).
Golongan lain misalnya : Virkon dan H2O2. (Imbang, 2009)
a. Sterilisasi
Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas kering.
Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid selama 10 jam.
ANTISEPTIK
Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik. Berikut antiseptik yang umumnya digunakan :
Alkohol 60-90% (etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit”).
Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane).
Klorheksidin glukomat dan setrimide, dalam berbagai konsetrasi (Savlon).
Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur).
Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne).
Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol).
Triklosan 0,2-2% . (Syaifudin, 2005).
Dalam pemilihan suatu antiseptik, perlu diperhatikan karakteristik yang diinginkan (misalnya absorpsi dan daya
tahan), keamanan, efektivitas, ketersediaan, penerimaan oleh staf dan yang terpenting biayanya (Boyce dan
Pitter 2002; Larson 1995; Rutala 1996). Larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologinya dan
potensi penggunaannya. (sistem gradasi yang digunakan pada kolom adalah sangat baik, baik, cukup dan tidak)
(Syaifudin, 2005).
Tabel 2.1 Aktivitas mirkobiologis dan kegunaan potensial
KEGUNAAN POTENSIAL
Kelompok: Alkohol (60-90% etil atau isopropil)
Terinfeksi bahan organik: Cukup
Basuh operasi: Ya
Persiapan kulit : Ya
Keterangan: Tidak digunakan pada selaput lendir. Tidak baik untuk pembersihan kulit, tidak tertahan lama.
a. Alkohol
Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan mudah diperoleh serta murah. Sangat
efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai
untuk selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol mengeringkan dan mengiritasi selaput lendir dan
kemudian merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-
70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah dari yang konsentrasi lebih
tinggi. Karena pengeringan pada kulit kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada kulit.
1. Keuntungan :
Cepat membunuh jamur dan bakteri termasuk mikrobakteri; isopropil alkohol membunuh sebagian besar
virus, termasuk HBV dan HIV; etil alkohol membunuh semua jenis virus.
Walaupun alkohol tidak mempunyai efek membunuh yang persisten, pengurangan cepat mikroorganisme di
kulit, melindungi organisme tumbuh kembali bahkan di bawah sarung tangan selama beberapa jam.
Relatif murah dan tersedia di mana-mana.
2. Kerugian :
Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
Mudah pengeringan kulit.
Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
Mudah terbakar sehingga perlu disimpan di tempat dingin atau berventilasi baik.
Merusak karet atau lateks.
Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih. (Syaifudin, 2005)
1. Keuntungan :
Antimikrobial spektrum luas.
Secara kimiawi aktif paling sedikit 6 jam.
Perlindungan kimiawi (jumlah mikroorganisme terhalang) meningkat dengan penggunaan ulang.
Pengaruh material organik minimal.
Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan alkohol.
2. Kerugian :
Mahal dan tidak selalu tersedia.
Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.
Hindari kontak dengan mata, karena dapat mengakibatkan konjungtivitas. (Syaifudin, 2005)
2. Kerugian :
Efek antimikrobial lambat atau perlahan.
Iodofor mempunyai efek residual yang kecil.
Cepat diinaktivasi oleh material organik seperti darah atau dahak.
Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit sesudah kering (pakai
alkohol).
Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru
lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi. (Syaifudin, 2005)
d.Kloroheksilenol
Kloroheksilenol (para-kloro-metaksilenol atau PCMX) adalah devisi halogen dari silenol yang luas tersedia
dalam konsentrasi 0,5-4%. Kloroheksilenol memecahkan mikroorganisme dengan memecah dinding sel. Hal ini
merupakan penghapus kuman yang beraktivitas rendah (Fevero, 1985) dibandingkan dengan alkohol, yodium,
iodofor dan kurang efektif dalam menurunkan flora kulit daripada CHG atau iodofor (Sheen dan Stiles, 1982).
Karena ia menembus kulit, dapat beracun jika dioleskan pada beberapa bagian dari tubuh, dan tidak boleh
digunakan pada bayi. Meskipun, produk komersil dengan kloroheksilenol dengan konsentrasi di atas 4% tidak
boleh digunakan.
1. Keuntungan :
Aktivitas bersepektrum luas.
Hanya sedikit efeknya terhadap materi organik.
Efek residu tahan sampai beberapa jam.
Minimal efek oleh bahan organik.
2.Kerugian :
Diinaktivasi oleh sabun (surfaktan nonionik), penggunaan untuk persiapan kulit berkurang.
Tidak boleh digunakan pada bayi baru lahir, karena dapat menyerap dengan cepat dan potensial meracuni.
(Syaifudin, 2005)
e. Triklosan
Triklosan adalah subtansi tidak berwarna yang terdapat dalam sabun sebagai antimikrobial. Konsentrasi 0,2-
2,0% mempunyai aktivitas antimikrobial sedang terhadap koki gram positif, mikobakteria dan jamur, tapi tidak
terhadap baksil gram negatif, khususnya P aeruginosa (Larson 1995). Meskipun perhatian ditujukan pada
resistensi terhadap bahan ini bisa berkembang lebih siap dari bahan antiseptik lain, resistensi pada flora kulit
tidak ditemukan penelitian klinis sampai saat ini.
1. Keuntungan :
Aktivitas berspektrum luas.
Persistensi sangat bagus.
Sedikit efeknya oleh bahan organik.
2. Kerugian :
Tidak ada efeknya terhadap P aeruginosa atau baksil gram negatif lain.
Bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan). (Syaifudin, 2005)
EFEKTIFITAS DISINFEKTAN
Efektifitas disinfektan antiseptik berdasarkan keuntungan, kerugian dan hasil tabel 2.1 aktivitas mikrobiologi
dan kegunaan potensial yang telah diuraikan di atas.
a. Alkohol
1. Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 10-15 menit (Imbang Dwi, 2009).
Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme di kulit, virus hepatitis dan HIV.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling aman. Etil atau isopropil alkohol 60-
70% efektif dan pengeringan kulit kurang pada konsentrasi lebih tinggi.
2. Tidak efektif
Memerlukan emulien (misalnya gliserin dan atau propilen glikol) untuk mencegah pengeringan kulit.
Mudah pengeringan kulit.
Mudah diinaktivasi oleh bahan-bahan organik.
Tidak dapat dipakai sebagai bahan pembersih.
1.Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 20-30 menit (Imbang Dwi, 2009).
Klorheksidin glukonat tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian.
Aman untuk bayi dan anak.
2. Tidak efektif
Efek dikurangi atau dinetrelisasi oleh sabun, air ledeng, dan beberapa krim tangan.
Tidak efektif terhadap basil TBC, baik dan efektif melawan jamur.
Tidak dapat dipakai pada pH > 8 karena mengalami dekomposisi.
1. Efektif
Kecepatan membunuh bakteri 10-20 menit (Imbang Dwi, 2009).
Sejumlah yodium “bebas” menunjukkan tingkat aktivitas anti mikrobial iodofor (misalnya 10% povidon iodin
berisi 1% iodin, menghasilkan konsentrasil “bebas” iodin dari 1 ppm (0,0001%) (Anderson, 1989).
Iodofor mempunyai aktivitas spektrum yang luas.
Membunuh bakteria vagetatif, virus mikrobakteria, dan jamur.
2. Tidak efektif
Absorpsi yodium bebas melalui kulit dan selaput lendir dapat mengakibatkan hiptiroidisma pada bayi baru
lahir. Oleh karena itu batasi pemakaiannya (Newman 1989).
Reaksi alergi terhadap iodin dan iodofor dapat terjadi, jadi cek riwayat alergi.
Maka perpaduan antiseptik antara alkohol-betadine dengan savlon-betadine lebih efektif alkohol-betadine
karena kedua antiseptik salvon dan betadine masih ada keterkaitan dengan alkohol, misalnya :
Pada keuntungan salvon: Tersedia produk komersial, yang umum adalah dicampur dengan deterjen dan
alkohol.
Pada kerugian betadine: Yodium tinktur atau cairan dapat mengiritasi kulit dan harus dibersihkan dari kulit
sesudah kering (pakai alkohol).
b.Salvon-Betadine
Pada tabel 2.1 aktifitas mikrobiologis dan kegunaan potensial pada kolom aktifitas melawan bakteri di sub
kolom tindakan kecepatan relatif tergolong sedang (salvon) dan sedang (betadine).
Dari segi kecepatan membunuh bakteri dapat disimpulkan bahwa antiseptik alkohol-betadine lebih cepat
daripada salvon-betadine.
DAFTAR PUSTAKA