Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA


Oleh Evie Kemala Dewi, 0906629340
Kelompok A, Keperawatan Dewasa VII

1. Pengertian
Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam
pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
darah, maupun nutrisi (Perry & Potter, 2006). Pemberian cairan intravena disesuaikan
dengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar cairan tubuh yang hilang.
Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif yang dilakukan oleh
perawat.

2. Tujuan
Tujuan terapi intravena (Rhoad, J, & Bonnie, J., M, 2008):
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit.
3. Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.
4. Memberikan tranfusi darah.
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena.
6. Membantu pemberian nutrisi secara parenteral.

3. Kompetensi dasar lain yang harus dimiliki untuk melakukan tindakan


tersebut
Perawat harus mengetahui jenis dan ukuran kanula infuse, jenis cairan yang akan
diberikan, cara menghitung tetesan infuse. Kanula infuse yang digunakan harus yang
mudah dimasukkan, menggunakan trauma yang sedikit (gunakan yang terkecil), dan
alirannya lancar. Ukuran kanul yang digunakan tergantung dari tujuan pemberian
infuse, tipe cairan dan ukuran atau kondisi vena.

- 18 Gauge (ungu) untuk darah atau memasukkan banyak cairan.

- 20 Gauge (pink) untuk pemberian obat yang lama atau pemberian 2-3 liter
cairan/hari.

- 22 Gauge (biru) untuk pemberian obat yang lama, klien kanker dan vena kecil.

- 24 Gauge (kuning) untuk bayi, anak atau dewasa yang venanya kecil/ rapuh.

Cara menghitung tetesan infuse

Rumus =

— Jenis cairan infus


1. Berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:
a) Isotonik (245-340 mOsm/L)
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati
osmolalitas plasma. Batas osmolaritas cairan tubuh normalnya yaitu 280-295
mOsm/L (Phillips, 2005). Cairan isotonik digunakan untuk mengganti
volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang
berlangsung lama. Contoh cairan isotonik, yaitu NaCl 0,9 %, ringer laktat,
komponen-komponen darah (Albumin 5 %, plasma), dextrose 5 % dalam air
(D5W).
b) Hipotonik (<245 mOsm/L)
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada
osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan
cairan seluler dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh.
Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan
plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki
keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau
membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke
dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko
peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan
mengakibatkan deplesi cairan intravaskuler, penurunan tekanan darah,
edema seluler, kerusakan sel. Karena larutan ini dapat menyebabkan
komplikasi serius, klien harus dipantau dengan teliti. Contoh cairan
hipotonik, yaitu dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %, NaCl 0,45 %, dan NaCl
0,2 %.
c) Hipertonik (>375 mOsm/L)
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada
osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat
menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan
dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut.
Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan
jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh cairan hipertonik, yaitu D 5% dalam saline 0,9 %, D 5 % dalam RL,
Dextrose 10 % dalam air, Dextrose 20 % dalam air, Albumin 25.
2. Pembagian cairan berdasarkan kelompoknya:
a) Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat,
dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Contohnya, ringer
laktat.
b) Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya, albumin dan steroid.
• Cara menghitung kebutuhan cairan
1) Berdasarkan berat badan
Rumus : 50 cc x kg BB / 24 Jam= ………cc/hari
*Setiap kenaikan suhu 1oC diberi tambahan 12-15 %
2) Berdasarkan kebutuhan kalori/hari
Rumus: Kebutuhan energi/hari (kkal) x 1 ml = …….. ml/hari
• Cara menghitung tetesan infus
1. Jumlah cairan : waktu pemberian =
……… ml/jam
ml/jam x drip tetes = ………… tetes/menit
60 menit
2. Jumlah cairan x faktor tetesan = ………… tetes/menit
waktu pemberian x 60 menit

4. Indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi


1. Indikasi
a. Asering: dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok
hemoragik, dehidrasi berat, trauma dan digunakan sebagai nutrisi.
b. Ringer laktat: deficit ECF seperti kehilangan cairan karena luka bakar,
perdarahan, dan dehidrasi, serta asidosis metabolik
c. NaCl 0,45%: klien dengan hipovolemik dengan hiponatremia
d. NaCl 0,9%: rehidrasi, meningkatkan volume cairan intraselular dan diberikan
jika RL tidak cocok (alkalosis, retensi K+), untuk klien yang mengalami trauma
kepala serta mengencerkan eritrosit sebelum transfusi, serta klien yang
mengalami kehilangan Na > Cl, misal diare.
e. Dekstrosa 5%: mengganti kekurangn cairan tubuh dan tidak boleh diberikan
pada klien yang mengalami trauma kepala.
f. Dekstrosa 5% dengan NaCl 0,45%: sebagai cairan awal untuk hidrasi
g. Dekstrosa 5% dengan NaCl 0,9%: deficit ECF pada pasien dengan penurunan
jumlah Na atau Cl serta asidosis metabolik.
h. KA-EN 1B: sebagai larutan awal bila status elektrolit belum diketahui seperti
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam),
<24 jam pasca operasi,
i. KA-EN 3A dan 3B: rumatan untuk kasus pasca operasi (>24-48 jam), larutan
rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan
oral terbatas.
j. KA-EN 4A: larutan rumatan untuk bayi dan anak, tepat digunakan untuk
dehidrasi hipertonik.
k. Amiparen: infeksi berat, kwashiorkor, pasca operasi, total parenteral nutrition
l. Aminovel-600: nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI, penderita GI yang
dipuasakan, kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma,
dan pasca operasi.
2. Kontraindikasi
a. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis.
b. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh
c. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
d. Vena yang sklerotik atau bertrombus
e. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
f. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit
g. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu)
h. Lengan yang mengalami luka bakar
3. KOMPLIKASI
a. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
b. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
c. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat
infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
d. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
e. Syok ringan: tubuh bereaksi terhadap zat yang diinjeksikan ke dalam sistem
sirkulasi yang terlalu cepat. Tanda: sakit kepala, nadi cepat, pingsan, dan
dyspnea.
f. Kelebihan volume cairan: kondisi yang disebabkan ketika terlalu banyak volume
cairan yang dimasukkan ke dalam sistem sirkulasi. Tanda: meningkatnya
tekanan darah, kesulitan bernapas (dyspnea).

5. ALAT DAN BAHAN


1. Larutan yang benar
2. Jarum yang sesuai (abbocath, wing needle/butterfly)
3. Set infus
4. Selang intravena
5. Alkohol dan swab pembersih yodium-povidon
6. Torniket
7. Sarung tangan bersih sekali pakai 2 buah
8. Kasa atau balutan trasparan dan larutan atau salep yodium-povidon
9. Plester
10. Handuk/pengalas tangan
11. Kain dan perlak alas
12. Tiang IV
13. Bengkok
14. Gunting

6. ANATOMI TARGET TINDAKAN


 Vena metacarpal : terdapat dipunggung telapak tangan.
Pemasangan IV didaerah ini terasa lebih nyeri karena banyak ujung
saraf. Pada orang tua, vena metacarpal lebih mudah pecah.
 Vena cafalika : tidak mengganggu mobilisasi namun pada orang
gemuk lebih sulit dicari.
 Vena basalika : nyeri
 Vena mediana basilica : mudah didapat karena vena lebih besar
dan dekat dengan arteri brakhialis.

7. Aspek keamanan dan keselamatan


 Pada klien lansia sebisa mungkin gunakan jarum yang ukurannya paling kecil untuk
mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan aliran darah lebih lancar
sehingga hemodilusi cairan IV atau obat-obatan meningkat.
 Hindari pemasangan di bagian dominan karena mengganggu kemandirian lansia.

 Gunakan tourniquet yang tidak terlalu kencang.

 Pasang traksi pada kulit di bawah tempat insersi

 Minimalkan pemakaian plester karena jaringan kulit lansia rapuh.

8. Protokol/Prosedur
1. Baca status dan data klien untuk memastikan program terapi IV
2. Cek alat-alat yang akan digunakan
3. Cuci tangan
4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5. Perkenalkan nama perawat
6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9. Tanyakan keluhan klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Tinggikan tempat tidur sampai ketingian kerja yang nyaman
13. Letakkan klien dalam posisi semifowler atau supine jika tidak memungkinkan (buat
klien senyaman mungkin)
14. Buka kemasan steril dengan meanggunakan tehnik steril dan sarung tangan bersih
15. Periksa larutan dengan menggunakan lima benar dalam pemberian obat
16. Buka set infus, pertahankan sterilitas kedua ujungnya
17. Letakkan klem yang dapat digeser tepat di bawah ruang drip dan gerakkan klem
pada posisi off
18. Lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastik tanpa
menyentuh ujung tempat masuknya alat set infus
19. Tusukkan set infus ke dalam kantong atau botol cairan (untuk kantong, lepaskan
penutup protektor dari jarum insersi selang, jangan menyentuh jarumnya, dan
tusukkan jarum ke lubang kantong IV. Untuk botol, bersihkan stopper pada botol
dengan menggunakan antiseptik dan tusukkan jarum ke karet hitam stopper botol
IV.
20. Gantungkan botol infus yang telah dihubungkan dengan set infus pada tempat yang
telah disediakan (pertahankan kesterilan set infus)
21. Isi selang infus dengan cairan, pastikan tidak ada udara dalam selang (terlebih dulu
lakukan pengisian pada ruang tetesan/the drip chamber). Setelah selang terisi, klem
dioffkan dan penutup ujung selang infus ditutup
22. Beri label pada IV dengan nama pasien, obat tambahan, kecepatan pemberian.
23. Pasang perlak kecil/pengalas di bawah lengan/tangan yang akan diinsersi
24. Kenakan sarung tangan sekali pakai, sehingga sarung tangan menjadi double.
25. Identifikasi aksesibilitas vena untuk pemasangan kateter IV atau jarum
26. Posisikan tangan yang akan diinsersi lebih rendah dari jantung, pasang torniket
mengitari lengan, di atas fossa antekubital atau 10-15 cm di atas tempat insersi yang
dipilih (jangan memasang torniket terlalu keras untuk menghindari adanya cidera
atau memar pada kulit). Pastikan torniket bisa menghambat aliran IV. Periksa nadi
distal.
27. Pilih vena yang berdilatasi baik, dimulai dari bagian distal, minta klien untuk
mengepal dan membuka tangan (apabila belum menemukan vena yang cocok,
lepaskan dulu torniket, dan ulangi lagi setelah beberapa menit).
28. Bersihkan tempat insersi dengan kuat, terkonsentrasi, dengan gerakan sirkuler dari
tempat insersi ke daerah luar dengan larutan yodium—povidon, biarkan sampai
kering. Klien yang alergi terhadap yodium, gunakan alkohol 70 % selama 30 detik.
29. Lakukan pungsi vena, fiksasi vena dengan menempatkan ibu jari tangan yang tidak
memegang alat infus di atas vena dengan cara meregangkan kulit. Lakukan
penusukan dengan sudut 20-30°, tusuk perlahan dengan pasti
30. Jika tampak aliran darah balik, mengindikasikan jarum telah masuk vena.
31. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan tarik jarum sedikit lalu teruskan plastik IV
kateter ke dalam vena
32. Stabilkan kateter IV dengan satu tangan dan lepaskan torniket dengan tangan yang
lain
33. Tekan dengan jari ujung plastik IV karteter, lalu tarik jarum infus keluar
34. Sambungkan plastik IV kateter dengan ujung selang infus dengan gerakan cepat,
jangan menyentuh titik masuk selang infus
35. Buka klem untuk memulai aliran infus sampai cairan mengalir lancar
36. Fiksasi sambungan kateter infus (apabila sekitar area insersi kotor, bersihkan
terlebih dulu)
37. Oleskan dengan salep betadin di atas area penusukan, kemudian tutup dengan kasa
steril, pasang plester
38. Atur tetesan infus sesuai ketentuan
39. Beri label pada tempat pungsi vena dengan tanggal, ukuran kateter, panjang kateter,
dan inisial perawat.
40. Lepaskan dan buang sarung tangan dan rapikan persediaan yang digunakan
41. Cuci tangan
42. Berikan reinforcement positif
43. Buat kontrak pertemuan selanjutnya
44. Akhiri kegiatan dengan baik
45. Observasi klien setiap jam untuk menentukan respon terhadap terapi cairan (jumlah
cairan benar sesuai program yang ditetapkan, kecepatan aliran benar, kepatenan
vena, tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi).

9. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan


tindakan.
- Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru.
- Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi.
- Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
- Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.
- Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.
- Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus
perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus.
- Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan
memakai kapas alkohol atau bensin (jika perlu)

10. Hal-hal penting yang harus didokumentasikan setelah melakukan tindakan


a) Tipe cairan
b) Respon terhadap pemberian cairan IV
c) Tempat insersi
d) Jumlah yang diinfuskan
e) Kecepatan aliran
f) Integritas kulit
g) Ukuran dan tipe kateter atau jarum
h) Kepatenan sistem IV
i) Waktu infus dimulai
j) Respon terhadap pemberian cairan IV

DAFTAR PUSTAKA
Ignatavicius, D. D. dan Workman, M. L. (2006). Medical-Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care. Vol.1. 5th Ed. USA: Elsevier.
McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Phillips, L. D. (2005). IV Therapy Notes: Nurse’s Clinical Pocket Guide. China: Imago.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (1997). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and
Practice. 4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby, Inc.
_______. (2005). Clinical Nursing Skill & Technique. 6th Ed. St. Louise, MI: Elsevier
Mosby, Inc.
Rhoad, J. & Bonnie, J., M. (2008). Clinical Nursing Skill. USA: F. A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai