Anda di halaman 1dari 20

Lesi periapikal dapat diklasifikasikan sebagai abses,granuloma atau kista

periapikal;namun secara umumdapat diterima bahwalesi-lesi periapikal tidak dapat didiagnosis


diferensial sebagaigranuloma atau kista hanya berdasarkan pada bukti radiografi saja.
Pemeriksaan histologisdilakukanuntuk memperoleh diagnosis yang tepat.

Granuloma Periapikal
Definisi
Granuloma periapikal pada gigi non vital merupakan suatu fokus proteksi anti bakteri yang
menjadi tempat pertemuan kuman intraseluler dengan pertahanan inang. Gagalnya pembentukan
granuloma pada umunya akibat dari eksaserbasi penyakit yang timbul. Pada saat yang sama,
granuloma yang terbentuk mengganggu fisiologis jaringan sekitarnya sehingga merupakan pusat
pathogenesis penyakit.

Patogenesis
Granuloma yang ideal mempunyai struktur kuat dan merupakan suatu lesi yang terorganisir,
terdiri dari limfosit T dari berbagai fenotipe dan mononukleus fagosit (MP) pada berbagai
tingkatan maturasi dan deferensiasi. Struktur granuloma juga termasuk sel datia dengan banyak
inti, sel epiteloid, monosit yang baru berimigrasi dan MP yang natur dengan sel T CD-4 yang
tersebar diantaranya. Semua struktur tersebut dikelilingi oleh suatu bungkus yang terdiri dari
limfosit T CD-8. Pada kondisi gigi non vital (nekrosis) yang tidak dirawat, bakteri akan
berpenetrasi melalui foramen apikalis sehingga menimbulkan inflamasi di periapikal yang
disebut periodontitis apikalis. Periodontitis apikalis kronis disebut juga sebagai granuloma
periapikal dan dapat berevolusi membentuk kista periapikal. Granuloma periapikal terdiri dari
jaringan inflamasi granulomatous yang diinflitrasi sangat banyak oleh berbagai sel radang dan
dikelilingi kapsul fibrus. Komponen struktural pada granuloma periapikal tergantung pada
keseimbangan antara faktor mikrobiologis dan pertahanan inang, sehingga sewaktu infeksi pulpa
menyebar ke periapikal, maka respons inflamasi simptomatis pada jaringan ikat periapikal akan
terbentuk dalam suatu abses atau lesi akut. Lesi periapikal ini beirisi leukosit polimorfonuklear,
dibatasi oleh jaringan granulomatous yang mengandung makrofag, limfosit T dan B, sel mast,
osteoklas, osteoblas, fibroblast dan sisa sel epitel (Garcia et al., 2007).
Gambaran Klinis
Gejala klinis antara granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, pasien
tidak memiliki gejala nyeri selain rasa yang tidak nyaman pada gusi, dan biasanya terdeteksi
melalui radiografik, namun jika terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti
abses periapikal. Pada tes vitalitas gigi akan memberikan respons negatif, oleh karena
berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal juga akan menunjukkan repons
yang negatif (Crawford, 2008). Secara klinis granuloma periapikal tidak dapat dibedakan dengan
lesi keradangan periapikal lainnya. Untuk membedakan dengan lesi periapikal lainnya
diperlukan
pemeriksaan radiografik, ukurannya bervariasi mulai dari diameter kecil yang hanya beberapa
milimeter hingga 2 centimeter.

Gambaran radiografis
Pada gambaran radiografik tampak area radiolusen dengan batas yang jelas atau difus menempel
pada apeks akar gigi dan terlihat hilangnya lamina dura dengan atau tanpa keterlibatan
kondensasi tulang (Gambar 2.1) ( Lia et al., 2004).

Gambar 2.1 Gambaran Radiografik Granuloma periapikal


(Hollender , Omnell. 2008. dental radiology pathology)

Gambaran Histologis
Secara histopatologis, granuloma periapikal memperlihatkan bulatan kapsul dengan diameter
kurang dari 0,5 mm, dibatasi membran periodontium dan terdiri dari fibroblas dan pembuluh
darah. Meskipun pemeriksaan dengan radiografik merupakan kunci diagnostik, tetapi cara untuk
dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan
mikroskopik. Pada muara apeks gigi terdapat sel radang akut dan kronis seperti PMN, limfosit,
makrofag, sel plasma, foam sel, giant cell, serta proliferasi sel epitel (Torabinejad & Walton,
1997). Granuloma periapikal terdiri dari jaringan granulasi yang terinflamasi, dikelilingi dinding
sel yang terdiri dari jaringan fibrous

(Gambar 2.2). Garcia et al., (2007), mengemukakan bahwa granuloma periapikal adalah suatu
massa terlokalisasi dari jaringan inflamasi kronis dengan infiltrasi inflamasi akut yang
memberikan gambaran adanya limfosit, sel plasma, neutrofil, histiosit dan eusinofil serta biasa
Dapus :
Crawford WH. 2008. Oral and Maxillofacial Pathology in Teeth and Jaws: Dental Caries,
Inflamatory Pulp, and Inflamatory Periapical Conditions.

Garcia CC; Sempere, FV; Diago MP; Bowen EM., 2007. The Post-endodontic
Periapical Lesion: Histologic and Etiopathogenic Aspects. Med Oral Patol Oral
Cir Bucal. Dec 1;12 (8): 585 - 590.

Hollender L, Omnell K. 2008. dental radiology pathology. (online), (http://www.


Medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter11/11_4. aspx, diakses 18 April
2008).

Lia RCC, Garcia JMQ, and Sousa-Neto MD. 2004. Clinical, radiographic and
histological evaluation of chronic periapical inflammatory lesions. J Appl Oral
Sci.

Torabinejad M and Walton RE., 1997. Penyakit Jaringan Pulpa dan Jaringan sekitar
Akar (Walton & Torabinejad). Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsi. Ed. Ke-2.
Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta. 52 - 58.

Torabinejad M and Walton RE. 2008. Endodontics 5th Ed in Periradicular lesion.


(online),(http//dentistry.tums.ac.ir/file/lib/My%20Sites/ENDO%20(E)/docs/ch05
.pdf, diakses 17 April 2008).å
Kista
PENGERTIAN

Trauma fisik, bahan kimia atau pulpa nekrosis yang tidak dirawat akan menjadi lesi periapikal,
salah satunya adalah kista radikuler. Kista adalah suatu rongga atau kantong patologis tertutup
yang dibatasi oleh dinding yang berisi suatu cairan, atau semi cairan yang berkembang secara
abnormal dalam suatu ruangan atau organ Sedangkan menurut Kruger, kista adalah rongga
patologis yang berisi cairan, semi cairan ataupun seperti gas dan tidak dibentuk oleh
pengumpulan nanah .Kista dapat dibatasi oleh epitel, tetapi ada pula yang tidak dibatasi epitel

Kista radikuler adalah sebuah ronggapatologis yang dikelilingi epitel,berisi cairan atau bahan
semi solid dan umumnya dikelilingi oleh jaringan ikat yang tebal. Kista radikuler adalah lanjutan
dari periodontitis apikalis kronis, terkait dengan gigi yang memiliki pulpa nekrotik dan sistem
saluran akar terinfeksi yang berkembang sampai lesi inflamasi periapikal. Rongga kista paling
umum dikelilingi oleh epitel kubus berlapis yang berasal dari sisa-sisa sel epitel Malassez . Kista
radikuler merupakan salah satu kista rahang yang timbul dari sisa-sisa epitel malassez pada ligamentum
periodontal sebagai akibat peradangan atau iritasi kronis dari infeksi saluran akar yang diawali dengan
pembentukan granuloma periapikal dimana terdapat sisa-sisa epitel.Biasanya kista ini terdapat pada
apikal gigi, namun demikian dapat juga terjadi pada permukaan akar gigi dalam hubungannya dengan
saluran akar gigi tambahan pada bagian lateral. Dari semua kista rahang, kista radikuler yang bersifat
odontogenik paling sering ditemukan dibanding kista odontogenik lainnya dan umumnya timbul dengan
frekwensi paling banyak di maksila terutama pada bagian anterior. Insiden paling banyak ditemukan pada
laki-laki denganusia antara 30-40 tahun.Biasanya kista radikuler berkembang tanpa memberikan gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu pembuatan radiografi periapikal pada gigi dengan pulpa non
vital atau karies. radikuler mempunyai kapsul yang terdiri dari epitel gepeng yang berlapis, berisi cairan,
kadang-kadang dapat mengalami keradangan sehingga bercampur dengan nanah, cairan seropurulen,
cairan sanguine purulen, materi semi padat ataupun materi yang padat.

Kista radikuler sering ditemukan secara kebetulan pada radiografi periapikal pada gigi non vital.Karena
pertumbuhannya yang lambat dan tanpa gejala, maka lesi ini seringkali terabaikan. Pada umumnya
penderita baru mengeluh apabila lesi sudah mencapai ukuran besar sehingga mengganggu secara estetik
maupun fungsional dan dapat melibatkan kegoyangan serta migrasi gigi tetangga.

Patogenesa Kista
Hal tersebut dikaitkan dengan patogenesis kista yang terdiri dari tiga fase, yaitu fase 1 ialah fase pemulai,
fase 2 yang merupakan fase mulai terbentuknya kista dan fase 3, yaitu fase perkembangan kista sehingga
mencapai ukuran besar Pada fase 1 diawali dengan proliferasi sel epitel malassez pada ligamentum
periodontal dimana pada fase ini sudah terjadi morfologi dan Sel-sel yang ber- selanjutnya akan
perubahan rasio perubahan biokimia. ploriferasi menunjukkan antara nukleus dan sitoplasmanya.
Proliferasi epitel selanjutnya akan membentuk pita-pita dan akan diikuti jaringan fibrovaskuler yang
meluas ke dalam epitel sehingga pada penampakan histopatologik terlihat sebagai rongga dengan dinding
jaringan fibrovaskuler. Pada fase berikutnya, rongga kista dilapisi oleh epitel odontogen yang terdapat
pada granuloma periapikal yang berploriferasi dan pada pemeriksaan ultrastruktur terlihat menempel satu
sama lain dengan kandungan desmosom yang lebih sediskit daripada epitel normal.

Trauma yang terjadi dengan dan tanpa adanya fraktur menyebabkan terputusnya
pembuluh darah dalam pulpa dan keluarnya darah dari pembuluh ke dalam jaringan dan
menyebabkan kematian pulpa. Bila proses patologis berlanjut sampai ke periapikal, akan
menyebabkan granuloma atau kista radikuler. sebagian besar kasus kista terjadi sebagai akibat
dari nekrose pulpa setelah proses karies dan ini terjadi sebagai respon radang pada daerah
periapikal. Penyebab lain yaitu beberapa keadaan yang dapat menyebabkan nekrose pulpa
misalnya gigi yang fraktur dan restorasi yang jelek. Pertahanan pertama pada daerah periapikal
terhadap nekrose pulpa adalah pembentukan granuloma. Granuloma adalah jaringan yang
tervaskularisasi dan mengandung infiltrasi yang banyak dari sel-sel immunologi yaitu linfosit,
makrofaq dan sel plasma. Keradangan kronis ini menyebabkan terjadinya proliferasi sisa-sisa
epitel malassez pada daerah tersebut. Kelompok sisa-sisa epitel ini bergabung menjadi satu dan
menjadi kistik, dari sini dimulai berkembangnya kista radikuler Kista radikuler merupakan kista
odontogen yang banyak dijumpai pada maksila.Biasanya kista ini tidak memberikan gejala,
sehingga seringkali penderita tidak menyadari adanya kelainan ini
Gambar Perkembangan Kista ( sumber: Oral and Maxillofacial pathology A Rationale for
Diagnosis and Treatment)

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa perkembangan kista dimulai dan dilanjutkan oleh
stimulasi sitokin terhadap sisa – sisa epitel dan ditambag dengan produk – produk central celluler
breakdown yang menghasilkan solusi hiperaluminal sehingga menyebabkan fluid transudate dan
kista yang semakin membesar.

Gambaran Klinis

Manifestasi klinis yang digunakan mendiagnosis periapikal didapatkan dari informasi


subjektif yang diperoleh dari anamnesis pasien, data objektif yang didapatkan dari pemeriksaan
gambaran radiografik, hasil observasi langsung, serta pemeriksaan fisik pasien, gigi dan jaringan
sekitar. Meskipun kista ini hanya dapat didiagnosis dengan pemeriksaan histologis, anamnesis
dan radiografik membantu menegakkan diagnosis suatu kista. Biasanya kista ini tidak
memberikan gejala, sehingga seringkali penderita tidak menyadari adanya kelainan ini, sampai
terjadinya perubahan bentuk muka atau timbulnya rasa nyeri atau rasa sakit karena infeksi. Pada
penderita, kecurigaan adanya kista radikuler ditunjukkan oleh perubahan bentuk muka ekstra oral
dan pembengkakan intra oral.Dan juga dijumpainya ping pong ball sensation dan fluktuasi pada
pemeriksaan klinis dan adanya cairan kekuning-kuningan pada aspirasi.

Gambaran Radiografi

Kista dapat terjadi di setiap lokasi baik mandibular maupun maksila namun jarang terjadi
pada prosesus kondilus dan prosesus koronoid. Kista biasanya memiliki tepi yang berbatas jelas
dan berkortikasi (ditandai dengan garis radiopak yang tidak terputus dan tipis). Namun infeksi
sekunder dan kronis lesi dapat mengubah gambaran radiografik kista yang biasanya garis
kortikasi tipis bisa berubah menjadi batas sklerotik yang tebal. Pada pemeriksaan radiografik
biasanya terlihat adanya gambaran radiolusen bulat atau ovoid di periapikal dengan batas yang
jelas dan tegas. dengan data tersebut, dapat di simpulkan diagnosisnya adalah kista radikuler.
Kista radikuler terjadi dari sisa sel epitel Mallasez pada ligamentum periodontal yang
terproliferasi akibat inflamasi. kista dikelilingi oleh tepi radiopak sempit yang luas dari lamina
dura gigi yang terlibat.
Biasanya kista tampak radiolusen, namun dapat terjadi kalsifikasi distrofik pada kista
yang sudah lama terbentuk sehingga pada tampilan radiograf akan terlihat struktur yang
berongga – rongga. Beberapa kista memiliki septa yang merupakan lokulasi multiple yang
terpisah dari dinding tulang. Kista yang tepinya bergerigi biasanya memiliki internal septa.
Pertumbuhan kisata yang lambat kadang menyebabkan pergeseran dan resorpsi gigi. Area
resorpsi gigi seringkali berbentuk tajam dan berkurva

Gabaran Histologi

Gambaran dari kista bervariasi umumnya terdiri dari lapisan dinding jaringan ikat tipis, dilapisi
epitel gepeng yang bersatu dengan epitel yang tereduksi. Umumnya kista ini diliputi oleh
jaringan ikat, sedangkan lumennya dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tak berkeratin biasanya
sel radang kronis dapat dijumpai dalam stroma jaringan ikat dibawah epitel, tetapi bila ada
ulserasi dapat dijumpai campuran sel radang kronis dan akut. Kista radikuler hampir semuanya
dilapisi oleh epitel pipih berlapis tidak berkeratin.Lapisannya mungkin berselang 1 hingga 50
lapisan sel. Namun, jumlah lapisan yang lebih sering ditemukan antara 6 hingga 20 lapisan sel.
Lapisan epitelnya berkembang dengan pesat disertai dengan inflamasi yang parah atau
berkembang lambat dengan tanda tertentu. Sel inflamasi yang sebagian besar terdiri dari leukosit
polimorfonuklear berpenetrasi ke dalam lapisan epitel yang berkembang pesat, sedangkan kapsul
fibrosa dipenetrasi oleh sel yang terinflamasi.

Perawatan Kista

Perawatan kista radikuler dapat dilakukan dengan pembedahan atau tanpa pembedahan.
Pembedahan tidak dilakukan karena pertimbangan emosi pasien, keterbatasan keterampilan dan
pengalaman bedah operator, adanya riwayat penyakit sistemik. Pada kondisi demikian sebaiknya
dipertimbangkan dahulu untuk melakukan perawatan endodontik konvensional non bedah. Hal
penting dalam penentuan langkah perawatan adalah usaha untuk menentukan penyebab
terjadinya lesi perapikal.

Perawatan endodontik ditujukan untuk menghilangkan bakteri dari kanal yang terinfeksi,
yang akan ditutup untuk mencegah kontaminasi ulang. Mikroorganisme dapat bertahan hidup
pada gigi yang telah dirawat dengan berada di tubulus dentin, saluran yang tidak teratur, delta,
dan daerah ismus. Jika perawatan dilakukan dengan baik pada sistem saluran akar, akan terjadi
penutupan yang adekuat pada celah saluran akar dan penyembuhan kista radikuler akan terjadi.
Perawatan endodontik konvensional dengan medikasi saluran akar yang menggunakan bahan
kalsium hidroksida merupakan salah satu pilihan perawatan dan disertai observasi secara
periodik membantu penyembuhan kista radikuler. Meskipun demikian disarankan tetap
melakukan melakukan observasi radiografi dalam interval enam bulan pasca perawatan.

Terapi yang tepat diarahkan langsung untuk menghilangkan sumber kelainan,kontaminasi


bakteri dan memperbaiki pulpa dengan mengeluarkan bakteri kontaminasi bakteri dan
memperbaiki pulpa dengan mengeluarkan produk jaringan pulpa yang nekrotik, sterilisasi yang
baik dan pengisian saluran akar yang sempurna. Perawatan endodontik konvensional dengan
medikamen kalsium hidroksida diandalkan untuk mengatasi kasus penyakit inflamasi periapikal,
termasuk kistar adikuler.Bahkan tingkat keberhasilan perawatannya dilaporkan sampai 85%.
Kalsium hidroksida merupakan bahan medikasi intrakanal pada saluran akar, yang bertujuan
untuk sterilisasi intrakanal yang dapat membantu penyembuhan dan pembentukan jaringan keras

Ada tiga macam cara perawatan kista yaitu metode enukleasi, marsupialisasi serta
kombinasi enukleasi dan marsupialisasi. Metode perawatan kista radikuler yang paling banyak
dilakukan adalah enukleasi. Menurut Thoma, cara ini lebih baik daripada marsupialisasi, karena
perawatan dan penyembuhannya lebih cepat. Biasanya pengambilan seluruh dinding kista dapat
dilakukan tanpa menyebabkan trauma pada struktur sekitamya. Sehingga dengan cara ini,
seluruh dinding kista diambil,sehingga kemungkinan terjadinya kekambuhan dapat dicegah.

Perawatan enukleasi yang dilakukan pada penderita didasarkan bahwa dengan


pengambilan seluruh dinding kista, kemungkinan terjadinya kekambuhan dapat dicegah,
mengingat bahwa epitel kista radikuler atau kista odontogen lainnya dapat menyebabkan
terjadinya karsinoma skuamosa. Selain itu perawatan dengan cara ini, penyembuhannya lebih
cepat

Penatalaksanaan kista radikuler dibedakan berdasarkan dari ukuran kista, yaitu:

1. Pada kista radikuler yang berukuran kecil perawatan yang bisa dilakukan adalah
perawatan saluran akar dengan apicoectomy atau pemotongan 1/3 apikal gigi pada
gigi yang mengalami kista
Gambar 7. Apicoectomy
2. Kista radikuler yang berukuran sedang dapat dilakukan perawatan enukleasi atau
pengangkatan seluruh jaringan kista tanpa adanya rupture pada kista. Thin-bladed
kuret digunakan pada perawatan ini untuk cleaving connective tissue layer pada
dinding kista dari rongga tulang sehingga kista dapat terangkat dan dikeluarkan
dari tulang

Gambar 8. Enukleasi

3. Pada kista radikuler yang berukuran besar dapat dilakukan perawatan marsupiliasi.
Perawatan marsupiliasi adalah membuat suatu surgical window pada dinding kista, membuang
isi kista, dan mempertahankan kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilaris, dan
rongga nasal. Jika kerusakan tulang sudah luas dan tipis karena kista, insisi bisa diperluas ke
tulang melalui rongga kista. Kemudian osseus window dihilangkan secara hati-hati dengan bur
dan rongeurs. Selanjutnya kista dikeluarkan dan dilakukan pemeriksaan visual pada lapisan
residual dari kista. Setelah memastikan lapisan residual pada kista maka lakukan irigasi pada
kista untuk menghilangkan residual fragmen atau debris
Gambar Massupiliasi

Asmah N, Fadil M.R, Sukartini E, Armilia M. Penanganan kista radikuler pada gigi insisivus
lateralis rahang atas dengan menggunakan kalsium hidroksida. Dentofasial, Vol.12, No.1,
Februari 2013:24-27

DibaSF, Epsilawati L., Kapriani R. Kista radikuler besar yang melibatkan dasar cavum nasalis.
Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia Desember 2019, Volume 3, Nomor 3: 9-12
P-ISSN.2685-0249 | E-ISSN.2686-1321

Villasis-Sarmiento L, Portilla-Robertson J, Melendez-Ocampo A, Gaitan-Cepeda LA, Leyva-Huerta ER. Prevalence and distribution of odontogenik cysts in a Mexican
sample. A 753 cases study. J Clin Exp Dent. 2017;9(4):e531-e538. doi:10.4317/jced.53627

Mahesh BS, Shastry SP, Murthy PS, Jyotsna TR. Role of CBCT in Evaluation of Radicular Cyst mimicking Dentigerous Cyst in a 7-year-old. Child Int J Clin Pediatr Dent.
2017;10(2):213-216. doi:10.5005/jp-journals-10005-1438

ABSES PERIAPIKAL
Infeksi pada jaringan pulpa dapat terjadi oleh beberapa penyebab seperti karies atau trauma
yang menyebabkan gigi nekrosis. Destruksi jaringan periapikal berkembang dari respon tubuh
terhadap bakteri dan produknya yang menginvasi jaringan periapikal yang kemudian
mengaktifkan reaksi imun tubuh.1 Jika dibiarkan terlalu lama tanpa perawatan lama kelamaan
akan mencapai jaringan periapikal dan menyebabkan abses periapikal.
Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan.
Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Abses rongga mulut yang
paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses periapikal. Abses periapikal sendiri
dalam perkembangannya dibedakan atas , yaitu abses akut dan abses kronis. Lesi yang disertai
dengan gejala nyata seperti nyeri atau pembengkakan disebut sebagai akut (simptomatik),
sedangkan lesi yang disertai gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali disebut kronis
(asimptomatik). Walaupun mayoritas abses apikalis akut merupakan kelanjutan dari proses
karies yang diikuti oleh kematian pulpa namun terkadang trauma pada gigi juga dapat
menyebabkan abses. Abses apikalis akut adalah lesi likuefaksi yang menyebar atau terlokalisir
yang menghancurkan jaringan periapikal atau tulang alveolar dan merupakan respons inflamasi
terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis. Terdiri dari eksudat
purulen (abses) yang sakit, yang berkumpul pada daerah akar gigi. Abses ini dapat disebabkan
oleh pulpitis yang berkembang secara progresif menjadi nekrosis pulpa yang mempengaruhi
jaringan periapikal, atau suatu eksaserbasi lesi kronis, atau disebabkan oleh suatu lesi
endodonsia periodontik jika abses periodontal secara sekunder mempengaruhi pulpa melalui
saluran akar lateral atau suatu poket infraboni yang dalam, yang meluas ke atau melewati
apeks akar. Perluasan infeksi ke dalam jaringan periradikular terjadi melalui foramen apikal dan
diikuti oleh suatu reaksi setempat yang parah, serta kadang-kadang reaksi umum. Abses akut
merupakan suatu kelanjutan proses penyakit yang mulai di pulpa dan berkembang ke jaringan
periradikular, yang pada gilirannya bereaksi hebat terhadap infeksi. Abses apikalis akut terasa
sangat sakit akibat pembengkakan dan tekanan pus yang terus berkembang, sedangkan pada
abses apikalis kronis pus yang terbentuk dapat keluar melalui saluran akar dan menyebabkan
komplikasi serius bahkan dapat mengancam keselamatan seperti osteomielitis, selulitis, abses
serebral, meningitis, dan trombosis sinus kavernosus. Semua hal ini bergantung pada daya
tahan tubuh pasien, virulensi dari bakteri, dan konsentrasi material yang terinfeksi.
Gambar Abses Apikal, Periodontitis apikal dan selulitis (Sumber: Tata Laksana Gigi
dengan Abses Apikalis Akut Akibat Nekrosis Pulpa Hervano Taufik Perpustakaan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 2016, 021-5672731 Ext. 1607)

Garg dan Garg, menyatakan bahwa penyebab utama dari abses apikalis akut adalah
invasi bakteri pada jaringan pulpa yang telah mati. Menurut Robertson dan Smith, bakteri yang
seringkali berhubungan dengan abses apikalis akut adalah bakteri anaerob, baik anaerob
fakultatif maupun anaerob obligat. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa pada sekitar 59-
75% pasien dengan abses apikalis akut terdapat kombinasi bakteri anaerob fakultatif dan
obligat, dengan ratio 1,5-3:1 dimana bakteri anaerob obligat lebih mendominasi. Namun
demikian, belum dapat ditemukan suatu hubungan antara suatu jenis organisme spesifik dan
absesnya. Bakteri apapun dapat menginfeksi saluran akar dan berpotensi untuk menginisiasi
peradangan periapikal. Menurut Hegde, penyebab abses apikalis akut tidak hanya infeksi
bakteri saja, tetapi dapat pula disebabkan oleh iritasi mekanis (trauma) dan kimiawi pada
jaringan . Apabila abses terjadi akibat trauma oklusal, iritasi mekanis, maupun kimia maka
daerah akan tampak steril dan tidak terdapat bakteri.

Patogenesa
Ketika reaksi peradangan meluas hingga daerah periapikal, pembuluh darah mengalami dilatasi
dan sel-sel PMN akan tertarik pada daerah tersebut. Sel-sel tersebut akan memfagosit bakteri-
bakteri yang ada dan sel yang telah mati. Pelepasan enzim lisosom akan mencerna jaringan
periradikular pada tulang trabekular. Efluks dari sel PMN ini hipertonik dan menyimpan air,
membentuk suatu substansi semifluid yang disebut pus. Jika bakteri atau iritan berhasilkan
dihancurkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, abses akan diserap atau berubah menjadi
cairan steril yang dibungkus oleh kapsul jaringan fibrosa. Tetapi bila iritan lebih kuat atau
bakteri lebih virulen maka jaringan tubuh kehilangan kendali dan abses meluas hingga tulang
kortikal dan mengelilingi jaringan lunak dan terjadi osteitis akut, periosteitis atau selulitis.
Ketika pus menembus tulang kortikal dan terbentuk suatu rongga, maka tekanan akan menurun
akibat drainase ini dan abses berubah menjadi kronis

Prognosis
Prognosis gigi dengan diagnosis abses apikalis akut biasanya baik, tergantung pada tingkat
keterlibatan lokal dan jumlah kerusakan jaringan. Meskipun gejala abses apikalis akut dapat
parah, rasa sakit dan pembengkakan umumnya mereda bila dilakukan drainase yang memadai.
Pada kebanyakan kasus, gigi dapat diselamatkan oleh perawatan endodontik dan keparahan
gejala tidak perlu dihubungkan dengan mudah atau sukarnya perawatan. Bila pus telah
dikeluarkan melalui sulkus gingival namun periodonsium telah rusak secara luas, prognosisnya
adalah buruk. Pada kasus yang terseleksi, perawatan kombinasi periodontal dan endodontal
akan memperbaiki gigi pada kesehatan fungsional.

Gambaran Histologi dan Radiografi


Pemeriksaan histologis pada abses apikalis akut biasanya menunjukkan adanya lesi
destruktif setempat dari nekrosis likuefaksi yang mengandung banyak leukosit PMN
(polimorfonuklear) yang rusak, debris, dan sisa sel serta akumulasi eksudat purulen yang
bereaksi terhadap suatu infeksi aktif menggelembungkan ligamen periodontal dan dengan
demikian gigi menjadi ekstrusi. Bila proses ini berlanjut, serabut periodontal akan terpisah, dan
gigi menjadi goyah. Walaupun dapat ditemukan beberapa sel mononuklear, sel-sel utama
inflamatori adalah leukosit PMN. Secara mikroskopis terlihat suatu ruang atau ruang-ruang
kosong, dimana terjadi supurasi, dikelilingi oleh sel-sel PMN dan beberapa sel mononuklear.
Gambaran radiografis abses apikalis akut ini menunjukkan penebalan ligamen
periodontal dengan lesi radiolusen pada jaringan periapikal (tergantung banyaknya kerusakan
tulang dan lokasi ujung akar pada tulang alveolar). Terkadang tidak terdapat perubahan
radiografis dari pemeriksaan abses apikalis akut (dengan pembengkakan), hal ini disebabkan
telah terjadi drainase ke jaringan lunak

Gambar A. Pemeriksaan histologis dari abses apikalis akut menunjukkan jaringan


edematus terinfiltrasi oleh banyak sel leukosit PMN yang terdegenerasi 12 B. Gambaran
radiografi menunjukkan adanya abses apikal pada gigi 21 (Sumber: Tata Laksana Gigi dengan
Abses Apikalis Akut Akibat Nekrosis Pulpa Hervano Taufik Perpustakaan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Trisakti, 2016, 021-5672731 Ext. 1607)

Tanda dan Gejala


Diagnosis yang akurat harus dilakukan sebelum perawatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan riwayat medis dan pemeriksaan klinis, diikuti dengan pemeriksaan
radiografis. Jika praktisi tidak mengetahui dengan pasti penyebab penyakit saat pemeriksaan
awal, perawatan harus ditunda karena perawatan yang tidak benar dapat membahayakan
pasien. Menurut Garg dan Garg, pada kasus abses apikalis akut, diagnosis dapat kita tegakkan
melalui pemeriksaan klinis sebagai berikut: tes vitalitas pulpa (akan memberikan hasil negatif
karena abses ini muncul dari pulpa yang nekrosis, sehingga stimulasi elektrik atau termal tidak
akan menimbulkan respons), rasa nyeri saat perkusi dan palpasi, gigi tampak goyang dan sedikit
ekstrusi dari soketnya, serta pemeriksaan radiografi (terlihat suatu kavitas atau kerusakan
tulang pada daerah apeks akar). Gejala pertama abses ini mungkin adalah suatu sensitivitas gigi
yang dapat berkurang dengan tekanan ringan terus menerus pada gigi yang ekstruksi untuk
menekannya kembali ke dalam alveolus. Pada awalnya pasien akan merasa nyeri saat menggigit
atau mengunyah makanan. Selanjutnya, pasien menderita rasa sakit berdenyut yang parah
dengan disertai pembengkakan jaringan lunak yang melapisinya. Jika infeksi berkembang,
pembengkakan menjadi lebih nyata dan meluas melebihi tempat semula. Gigi terasa lebih sakit,
memanjang, dan goyah. Kadang rasa sakit mereda atau hilang sama sekali sedangkan jaringan
di dekatnya tetap membengkak. Bila dibiarkan tanpa perawatan, infeksi mungkin berkembang
menjadi osteoitis, periostitis, selulitis, dan osteomyelitis. Pus yang terkandung dapat keluar
membentuk fistula, seperti pada mukosa bukal atau labial. Pembengkakan biasanya terlihat
pada jaringan yang berbatasan dekat dengan gigi yang terlibat. Bila pembengkakan menjadi
luas, maka selulitis yang diakibatkan dapat mengubah penampilan pasien.
Pus dapat menembus ke dalam mulut tergantung pada ketebalan tulang alveolar dan jaringan
yang meliputi. Pus akan mengambil jalan yang paling sedikit hambatannya. Pada rahang atas,
jalan ini umumnya berada sekitar plat alveolar labial, yang lebih pipih daripada plat palatal
tulang. Supurasi dari gigi insisivus lateral atas atau akar palatal gigi molar rahang atas dapat
terjadi di sebelah palatal karena akar-akarnya terletak lebih dekat terhadap plat palatal tulang.
Pada rahang bawah, pembengkakan biasanya terjadi pada vestibulum mulut sekitar plat
alveolar bukal, tetapi dapat juga terjadi di sekitar dinding alveolar lingual pada molar bawah
sehubungan posisi akar dalam alveolusnya
Sebagai tambahan pada gejala setempat abses apikalis akut, dapat terjadi suatu reaksi sistemik
umum dengan berbagai tingkat keparahan. Pasien dapat terlihat pucat, mudah tersinggung dan
menjadi lemah, baik karena rasa sakit dan kurang tidur. Pasien dengan kasus ringan mungkin
temperaturnya hanya naik sedikit (37º C sampai 38º C) sedangkan pada kasus berat,
temperatur mungkin mencapai beberapa derajat diatas normal (39º C sampai 40º C). Demam
biasanya didahului atau disertai rasa dingin. Dapat pula disertai dengan gangguan gastro
intestinal, sakit kepala dan malaise

Penatalaksanaan
1. Perawatan endodontik
Endodontik merupakan suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari
morfologi, fisiologi, dan patologi pulpa gigi manusia dan jaringan periradikular. Ilmu dan
praktek endodontik mencakup ilmu science dasar, termasuk biologi pulpa normal,
etiologi, diagnosis, pencegahan, maupun pengobatan dari penyakit pada pulpa dan
jaringan periapikal. Tujuan perawatan tersebut adalah menyembuhkan jaringan pulpa
secara menyeluruh maupun sebagian atau menyembuhkan jaringan periradikular
sehingga gigi dapat bertahan di dalam tulang rahang dan berfungsi kembali secara
normal.
Pada dasarnya faktor terpenting dalam menyembuhkan penyakit pulpa dan
periradikular, baik akut maupun kronis, adalah debridement dan pembuangan iritan dari
ruang pulpa. Debridement merupakan proses pembuangan jaringan pulpa yang telah
rusak, infeksi, atau nekrosis. Tindakan ini dilakukan untuk dapat memperbaiki jaringan
sehingga didapatkan suplai darah yang cukup dan dapat terjadi proses penyembuhan.
Tujuan utama perawatan saluran akar adalah menghilangkan bakteri sebanyak
mungkin dari saluran akar dan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi
setiap organisme yang tersisa untuk dapat bertahan hidup. Perawatan ini dilakukan
dengan mengangkat jaringan pulpa yang telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran
akar. Prosedur perawatan saluran akar secara umum adalah sebagai berikut: preparasi
akses kavitas korona, penentuan panjang kerja, cleaning and shaping, obturasi /
pengisian saluran akar. Drainase pus melalui gigi dapat diperoleh ketika melakukan
pembukaan akses pada kavitas yang dilanjutkan dengan pembersihan dan pembentukan
saluran akar. Walaupun instrumentasi yang tepat pada saluran akar yang terinfeksi
dapat mengurangi jumlah bakteri, tapi diketahui bahwa instrumentasi saja tidak dapat
membersihkan seluruh permukaan internal saluran akar. Bakteri dapat ditemukan pada
dinding saluran akar, dalam tubulus dentinalis dan percabangan saluran akar sehingga
irigasi (saline hangat) dan medikamen intrakanal (kalsium hidroksida) dibutuhkan untuk
membunuh sisa mikroorganisme. Kemudian pada tahap akhir dilakukan obturasi saluran
akar untuk menutup seluruh sistem saluran akar secara hermetis hingga kedap cairan.
2. Insisi dan drainase
Tata laksana perawatan pembengkakan jaringan lunak yang terlokalisir dan
berfluktuasi adalah melalui insisi dan drainase. Suatu abses yang berfluktuasi adalah
suatu massa yang mengandung cairan yang jika ditekan akan memberikan sensasi
seperti gelombang atau adanya pergerakan. Insisi biasanya dilakukan untuk menambah
jalur drainase agar terhindar dari penyebaran lebih lanjut suatu abses. Sedangkan
kontraindikasi dari perawatan ini relatif sedikit yaitu pada kasus pembengkakan yang
luas atau difus dan pada pasien dengan waktu perdarahan dan pembekuan yang
panjang dimana pasien perlu dilakukan pemeriksaan hematologik. Insisi dapat
dikombinasikan dengan anastesi blok ataupun infiltrasi lokal bila diperlukan. Melalui
anastesi infiltrasi pada jaringan lunak, area pembengkakan dapat terbius pada suatu
tingkatan sehingga memudahkan dalam perawatan dan mengurangi ketidaknyamanan
pada pasien. Menurut Cohen dan Burns, untuk membantu proses drainase, area insisi
perlu dijaga agar dalam kondisi bersih dengan menggunakan air kumur garam hangat
(aplikasi air hangat intraoral pada jaringan yang terinfeksi menghasilkan dilatasi dari
pembuluh darah kecil sehingga meningkatkan daya tahan tubuh pasien melalui
peningkatan aliran darah).
Teknik insisi pada abses apikalis akut adalah sebagai berikut:
1) Anestesi dilakukan di sekeliling abses. Selaput lendir disemprot dengan etil
klorida sehingga pada permukaan timbul rasa dingin seperti es.
2) Insisi horizontal di daerah pembengkakan terbesar, menembus periosteum
sampai ke tulang.
3) Insisi horizontal diperluas, panjangnya minimal 10 mm.
4) Irigasi dengan larutan garam fisiologis.
5) Masukkan drain ke dalam lubang insisi
6) Pembuatan drainase tambahan melalui saluran akar selama kunjungan.
7) Pemberian obat-obatan: a) Antibiotik b) Analgetik
8) Kontrol untuk penggantian drain sampai pembengkakan dan sekresi hilang.
Peletakan bahan drainase bertujuan membantu proses pengeluaran eksudat purulen
dan mediator inflamasi setelah dilakukan insisi.
Bahan drainase ini dapat berupa rubber dam, penrose drain, dan capillary drain
yang kemudian dijahit pada daerah pembedahan. Fungsi bahan ini adalah membiarkan
daerah insisi tetap terbuka sehingga membantu drainase lebih lanjut dari abses. Drain
baru dapat dilepas setelah 1-2 hari pemakaian dan pasien menunjukan perbaikan dari
tanda dan gejala klinis. Namun bila terdapat tanda-tanda toksisitas, perubahan CNS
(sistem saraf pusat), maupun hambatan pernafasan, maka pasien perlu dirujuk ke ahli
bedah untuk perawatan segera.
3. Aspirasi Jarum
Aspirasi jarum dideskripsikan sebagai penggunaan suatu suction untuk
membuang cairan dari suatu kavitas. Alat ini dapat diletakkan pada saliva ejector
sehingga akibat tekanan negatif yang dihasilkan dapat diperoleh eksudat.30 Sebagai
prosedur bedah, aspirasi jarum menyediakan informasi, seperti volume eksudat, cairan
cystic, dan juga darah. Sampel aspirasi kemudian dapat digunakan untuk isolasi dan
identifikasi dari mikroba. Aspirasi jarum merupakan metode alternatif selain insisi dan
drainase. Alat yang dibutuhkan berupa syringe dengan jarum 18-gauge. Keuntungan
klinis dari teknik ini dibandingkan insisi dan drainase adalah kurangnya luka jaringan,
dapat digunakan untuk evaluasi volume dan karakteristik hasil aspirasi juga dapat
dikultur untuk tes sensitivitas, serta tidak perlu membuang bahan drainase setelah
prosedur operasi
4. Trepanasi
Trepanasi atau disebut juga fistula artifisial, merupakan prosedur bedah dengan
memperforasi tulang kortikal alveolar untuk melepaskan akumulasi eksudat pada
jaringan.30 Penggunaannya diindikasikan pada pasien dengan rasa sakit yang parah
akibat lesi endodontik tanpa adanya pembengkakan intraoral maupun ekstraoral, serta
ketika drainase melalui saluran akar tidak diperoleh akibat adanya halangan, seperti
pasak, material tumpatan, dan bahu.25 Pada saat itu pus dikelilingi oleh tulang pada
apeks gigi dan tidak dapat mengalir ke luar sehingga pembengkakan belum tampak
meski pasien sudah merasa nyeri. Teknik ini melibatkan tulang kortikal, dengan cara
membuat bukaan pada tulang melalui tulang kortikal untuk menyediakan jalur
penghubung dengan ujung akar. Teknik ini memerlukan insisi kecil, berbatasan dengan
gigi yang bermasalah. Mukosa pada daerah tersebut diretraksi dan perforasi pada tulang
kortikal dilakukan menggunakan bur bulat nomor 6. File endodontik disarankan untuk
melanjutkan bur bulat pada tulang trabekular sehingga tersedia jalur menuju jaringan
periradikular atau lesi dan menghindari kontak dengan akar serta bagian vital lainnya.
Namun demikian, akhir-akhir ini ditemukan teknik baru menggunakan alat perforator
tanpa memerlukan insisi terlebih dahulu. Gigi depan jarang sekali memerlukan fistula
artifisial karena gigi ini dapat ditangani dengan perawatan saluran akar tanpa kesulitan.
Dengan demikian, cara penanggulangan ini terutama dilakukan pada gigi belakang yang
apeksnya tidak selalu mudah ditentukan lokasinya.
5. Anestesi
Anestesia yang dalam sukar diperoleh jika terdapat inflamasi, pembengkakan,
dan eksudat, akibat timbulnya hiperalgesia. Pada umumnya jenis anestesi yang sering
digunakan adalah anestesi blok regional, yaitu blok mandibula bagi daerah posterior dan
blok mental bilateral bagi mandibula anterior, blok alveolar superior posterior bagi
maksila posterior, dan blok infraorbital bagi premaksila.28 Anestesi ini bisa ditambah
dengan infiltrasi regional. Jika anestesi blok regional tidak memadai dapat digunakan
salah satu metode berikut. Teknik pertama adalah teknik infiltrasi yang dimulai dari
daerah perifer pembengkakan. Larutan anestetik disuntikkan perlahan-lahan dengan
tekanan ringan dan tidak sampai terlalu dalam, kemudian dilanjutkan dengan injeksi
tambahan di daerah yang baru disuntik tadi dengan jarum masuk lebih ke dalam
mendekati pusat pembengkakan. Prosedur ini akan menghasilkan anestesia yang lebih
dalam tanpa ketidaknyamanan. Teknik kedua adalah teknik topikal dengan memakai
klor etil. Klor etil disemprotkan langsung pada pembengkakan dan dibiarkan agar cairan
menguap pada permukaan jaringan. Dalam beberapa detik, jaringan di tempat
penyemprotan akan menjadi putih. Insisi segera dilakukan disertai dengan terus
menyemprotkan klor etil. Anestesi topikal ini merupakan tambahan pada anestesi blok
jika diperlukan insisi yang cepat. Jika tidak satupun dari prosedur ini berjalan baik, maka
prosedur perawatan mungkin harus dilakukan dibawah sedasi intravena.
6. Antibiotik dan Analgetik
Antibiotik dapat diberikan pada pasien dengan masalah pada sistem imun,
pembengkakan yang difus sehingga drainase kurang memadai, perluasan infeksi
(selulitis, lymphadenopathy), dan pasien dengan gejala sistemik (malaise, demam). Jika
drainase telah diperoleh maka antibiotik tidak lagi diperlukan dalam perawatan pasien
dengan pembengkakan yang terlokalisir. Idealnya pemberian antibiotik bergantung pada
hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kultur dari pasien. Pemilihan antibiotik dan
pemberian dosis yang sesuai sangat penting untuk memperoleh efek terapeutik serta
meminimalisir efek resistensi dari obat tersebut. Oleh sebab itu, antibiotik harus
dikonsumsi sesuai dosis dan hingga tuntas.8 Suatu abses dapat terasa sangat sakit
sehingga pemberian analgesik dapat diindikasikan. Analgesik dapat meringankan rasa
sakit yang dialami oleh pasien. NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory drugs)
merupakan jenis analgesik pilihan karena berfungsi sebagai antiinflamasi, antipiretik,
dan analgesik, baik bagi rasa sakit akut maupun kronis. Pemberian analgesik dapat
dipertimbangkan lagi dari sisi efek samping, kebutuhan klinis pasien, pengalaman
penggunaan obat sejenis sebelumnya, serta biaya.35 Selain itu, peletakan es pada area
abses dapat pula mengurangi rasa sakit. Sebaliknya kompres air hangat ataupun
menyuruh pasien berbaring tidak boleh dilakukan karena dapat meningkatkan aliran
darah di kepala yang berdampak meningkatnya rasa sakit pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai