Anda di halaman 1dari 11

TUGAS II

SEJARAH MANAJEMEN

DOSEN PENGAMPU :

Dra. Komariah Pandia, M.Si.

DISUSUN OLEH :

Azka Zere Erlthor

(200502065)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
SEJARAH MANAJEMEN

Latar Belakang Sejarah Manajemen


Manajemen telah dipraktikkan sejak lama. Usaha terorganisasi yang diarahkan oleh
orang yang bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian telah ada sejak ribuan tahun lalu.

Bangunan-bangunan piramida di Mesir dan Tembok Raksasa Cina misalnya,


merupakan bukti-bukti nyata yang menunjukkan bahwa proyek-proyek berskala mega yang
mempekerjakan puluhan ribu manusia pernah dijalankan, dan berhasil diselesaikan di zaman
kuno. Pembangunan sebuah piramida melibatkan lebih dari 100.000 orang pekerja dan
berlangsung selama 20 tahun. Orang yang bertanggung jawab mengenai pembangunan
piramida adalah para manajer. Manajer bertanggung jawab memberitahukan para pekerja apa
yang harus dikerjakan, memastikan tetap tersedianya bahan baku, dan menerapkan suatu
bentuk kendali untuk memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana.

Contoh lain manajemen di masa lampau dapat dijumpai pada era 1400-an di Kota
Venesia, Italia, yang pada masa itu merupakan sebuah pusat perdagangan dan perkonomian
di benua Eropa. Orang-orang Venesia telah mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis
dan menjalankan berbagai kegiatan yang umum dijumpai di dalam organisasi masa kini.
Selain itu, orang-orang Vanesia juga nenggunakan gudang-gudang penyimpanan dan sistem
persediaan untuk memantau penggunaan bahan baku, menjalankan fungsi-fungsi manajemen
SDM untuk mengelola tenaga kerja, dan menerapkan sistem akuntansi untuk mencatat dan
memperhitungkan pendapatan dan biaya.

Pada tahun 1776, Adam Smith menerbitkan karyanya yang berjudul The Wealth of
Nations. Dalam tulisan itu, ia menggagas keunggulan yang dapat diperoleh organisasi dan
masyarakat dari penerapan pembagian kerja atau spesialisasi kerja, yaitu pemisah-misahan
tugas dan tanggung jawab ke dalam bidang-bidang yang sempit dan khusus, serta dilakukan
secara berulang-ulang. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat memacu
produktivitas karena meningkatkan keterampilan dan kecekatan para pekerja, menghemat
waktu yang biasanya diperlukan untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya, dan
mendorong penciptaan mesin-mesin yang dapat menggantikan tugas para pekerja.
Kejadian penting yang kedua adalah revolusi industri. Dimulai pada akhir abad
kedelapan belas, ketika tenaga mesin telah banyak menggeser peran tenaga manusia,
perusahaan mendapati bahwa lebih ekonomis untuk memproduksi barang di pabrik
ketimbang di rumah. Pabrik-pabrik besar yang beroperasi secara efisien ini membutuhkan
orang-orang untuk meramalkan permintaan barang, memastikan tersedianya bahan baku yang
memadai, memberikan penugasan kepada para pekerja, mengelola kegiatan harian, dan lain
lain. “Orang-orang” ini adalah para manajer, dan mereka membutuhkan adanya teori-teori
formal yang dapat dijadikan panduan dalam menjalankan organisasi. Namun, baru pada awal
1900-an mulai dirintis langkah mengembangkan teori-teori semacam itu.

Pendekatan Klasik

Kajian awal manajemen yang dikenal sebagai pendekatan klasik, berfokus pada
rasionalitas dan berusaha menjadikan organisasi dan para pekerja berfungsi seefisien
mungkin. Dua teori utama pendekatan klasik adalah manajemen ilmiah (scientific
management) dan administrasi umum (general admistrative).

1. Manajemen Ilmiah
Pada tahun ini karya Frederick Winslow Taylor yang berjudul Principles of Scientific
(Prinsip-Prinsip Manajemen Ilmiah) pertama kali diterbitkan. Buku ini diterima dan dipakai
oleh banyak sekali manajer di seluruh dunia. Buku ini menjabarkan teori manajemen ilmiah,
yaitu penggunaan metode-metode ilmiah (scientific methods) guna mendefinisikan “satu cara
terbaik” dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Taylor bekerja di Midvale dan Bethlehem Steel Company di Pennsylvania, AS,
sebagai seorang insinyur teknik mesin dengan latar belakang Quaker dan Puritan. Ia
tercengang menyaksikan betapa tidak efisennya para pekerja. Taylor kemudian bergerak
untuk memperbaiki situasi ini dengan menerapkan metode ilmiah pada berbagai pekerjaan di
level pabrik. Ia menghabiskan waktu lebih dari dua dasawarsa dalam mencari “satu cara
terbaik” untuk menjalankan tiap-tiap pekerjaan tersebut.
Pengalama Taylor di Midvale mendorongnya untuk menyusun aturan-aturan kerja
baku guna memperbaiki efisiensi produksi. Ia berkeyakinan bahwa empat prinsip manajemen
yang digagasnya dapat membawa kesejahteraan, baik bagi para pekerja maupun manajer.
Berikut prinsip-prinsip manajemen ilmiah Taylor :
 Mengembangkan sebuah pendekatan ilmiah untuk tiap-tiap unsur dalam sebuah
pekerjaan untuk menggantikan metode lama yang didasarkan pada kebiasaan.
 Secara ilmiah memilih pekerja yang paling tepat dan kemudian melatih, mendidik dan
membina pekerja tersebut.
 Bekerja sama secara sungguh-sungguh dengan para pekerja demi memastikan bahwa
mereka menjalankan semua tugas sesuai dengan aturan-aturan kerja yang telah
dikembangkan secara ilmiah.
 Membagi beban kerja dan tanggung jawab secara hampir merata di manajemen dan
para pekerja. Para manajer harus mengerjakan tugas-tugas yang memang lebih cocok
untuk dikerjakan oleh pihak manajemen perusahaan.

Salah satu yang paling dikenal di antara berbagai terobosan manajemen ilmiah Taylor
adalah eksperimen bijih besi (pig iron). Para pekerja harus bekerja memuat bijih besi
(masing-masing seberat 92 pon) ke dalam kereta tambang. Output kerja harian rata-rata
mereka adalah 12,5 ton. Namun, Taylor percaya bahwa dengan menganalisis secara ilmiah
pekerjaan ini guna menemukan “satu cara terbaik” memuat bijih-bijih besi ke dalam kereta
tambang, output itu dapat ditingkatkan menjadi 47 atau 48 ton per hari. Ia menempatkan
orang-orang yang tepat pada tiap-tiap pekerjaan, memerintahkan dan memotivasi mereka.
Secara keseluruhan, Taylor berhasil mencapai peningkatan produktivitas secara konsistes
pada kisaran 200 persen atau bahkan lebih. Berkat studi terobosannya mengenai penerapan
prinsip-prinsip ilmiah pada pekerjaan manual ini, Taylor selanjutnya dikenal sebagai “bapak”
manajemen ilmiah. Di antara para pengikut pemikiran Taylor yang paling terkemuka adalah
Frank dan Lilian Gilbreth.

Frank Gilbreth, seorang kontraktor konstruksi kawakan, memutuskan untuk berhenti


dari pekerjaannya guna mendalami manajemen ilmiah setelah mendengar pidato Taylor
dalam sebuah pertemuan professional. Frank dan istrinya, Lilian yang seorang psikolog,
menelaah berbagai cara kerja untuk menghilangkan inefisiensi pada pergerakan tangan dan
tubuh manusia. Pasangan Gilbreth juga bereksperimen dengan desain dan pemakaian alat dan
perangkat yang tepat. Selain itu, sebagai orang tua dengan 12 anak, pasangan Gilbreth
menjalankan rumah tangga mereka dengan menggunakan prinsip dan teknik manajemen
ilmiah. Bahkan, dua anak mereka menulis buku Cheaper by The Dozen, yang memaparkan
kisah kehidupan kedua mahaguru efisiensi ini.
Frank mungkin paling dikenal lewat eksperimen penyusunan batu batanya. Frank
dapat mengurangi jumlah gerakan yang dibutuhkan untuk menumpuk batu bata. Dengan
menggunakan teknik-teknik Gilbreth, seorang pekerja dapat bekerja lebih produktif dan
berkurang tingkat kelelahannya di penghujung hari.

Suami-Istri ini menciptakan perangkat yang disebut microchronometer yang merekam


gerakan-gerakan seorang pekerja dan mencatat waktu yang dihabiskan umtuk setiap
gerakannya. Pasangan Gilbreth juga membuat skema klasifikasi untuk menandai 17 gerakan
tangan dasar (seperti meremas, memegang dan lain lain) yang mereka namakan therbligs
(Gilbreth dieja secara terbalik, tetapi fenom th tetap dipertahankan).

Bagaimana para manajer masa kini menerapkan manejemen ilmiah? Ketika


seorang manajer menganalisis tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam sebuah pekerjaan,
menggunakan hasil-hasil kajian waktu dan gerakan untuk menghilangkan berbagai gerakan
sia-sia dalam sebuah pekerjaan, mempekerjakan orang-orang dengan kualifikasi terbaik untuk
pekerjaan yang bersangkutan atau merancang sistem insentif berdasarkan output kerja, maka
sang manajer sedang mempraktikkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah.

2. Teori Administrasi Umum


Teori ini lebih menitikberatkan apa yang dikerjakan seorang manajer dan praktik-
praktik manajemen yang baik. Henry Fayol adalah orang yang pertama kali mencetuskan
lima fungsi yang harus dijalankan manajer : perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penugasan (commanding), koordinasi (coordinating), dan pengendalian
(controlling).
Faylor mencetuskan gagasan-gagasannya dalam periode waktu yang sama dengan
Taylor. Perhatian Fayol terarah pada semua ativitas manajer. Ia menuliskan ide-idenya
berdasarkan pengalaman pribadinya sebagai direktur eksekutif (managing director) sebuah
perusahaan penambang batu bara Prancis.
Ia percaya bahwa manajemen merupakan aktivitas yang secara garis besar sama di
dalam semua organisasi baik bisnis, pemerintahan, dan bahkan rumah tanggan dan hal ini
mendorongnya mengembangkann 14 prinsip manajemen, sebagai berikut :
 Pembagian kerja. Spesialisasi bidang kerja akan meningkatkan output karena
memampukan para karyawan bekerja lebih efisien.
 Kewenangan. Para manajer harus mampu memberikan perintah dan kewenangan
merupakan dasar yang memampukan mereka melakukannya.
 Disiplin. Para karyawan harus mematuhi dan menghormati aturan aturan yang
berlaku.
 Kesatuan perintah. Setiap pekerja harus menerima perintah dari hanya satu orang
atasan saja.
 Kesatuan arahan. Organisasi harus memiliki sebuah rencana kerja yang berlaku
seragam dan yang dapat dijadikan panduan bagi para manajer dan semua pekerja.
 Penundukan kepentingan pribadi di bawah kepentingan umum. Kepentingan
seorang karyawan tidak boleh mendahului atau diletakkan di atas kepentingan
organisasi.
 Remunerasi (imbalan jasa). Para pekerja harus memperoleh upah yang adil untuk
jasa yang telah mereka berikan.
 Pemusatan (sentralisasi). Istilah ini merujuk pada seberapa jauh para bawahan dapat
terlibat di dalam pengambilan keputusan.
 Rantai skalar. Garis kewenangan dari manajemen puncak hingga para pekerja di
jenjang terbawah organisasi merupakan sebuah rantai skalar (rantai komando).
 Keteraturan. Orang-orang dan barang-barang harus berada di tempat yang tepat pada
waktu yang tepat pula.
 Keselayakan (ekuitas). Para manajer harus bersikap secara pantas dan adil kepada
para bawahannya.
 Kestabilan posisi dan jabatan karyawan. Manajemen harus merancang penempatan
karyawan yang tertib dan teratur, serta memastikan tersedianya para pengganti yang
layak bila timbul kekosongan jabatan.
 Inisiatif. Para karyawan yang diizinkan untuk membuat dan melaksanakan rencana-
rencana kerja, harus mencurahkan segala daya upanya untuk memastikan keberhasilan
rencana-rencana tersebut.
 Esprit de corps (semangat kekeluargaan). Menumbuhkembangkan semangat
kebersamaan akan membangun keselarasan dan persatuan dalam organisasi.

Max Weber adalah seorang sosiolog berkebangsaan Jerman yang mendalami bidang
organisasi. Ia menulis gagasan-gagasannya pada awal periode 1900-an dan mengembangkan
teori mengenai struktur otoritas dan hubungan-hubungan berdasarkan sebuah model
organisasi ideal, yang dinamakan birokrasi, yaitu suatu bentuk organisasi yang dicirikan oleh
adanya pembagian kerja yang jelas, hierarki kepemimpinan yang tegas, arahan-arahan dan
aturan-aturan yang lugas, serta hubungan antarindividu yang tidak bersifat pribadi (alias
profesional). Birokrasi ala Weber merupakan sebuah birokrasi yang harus bercirikan sebagai
berikut :

 Pembagian kerja. Pekerjaan-pekerjaan dipecah menjadi tugas-tugas sederhana, rutin,


dan terdefinisi jelas.
 Hierarki kewenangan. Posisi-posisi di dalam organisasi adalah sebuah hierarki
dengan rantai komando yang jelas.
 Pemilihan formal. Orang-orang dipilih untuk pekerjaan-pekerjaan yang sesuai
dengan kualifikasi teknis mereka.
 Arahan dan perutaran formal. Sistem aturan dan prosedur operasional baku yang
tertulis
 Impersonalitas. Penerapan aturan dan kendali secara seragam bagi semua, bukan
sesuai pribadi-pribadi.
 Orientasi karier. Para manajer adalah profesional karier, bukan pemilik
sesungguhnya dari unit organisasi yang mereka kelola.

Birokrasi, sesuai penjabaran Weber, sangat mirip dengan manajemen ilmiah dalam
ideologinya. Kedua model ini menekankan rasionalitas, prediktabilitas (keterukuran dan
kepastian hingga taraf tertentu), impersonalitas (hubungan berdasarkan azas profesionalisme
alih-alih kedekatan pribadi), kecakapan teknis, dan otoriterianisme (kewenangan mutlak).
Kenyataan bahwa “bentuk ideal” yang dirumuskan Weber masih dijadikan acuan oleh banyak
organisasi masa kini menjadi bukti betapa pentingnya ide-ide tersebut di dalam ranah
manajemen.

Bagaimana para manajer masa kini menerapkan teori administrasi umum?


Sebagai contoh, pendekatan fungsi dalam memandang pekerjaan seorang manajer dapat
dikatakan bersumber pada pemikiran Fayol. Selain itu, 14 prinsip manajemen Fayol telah
berperan sebagai kerangka acuan bagi pengembangan banyak sekali konsep manajemen
modern. Misalnya, otoritas manajerial, pengambilan keputusan secara terpusat,
pertanggungjawaban hanya kepada satu atasan dan sebagainya.

Birokrasi Weber merupakan upaya untuk merumuskan sebuah prototipe ideal


organisasi. Banyak manajer berpendapat bahwa struktur birokrasi menghambat kreativitas
individual para karyawan dan membatasi kemampuan organisasi untuk bereaksi secara cepat
dalam mengikuti berbagai dinamika dunia bisnis masa kini. Akan tetapi, bahkan dalam
organisasi-organisasi para profesional kreatif yang paling fleksibel sekalipun, seperti SAP,
Samsung, General Electric, dan Cisco Systems. Mekanisme-mekanisme birokrasi tertentu
tetap dibutuhkan untuk memastikan bahwa sumber daya dipergunakan secara efisien dan
efektif.

Pendekatan Kuantitatif

Dengan memanfaatkan penelitian di bidang geometri ruang-waktu, perusahaan


America West Airlines baru-baru ini merancang sebuah proses inovatif untuk menaikkan ke
dalam pesawat terbang disebut “piramida terbalik”, yang terbukti memotong waktu tunggu
pesawat paling tidak 2 menit dalam menaikkan penumpang. Hal ini merupakan salah satu
contoh penerapan pendekatan kuantitatif, yang menerapkan teknik-teknik kuantitatif untuk
memperbaiki proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini juga dikenal dengan sebuah
sains manajemen (management science). Pendekatan kuantitatif lahir dan berkembang dari
solusi-solusi matematika dan statistika yang diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah
militer dalam Perang Dunia II. Setelah berakhirnya perang, banyak di antara teknik-teknik
yang sebelumnya diperuntukan bagi kepentingan militer ini kemudian diterapkan ke dalam
bisnis

Pendekatan kuantitatif ini melibatkan penggunaan statistika, model-model optimasi,


model-model informasi, simulasi komputer, dan berbagai teknik kuantitatif lainnya dalam
aktivitas-aktivitas manajemen. Pemograman linear, misalnya adalah sebuah teknik yang
digunakan para manajer untuk membantu mereka mengambil keputusan-keputusan yang
terkait dengan alokasi sumber daya. Penjadwalan kerja dapat menjadi lebih efisien dengan
penerapan analisis penjadwalan jalur-kritis (critical-path scheduleling analysis). Model
kuantitas pemesanan ekonomis (economic order quantity, atau EOQ) dapat membantu para
manajer menentukan jumlah barang persedian (inventory) yang optimal. Hal-hal yang
disebutkan ini adalah contoh penggunaan teknik-teknik kuantitatif dalam membantu proses
pengambilan keputusan. Bidang lainnya yang juga mengambil manfaat dari penggunaan
teknik-teknik kuantitatif adalah apa yang dikenal sebagai manajemen mutu/kualitas total
(total quality management atau TQM).

Revolusi mutu telah melanda sektor bisnis dan publik dari periode 1980-an hingga
1990-an. Gerakan ini dimotori oleh beberapa pakar dari kalangan praktisi kendali mutu; dua
nama paling terkemuka di antara mereka adalah W. Edwards Deming dan Joseph M. Juran.
Gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang mereka usung pada era 1950-an tidak mendapat
banyak dukungan di Amerika Serikat, tetapi diterima dengan sangat antusian oleh organisasi-
organisasi Jepang. Namun, stelah banyak produsen Jepang mampu menghantam para
produsen Amerika dalam hal perbandingan mutu, para manajer Barat mulai memandang lebih
serius gagasan-gagasan Deming dan Juran. Gagasan-gagasan inilah yang kemudian menjadi
basis bagi program-program pengelolaan mutu di masa kini.

Manajemen mutu total (total quality management atau TQM) adalah sebuah falsafalah
manajemen yang sepenuhnya berfokus pada upaya-upaya perbaikan secara terus-menerus dan
kemampuan menjawab dengan cepat berbagai kebutuhan dan harapan pelanggan. Pelanggan
meliputi para karyawan organisasi itu sendiri, para mitra pemasok organisasi, dan orang
orang yang membeli produk dan layanan organisasi. Perbaikan berkesinambungan
(continuous improvement) tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya metode pengukuran yang
akurat, yang mensyaratkan penggunaan teknik-teknik statistik untuk mengukur variable-
variabel kritis di dalam berbagai proses kerja organisasi.

Bagaimana para manajer masa kini menerapkan pendekatan kuantitatif?


Pendekatan kuantitatif memberikan kontribusi langsung dalam proses pengambilan keputusan
manajemen, khususnya dalam bidang perencanaan dan pengendalian. Sebagai contoh, ketika
seorang manajer melakukan penyusunan anggaran, penjadwalan, pengendalian mutu (quality
control), dan pengambilan-pengambilan keputusan lain semacamnya, ia biasa mengandalkan
bantuan teknik-teknik kuantitatif.

Pendekatan Perilaku

Bidang studi khusus yang mempelajari secara mendalam tindakan-tindakan yang


bekerja di sebuah organisasi dikenal dengan perilaku organisasi (organizational behavior
atau OB). Meskipun sejumlah kalangan di awal abad ke-20 mengakui pentingnya peranan
manusia dalam menentukan keberhasilan sebuah organisasi, empat nama pemikir mencuat
jauh dibatas yang lainnya sebagai pendukung awal pendekatan OB, yaitu Robert Owen, Hugo
Münstrerberg, Mary Parker Follett, dan Chester Barnard. Penjelasan mengenai para
pendukung awal OB, sebagai berikut :

 Robert Owen (Akhir 1700-an) : Merasa prihatin atas kondisi kerja manusia yang
sangat buruk; Menggagas sebuah tempat kerja yang ideal; Berpendapat bahwa uang
yang dikeluarkan untuk memperbaiki kondisi buruh merupakan investasi yang cerdas.
 Hugo Münstrerberg (Awal 1900-an) : Seorang perintis di bidang psikologi industri;
Menggagas penggunaan uji-uji psikologi sebagai sarana pemilihan karyawan, konsep-
konsep teori pembelajaran untuk pelatihan karyawan, dan studi perilaku manusia
untuk memotivasi karyawan.
 Mary Parker Follett (Awal 1900-an) : Salah satu orang yang menyadari bahwa
organisasi dapat dipandang dari perspektif perilaku individu dan kelompok;
Mengemukakan ide-ide yang yang lebih berorientasi pada manusia dibandingkan
dengan gagasan para pendukung manajemen ilmiah; Berpendapat bahwa organisasi
harus didasarkan pada etika kelompok.
 Chester Barnard (1930-an) : Seorang manajer sesungguhnya yang berpendapat
bahwa organisasi adalah suatu bentuk sistem sosial yang memerlukan kerja sama di
antara mereka; Berkeyakinan bahwa tugas seorang manajer adalah berkomunikasi
dengan para karyawan dan mendorong mereka untuk mengerahkan usaha terbaik
mereka; Pertama kalinya menggagas bahwa organisasi merupakan sebuah sistem
terbuka.

Kontribusi terpenting di bidang OB diberikan oleh kajian-kajian Hawthorne, yaitu


serangkaian studi yang dilakukan di perusahaan Western Electric Company Works di kota
Cicero, Illinois, AS. Kajian ini dimulai pada tahun 1924 yang pada awalnya dirancang dan
dijalankan oleh para insinyur di Western Electric sebagai sebuah eksperimen manajemen
ilmiah. Mereka berminat mengetahui pengaruh intensitas penerangan (cahaya) yang berbeda-
beda pada produktivitas pekerja. Para pekerja yang tergabung dalam kelompok variabel uji
diminta bekerja di bawah intensitas penerangan yang berbeda-beda, sedangkan para pekerja
dalam kelompok variabel bekerja di bawah intensitas cahaya yang tetap. Para insinyur
mendapati bahwa kenaikan intensitas cahaya pada kelompok variabel uji menyebabkan
meningkatnya produktivitas kedua kelompok. Kemudian, yang lebih mengejutkan, dengan
diturunkannya intensitas penerangan pada kelompok variabel uji, produktivitas kedua
kelompok terus meningkat. Bahkan, penurunan produktivitas terlihat pada kelompok uji
hanya ketika mereka diberikan tingkat penerangan yang setara dengan cahaya bulan di
malam hari. Para insinyur tidak mengetahui secara pasti, tetapi mereka menyimpulkan bahwa
intensitas penerangan tidak memiliki pengaruh langsung terhadap produktivitas kerja
kelompok.

Pada 1927, para insinyur Western Electric meminta seorang professor dari Harvard
University, Elton Mayo, dan para rekannya untuk bergabung di dalam proyek Kajian
Hawthorne sebagai konsultan. Maka, dimulailah sebuah koloborasi yang berlangsung hingga
tahun 1932 dan membuahkan banyak sekali hasil eksperimen berkenaan dengan
pendefinisian-ulang desain pekerjaan (job redesign), perubahan-perubahan panjang hari kerja
(workday) dan minggu kerja (workweek), penetapan waktu istirahat kerja dan perancangan
skema individu upah individu versus upah kelompok kerja. Hasil-hasil yang diperoleh
memperlihatkan bahwa skema insentif ini tidak begitu berpengaruh pada output pekerja
dibandingkan dengan faktor-faktor semisal tekanan kelompok, penerimaan oleh kelompok
dan rasa aman di dalam kelompok. Para peneliti kemudian menyimpulkan bahwa norma-
norma sosial atau aturan-aturan kelompok adalah faktor penentu (determinan) terpenting bagi
perilaku kerja seseorang.

Para sarjana umumnya sependapat bahwa Kajian-Kajian Hawthorne telah membawa


dampak yang dramatis pada pandangan manajemen terhadap peranan orang dalam organisasi.
Mayo menyimpulkan, bahwa faktor-faktor kelompok sangat memengaruhi perilaku individu,
bahwa aturan-aturan kelompok menentukan output seorang pekerja, dan bahwa aturan-aturan
kelompok, sikap kelompok, dan rasa aman di dalam kelompok, uang merupakan faktor yang
tidak terlalu berperan dalam menentukan output pekerja. Hal yang penting bahwa kajian-
kajian tersebut telah merangsang lahirnya minat yang besar pada perilaku manusia dalam
organisasi.

Bagaimana para manajer masa kini menerapkan pendekatan perilaku? Mulai


dari cara para manajer mendefinisikan desain pekerjaan hingga cara mereka bekerja dengan
para karyawan atau tim-tim karyawan hingga cara mereka berkomunikasi, kita dapat
menyaksikan adanya berbagai unsur pendekatan perilaku. Ada banyak gagasan yang diusung
oleh para pendukung awal OB dan kesimpulan-kesimpulan Kajian Hawthorne yang telah
dijadikan fondasi bagi perkembangan teori-teori motivasi, kepemimpinan, perilaku dan
pembentukan kelompok, serta beragam pendekatan perilaku lainnya.

Anda mungkin juga menyukai