Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH MANAJEMEN

NOVANIA ANGGRAINI
3-03 D-III AKUNTANSI ALIH
PROGRAM
15
SEJARAH MANAJEMEN

Perkembangan evolusi manusia sejalan dengan perkembangan kemampuan dan


ketrampilan hidup, kehidupan bersosial, kelompok, dan spesialisasi dalam kelompok
yang menjadi dasar dari suatu aktivitas manajemen. Praktek manajemen telah lama
berjalan namun studi formal yang mempelajari pengetahuan manajemen terus
mengalami perubahan dan perkembangan. Daniel Wran dalam bukunya yang berjudul
“The evolution of Management Trought” mengemukakan bahwa manajemen telah
dipelajari dan dipraktekkan oleh semua individu, hal ini memberikan kekuatan dan
keyakinan bahwa manajemen memiliki sejarah panjang (Baskara, 2013).

Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen, namun


diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, salah satunya
dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari
100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza tak akan berhasil dibangun jika tidak
ada seseorang—tanpa memedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu—yang
merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya,
memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu
guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana. Praktik
manajemen juga sudah terjadi selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia yang saat
itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan. Masyarakat venesia memiliki sistem
penyimpanan dan pergudangan senjata untuk memantau isinya, manajemen sumber
daya manusia untuk mengelola pekerja serta melacak pendapatan dan biaya.
Selanjutnya manajemen pada akhirnya adalah suatu praktek dan cara pengaturan
orang-orang untuk mencapai tujuan tertentu, yang dianggap sebagai masa awal
adanya manajemen.

FASE DALAM EVOLUSI PEMIKIRAN MANAJEMEN

1. FASE PEMIKIRAN AWAL MANAJEMEN (3000 SM – 1776)


Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam manajemen.
Peristiwa pertama tahun 1776 saat Adam Smith memunculkan doktrin ekonomi
klasik yaitu “The Wealth of Nation” yang dalam buku yang ia terbitkan
mengemukakan tentang keungulan ekonomis yang akan didapat oleh organisasi
atas pembagian kerja. Pembagian kerja atau division of labor ini oleh Adam
Smith yaitu mengenai perincian pekerjaan-pekerjaan kepada tugas yang lebih
spesifik serta berulang. Dengan meneliti sebuah industri pabrik peniti sebagai
penelitian, Adam Smith mengungkapkan bahwa dengan 10 orang menjalankan
tugas khusus perusahaan bisa memproduksi sekitar 48 ribu peniti dalam sehari,
namun apabila tiap orang bekerja sendiri menyelesaikan pada tiap tiap bagian
dari pekerjaan, menghasilkan 10 peniti saja sehari sudah sangat bagus. Adam
Smith berkesimpulan bahwa suatu pembagian kerja bisa meningkatkan tingkat
produktifitas dengan:

a) Menghemat waktu,
b) Menigkatkan keterampilan para pekerja,
c) Menciptakan mesin serta penemuan yang lain yang bisa menghemat
tenaga kerja.

Peristiwa yang ke-2 adalah terjadinya Revolusi Industri di Britania. Revolusi


industri ini ditandai dengan banyaknya penggunaan mesin yang mengantikan
peran manusia yang kemudian mengakibatkan perpindahan aktivitas produksi
yang awalnya dari rumah kerumah menuju tempat yang khusus untuk produksi
yaitu rumah pabrik. Akibat kejadian ini membuat para manajer kala itu
memerlukan teori yang bisa membantu dalam memperkirakan permintaan,
kecukupan bahan baku, memberikan tugas tugas untuk bawahan, mengarahkan
aktivitas sehari hari dan yang lainnya sehingga menyebabkan ilmu manajemen
kemudian mulai dikembangkan oleh ahli.

2. PENDEKATAN KLASIKAL (1911 – 1947)


a. Era Manajemen Ilmiah
Era ini ditandai dengan perkembangan ilmu manajemen dari kalangan
seperti Henry Towne, Frederick A. Halsey dan Harrington Emerson.
Manajemen Sains atau manajemen ilmiah dipopulerkan oleh ahli manajemen
Frederick Winslow Taylor yang ditulis dalam bukunya yang berjudul
“Principles of Scientific Management” (1911). Taylor memaparkan
manajemen sains sebagai penggunaan metode yang ilmiah dalam
menentukan cara terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan.

Seorang kontraktor bernama Frank Gilbreth lalu meninggalkan


pekerjaannya untuk mempelajari manajemen ilmiah setelah mendengarkan
Taylor dalam sebuah professional meeting. Lalu ia bersama istrinya Lilian
menciptakan alat yang bisa mencatat gerakan yang dalakukan oleh pekerja
serta lama waktu yang mereka habiskan dalam sgerakan tersebut. Alat ini
dipergunakan untuk mewujudkan sistem produksi yang efisien yang disebut
sebagai “micromotion”.

b. Teori Administrasi Umum

Teori administrasi umum fokus kepada apa yang seorang manajer


lakukan dana apa yang merupakan praktik manajemen yang baik. Henry
Fayol, seorang industriawan yang berasal dari Prancis mengemukakan
gagasan tentang Lima fungsi manajemen yang utama. Fungsi-fungsi
manajemen menurut Henry Fayol tersebut antara lain

a) Perencanaan (planning),
b) Mengorganisasi (organizing),
c) Memerintah (Commanding),
d) Mengkoordinasikan (Coordinating), dan
e) Mengendalikan (Controlling).

Gagasan fungsi manajemen menurut Henry Fayol ini kemudian


dipergunakan sebagai kerangka kerja dalam buku ajar ilmu manajemen pada
tahun 1950 dan terus berkembang sampai saat ini.
Pada era ini, Max Weber, seorang ahli sosiologi asal Jerman
mengambarkan sebuah tipe ideal bagi organisasi yang disebut dengan
birokrasi. Bentuk oraganisasi yang bercirikan dengan pembagian kerja,
hirarki yang didefinisikan secara jelas, peraturan serta ketetapan yang
sangat rinci, dan sejumlah hubungan impersonal. Namun begitu, Max Weber
sadar bahwa birokrasi yang ideal tidaklah ada dalam realita. Max Weber
bermaksud menggambarkan tipe organisasi itu dengan menjadikan landasan
dalam berteori mengenai bagaimana pekerjaan bisa dijalankan dalam
kelompok yang besar. Teori tersebut telah menjadi contoh bagi banyak
organisasi besar pada masa sekarang.

3. ERA MANUSIA SOSIAL/ BEHAVIORAL APPROACH (1700 – 1950)

Era manusia sosial ditandai dengan hadirnya mahzab perilaku dalam


pemikiran manajemen yang mendapat pengakuan sampai tahun 1930an. Mahzab
perilaku lahir didukung oleh serangkaian studi yang dikenal dengan eksperimen
Hawthrone. Kajian eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tingkat
penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasilnya mengindikasikan
insentif semisal jabatan, lama jam kerja, upah, periode istirahat memiliki
pengaruh yang sedikit terhadap output para pekerja dibandingkan tekanan
kelompok, rasa aman dan penerimaan kelompok. Peneliti kemudian
menyimpulkan bahawa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan
penentu perilaku kerja individu.

Mary Parker Follet menerbitkan bukunya yang berjudul “Creative


Experience”-1924 dan beliau berpendapat bahwa tugas pemimpin adalah
menentukan tujuan sasaran organisasi serta mengintegrasikannya dengan tujuan
kelompok dan tujuan individu, organisasi harus berdasarkan pada etika kelompok
daripada individualisme, Jadi dengan demikian para manajer dan karyawan
harusnya menjadikan mereka sebagai mitra, bukan sebagai lawan.
4. PENDEKATAN KUANTITATIF (1940 – 1950)

Awal teori ini lahir dan berkembang berasal dari solusi-solusi matematika
dan statistika yang diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah militer
dalam perang Dunia II. Pendekatan kuantitatif melibatkan penggunaan statistika,
model-model optimisasi dan informasi, simulasi computer, dan teknik kuantitatif
lainnya dalam aktivitas manajemen. Misalnya program linier yang merupakan
teknik yang digunakan manajer untuk meningkatkan keputusan alokasi sumber
daya. Model kuantitas juga ini membantu manajer memutuskan inventaris yang
optimal. Singkatnya, model ini memberikan kontribusi langsung dalam proses
pengambilan keputusan manajemen, khususnya bidang perencanaan dan
pengendalian.

Ahli manajemen W. Edwards Deming dan Joseph Juran mengenalkan konsep


manajemen kwalitas total (Total Quality Management atau TQM) pada abad ke
20. TQM merupakan filosofi manajemen yang dikhususkan untuk perbaikan
terus-menerus dan merespon kebutuhan dan harapan pelanggan. Deming
mengemukakan bahwa mayoritas permasalahan dalam hal kualitas bukanlah
berasal dari kesalan para pekerja, tetapi pada sistemnya. Dia menekankan akan
pentingnya peningkatan kualitas dengan menyusun teori lima langkah reaksi
berantai. Apabila kualitas bisa ditingkatkan maka:

a) Berkurangnya biaya karena biaya untuk perbaikan berkurang, kesalahan yang


sedikit, minim terjadi penundaan serta pemanfaatan yang jauh lebih baik atas
waktu serta material
b) Produktifitas meningkat
c) Pangsa pasar yang meningkat dikarenakan peningkatan terhadap kualitas
serta penurunan harga
d) Keuntungan meningkat sehingga bisa perusahaan bisa bertahan
e) Jumlah pekerjaan bertambah.
5. PENDEKATAN KONTEMPORER (1960 – SEKARANG)

Seperti yang kita ketahui bahwa elemen-elemen pendekatan-pendekatan


teori manajemen sebelumnya fokus pada kekhawatiran manajer di dalam suatu
organisasi. Mulai 1960an, peneliti manajemen mulai menari apa yang terjadi
pada lingkungan eksternal di luar lingkup organisasi. Ada 2 perspektif dalam
pendekatan kontemporer, yaitu sistem dan kontingensi. Teori sistem adalah
teodi dasar dalam ilmu fisika, namun belum pernah diterapkan dalam usaha
manusia yang terorganisir.

Pendekatan sistem merupakan kumpulan dari bagian-bagian yang saling


terkait dan saling bergantung yang diatur dengan suatu cara dan menghasilkan
satu kesatuan. Pendekatan sistem dibagi menjadi sistem tertutup yang tidak
terpengaruh dan tidak berinteraksi dengan lingkungannya dan sistem terbuka
yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Ketika kita berbicara tentang
organisasi, maka yang dimaksud adalah sistem terbuka. Maka dari itu,
pendekatan sistem mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu sistem
yang kompleks yang terdiri dari beberapa komponen seperti individu, kelompok,
struktur, tujuan, status, dan otoritas. Itu berarti, manajemen
mengkoordinasikan suatu aktivitas kerja dari bermacam-macam bagian
dari sebuah organisasi dan memastikan bahwa bagian-bagian tersebut bekerja
sama dan bekerja seluruhnya sehingga tujuan organisasi tercapai. Selain itu,
pendekatan sistem mengemukakan bahwa keputusan dan tindakan dalam suatu
area organisasi akan mempengaruhi area-area lainnya. Sebagai contoh, jika
departemen pembelian tidak memperoleh kualitas dan kuantitas input yang
benar, maka departemen produksi tidak akan mampu menjalankan tugasnya.

Selanjutnya pendekatan kontingensi atau yang biasa disebut pendekatan


situasional merupakan pendekatan yang mengemukakan bahwa organisasi
adalah suatu hal yang berbeda, yang berarti organisasi tersebut dihadapkan
pada situasi yang berbeda-beda (kontingensi) dan membutuhkan cara-cara yang
berbedan dalam mengaturnya. Para peneliti manajemen terus mengidentifikasi
variable-variabel situasional atau yang disebut variable kontingensi, yaitu
diantaranya:

1. Ukuran organisasi
2. Rutinitas tugas teknologi
3. Ketidakpastian lingkungan
4. Perbedaan individu

Sekarang para manajer dihadapkan untuk mengatur karyawan yang bekerja


dari rumah atau yang bekerja ratusan kilometer jaraknya. Dulu sumber daya
komputasi organisasi merupakan rangka utama dan hanya tersedia terbatas
serta hanya bisa diakses oleh ahlinya. Sekarang, hamper semua orang di dalam
sebuah organisasi saling terhubung baik wired atau wireless dengan perangkat
yang canggih dan kecil. Seperti revolusi industry di tahun 1700an yang
menginisiasi munculnya pengetahuan tentang manajemen, era informasi
sekarang ini telah membawa dampak perubahan yang signifikan dan dramatis
yang terus mempengaruhi bagaimana cara suatu organisasi dikelola.
Daftar Pustaka

Robbins, Stephen P, dan Mary Coulter. 2018. Management Fourteenth Edition.

Harlow(UK): Pearson Education Limited.

Mulyono, Sri, dkk. 2021. Pengantar Manajemen. Bandung: CV. Media Sains Indonesia.

Sari, Dian Apita. 2016. Ilmu Manajemen, Ini Dia Sejarah dan Perkembangannya.

http://malahayati.ac.id/?p=19197 (diakses 3 Oktober 2021).

Anda mungkin juga menyukai