Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemikmaupun epidemik.
Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroupdari strain yang
terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembangdisebabkan oleh
strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan
kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasusepidemik disebabkan oleh
strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrunganuntuk menyerang usia
yang lebih tua.Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umurantara
1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤3 bulan.
Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. DiAS dan Finland,
hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaannonepidemik,
sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasienusia 5 sampai 9
tahun.

Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa
sebagian besar partikel dari droplet salurannafas mengandung meningococcus.
Meningococcus bisa didapatkan pada kultur darinasofaring dari manusia sehat,
keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapatmeningeal tergantung kepada
kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambataktivitas sistim
komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisiphagositosis neutrophil.
Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yangsangat penting dalam
mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis.Pasien dengandefisiensi
dari komponen terminalkomponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan
resiko tinggi untukterinfeksi Neisseria (termasuk N.Meningitidis).
(Sumber : Irfannuddin ;Fisiologi Paramedis)

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap


patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi
(1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat
terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri
patogen, kontak erat dengan individu yang menderita  penyakit invasif, perumahan
padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi

1
yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari
kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Meningitis?
b. Bagaimana etiologi dari Meningitis?
c. Bagaimana patofisiologi dari Meningitis?
d. Bagaimana Pathway Meningitis ?
e. Bagaimana faktor resiko meningitis?
f. Bagaimana komplikasi Meningitis?
g. Bagaimana manifestasi klinis dari Meningitis?
h. Bagaimana pemeriksaan penunjang Meningitis?
i. Bagaimana Penatalaksanaan Meningitis?
j. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Meningitis?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahi pengertian Meningitis
b. Untuk mengetahui etiologi Meningitis
c. Untuk mengetahiu patofisiologi dari Meningitis
d. Untuk engetahui pathway dari meningitis
e. Untuk mengetahui faktor resiko meningitis
f. Untuk mengetahui komplikasi meningitis
g. Untuk mengetahui manifestasi klinis Meningitis
h. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Meningitis
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Meningitis
j. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan dari Meningitis

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam
darah dan berpindah kedalam cairan otak (Wordpress. 2009)
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula
spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi
sekunder) seperti Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau
Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan piameter
yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa disebut Leptomeningitis adalah
infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan subarakhnoid (Lippincott
Williams & Wilkins.2012)
B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis
bakteri lebih berbahaya..
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis.
Beberapa di antaranya:
a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis
bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah
ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal
bakteri..
b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung
mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan
tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa
terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang
anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.

3
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka
penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.

Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab


meningitis meliputi:

a) Dalam baru-borns - pneumokokus bakteri atau group B streptokokus,


Listeria monocytogenes, Escherichia coli
b) Bayi dan anak-anak - H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4
tahun dan menjadi unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena
Meningokokus, Streptococcus radang paru-paru
c) Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N.
meningitidis, gram negatif Basil, staphylococci, streptokokus dan L.
monocytogenes.
d) Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L.
monocytogenes, tuberculosis (TB), organisme gram-negatif
e) Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah
sakit atau prosedur. Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae,
E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus

2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang
biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran
dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi
melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi,
sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam
kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi
telinga tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah
yang dapat mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
3. Meningitis virus penyebab
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi
terhadap banyak virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian beberapa
kasus meningitis. Contoh campak, gondok dan Rubela (MMR) . Vaksinisasi
4
tersedia bagi anak dengan kekebalan rendah terhadap gondok, yang
dulunya merupakan penyebab utama dari virus meningitis pada anak-anak.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:
1) virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes
2) enteroviruses-virus flu perut - ini telah menyebabkan polio di masa lalu
juga bertanggung jawab atas
3) Gondok
4) Echovirus
5) Coxsackie
6) Virus herpes zoster
7) Campak
8) Arbovirus
9) Influenza
10) HIV
11) Virus West Nile
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan
orang terinfeksi dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci
tangan setelah terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah menyentuh
permukaan atau objek yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah
penyebaran.
5. Penyebab lain dari meningitis
Penyebab lain dari meningitis meliputi:
a) Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan
Coccidioides spesies dan melihat pada pasien AIDS
b) Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis
eosinophilic yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
c) Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme,
leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan
Mollaret's meningitis
d) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju
bebas-infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia,
limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally

5
selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik
lupus eritematosus dan penyakit dll.
(News Medical Life Sciences & Medicine)
C. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis,
pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang
ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi akibat
trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi
kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada
pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-
sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri
dari dua lapisan. Bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks
dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Trom\bosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.

6
D. Pathway
Etiologi Bakteri, virus, jamur

Pembuluh Penetrasi luka

Nyeri akut Iritasi lapisan css


meningen

Seluruh rongga Inveksi kuman ke


sub arachnoid sselaput oak

eksudat tuberkel Gangguan fungsi Peningatan TIK


sistem regulasi

Kelinan pembuuh darah


Gangguan
kesadaran
hipertermi
Infark otak
Intake nutrisi
kurag
Pelunakan
otak
Ketik
seimbangan

Gangguan perfusi
jaringan serebral

7
E. Faktor Resiko
Faktor resiko non medis

1. Genetika
2. Beberapa orang mungkin memiliki resiko meningitis karena faktor keturunan. Jika mereka
bersinggungan dengan organisme yang menyebabkan infeksi meningitis,
maka resiko mereka lebih besar daripada orang lain pada umumnya.

2. Laki-laki

Laki-laki cenderung memiliki resiko untuk mengidap meningitis lebih


tinggi dari perempuan.

3. Paparan serangga dan hewa pengerat

Orang yang tinggal di tempat dimana serangga dan hewan pengerat


(misalnya, tikus) tumbuh subur, memiliki resiko lebih tinggi terinfeksi
meningitis. Kedua jenis hewan tersebut dikenal membawa kuman-kuman
yang menyebabkan meningitis.

4. Kehamilan

Jika anda hamil, anda memiliki resiko tertular listeriosis, yaitu infeksi oleh
bakteri Listeria, yang pada tahap selanjutnya bisa menyebabkan meningitis.
Jika pada saat hamil anda terinfeksi bakteri ini, maka janin/calon bayi anda
juga akan mendapatkan resiko infeksi yang sama.

5. Tidak mendapatkan imunisasi tertentu

Jika anak anda melewati atau ketinggalan salah satu atau beberapa jenis
imunisasi tertentu (khususnya pada saat usia kanak-kanak), maka resiko
mengidap meningitis tinggi. Contoh beberapa jenis vaksinasi yang cukup
mempengaruhi penurunan faktor resiko meningitis diantaranya adalah
vaksinasi atau imunisasi gondok, Hib, dan pneumonia (biasanya diberikan
sebelum berusia 2 tahun).

6. Usia

Kebanyakan pengidap meningitis ditemukan memiliki usia di bawah 5


tahun. Meningitis bakteri umumnya ditemukan pada penderita di bawah
8
usia 20 tahun, khususnya mereka yang tinggal di lingkup komunitas yang
padat.

7. Bepergian ke daerah rawan meningitis

Daerah rawan meningitis memangnya ada? Ada! Sebagai contoh, orang-


orang yang suka bepergian ke wilayah yang disebut sebagai “sabuk
meningitis”, sebuah area di sub-Sahara Afrika, harus mendapatkan suntikan
vaksinasi meningokokus, salah satu bakteri penyebab meningitis. Tanpa
vaksinasi, resiko terinfeksi saat bepergian di daerah itu amat sangat tinggi.

Faktor resiko medis

1. Cacat lahir pada bagian tengkorak, karena cidera, atau karena bedah otak.

2. Memiliki dialisis ginjal.

3. Mengalami infeksi jenis lainnnya, misalnya infeksi saluran pernafasan,


gondok, tuberkulosis (TBC), sifilis, penyakit Lyme, dan penyakit yang
disebabkan oleh virus Herpes.

4. Implan koklea (cochlear implant), salah satu pilihan solusi untuk mengatasi


gangguan pendengaran berat. Biasanya dilakukan pada anak-anak. Penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak dengan implan koklea memiliki resiko tinggi
terhadap infeksi meningitis bakteri.

5. Tertular dari ibu, biasanya terjadi pada masa kehamilan. Virus seperti
enterovirus dan virus herpes, serta beberapa jenis bakteri, dapat ditularkan
kepada bayi selama proses kelahiran.

6. Gangguan atau menurunnya sistem kekebalan tubuh karena penyakit


tertentu. Penyakit dan gangguan dapat merusak sistem kekebalan tubuh,
diantaranya adalah AIDS, kecanduan alkohol, diabetes, dan obat-obat
imunosupresan (penekan kekebalan tubuh) berkontribusi meningkatkan resiko
meningitis. Gangguan pada limpa atau pengangkatan limpa juga menyebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh dan bisa meningkatkan resiko meningitis.

7. Pernah mengalami meningitis. Orang-orang yang sebelumnya pernah


mengidap meningitis memiliki resiko lebih tinggi untuk terinfeksi lagi,

9
termasuk mereka yang mengalami berbagai gangguan kekebalan tubuh serta
reaksi tertentu akibat penggunaan obat-obatan tertentu.

F. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis
antara lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural
karena adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal
yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu. (Harsono. 2007)
G. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus.
Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda kernig dan brudzinsky positif . Gejala
meningitis di akibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di
hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.

10
2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak
response, dan koma.
3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan
pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan.
7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang
terjadi terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral
terdiri dari perubahan karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan
pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah, dan
penrunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie
dengan lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis
meningiokokkus, dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba
tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas),
syok dan tanda tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID).kematian
mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

11
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan
kuman ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis
(CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan
tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan urine.
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif
bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan
kedada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala. (Harsono. 2007).
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat
diekstensi sempurna) disertai spasme otot pada biasanya diikuti rasa
nyeri.
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan
tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda brudzinski I positif atau negatif bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono. 2007).
d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi panggul (seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II
positif atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada
sendi panggul dan lutut kontralateral. (Harsono. 2007)
2) Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a) Pemeriksaan cairan serebrospinalis

12
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis,
dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis
purulenta.
1. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif
pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan.
Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh
karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit
yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
2. Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah
protein yang meninggi
3. Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
laju endap darah (LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan
kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
4. Pemeriksaan radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan
mastoid,sinus paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila
mungki dilakukan CT Scan.
c) CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom,
hemoragik.
d) Peeriksaan EEG, untuk mengetahui adanya gangguan fisiologi
fungsi otak.
I. Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif/Medikal
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan
kultur darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan
dengan kuman penyebab.

13
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):

1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg


selama 1 setengah tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
3. Sefalosporin generasi ketiga
4. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
5. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital
5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena

2) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,
mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat
menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan.
Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbukan defisit neurologik fokal.
3) Terapi Operatif

Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.


Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan

14
patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan
operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang
mungkin digunakan oleh invasi bakteti.

Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein


ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika
broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya
akan memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial
dari otitis media.
4) Terapi Cairan

Terapi cairan yang diberikan pada pasien meningitis dalah Ringer Laktat.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat
pembedahan pada otak, cedera kepala
2. Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks
menghisap kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan
menagis lemah
3. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah
yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan
teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak,
penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky
positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih,
ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
TIK.

15
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.
3. Glukosa & dan LDH : meningkat.
4. LED/ESRD: meningkat.
5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
7. Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan yang


dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien dengan kriteria
sebagai berikut:

 Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan


pemenuhan kebutuhan pasien
 Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat

Komponen terdiri dari masalah, penyebab/gejala (PES) atau terdiri dari


masalah dan penyebab (PE), yang bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien
sudah nyata terjadi, bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien
kemungkinan besar akan terjadi, dapat ditanggulangi oleh perawat.

d. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang


meliputi beberapa point seperti :

 Prioritas asuhan keperawatan dengan kriteria : Spesifik, bisa diukur, bisa


dicapai, realistik, ada batas waktu
 Tujuan asuhan keperawatan dengan kriteria : spesifik, bisa diukur, bisa dicapai,
realistik, ada batas waktu
 Rencana tindakan dengan kriteria yang disusun berdasarkan tujuan asuhan
keperawatan, melibatkan paien/keluarga, mempertimbangkan latar belakang
budaya pasien/keluarga, menentukan alternative tindakan yang tepat,

16
mempertimbangkan kebijaksaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan,
sumberdaya, dan fasilitas yang ada, menjamin rasa aman dan nyaman bagi
pasien, kalimat intruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya mudah dimengerti.

e. Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan


untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien.

Tahap implementasi asuhan keperawatan meliputi 3 tahapan, antara lain:

 Tahap 1 : Persiapan. Tahap ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang akan di
indentifikasi pada tahap perencanaan.
 Tahap 2: Intervensi. Tahap ini berfokus pada tindakan perawatan yaitu kegiatan
dan pelaksanaan tindakna dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan independen,
dependen, dna interdependen.

f. Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana


untuk menilai perkembangan pasien dengan kriteria : setiap tindakan keperawatan
dilakukan evaluasi terhadap indikator yang ada pada rumusan tujuan, yang
selanjutnya hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan, evaluasi
melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan, evaluasi dilakukan sesuai standar.

Setelah proses tahapan awal hingga tahap evaluasi selesai, maka seluruh tindakan
harus didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan. 

g. Asuhan Keperawat

KASUS ASUHAN KEPERAWATA

17
Tn.A (30) datang ke RS. Respati diantar keluarga dengan keluhan sakit
kepala (pada bagian frontal), kaku leher dan demam tinggi sejak satu minggu
yang lalu .Istri klien mengatakan bahwa klien sering mengalami kejang-kejang
kurang lebih 30 detik. Istri klien juga mengatakan suaminya juga sering mengeluh
sulit tidur ketika hendak tidur. Hal ini membuat klien terlihat lemah dan juga
lemas .
Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat tanda krenik (+), tanda brudnizki
(+). Ekstrimitas teraba dingin dan terdapat benjolan pada leher bagian dextra TD:
150/80 S: 37,90C , N : 60x/mnt RR: 28x/mnt. Pada hasil CT scan menunjukan
terdapat edema kepala pada bagian parietal. Setelah dilakukan pemeriksaan darah
lengkap dan juga lumbal pungsi, dokter menyatakan bahwa pasien mengalami
Meningitis
Terapi yang diberikan pasien dirumah sakit antara lain:
- Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis,
- Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam,
- Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis.
- Oksigen 5 liter (canul nasal)
- RL 500 ml (20tpm)

PENGKAJIAN
Nama Perawat : Perawat C

Tanggal Pengkajian : 20 November 2015

Jam Pengkajian : 09.00 WIB

1. Biodata
a. Pasien
Nama : Tn.D
Umur : 30 tahun
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Tanggal Masuk RS : 20 November 2015

18
Jam MRS : 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Meningitis
b. Penanggung
Nama : Ny. W
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Hubungan dengan : Istri klien
2. Keluhan Utama :
Tn.D mengatakan merasa nyeri dibagian kepala
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengatakan bahwa sudah satu minggu mengalami nyeri dibagian
kepala, selain itu juga terasa kaku dibagian leher klien. Klien juga sudah
demam selama satu minggu. Sebelumnya klien sudah minum obat untuk
menurunkan demamnya tapi demamnya tidak mau turun. Suhu klien saat
diperiksa 38.90C. istri klien juga mengatakan bahwa klien sering mengeluh
sulit tidur karena nyeri yang sering ia rasakan. Istri klien mengatakan bahwa
di bagian leher kiri klien terdapat benjolan yang sudah lama (± 1 bulan)
awalnya klien merasa biasa saja dengan benjolannya, namun lama kelamaan
klien merasa risih dengan benjolannya. Dari ahri ke hari menjolan tersebut
semankin membesar. Ukuran benjolan ± 4 cm . akhirnya klien dibawa ke
rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Klien masuk di bangsal Melati
dan mendapat terapi RL 500 ml (20 tpm)
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Istri klien mengatakan bahwa sewaktu berumur 28 tahun, klien pernah
mengalami Herpes Zoster selama satu minggu , dan sempat dirawat di rumah
sakit. Namun penyakitnya sudah sembuh
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Istri klien mengatakan bahwa di anggota keluarganya tidak ada yang
mengalami hal seperti Tn.D

19
4. Basic Promoting Phisiology of Health
1. Tidur dan Istirahat : Sebelum sakit Tn.D mengatakan bahwa ia biasanya tidur
siang ± 30 menit – 1 jam , sementara untuk istirahat malam ± 5-6 jam. Nn.H
mengatakan tidak ada gangguan ketika hendak istirahat. Namun sejak dirawat
di rumah sakit ia mengatakan sulit tidur karena merasa nyeri, sehingga pada
siang hari pasien terlihat lemas. Keluarga klien mengatakan suaminya sulit
tidur ketika hendak tidur. Konjungtiva pucat
2. Kenyamanan dan Nyeri: Klien mengatatakan bahwa mengalami nyeri di
bagian kepala (frontalis)
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul sejak ia
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 30 detik
3. Nutrisi : Sebelum sakit Tn.D mengatakan untuk makan, ia makan 3 kali sehari
dengan teratur. Makanan yang biasa dimakan yaitu: nasi, sayur dan juga
daging. Makanan favorit klien yaitu kerupuk dan juga gorengan. Selama sakit
klien kurang nafsu makan sehingga klien terlihat kurang bersemangat.
Meskipun begitu, klien bisa menghabiskan ½ porsi makan yang diberikan tim
gizi. Pemeriksaan status gizi berdasarkan antropometri A= BB: 70 kg, TB: 171
cm, IMT: 23 %, B, Leukosit 15.000 103/ul , lemah otot.
4. Cairan, Elektrolit dan Asam Basa : Nn.H mengatakan bahwa sebelum sakit ia
mengkonsumsi air 3-4 gelas sedang per hari ( ± 1000-1200 ml ) dengan jenis
minuman yaitu air putih. Sejak dirumah sakit klien hanya minum 3 gelas air
sehari (± 1200 ml) Turgor kulit baik dan terpasang cairan infus jenis RL 500 ml
(20 tpm)
5. Oksigenasi : Klien mengatakan tidak ada masalah berkaitan dengan pernapasan
namun sejak sakit klien terkadang sesak napas jika melakukan aktivitas berat
seperti berlari atau menaiki tangga. RR klien meningkat pada saat dikaji
(28x/mnt). Klien terpasang oksigen 5 liter menggunakan canul nasal
6. Eliminasi Bowel : Nn.H mengatakan bahwa sebelum sakit BAB-nya lancar,
± 1 kali sehari. Nn.H juga mengatakan tidak mengalami masalah saat BAB
seperti diare maupun konstipasi. Namun sejak sakit klien mengatakan agak sulit
BAB dan kadang sampai 2 hari sekali BAB

20
7. Eliminasi Urin : Sebelum sakit, klien mengatakan tidak mengalami masalah
pada saat BAK. Nn.H mengatakan ia BAK ± 4-5 kali dalam sehari. Selama di
rumah sakit klien juga tidak mengeluhkan mengenai masalah BAK. Pada saat
dikaji pasien terpasang kateter
8. Sensori, Persepsi dan Kognitif : Klien mengatakan untuk masalah sensori dan
persepsi tidak terdapat gangguan. Namun pada penglihatan klien agak menurun
karena klien merasa nyeri jika membuka mata
5. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :
Kesadaran : Apatis
GCS : E= 3 V= 5 M= 6 (Total 14 )
Vital Sign : TD : 150/80 mmHg
Nadi : Frekuensi : 60 x/mnt
Irama : Reguler
Kekuatan : lemah
Respirasi : Frekuensi : 28 x/mnt
Irama : Irreguler
Suhu : 38,90C
2) Kepala :
Kulit kepala : Bentuk kepala mesosepalus, terdapat pembengkakan di daerah
parietal
Rambut : Warna rambut hitam merata, rambut sedikit rontok

Muka : Bentuknya simetris, tidak ada kelainan bentuk wajah.

Mata : Konjungtiva anemis, sclera normal, pupil isokor, palpebra normal

Hidung : Bentuk simetris, tidak ada septum deviasi, tidak terdapat polip.

Keadaan hidung bersih

Mulut : Keadaan mulut bersih, tidak ada karies gigi ataupun gigi yang
tanggal

Telinga : Simetris, tidak ada serumen dan luka

3) Leher : bentuk tidak simetris krena terdapat pembesaran kelenjar limfe

21
bagian dekstra

4) Dada : bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran liver atau splenomegali


a) Pulmo : Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan ataupun bekas luka.
Palpasi : fremitus taktil tidak seirama seirama
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : trakelal
b) Cor: Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan, bekas luka.
Palpasi : ictus cordis : ICS V midclavicle sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : S1, S2 tunggal
5) Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, tidak terdapat lesi
atau namun terdapat splenomegali pada abdomen kuadran III
Palpasi : Tidak terdapat asites, terdapat nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi timpani dan redup pada kuadran III
Auskultasi : Peristaltic usus 12x/mnt
6) Genetalia : Keadaan bersih, tidak terdapat inflamasi.
7) Rectum :Terdapat hemoroid grade II
8) Ektremitas : 4 4
4 4

6. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 November 2015 , Jam: 14.00

22
ANALISA DATA

Nama klien : Tn.D No. Register :274793

Umur :30 tahun Diagnosa Medis : Meningitis

Ruang Rawat : Cempaka Alamat : Kledokan


No/Tgl Data Fokus Etiologi Problem
20 DS : Pasien mengatakan kaku pada bagian Resiko Resiko
Novembe leher gangguan ketidak
r perfusi efektivan
DO : pemeriksaan CT scen terdapat edema
jaringan perfusi
2015 di kepala (pariental), Tanda Brudzinski (+)
serebral jaringan
/ Bagian ekstrimitas klien terasa dingin serebral b.d
edema
12.00
serebral
WIB

20 DS : pasien mengatakan suhu badan terasa Peningkatan Hipertermia


Novembe panas demam 1 minggu yang lalu. laju
r metabolisme

2015
DO : Suhu 38,9 0c, kulit terlihat kemerahan
/ dan terasa panas naat dipalpasi

12.00
WIB
20 DS : klien mengatakan terasa nyeri di Agen Cidera Nyeri Akut
Novembe bagian kepalanya yang sudah ia rasakan biologis
r selama dua minggu

2015 P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul


sejak ia bangu tidur
/
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti

23
12.00 ditusuk tusuk
WIB R : Nyeri dirasakan di area kepala
bagian frontalis
S : Skala nyeri 4 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba
dengan durasi ± 30 detik

DO : Klien tampak menahan nyeri . pada


saat berbiacar klien sering menutup mata
untuk mengurangi nyeri, tanda krenik (+)

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan b.d edema serebral
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme
3. Nyeri akut b.d cidera biologis

Rencana Tindakan Keperawatan


no Diagnosa Keperawatan Noc Nic
1 Resiko ketidakefektivan Setelah di lakukan 1. Monitor TTV klien
perfusi jaringan b.d tindakan keperawatan 2. Monitor status
edema serebral selama 3 x 24 jam di neurologi klien
harapkan peredaran darah menggunakan GCS
pasien dari level 1 (tidak 3. Hindari gerakan fleksi

24
pernah) ke level 4 maupun hiperekstensi
(sering) dengan kriteria pada daerah leher
hasil : 4. Berikan edukasi kepada
1. Tekanan systole dan keluarga dan pasien
diastole dalam rentang untuk memantau
normal adanya suhu yang
2. Nadi dalam rentang ekstrim pada daerah
normal ekstremitas (dingin)
3. Tidak ada 5. Berikan oksigen sesuai
ortostatikhipertensi kondisi pasien
4. Tidak ada tanda tanda 6. Kolaborasi dengan tim
peningkatan tekanan medis dalam pemberian
intrakranial obat sedasi (Diazepam)
a. kesadaran 7. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
obat osmotik diuretik
8. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
obat steroid
(dexametasone,)
2 Hipertermi b.d Setelah di lakukan 1. Monitor suhu tubuh
penigkatan laju tindakan keperawatan dan warna kulit klien
metabolisme selama 3 x 24 jam di 2. Kompres hangat
harapkan Hipertermi pada pasien pada lipat paha
pasien dari level 1 (tidak dan aksila
pernah) ke level 3 3. Tingkatkan sirkulasi
(kadang kadang) dengan udara menggunkan
kriteria hasil : kipas angin
1. Suhu tubuh dalam 4. Anjurkan klien untuk
rentang normal minum banyak air
(36,50C – 37,50C) 1. Kolaborasi dengan tim
2. Nadi RR dalam medis dalam pemberian
rentang normal obat antipiretik
3. Warna kulit tidak (paracetamol)Mencegah

25
kemerahan dehidrasi
4. Kulit tidak terasa Paracetamol dapat
hangat menurunkan deman

3 Nyeri akut b.d cidera Setelah dilakukan 1. Kajian nyeri secara


biologis tindakan keperawatan kompehrensif termasuk
selama 3x24 jam level lokasi, karakteristik,
nyeri klien menurun durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor
1. Pasien dapat presipitasi
mengontrol nyerinya 2. Obserfasi reaksi
2. Pasien mampu nonverbal dari
menerapkan teknik ketidaknyamanan
relaksasi secara mandiri 3. Kontrol lingkungan
3. Non verbal klien tidak yang dapat
menunjukan adanya mempengaruhi nyeri
nyeri seperti suhu
4. Skala nyeri klien ruangan,pencahayaan
berkurang dari 8 ke 5 dan kebisingan.
4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi untuk
mereduksi nyeri seperti
menggunakan teknik
napas dalam atau
guided imaginary
5. Lakukan kompres
dingin di bagian yang
mengalami nyeri
6. Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian
obat analgetik
(ibuprofen)
7. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Pada penderita
Meningitis biasanya di jumpai Keluhan pertama yaitu nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat
menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan
oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu
tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap

27
hiperekstensi, Kesadaran menurun, tanda kernig dan brudzinsky positif . Untuk
penanganan penderita menginitis dapat diberikan terapi medis yaitu pemberian obat
antibiotik dan kortekosteroid. Selain itu dapat juga dilakukan terapi operatif yaitu
tindakan operatif mastoidektomi, trombektomi, jugular vein ligation, perisinual dan
cerebellar abcess drainage.

B. Saran
1. Bagi pasien
Pada pasien yang sudah merasakan adanya tanda dan gejala yang timbul pada
pasien, sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan secepatnya di rumah sakit agar
secepatnya mendapatkan penanganan secara dini untuk mencegah terjadinya
kompllikasi yang lebih lanjut.
2. Bagi perawat
Pada perawat yang menangani pasien meningitis di harapkan dapat memberikan
penkes terhadap pasien, tanda dan gejala meningitis, tujuannya agar pasien bisa
secepatnya dapat melakukan tindakan pencegahan terkait penyakit meningitis.
3. Bagi rumah sakit
Disarankan untuk rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat
meningkatkan sarana dan fasilitas tenaga kesehatan yang memadai, serta
menampung dan memberikan pelayanan kesehatan yang kooperatif dan
profesional, tujuannya adalah untuk mengurangi penderita meningitis di Indonesia,
serta dapat bersaing dengan tenaga kesehatan yang ada dimanca negara.

Daftar Pustaka

Dochterman,Joanne McCloskey.,dkk.2004.Nursing Interventions Classification


(NIC).United States of America:Mosby

Harsono.(2007).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta:Gajah Mada University


Press.
Herdman,T.Teather.2012.Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta:EGC

Lippincott Williams & Wilkins.2012. Pediatric Infection Disease Journal.USA

28
Moorhead,Sue.dkk.2004.Nurshing Outcomes Classificatioon (NOC).United States of
America:Mosby

Majalah Kedokteran Nusantara vol.3.2006.Diagnosis dan penatalaksanaan Meningitis


Otogenik.

News Medical Life Sciences & Medicine.diakses dari :http://www.news-


medical.net/health/Meningitis-Causes-%28Indonesian%29.aspx. tanggal 25
November 2015

29

Anda mungkin juga menyukai