Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

“Guidance for All” itulah prinsip bimbingan yang dikembangkan dari dulu hingga
sekarang. Bimbingan untuk semua artinya tanpa terkecuali semua berhak mendapatkan
bimbingan baik anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki atau perempuan, di desa maupun di
kota, tanpa mengenal batas geografis maupun budaya.
Perkembangan IPTEK yang pesat disegala bidang serta masuknya berbagai bentuk
gaya hidup Barat dapat memunculkan permasalahan-permasalahan dalam tatanan kehidupan.
Permasalahan tersebut terutama disebabkan oleh penyesuaian diri yang salah terhadap
perubahan yang terjadi. Fenomena yang terjadi saat ini dimana kehidupan lebih berorientasi
pada kemajuan teknologi sehingga banyak mengkesampingkan aspek manusiawi. Sehingga
yang terjadi adalah masalah-masalah social dan psikologi.
Semakin kompleksnya permasalahan hidup menuntut individu untuk melakukan
sesuatu yang lebih dan semakin lebih. Pola kehidupan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan prasyarat kehidupan. Dampak negatif dari fenomena tersebut adalah banyak
individu yang tidak dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, sehungga
individu-individu tersebut perlu mendapatkan bantuan yang memadai sebagai usaha untuk
mengatasi tantangan yang muncul dari permasalahan tersebut.
Layanan bimbingan konseling dalam situasi ini terasa sangat diperlukan sebagai suatu
bentuk bantuan dalam penyelesaian masalah psikologi sebagai dampak dari berubahnya
tatanan social budaya di masyarakat. Intervensi layanan bimbingan dan konseling yang tepat
diharapkan dapat membantu individu bersaing dan berhasil dalam menajalani kehidupannya.

1
BAB II
BIMBINGAN KONSELING DALAM PANDANGAN SOSIAL BUDAYA

A Landasan Sosial Budaya dalam Bimbingan Konseling

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang sangat maju
pesat sekarang ini. Kemudahan dalam berbagai bidang kehidupan pun menjadi sangat mudah
dicapai. Aplikasi hasil penelitian kini sudah dapat dirasakan oleh seluruh umat di jagat raya
ini. Namun disisi lain ternyata telah melahirkan berbagai permasalahan yang semakin
kompleks. Individu yang merasakan setiap kemudahan dalam hidupnya semakin terperdaya
dengan keegoisan diri tanpa melihat individu lain. Dengan kata lain kemajuan teknologi
secara tidak langsung memicu peningkatan permasalahan dalam kehidupan manusia baik
yang bersifat personal atau sosial.
Konsekuensi dari suatu perubahan tatanan kehidupan dan tatanan teknologi sangat
terasa dewasa ini. Terbukti dengan munculnya masalah-masalah sosial dan personal yang ter-
ekspose oleh media baik eleltronik atau cetak. Permasalahan tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Rusdi Muslim (Syamsu Yusuf, 2008: 118) diantaranya:
1. Ketegangan fisik dan psikis
2. Kehidupan yang serba rumit
3. Kekhawatiran atau kecemasan akan masa depan
4. Semakin tidak manusiawinya hubungan antar individu
5. Rasa terasing dari anggota keluarga dan anggota masyarakat lainnya
6. Renggangnya hubungan kekeluargaan
7. Terjadinya penyimpangan moral dan system nilai
8. Hilangnya identitas diri

Selain itu masalah kehidupan yang kompleks sebagai efek dari revolusi teknologi
dewasa ini menurut Syamsu Yusuf, (2008: 118) adalah semakin kompleksnya jenis-jenis dan
syarat-syarat pekerjaan, jenis dan pola kehidupan, jenis dan kesempatan pendidikan,
persaingan antarindividu dan sebagainya. Dampak negatif dari modernisasi dalam tatanan
kehidupan yang telah digambarkan kemungkinan besar memunculkan dampak sosial yang
buruk dalam kehidupan individu. Apresiasi dampak sosial dari modernisasi budaya hidup saat
ini tergambar dari munculnya masalah-masalah psikologis seperti “maladjustment” dan
“pathologic” (gangguan jiwa dan sakit jiwa), penyesuaian dengan lingkungan hidup,

2
penyesuaian dengan lingkungan kerja, penyesuaian dengan teknologi baru dan penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan.
Peranan layanan bimbingan konseling pada permasalahan ini dirasa amat penting.
Karena munculnya permasalahan-permasalahan psikologi sebagai efek samping dari
modernisasi perlu segera difasilitasi dalam penyelesaian permasalahan psikologi tersebut.
Arah layanan bimbingan dan konseling dewasa ini mengarah pada layanan yang professional
yang membantu seluruh aspek individu. Layanan bimbingan konseling dewasa ini dituntut
untuk mampu merangkul dan memfasilitasi penyelesaian masalah yang dialami oleh
inidividu, termasuk permasalahan sosial budaya yang muncul sebagai akibat dari
modernisasi.

B Faktor-faktor Sosial Budaya yang Menimbulkan Kebutuhan Bimbingan


Konseling

1. Perubahan Konstelasi Keluarga

Perkambangan diberbagai bidang secara tidak langsung telah mempengaruhi fungsi


keluarga pada saat ini. Kartini Kartono (Syamsu Yusuf, 2008: 118) mengemukakan bahwa
pesatnya arus globalisasi itu telah berpengaruh kepada kehidupan keluarga menjadi atomistic
dan cenderung mengecilkan keutuhan keluarga. Dalam masyarakat modern, baik ayah
maupun ibu masing-masing sibuk mencari nafkah, mengejar karir atau kesibukan lainnya.
Sedangkan anak-anak bersekolah, mencari kawan seusia dan melakukan macam-macam
eksperimen, serta pengalaman sendiri. Keadaan seperti ini menyebabkan komunikasi antara
orangtua dan anak menjadi sangat longgar atau tidak intim (bersifat formalistic dan sekilas).
Menurunnya perhatian bimbingan dan kasih sayang orangtua diduga menjadi
penyebab utama merosotnya prestasi pendidikan anak usia sekolah, dan meningkatnya kasus
kenakalan remaja. Keluarga memang memberikan pengaruh yang sangat menentukan pada
pembentukan watak, kebiasaan hidup, dan kepribadian anak.
Yaumil C. Akhir mengemukakan terdapat beberapa fungsi keluarga, yaitu: (a) fungsi
keagamaan, (b) fungsi social budaya, (c) fungsi cinta kasih, (d) fungsi perlindungan, (e)
fungsi reproduksi, (f) fungsi ekonomi, dan (h) fungsi pembinaan lingkungan.
Keluarga yang fungsional (normal) ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut (Syamsu
Yusuf, 2008: 122)
a. Saling memperhatikan dan mencintai

3
b. Bersikap terbuka dan jujur
c. Orang tua mau mendengarkan anak, menerima persaannya dan mengakui
pengalamannya
d. Ada sharing masalah di antara anggota keluarga
e. Mampu berjuang mengatasi masalah kehidupannya
f. Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
g. Orang tua mengayomi atau melindungi anak
h. Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik
i. Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya
j. Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Sementara keluarga yang disfungsional

2. Perkembangan Pendidikan

Perkembangan kehidupan berdampak pula pada bidang perkembangan pendidikan.


Hal ini terlihat pada kesempatan kepada setiap orang untuk menikmati pendidikan.
Kesempatan yang terbuka ini menyebabkan berkumpulnya peserta didik dari berbagai
kalangan yang berbeda-beda latar belakangnya antara lain : agama, etnis, keadaan sosial, adat
istiadat, dan ekonomi. Dengan adanya penumpukan latar belakang semacam ini menimbulkan
bertumpuknya masalah yang dihadapi oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran
itu. Tidak sedikit konflik yang terjadi dalam kelompok semacam itu. Kelompok itu terdiri
atas orang-orang yang pada mulanya tidak hendak bersatu, sedangkan dalam kesempatan
yang terbuka itu, mereka terpaksa bergaul bersama-sama.
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka program pendidikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat, sehingga program pendidikan perlu dikembangkan sesuai
dengan perkembangan masyarakat itu. Perkembangan pendidikan tampak dalam tiga arah,
ialah arah meninggi, meluas, dan mendalam. Arah meninggi tampak dalam bertambahnya
kesempatan dan kemungkinan bagi murid untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Arah ini menimbulkan kebutuhan bimbingan bagi murid-murid untuk memilih
kelanjutan sekolah yang paling tepat, serta menilai kemampuan murid yang bersangkutan,
apakah dia tepat untuk melanjutkan pelajaran. Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah
dalam berbagai jurusan khusus dan sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan
bimbingan untuk memilih jurusan yang khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi
setiap murid. Arah mendalam tampak dalam berkembangnya ruang lingkup dan keragaman

4
disertai dengan pertumbuhan tingkat kerumitan dalam tiap bidang studi. Hal ini menimbulkan
masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang studi dengan tekun. Perkembangan ke arah
ini bersangkut paut pula dengan kemampuan dan sikap serta minat murid terhadap bidang
studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa setiap murid memerlukan perhatian yang
bersifat individual dan khusus. Dalam hal ini pula terasa sekali kebutuhan akan bimbingan di
sekolah.

3. Dunia Kerja

Dewasa ini masalah karir telah menjadi komponen layanan bimbingan yang lebih
penting dibandingkan pada masa sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh adanya
berbagai perubahan dalam dunia kerja, terutama pada tahun 1970-an. Berbagai perubahan itu
diantaranya sebagai berikut (Syamsu Yusuf, 2008: 125):
a) Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap para pekerja yang tidak memiliki
keterampilan.
b) Meningkatnya kebutuhan terhadap para pekerja yang professional dan memiliki
keterampilan teknik.
c) Bekembangnya berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari penerapan teknologi
maju.
d) Berkembangnya perindustrian di berbagai daerah.
e) Berbagai jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan yang baru.
f) Semakin bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda dalam dunia
kerja.

4. Perkembangan Kota Metropolitan

Perkembangan kota metropolitan memberikan dampak yang serius. Situasi di tersebut


mungkin akan semakin lebih buruk lagi di masa yang akan datang, karena kecenderungan
bertumbuhnya kota-kota di abad 21 (dan seterusnya) akan semakin diperparah dengan
meledaknya arus urbanisasi. Sehubungan dengan hal in, Saeful Dullah (Syamsu Yusuf, 2008:
125) mengemukakan dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota di abad-21, terutama
kota-kota berkembang yaitu sebagai berikut.
a) Umumnya migrasi orang desa ke kota di Negara berkembang lebih banyak dimotivasi
dengan niat untuk “mengadu nasib,” ketimbang untuk “memenuhi permintan

5
kebutuhan pekerjaan” sebagaimana halnya banyak terjadi dalam proses urbanisasi di
negara-negara industri di abad -19.
b) Tidak mengherankan apbila masalah pengangguran dan kemiskinan dengan segala
akibat sosial yang ditimbulkan diproyeksikan aka semakin menjadi masalah serius
bagi sejumlah kota besar di negara berkembang.
c) Keadaan akan semakin serius karena kebanyakan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di kota.
Hasil studi Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan bahwa sebagian
besar tenaga kerja, khususnya wanita adalah tenaga kerja murah yang tidak memiliki
keterampilan. Mereka adalah kelompok manusia yang paling rendah, dan akan
menjadi kelompok manusia pertama yang tergilas oleh roda persaingan hidup di kota.
Akhirnya mereka terpuruk, sehinnga terpaksa melakukan apa saja untuk
mempertahankan hidupnya.
d) Masalah pemukiman yang ditandai dengan menjamurnya pendirian rumah gubuk
yang illegal atau tidak memiliki sama sekali tempat berlindung, merupakan masalah
pelik lain yang akan membuat lingkungan semakin buruk kota-kota besar di negara
berkembang. Konon menurut laporan konferensi tentang habitat yang berlangsung di
Istambul (Turki), Jakarta pada abad-21 nanti termasuk salah satu kota raksasa yang
akan memiliki perubahan terburuk di dunia.
e) Masalah lain adalah terbatasnya kemampuan penyediaan fasilitas air bersih dibanding
jumlah permintaan kebutuhan. Ironisnya penduduk miskin kota terpaksa harus
membeli air jauh lebih mahal ketimbang mereka yang berbeda pada kelas menengah
ke atas.
f) Yang paling menyedihkan lagi adalah bahawa Bank dunia memperkirakan bawa pada
tahun 2000, setiap tahunnya tidak kurang dari 5 juta anak akan meninggal akibat
lingkungan yang semakin buruk.

Kondisi kehidupan di atas dapat menjadi sumber pemicu malapetaka kehidupan


terutama menyangkut masalah masalah psikologis seperti gejala “maladjustment” dan
“pathologic” (gangguan jiwa dan sakit jiwa).

6
5. Perkembangan Komunikasi

Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan manusia sangatlah besar.
Pengaruhnya seperti virus influenza yang mudah menyebar ke tubuh manusia. Televsi telah
menjadi pusat hiburan keluarga. Dewasa ini anak-anak dan para remaja rata-rata
menghabiskan waktu setiap harinya sekitar 6 jam untuk menonton televisi. Propaganda atau
iklan yang ditayangkan televisi telah mengembangkan sikap konsumerisme di kalangan
masyarakat.
Di samping itu program-program yang di tayangkannya tidak sedikit yang merusak
nilai-nilai pendidikan, karena banyak adegan kekerasan, mistik, dan amoral. Sehubungan
dengan hal tersebut sangatla penting bagi orangtua untuk membimbing anak, dalam rangka
mengembangkan kemampuannya untuk menilai setiap tayangan yang ditontonnya secara
kritis. Dalam hal ini layanan bimbingan yang memfasilitasi berkembangnya kemampuan
anak dalam mengambil keputusan (decision-making skill) merupakan pendekatan yang sangat
tepat.

6. Seksisme dan Rasisme

Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis
kelamin yang lainnya. Sementara rasisme merupakan paham yang mengunggulkan ras yang
satu dari ras lannya. Di Amerika, seksisme masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum
di kalangan masyarakat. Fenomena ini seperti nampak dari sikap para orang tua yang masih
memegang budaya tradisional dalam pemilihan karir bagi anak wanita, yaitu membatasi atau
tidak memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk memilih sendiri yang diminatinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka program bimbingan mempunyai peranan penting, dalam
upaya membantu orangtua agar memiliki pemahaman bahwa anak wanita pun memiliki
peluang yang sama dengan anak laki-laki dalam memilih karir yang disenanginnnya.
Rasisme masih menyelimuti iklim masyarakat di Amerika. Selama tahun 1978-1979
para pemimpin kulit hitam sudah bersikap apatis dalam melawan diskriminatif (rasisme)
terhadap mereka. Perlakuan diskriminatif atau rasisme ini seperti ada pembatasan pemberian
kesempatan bekerja kepada kalangan muda kulit hitam. Kondisi ini menyebabkan semakin
banyaknya para penganggur di kalangan muda kulit hitam, yang diperkirakan sekitar 25%.

7
7. Kesehatan Mental

Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata semakin marak, tidak dapat
dihentikan. Data tentang maraknya masalah kesehatan mental ini dilaporkan oleh Coleman
yang melakukan survey pada tahun 1974. Laporan itu menunjukkan bahwa (a) 10 juta orang
Amerika mengalami gangguan jiwa (neurotik), (b) dua juta orang mengalami sakit jiwa
(psikosis), 200.000 atau lebih mencoba melakukan bunuh diri, (c) empat juta orang atau lebih
mengalami kepribadian anti sosial, (d) 1,5 juta remaja atau orang dewasa melakukan
kejahatan yang serius, (e) 500.000 orang berurusan dengan lembaga-lembaga pengadilan, (f)
sembilan juta orang kecanduan minuman keras (alcohol), (g) satu juta orang atau lebih
menyalahgunakan obat-obat terlarang dan (h) 5,5 juta anak-anak dan orang dewasa
mengalami gangguan emosional.
Terkait dengan masalah ini, maka sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga perusahaan
dituntut untuk menyelenggarakan program layanan bimbingan dan konseling dalam upaya
mengembangka mental yang sehat, dan mencegah serta menyembuhkan mental yang tidak
sehat.

8. Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi yang pesat, menimbulkan dua masalah penting, yang


menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat, ialah (1) penggantian sebagian
besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, (2) bertambahnya jenis-jenis
pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan
khusus pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya.
Kedua masalah utama ini menimbulkan kebutuhan bagi orang-orang yang
bersangkutan, terutama murid-murid di sekolah, untuk mendapatkan pengetahuan tentang
berbagai pilihan jabatan dan cara memilihnya dengan tepat. Hal ini menimbulkan kebutuhan
pada mereka untuk meminta bantuan kepada orang lain atau badan yang berwenang untuk
memecahkannya. Dan di sinilah kebutuhan akan bimbingan itu terasa sangat dibutuhkan.

9. Kondisi Moral dan Keagamaan

Kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-masing individu


menyebabkan seorang individu berfikir dan menilai setiap agama yang dianutnya. Kadang-
kadang menilainya beradasarkan nilai-nlai moral umum yang dianggapnya paling baik. Hal

8
semacam ini Kadang-kadang menimbulkan keraguan akan kepercayaan yang telah diwarisi
dari orangtua mereka.
Pada para kaum muda, penilaian terhadap keyakinan agama itu sering didasarkan atas
kesenangan pribadi yang nyata yang akan membawa kepada perasaan tertekan oleh norma-
norma agama ataupu nilai moral yang dianut oleh orangtuanya atau masyarakat terdekat. Ini
dibandingkannya pula dengan norma-norma yang telah diciptakan dalam kelompok mereka
sendiri. Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang tidak mudah
untuk ditentukan, karena menyangkut hal yang sangat mendasar dan peka. Makin banyak
ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh individu yang
bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan kaan bimbingan baik untuk menanggulanginya.

10. Kondisi Sosial dan Ekonomi

Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi diantara anggota kelompok campuran,
menimbulkan masalah yang berat. Masalah ini terutama sangat dirasakan oleh individu yang
berasal dari golongan ekonomi lemah, tidak mampu, atau golongan “rendahan.” Di kalangan
mereka, terutama anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi lemah, tidak mustahil timbul
kecemburuan sosial. Perasaan rendah diri, atau perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan
anak-anak dari kelompok orang-orang kaya. Untuk menanggulangi masalah ini dengan
sendirinya memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari golongan
yang kurang mampu atau pun mereka dari golongan sebaliknya.

9
BAB III
IMPLIKASI : BIMBINGAN KONSELING LINTAS BUDAYA

A. Kompetensi Konselor

Layanan bimbingan konseling lintas budaya dibutuhkan manakala terjadi kesalahan


penyesuaian diri individu atau konseli terhadap lingkungan sekitar dimana konseli tersebut
melangsungkan kehidupannya. Kesalahan penyesuain diri tersebut dapat disebabkan oleh
pemahaman terhadap keberagaman budaya yang berbeda. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
layanan bimbingan konseling konselor perlu menguasai wawasan keberanekargaman social
budaya yang ada pada masyarakat.
Selanjutnya, Bradley T. Erford, (2004: 639) menyatakan, “Multicultural counseling
demand that professional school counselors work with student within appropriate cultural
contexts. In order to do this, professional school counselors must fully consider the language,
value, beliefs, social class, level of acculturation, race, and ethnicity of their students, and
only use counseling intervention and techniques that are consistent with those cultural
values”.

Konseling lintas budaya menuntut konselor sekolah profesional bekerja sama dengan
siswa dalam konteks budaya yang sesuai. Untuk melakukan hal ini, konselor sekolah
profesional harus sepenuhnya mempertimbangkan bahasa, nilai, keyakinan, kelas sosial,
tingkat akulturasi, ras, dan etnis dari murid-murid mereka, dan hanya menggunakan
intervensi konseling dan teknik yang konsisten dengan nilai-nilai budaya.
David Geldard dan Kathryn Geldard, (2001: 349) menyatakan “ Counselors need to
be aware of their own racial and cultural heritage and to understand how that heritage has
affected their attitudes, beliefs, values, prejudices and biases”. Dapat diartikan bahwa
konselor bimbingan konseling lintas budaya perlu menyadari rasial mereka sendiri dan
warisan budaya dan untuk memahami bagaimana warisan telah mempengaruhi sikap mereka,
keyakinan, nilai-nilai, prasangka dan bias.

B. Bimbingan Konseling Lintas Budaya

Layanan bimbingan konseling sebgai layanan yang professional dituntut untuk


mampu membantu dan memfasilitasi konseli dalam menyelesaikan maslahnya, termasuk
maslah social budaya yang muncul sebagai efek dari modernisasi. Bentuk layanan bimbingan
konseling yang mampu memfasilitasi dalam penyelesaian masalah social budaya adalah
layanan bimbingan konseling lintas budaya.
10
Menurut ASCA (Bradley T. Erford, 2004: 639) menyatakan “Multicultural counseling
is the facilitation of human development through the understanding and appreciation of
cultural diversity”. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa layanan bimbingan
konseling lintas budaya merupakan suatu usaha bimbingan konseling untuk memfasilitasi
perkembangan individu melalui pemahaman dan penghargaan keanekaragaman budaya yang
ada di lingkungan sekitar individu hidup.
Selanjutnya dalam menangani permasalahan social budaya konselor harus terlebih
dahulu memahami definisi dari budaya, ras, etnik dan perbedaan budaya. Pemahaman ini
penting agar tidak terjadi perbedaan pemahaman dari aspek-aspek yang melekat pada social
budaya.
Menurut Bradley T. Erford, (2004: 640) “Culture is the set of values, beliefs,
expectation, worldviews, symbols, and appropriate behaviors of a group that provide its
members with norms, plan, and rules for social living. As the definition suggests, culture is
complex, multidimensional, and integrated”.
Budaya adalah seperangkat nilai, keyakinan, harapan, pandangan dunia, simbol, dan
perilaku yang tepat dari kelompok yang memberikan para anggotanya dengan norma,
merencanakan, dan aturan untuk hidup sosial. Seperti definisi menyarankan, kebudayaan
adalah kompleks, multidimensional, dan terpadu.
Sementara yang dimaksud dengan ras menurut Gladding (Bradley T. Erford, 2004:
640), “is an anthropological concept based on the classification of physiological
characteristic”. Dapat diartikan bahwa ras sering dirujuk dalam hubungannya dengan
budaya, adalah membangun terpisah yang hanya memiliki sedikit jika ada relevansinya
dengan pemahaman budaya. Race adalah sebuah konsep antropologis berdasarkan klasifikasi
karakteristik fisiologis
Selanjutnya yang dimaksud dengan etnis menurut Gladding (Bradley T. Erford, 2004:
640), “Ethnicity refers to the group classification in which members believe they share a
common origin and a unique social and cultural heritage such as language or religious belief
(Glading, 2001). Ethnicity describes a shared social and cultural heritage that is often
passed from generation to generation.
Dapat diartikan bahwa etnisitas mengacu pada klasifikasi kelompok di mana para
anggota percaya bahwa mereka memiliki kesamaan asal-usul dan sosial yang unik dan
warisan budaya seperti bahasa atau keyakinan agama. Etnisitas menggambarkan kebersamaan
warisan sosial dan budaya yang seringkali diwariskan dari generasi ke generasi.

11
Layanan bimbingan konseling lintas budaya berdasarkan definisi yang dipaparkan
para ahli dapat disimpulkan sebagai upaya untuk memfasilitasi individu dalam
mengembangkan pemahaman dan rasa penghargaan terhadap perbedaan budaya yang terjadi
di lingkungan hidupnya. Dengan terdefinisikannya layanan bimbingan konseling lintas
budaya maka diperlukan bentuk intervensi layanan bimbingan konseling lintas budaya yang
dapat merangkul permasalahan social budaya.
Menurut Daniel T. Sciarra, (2004: 171) “A host familiar interventions can help
students work through issues of multiculturalism is conflict mediation and peer mediation
programs to give students an alternative to violence for resolving racial conflict”. Intervensi
yang biasa digunakan untuk dapat membantu siswa bekerja melalui isu-isu multikulturalisme
adalah mediasi konflik dan program mediasi antar teman, bentuk intervensi ini memberikan
alternatif untuk menyelesaikan konflik rasial".
Selanjutnya strategi yang dapat digunakan dalam intervensi layanan bimbingan
konsleing lintas budaya adalah dengan penggunaan peranan kelompok, Daniel T. Sciarra,
(2004: 171) mengungkapkan peranan kelompok dalam layanan bimbingan kelompok, “Both
small group counseling and large group guidance unit are excellent modalities for
developing multicultural awareness. The composition of small groups should be racially and
ethnically diverse, and students should have the opportunity to share their heritage with one
another”. Dapat diartikan bahwa penggunaan kelompok kecil konseling dan bimbingan
kelompok besar merupakan modalitas yang sangat baik untuk mengembangkan kesadaran
multikultural. Komposisi kelompok-kelompok kecil harus ras dan etnis yang beragam, dan
mahasiswa harus memiliki kesempatan untuk berbagi warisan dengan satu sama lain.
Dengan demikian layanan bimbingan konsleing kelompok sebagai upaya untuk
memfasilitasi dan menjembatani bias budaya dapat dilakukan dengan strategi kelompok.
Layanan bimbingan konseling lintas budaya lebih mengintervensi pada pemahaman dan
penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang muncul di tempat individu atau konseli
hidup sehingga perilaku penyesuaian diri dapat berkurang.

12
BAB IV
SIMPULAN

1. Munculnya permasalahan-permasalahan psikologi sebagai efek samping dari


modernisasi perlu segera difasilitasi dalam penyelesaiannya dengan layanan
bimbingan konseling.
2. Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan konseling
a) Perubahan konstilasi keluarga
b) Perkembangan pendidikan
c) Dunia kerja
d) Perkembangan kota metropolitan
e) Perkembangan komunikasi
f) Sekisme dan rasisme
g) Kesehatan mental
h) Perkembangan teknologi
i) Kondisi moral dan keagamaan
j) Kondisi sosial ekonomi

3. Kompetensi konselor bimbingan konseling lintas budaya harus mempertimbangkan


bahasa, nilai, keyakinan, kelas sosial, tingkat akulturasi, ras, dan etnis dari murid-
murid mereka, dan hanya menggunakan intervensi konseling dan teknik yang
konsisten dengan nilai-nilai budaya.
4. Konselor bimbingan konseling lintas budaya perlu menyadari rasial mereka sendiri
dan warisan budaya dan untuk memahami bagaimana warisan telah mempengaruhi
sikap mereka, keyakinan, nilai-nilai, prasangka dan bias.
5. Layanan bimbingan konsleing kelompok sebagai upaya untuk memfasilitasi dan
menjembatani bias budaya dapat dilakukan dengan strategi kelompok.
6. Layanan bimbingan konseling lintas budaya lebih mengintervensi pada pemahaman
dan penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang muncul di tempat individu atau
konseli hidup sehingga perilaku penyesuaian diri dapat berkurang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bradley T. Erford. (2004). Professional School Counselor. USA: Pro-Ed.

Daniel T. Sciarra. (2004). School Counseling. Belmont, CA, USA : Thomson.

David Geldard and Kathryn Geldard. (2001). Basic Personal Counseling. Australia : Prentice
Hall.

Nurihsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Syamsu Yusuf & Ahmad Juntika Nurihsan (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung : Kerjasama Program Pasca Sarjana UPI dengan PT Remaja Rosdakarya.

Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Grasindo

14

Anda mungkin juga menyukai