Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi - Ane Permatasari
Membangun Kualitas Bangsa Dengan Budaya Literasi - Ane Permatasari
Ane Permatasari
Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan Fisipol
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
anepermatasariyk@yahoo.com
ABSTRAK
Dewan Buku Nasional yang dibentuk krisis buku pada tahun 1973 di mana tak
pada masa Presiden SBY sehingga tidak satu pun buku terbit pada tahun itu.
ada lagi lembaga yang mengurusi Rezim Orde Baru juga tidak punya minat
perbukuan pada level nasional. Hal ini kepada intelektualisme. Banyak
menunjukkan budaya literasi masih intelektual yang dipenjara karena
terpinggirkan pada lanskap ekonomi dan menentang kebijakan Presiden Soeharto.
politik kita. Memang pada masa akhir jabatan
Sementara hanya sedikit Presiden Soeharto sempat diadakan
pemerintah daerah yang benar-benar Bulan Buku Nasional tapi hanya bersifat
peduli terhadap budaya literasi. Budaya hangat-hangat tahi ayam. Soeharto dan
ini masih dinomorduakan. Dianggap para menterinya tak pernah kelihatan
kurang penting dari pembangunan suka membaca buku. Ia lebih suka
infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi. memberi petunjuk kepada aparatnya.
Hanya sedikit pemerintah daerah yang Rezim ini juga suka melarang buku-buku
benar-benar peduli terhadap budaya tertentu yang bisa menggoyangkan
literasi. Hal ini ditambah dengan kekuasaan pemerintah dan militer.
ketidakpedulian elit-elit politik, ekonomi, Harapan kembali muncul pada
dan budaya di daerah terhadap masa Reformasi. Peraturan yang
pengembangan budaya literasi. Sekali melarang buku-buku tertentu dihapus.
lagi, buku dianggap tidak lebih penting Dunia perbukuan kembali bergairah.
daripada nasi dan roti. Pemerintah Berbagai macam buku diterbitkan.
provinsi, kabupaten, dan kota hanya Namun itu juga bersifat temporer.
sedikit menganggarkan dana untuk Setelah sempat mengalami booming,
perpustakaan lokal. Sementara anggaran dunia perbukuan kembali mengalami
untuk fasilitas Dewan terus naik secara kelesuan. Mahalnya harga buku dan
signifikan dari waktu-waktu, tak peduli rendahnya minat baca masyarakat
kinerja mereka yang masih sangat sering dituding sebagai biang keladi lesunya
mengecewakan. perbukuan Indonesia.
Sebenarnya isu budaya literasi di Presiden Jokowi bahkan
Indonesia sejak berkembang sejak masa membubarkan Dewan Buku Nasional
Orde Lama. Pada masa itu sejumlah yang dibentuk pada masa Presiden SBY
anggota DPR-GR yang dibentuk Presiden sehingga tidak ada lagi lembaga yang
Soekarno menaruh perhatian serius mengurusi perbukuan pada level
terhadap budaya literasi. Akan tetapi nasional. Presiden Jokowi dan wakilnya,
hingar-bingar politik meminggirkan M. Jusuf Kalla, juga tidak pernah terlihat
budaya literasi perhatian publik.. membaca buku. Argumentasi Presiden
Walaupun Soekarno adalah seorang Jokowi ketika ditanya wartawan dalam
pembaca dan penulis buku, namun tidak konferensi Pers dan pernyataannya
tampak upayanya untuk menyebarkan dalam forum-forum nasional dan
budaya literasi. internasional tidak menyiratkan beliau
Pada masa Orde Baru, kondisinya adalah seorang yang suka membaca
nyaris tidak berubah. Rezim ini tidak buku.
punya perhatian banyak pada buku. Begitu juga anggota-anggota DPR
Indonesia bahkan pernah mengalami di Senayan. Mereka mungkin membaca
dan mengkoleksi buku, namun sebatas secara kuantitas itu perlu diimbangi
buku-buku politik dan undang-undang. dengan kualitas yang dimiliki. United
Tidak terlihat mereka memahami Nations Development Program pada
masalah kebudayaan dan pendidikan. tahun 2000melaporkan bahwa Human
Apalagi artis-artis yang menjadi anggota Development Index Indonesia berada
DPR yang terhormat itu, mereka juga pada peringkat 109 dari 174 negara1 dan
tidak tampak pandai dalam kondisi ini lebih parah lagi pada tahun
mengidentifikasi suatu masalah. 2003, Human Development Index
Argumen mereka sangat dangkal. Tak Indonesia berada pada peringkat 112
terlihat mereka punya intelektualitas dari 175 negara. Hal ini berarti kualitas
yang memadai untuk menjadi anggota sumber daya manusia masih rendah dan
Dewan. mengalami proses penurunan dari tahun
Budaya literasi Indonesia berada ke tahun. Salah satu faktor penyebab
dalam kondisi kritis. Mengapa Presiden rendahnya Indeks Pembangunan
Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla tampak Manusia di Indonesia adalah rendahnya
tenang-tenang saja? Apa mereka tidak kualitas pendidikan, yang juga
pernah membaca berita dan data berpengaruh langsung pada sektor
statistik? Agaknya mereka juga tidak ekonomi dan kesehatan. Keadaan
terlalu peduli pada nasib budaya literasi tersebut lebih diperburuk dengan masih
di Indonesia. dominannya budaya tutur (lisan)
daripada budaya baca. Budaya ini
BUDAYA LITERASI DAN KUALITAS menjadi kendala utama dalam
BANGSA meningkatkan kualitas sumber daya
Sering kita bertanya dalam hati, masyarakat yang seharusnya mampu
mengapa negara kita susah bersaing mengembangkan diri dalam menambah
dengan negara-negara lain, apa ada yang ilmu pengetahuannya secara mandiri
salah dalam system perikehidupan rakyat melalui membaca (Tilaar, 2002).
kita. Seberapakah strata pendidikan, Pemerintah pada saat sekarang ini
kemampuan dan penguasaan ilmu memberikan perhatian yang besar
pengetahuan yang dimiliki, inovasi dan terhadap dunia pendidikan.
rekayasa teknologi yang sudah kita buat, Minat membaca berbanding lurus
apa yang telah dihasilkan karya-karya dengan tingkat kemajuan pendidikan
monumental putra-putri Bangsa suatu bangsa. Kegiatan membaca
Indonesia saat ini, semua itu menggelitik merupakan hal yang sangat penting bagi
di sanubari para kaum cerdik pandai kemajuan suatu bangsa. Parameter
yang merumuskan dari titik mana kita kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari
mau mulai membenahi bangsa kita. kondisi pendidikannya. Pendidikan selalu
Potensi bangsa Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan belajar
besar apabila ditinjau dari jumlah (Harjasujana, 1997). Belajar selalu
penduduknya yang terdiri dari berbagai identik dengan kegiatan membaca
suku, yang memiliki beraneka ragam karena dengan membaca akan
budaya yang perlu dikembangkan dan bertambahnya pengetahuan, sikap dan
dilestarikan keberadaannya. Namun keterampilan seseorang. Pendidikan
demikian, potensi yang begitu besar tanpa membaca bagaikan raga tanpa
Notulen Seminar
Moderator : Drs. Padi Utomo, M.Pd.
Notulis : Fitra Youpika
Jawaban:
Berbahasa Inggris ketika dalam kegiatan
belajar mengajar (mahasiswa program
studi bahasa Inggris) itu boleh-boleh
saja, tidak ada larangan. Sebab, itu ,
merupakan salah satu cara atau
membiasakan agar mahasiswa mahir dan
terbiasa dalam berkomunikasi
menggunggunakan bahasa Inggris,
karena itu adalah bidangnya. Namun,
ketika dalam suasana tertentu
adakalanya berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa nasional kita yaitu
bahasa Indonesia. Jadi, walaupun bidang
kita bahasa Inggris, kita tetap
menjungjung tingg bahasa Indonesia.
Kita boleh pandai dalam berbahasa
Inggris, tetapi kita juga harus lebih
pandai berbahasa Indonesia.