Anda di halaman 1dari 13

Pancasila dan Kewarganegaraan

HAM
Tim Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan.
Universitas Brawijaya
Email : anas_phil@ub.ac.id

1. Pokok Bahasan: Demokrasi


Pokok
2. Deskripsi: Bahasan
Perkuliahan ini akan membahas mengenai hak-hak VIII:
asasi manusia yang telah given sejak lahir. Sebelum
muncul berbagai deklarasi HAM patut kiranya kita Pertemuan
memahami hakikat hak asasi itu sendiri. Pada konteks Ke-12
Indonesia konsep kemanusiaan telah dicetuskan oleh
Soekarno. Oleh karena itu, persoalan yang mendasar
mengenai HAM adalah pertentangan antara
universalitas dan partikularitasnya. Di samping pada
level penerapan kita juga harus memahami bagaimana
pengegakan HAM di Indonesia.

3. Tujuan Instruksional Khusus: 4


a. Mampu memahami pengertian hak asasi manusia
b. Mampu memahami dan mengurai konsep dasar
kemenanusiaan Indonesia
c. Mampu memahami tatanan HAM di Indonesia pada
konteks global
d. Memahami permasalahan penegakan HAM di
Indonesia
e. Mampu mengembangkan pendidikan hak asasi
manusia di Indonesia

4. Isi Pokok Bahasan:


A. Pendahuluan
Paham kemanusiaan harus dilenyapkan adalah
“Homo Faber”: Kemulyaan orang diukur berdasar
penguasannya terhadap lingkungan. Sementara
orang lain/asing/di luar dirinya menjadi obyek.
Paham kemanusiaan ini jelas bertentangan dengan
hak dasar manusia yang merdeka, berdikari dan
otonom. Maka sesungguhnya paham yang harus
kita laksanakan bersama adalah menjunjung tinggi
martabat manusia karena kemanusiaannya, bukan
karena pamrih tertentu, misalnya karena
kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau
status sosialnya.
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

B. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Negara atau bahkan setiap orang tidak berhak
mencabut hak yang melekat pada manusia tersebut.
Hakikat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum, begitu juga upaya dalam menghormati melindungi dan
menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama
antara individu pemerintah (Aparatur Pemerintah baik sipil maupun militer)
dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis, yang telah ada sejak lahir, HAM
merupakan anugerah Tuhan.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM harus dihormati, dilindungi dan dijaga oleh individu, masyarakat
dan negara. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Setiap orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM (TIM ICCE, 2003: 201-202)
Konsep dasar hak-hak asasi manusia menurut Franz Magnis-Suseno
mempunyai dua dimensi pemikiran, yaitu: Dimensi universalitas, yakni
substansi hak-hak asasi manusia itu pada hakikatnya bersifat umum. Hak
asasi manusia akan selalu dibutuhkan oleh siapa saja dan dalam aspek
kebudayaan di manapun itu berada, entah dalam kebudayaan Timur atau
Barat. Hak asasi manusia itu ada karena yang memiliki hak-hak itu adalah
manusia sebagai manusia, jadi sejauh manusia itu spesies homo sapiens, dan
bukan karena cirri-ciri tertentu yang dimiliki. Dimensi kontekstualitas, yakni
yang menyangkut penerapan hak asasi manusia jika ditinjau dari tempat
berlakunya hak-hak manusia tersebut (Erwin, 2012: 160).

C. Nilai-nilai dasar dalam HAM


1. Kesamaan.
Nilai kesamaan dalam etika politik disebut “keadilan”. Keadilan adalah
keadaan antar manusia di mana manusia diperlakukan sama dalam situasi
yang sama. Nilai pertama yang harus dijamin oleh hukum adalah keadilan.
Pembukaan UUD 1945 menjamin bahwa dala mencapai tujuan negara haruslah
antara lain berdasarkan keadilan social. Keadilan social merupakan keadilan
yang pelaksanaannya tergantung dari struktur ekonomis, social, politik,
budaya dan bahkan ideologis. Strukur-struktur tersebut merupakan struktur
kekuasaan yang menyebabkan segolongan orang tidak dapat memperoleh apa
yang menjadi hak mereka atau tidak dapat bagian yang wajar dari harta
kekayaan dan hasil pekerjaan masyarakat secara keseluruhan.
Melaksanakan keadilan sosial berarti membongkar seperlunya struktur-
struktur kekuasaan yang ada dan dengan sendirinya akan berhadapan dengan
pihak-pihak yang berkuasa. Pihak yang disebut terakhir ini tidak akan tinggal
diam. Mereka tetap berusaha mempertahankan status quo, sehngga
Page 2 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

keuntungan yang didapat dari struktur yang timpang itu tetap berlangsung.
Oleh karena itu, tidaklah mungkin mengusahakan keadilan sosial hanya datang
dari penguasa. Usaha itu harus dilakukan dari diri, komunitas terpinggir dan
dipojokkan oleh sistem. Pembukaan UUD 1945 sesunguhnya membongkar
struktur sosial, ekonomi, politik budaya dan ideologi yang menyebabkan
masyarakat Indonesia berada dalam ketidakadilan
2. Kebebasan
Inti kebabasan adalah setiap orang atau kelompok berhak mengurus
dirinya sendiri lepas dari dominasi pihak lain. Kebebasan bukan berarti orang
berhak hidup atas dasar kemauannya sendiri. Secara hakiki manusia adalah
individu yang bersifat sosial di mana ia hidup dalam jejering sosial yang
mengitarinya. Dengan demikian, kebebasannya dibatasi oleh orang lain.
Kebebasan yang dimaksud sebetulnya tindakan bebas tanpa tekanan dari
pihak lain yang menguasinya.
3. Kebersamaan
Pengakuan terhadap solidaritas atau kesetiakawanan ini mengharuskan
tatanan hukum untuk menunjang sikap sesama anggota masyarakat sebagai
senasib dan sepenanggungan. Oleh karena itu tatanan hukum mengharuskan
kita untuk bertanggung jawab atas kita semua, tidak boleh ada pembiaran,
apalagi dikorbankan untuk kepentingan penguasa (Erwin, 2012: 163-164).

D. Sejarah perkembangan penegakan HAM di dunia


1. Perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan umat Yahudi dari
perbudakan (tahun 2000 SM;
2. Hukum Hammurabi di Babylonia yang memberikan jaminan keadilan
bagi warga negaranya
3. Socrates (469-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-
322 SM) sebagai filsuf Yunani peletak dasar diakuinya hak asasi
manusia. Mereka mengajarkan untuk mengkritik pemerintah yang
tidak berdasarkan keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan
4. Perjuangan Nabi Muhammad S.A.W untuk membebaskan para bayi
wanita dari penindasan bangsa Quraisy (tahun 600 Masehi)
5. Magna Charta (Piagam Agung 1215) sebagai suatu dokumen yang
mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris
kepada beberapa bangsawan dan gereja atas tuntutan mereka.
Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja John di Inggris. Isi
piagam Magna Charta adalah berikut: “Rakyat Inggris menuntut
kepada raja agar berlaku adil kepada rakyat, Menuntut raja apabila
melanggar harus dihukum berdasarkan kesamaan dan sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan, Menuntut raja menyampaikan
pertanggungjawaban kepada rakyat, Menuntut raja untuk segera
menegakkan hak dan keadilan bagi rakyat.
6. Bill of Right (Undang-Undang Hak 1689) sebagai suatu undang-
undang yang ditandatangani Raja Willem III dan diterima oleh
parlemen Inggris pada tahun 1969 sebagai hasil dari revolusi
berdarah yang dikenal dengan sebutan “The Glorius Revolution of
1688”. Adapun pengaturan HAM yang terdapat dalam Bill of Right,
yaitu mengenai:Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen,
Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat, Pajak, undang-
undang, dan pembentukan tentara tetap harus seizing parlemen, Hak
warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-
masing, Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja

Page 3 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

7. Bill of Right (UU hak Virginia 1776). Undang-undang Hak Viriginia


tahun 1776, yang dimasukkan ke dalam UUD Amerika Serikat tahun
1779. UU HAM Amerika Serikat ini merupakan amandemen tambahan
terhadap konstitusi Amerika Serikat yang diatur tersendiri dalam 10
pasal tambahan, meskipun secara prinsipil hal mengenai HAM telah
termuat dalam deklarasi kemerdekaan (declaration of independence)
Amerika Serikat.

8. Declaration des Droits de I‟homme et du citoyen (Pernyataan Hak-hak


Manusia dan Warga Negara) yang ditetapkan pada tanggal 26 agustus
1789 sebagai suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi
Prancis sebagai perlawanan terhadap rezim terdahulu. Deklarasi ini
menyatakan bahwa, “Hak asasi manusia ialah hak-hak alamiah yang
dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya dank arena itu bersifat suci”

9. Atlantic Center tahaun 19941 sebagai suatu naskah yang ditukangi


F.D. Roosevelt yang dicetuskan pada saat perang dunia II. Atlantic
Center menyebut ada 4 bentuk kebebasan yang harus dilindungi (the
Four Freedom)
 Kebebasan untuk beragama
 Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat
 Kebabasan dari rasa takut
 Kebebasan dari kemelaratan
10. Declaration of Human Rights PBB
Piagam PBB ini lahir pada tanggal 12 Desember 1948 di Jenewa yang
merupaakan usul serta kesepakatan seluruh anggota PBB. Ini pembukaan
piagam ini mencakup 20 hak yang diperoleh manusia, seperti hak hidup,
kebebasn, keamanan pribadi, hak atas benda dan lain-lain (Erwin, 2012: 165-
166).

E. Bentuk-bentuk HAM
Bentuk-bentuk HAM dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Erwin, 2012:
167):
1. Hak sipil (hak sipil terdiri dari: hak diperlakukan sama dimuka hukum,
hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota
masyarakat tertentu dan hak hidup dan kehidupan.
2. Hak politik (terdiri dari kebebasan berserikat dan berkumpul, hak
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak
menyampaikan pendapat dimuka umum)
3. Hak ekonomi (terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja,
hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
4. Hak sosial dan budaya (terdiri dari hak memperoleh kesehatan, dan
hak memperoleh perumahan dan pemukiman)
Sedangkan Prof. Baharudin Lopa mambagi HAM menjadi beberapa jenis
yaitu hak persamaan dan kebebasan, hak hidup, hak memperoleh
perlindungan, hak penghormatan pribadi, hak menikah dan berkeluarga, hak
wanita sederajat dengan pria, hak anak dari orang tua, hak memperoleh
pendidikan, hak kebebasan memilih agama, hak kebebasan bertindak dan
mencari suaka, hak untuk bekerja, hak memperoleh kesempatan yang sama,
hak milik pribadi, hak menikmati hasil atau produk ilmu, hak tahan dan
narapidana.

Page 4 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

F. Perkembangan Pemikiran HAM Di Indonesia


Secara garis besar menurut Bagir Manan, perkembangan pemikiran HAM
dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945), perkembangan pemikiran
HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan sebagai
berikut:
a. Budi Oetomo: “Hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat”
b. Perhimpunan Indonesia: “Hak untuk menentukan nasib sendiri”
c. Sarekat Islam: “Hak penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan diskriminasi rasial
d. Partai Komunis Indonesia: “Hak sosial dan berkaitan dengan alat-
alat produksi”
e. Indische Party: “Hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan
perlakuan yang sama”
f. Partai Nasioanal Indonesia: “Hak untuk memperoleh kemerdekaan”
g. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia: hak menentukan nasib
sendiri, hak mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan
berkumpul, hak sama di depan umum dan hak turut dalam
penyelenggaraan negara.
2. Setelah Kemerdekaan:
a. Pada tahun 1945-1950: penekanan pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan dan hak
untuk menyatakan pendapat.
b. Pada tahun 1950-1959:
1. Tumbuhnya partai-partai politik dengan ideology beragam
2. Kebebasan pers yang bersifat liberal
3. Pemilihan umum dengan system multipartai
4. Parlemen sebagai lembaga control pemerintah
c. Pada tahun 1966-1998:
1. Pertama (1967): Berusaha melindungi kebebasan dasar manusia,
adanya hak uji material kepada Mahkama Agung
2. Kedua (1970-1980): Pemasungan HAM dengan sikap represif
(kekerasan), produk hukum yang bersifat restriktif (membatasi
terhadap HAM)
3. Ketiga (1990-an): Dibentuknya komisi hak asasi manusia
(KOMNAS HAM)
d. Pada tahun 1999-sekarang: memberikan perlindungan HAM (hak
pemerintah, hak politik, hak sosial, hak ekonomi, hak budaya, hak keamanan,
hak hukum) (Srijanti dkk, 2011: 123-124).

G. HAM pada tantangan Global dan di Inonesia


Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama
mengenai HAM ,yaitu:
a. Ham menurut konsep Negara-negara Barat
1) Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
2) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
3) Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
4) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
b. HAM menurut konsep sosialis;

Page 5 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

1) Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat


2) Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
3) Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi
menghendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
1) Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.
2) Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama
terhadap kepala keluarga
3) Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan
kewajiban sebagai anggota masyarakat.
d. HAM menurut konsep PBB (Srijanti dkk, 2011: 125-126).
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh
Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal Decralation of Human
Rights”. Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap
orang mempunyai:
 Hak untuk hidup
 Kemerdekaan dan keamanan badan
 Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
 Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
 Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara
 Hak untuk mendapat hak milik atas benda
 Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
 Hak untuk bebas memeluk agama
 Hak untuk mendapat pekerjaan
 Hak untuk berdagang
 Hak untuk mendapatkan pendidikan
 Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
 Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan
keilmuan (Srijanti dkk, 2011: 126-127).

Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human


Rights) atau yang dikenal dengan istilah DUHAM, hak Asasi Manusia terbagi
kedalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi),
hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak
subtistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan)
serta hak ekonomi, sosial dan budaya.
Hak personal, hak legal, hak sipil dan politik yang terdapat dalam pasal 3
– 21 dalam DUHAM tersebut memuat:
1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang
kejam, tak berprikemanusiaan maupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
5. Hak untuk pengakuan hukum secara efektif;
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang s
ewenag-wenang;
7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap
kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehorkehormatan dan nama baik;
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
12. Hak bergerak;

Page 6 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

13. Hak memperoleh suaka;


14. Hak atas suatu kebangsaan;
15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16. Hak untuk mempunyai hak milik;
17. Hak bebas berpikir, dan berkesadaran dan beragama;
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat;
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas
akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat (Srijanti dkk,
2011: 127-128).
Sedangkan hak ekonomi, sosial dan budaya berdasarkan pada
pernyataan DUHAM menyangkut hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1. Hak atas jaminan hukum;
2. Hak untuk bekerja;
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4. Hak untuk bergabung dalam serikat-serikat buruh;
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6. Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan
kesejahteraan;
7. Hak atas pendidikan;
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari
masyarakat.
Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I – IV UUD 1945) memuat
hak asasi manusia yang terdiri dari hak :
1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;
3. Hak kebebasan berkumpul;
4. Hak kebebasan beragama;
5. Hak penghidupan yang layak;
6. Hak kebebasan berserikart;
7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan;
Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat
dalam undang UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup;
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3. Hak mengembangkan diri;
4. Hak memperoleh keadilan;
5. Hak atas kebebasan pribadi;
6. Hak atas rasa aman;
7. Hak atas kesejahteraan;
8. Hak urut turut serta dalam pemerintahan;
9. Hak wanita;
10. Hak anak (Srijanti dkk, 2011: 128-129).

H. Kemanusiaan Indonesia

Dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sila kemanusiaan tidak
eksplisit disebutkan. Tekanan pidato kala itu pada bentuk dan dasar negara
bangsa (nationale staat). Disebutkan lima prinsip sebagai dasar negara yakni,
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau
demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.

Page 7 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

Prinsip perikemanusiaan diletakkan dalam kerangka internasionalisme


dan diurutkan setelah nasionalisme. Memang internasionalisme dan
perikemanusiaan adalah dua hal (entitas) berbeda, namun dalam konteks
pidato itu keduanya bertalian erat dihubungkan dengan prinsip kebangsaan.
Bung Karno tidak menghendaki nasionalisme di Indonesia berkembang
menjadi chauvinisme, yang memilah-milah kemanusiaan berdasarkan ras,
etnik seperti slogan diktator Jerman, Hitler: Deutschland über alles.

Dalam visi proklamator, nasionalisme Indonesia "bukan kebangsaan yang


menyendiri", mengisolasi diri, yang meninggikan diri di atas bangsa lain.
Indonesia hanyalah salah satu anggota keluarga bangsa-bangsa, yang sejajar
dengan bangsa-bangsa lain. Tujuan pendeklarasian bangsa Indonesia merdeka
adalah persatuan dan persaudaraan dunia. Dan, yang menyatukan seluruh
bangsa-bangsa di dunia adalah kemanusiaan yang sama martabatnya. Maka
Bung Karno mengutip ucapan Mahatma Gandhi, "Saya seorang nasionalis,
tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan. My nationalism is humanity."
Negera boleh berbeda, tetapi dasar bernegara dan berbangsa adalah
kemanusiaan universal.

Dari pidato yang menandai lahirnya Pancasila, perikemanusiaan baru


dipahami secara abstrak dan fungsional mendasari hubungan Indonesia
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, dalam kerangka hubungan internasional.
Dalam kursus-kursus yang disampaikan Bung Karno tahun 1958, diterbitkan
Departemen Penerangan dengan judul Pancasila sebagai Dasar Negara,
kembali diulangi pentingnya perikemanusiaan untuk nasionalisme yang tidak
chauvinistik. Artinya, kemanusiaan menjadi dasar nasionalisme, sehingga tidak
terjebak pada primordialisme dan egosentrik yang sempit.

Ini artinya bahwa dalam konteks sejarah, dapatlah dipahami bahwa


problem kemanusiaan sesunggunya bukanlah problem lokalitas dan nasional
semata. Tetapi lebih dari itu, kemanusiaan menjadi landasan membangun
persaudaraan abadi. Jika kenyataan sejarah tragedi kemanusiaan berbeda
antar tiap daerah, tiap bangsa dan negara itu tidak menjadi persoalan. Justru
akan semakin baik jika pijakan lokalitas dari pengalaman kemanusiaannya
menjadi titik tolak untuk membebaskan manusia dari ketertindasan, untuk
mengangkat harkat manusia ke arah yang lebih bersifat universal.

Kemanusiaan yang dimaksud dalam pancasila adalah kemanusiaan yang


adil pada diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan. Karena itu
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung prinsip perikemanusiaan
atau internasionalisme yang terjelma dalam hubungan baik antar manusia,
antar bangsa, tanpa terjebak dalam ego kesukuan sempit. Sementara yang
dimaksud dengan beradab adalah martabat manusia yang dijunjung setinggi-
tingginya.

Dalam Tap MPR No II/MPR/1978, penjabaran sila kemanusiaan adalah


mengakui persamaan derajat manusia serta hak dan kewajibannya di antara
sesama, saling mencintai, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak
semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
berani membela kebenaran dan keadilan, memandang diri sebagai bagian
umat manusia yang konsekuensinya adalah mengembangkan kerja sama
dengan bangsa-bangsa lain dan saling menghormati.

Secara visioner, Notonegoro memahami hakekat manusia Indonesia


adalah bhineka-tunggal, majemuk-tunggal atau monopluralis. Substansi
Page 8 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

hakekat manusia ada dalam pola berpikir, berasa, dan berkehendak. Ketiga
dimensi inilah yang membedakan manusia dengan lainnya. Hakekat manusia
juga tercermin dalam relasinya dengan the other, yang lain. Justru dalam
keterkaitannya dengan yang lain akan nampak hakikat kemanusiaannya,
bukan malah melebur dalam struktur yang membuatnya kehilangan otonomi.
Dalam konteks relasi manusia dengan negara terdapat hubungan sebab-
akibat. Negara berasal dari rakyat yang terdiri dari manusia, sehingga sebagai
konsekuensinya menjadi keharusan negara mengandung sifat-sifat yang
terdapat pada manusia.

Dengan demikian, setiap orang Indonesia mempunyai susunan


kepribadian bertingkat: Pertama, Mempunyai hakekat kemanusiaan. Kedua,
Sebagai bentuk penjelmaan darinya mempunyai hakekat pribadi kebangsaan
atau keribadian Pancasila. Ketiga, Masing-masing dari kemanusiaan dan
hakekat kebangsaan atau pancasila mempunyai hakekatnya sendiri-sendiri.
Keempat, Hakikat kebangsaan seharusnya menjadi „payung‟ yang melindungi
hakikat kemanusiaan, sementara hakekat kemanusiaan „mendasari‟ hakikat
berbangsa.

Bagaimana manusia Indonesia yang bhineka-tunggal, majemuk-tunggal


mendapatkan ruang yang sama untuk tumbuh dengan ikhlas saling
menghormati masing-masing perbedaan dengan keberlainannya (otherness),
di mana „aku‟ tulus atau ikhlas hidup bersama dengan sesama saudara-saudari
yang berbeda agama dan suku tanpa memaksakan cita-cita pretensi hidup
baik menurutku atau agamaku ke sesama

Proses humanisasi adalah kerja-kerja peradaban yang semakin mencipta


hidup bersama semakin manusiawi, semakin menyejahterakan satu sama lain.
Humanisasi dari apa ke mana? Humanisasi dari saling „memakan‟ antar
sesama bak serigala buas (homo homini lupus), dan ini yang pernah
dipraktekkan di era kolonialisme atau bahkan hingga negeri ini merdeka,
menuju humanisasi yang memperlakukan manusia sebagai manusia untuk bisa
hidup berdampingan (homo homini socius) dan beradab.

Dalam proses saling menyerap, berkelindan dan bahkan tumpang tindih,


mampukah kita merumuskan kemanusiaan dalam bingkai pancasila?.
Kemanusiaan yang tidak diskriminatif. Hakekat kemanusiaan, di samping
tercermin dalam berpikir, berasa dan berkehendak, juga tercermin dalam
ketika kita dihadapkan dengan „yang lain‟ (sosialitas).

Hakekat kemanusiaan juga untuk melakukan perbuatan lahir dan batin


atas dorongan kehendak berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa
untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai ketunggalan, yang ketubuhan, yang
kejiwaan, yang perseorangan, yang kemakhluksosialan, yang berkepribadian
diri sendiri dan yang berketuhanan. Di samping itu, kebutuhan-kebutuhan
fundamen pada manusia juga harus terpenuhi, baik kebutuhan individu dan
kolektif, kebutuhan internasional, kebutuhan akan demokrasi dan keadilan,
hingga kebutuhan religious. Semuanya harus berjalan seimbang dalam satu
kesatuan yang harmonis, tanpa mengekploitasi satu dengan lainnya, sehingga
terwujud sifat kebhineka-tunggal, atau monopluralis.

Demikianlah, bangsa dan negara Indonesia didirikan di atas visi


kemanusiaan. Para pendiri Republik menyadari signifikansi visi yang tertuang
dalam sila "kemanusiaan yang adil dan beradab". Bahkan, martabat manusia

Page 9 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

merupakan fondasi semua nilai moral dasar Pancasila.

Salah satu “permainan” ideologis di negara kita ini adalah pertanyaan:


manakah sila paling mendasar dalam Pancasila sebagaimana disebut dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Ada yang mengatakan bahwa itu
tentunya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, karena Tuhan adalah yang
tertinggi dari segala yang ada. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah
“Persatuan Indonesia” karena tanpa sila itu, sila-sila lain tidak mempunyai
tempat untuk berpijak, yaitu bumi Indonesia. Begitu pula bagi “kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan” dan bagi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” bisa ditemukan argumentasi mengapa harus dianggap sila yang
paling mendasar.

Akan tetapi ada argumen kuat untuk mengikuti pendapat alm. Prof. Dr.
Nikolaus Drijarkara. Romo Drijarkara menegaskan bahwa sila yang paling
mendasar, dalam arti etis, adalah sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab”. Mengapa sila ini? Karena tanpa kemanusiaan yang adil dan beradab,
semua sila lain menjadi cacat. Sebaliknya, meskipun tanpa empat sila lain, sila
kedua belum mengembangkan sepenuhnya dimensi-dimensi potensial
manusia, akan tetapi asal seseorang, dan begitu pula hubungan antar orang,
menjadi adil dan beradab, dasar situasi yang secara etis benar dan mantap
sudah diletakkan. Dengan kata lain, hanya atas dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab empat sila lain bisa bermutu.

Berikut ini dapat dilihat letak kunci sila kedua dengan sedikit lebih rinci.
Pertama harus dikatakan bahwa kita memang harus mulai pada manusia, dan
bukan pada Tuhan. Bukan karena manusia lebih tinggi daripada Tuhan –Tuhan
tentu jelas lebih tinggi daripada manusia– melainkan karena sebagai manusia
kita hanya dapat bertitik tolak dari kemanusiaan, hanya manusia yang bisa
bertanya tentang manusia. Setiap orang yang mengklaim bertolak langsung
dari Tuhan otomatis sudah sesat dan menyesatkan. Ia adalah manusia,
dengan pengertian manusia dan wawasan manusia, dan tidak bisa langsung
mengatasnamakan Tuhan. Maka manusia senang atau tidak harus mulai dari
dirinya sendiri. Tanpa kemanusiaan, tidak ada dimensi manusia lain. Jadi
tanpa kemanusiaan tak ada dimensi lain, tak ada kebangsaan, tak ada
kerakyatan, tak ada Ketuhanan (tetapi, sekali lagi, Tuhan tentu ada tanpa
kemanusiaan, tetapi bukan Ketuhanan sebagai penghayatan dan pengakuan
manusia terhadap Tuhan).

Pertanyaannya kemudian adalah kemanusiaan yang bagaimana? Dimensi


hubungan antar manusia yang menjadi syarat segala hubungan yang baik
adalah keadilan. Adil berarti, mengakui orang lain, mengakui dia sebagai
manusia, dengan martabatnya, dengan menghormati hak-haknya. Cinta itu
mewujudkan hubungan antar manusia paling mendalam dan berharga, tetapi
kalau dia melanggar keadilan, dia bukan cinta dalam arti yang sebenarnya.
Kejujuran yang tidak adil bukan kejujuran. Dan kebaikan yang tidak adil
kehilangan harkat etisnya.

Namun, keadilan itu sendiri tidak berdiri sendiri. Memperjuangkan


keadilan adalah sikap etis apabila dilakukan dengan cara yang beradab. Tanpa
sikap beradab keadilan menjadi tidak adil. Itulah seninya sila kedua
:”Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan salah satu rumusan cita-
cita dasar manusia yang paling indah dan mendalam. Jadi kemanusiaan

Page 10 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

hanyalah utuh apabila adil dan beradab.

Dari situ sudah dapat ditarik sebuah kesimpulan. Basis paling bawah yang
menjamin harkat etis manusia adalah keberadaban. Bertindak dengan beradab
tentu belum cukup kalau kita menghadap kewajiban kita sebagai manusia
dalam masyarakat dan dunia, akan tetapi sudah merupakan titik berpijak yang
menjamin moralitas pada dasariah. Sebaliknya, bertindak dengan tidak
beradab, demi tujuan baik pun, adalah tidak mutu dan tidak etis. Misalnya
orang yang memperjuangkan keyakinan politik atau keyakinan keagamaannya
dengan cara yang tidak beradab justru merendahkan etika politik dan
menghina agamanya sendiri. Sebenarnya banyak masalah dalam masyarakat
kita sudah akan terpecahkan asal saja kita bertekad bersama untuk selalu
bertindak secara beradab. Tak perlu dulu bicara akhlak mulia, cukup kalau kita
mau membawa diri sebagai makhluk yang beradab saja. Karena keberadaban
itulah yang membedakan manusia dari binatang. Jadi kita mestinya bertekad
untuk tidak pernah bertindak secara tidak beradab, secara brutal, secara
kejam atau keji, secara beringas, secara kasar tak sopan. Tekad ini justru
perlu dipegang dalam memperjuangkan yang baik. Misalnya tindakan kasar
dan brutal atas nama agama merupakan penghinaan terhadap agama yang
diperjuangkan itu sendiri, dan tak mungkin tindakan tak beradab dan brutal
berkenan di hadapan Tuhan.

I. Menuju Kemanusiaan Universal

Tuntutan kemanusiaan dan peradaban baru ini memberi inspirasi kepada


manusia yang hidup di era kontemporer untuk membangun peradaban
manusia baru yang tetap berbasis lokalitas , baik dari segi tradisi, agama
maupun kultur, tetapi disangga oleh pilar-pilar norma global ethics yang
menjunjung tinggi martabat dan harkat kemanusiaan universal. Dalam
konteks ini, Indonesia sebagai negara bangsa, yang berpenduduk Muslim
terbesar di didunia tetapi majemuk secara agama, aliran kepercayaan, tradisi,
ras, etnis dam bahasa masih mengalami banyak kendala dan hambatan dalam
mengimplementasikan Hak Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.
Menghormati atau hormatilah manusia sebagai manusia. Bukan
menghormati manusia karena alasan atau pamrih tertentu, baik karena
kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status sosialnya. Begitu
filsuf Immanuel Kant, mengingatkan 200 tahun lalu. Perintah untuk
menghormati dan menghargai manusia sebagai manusia adalah kategori
imperative, bukan kategori hipotetis. Dalam etika kemanusiaan universal,
manusia hanyalah dilihat dan dipandang secara objective sebagai manusia.
Manusia dilihat, dipedulikan, disapa, diajak dialog, diajak kerjasama bukan
karena profesi, peran sosial, kekayaan atau kedudukannya. Bukan manusia
sebagai pedagang, pegawai negeri, agamawan, kyai, bhikku, pendeta, pastur,
politisi, akademisi, kaya, miskin, artis, pejabat, politisi, tetapi sekali lagi
manusia sebagai manusia.
Manusia sebagai manusia , tanpa syarat apapun. Bukan manusia yang
subjective, yang heteronom, yang ada maunya, yang ada kepentingan
dibelakangnya, yang dapat dan bisa dihormati, dipedulikan dan disantuni.
Manusia dihormati, dipedulikan dan dijunjung tinggi martabatnya
tanpa syarat apapun. Tanpa syarat atau embel‐embel gelar, kekayaan,
keahlian, agama, status sosial, keanggotaan partai, organisasi keagamaan
yang dimilikinya (Kant, Critique of Practical Reason, 1985: 33 dan 66, atau
Amin Abdullah, The Idea of Universality of Ethical Norm in Ghazali & Kant:
Page 11 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

106; 155)
Cara berpikir etis-filosofis yang mendasar seperti inilah yang sedikit
banyak mengilhami, menyumbang konsep dan melatarbelakangi munculnya
konsep Hak Asasi Manusia modern di era abad ke 20, yang kemudian diambil
alih dan dikembangkan lebih lanjut oleh PBB. Dengan sangat kuat, tampak
bahwa ide kemanusiaan universal dengan basis etis-filosofis inilah yang
melatarbelakanginya. Oleh karena itula diperlukan patokan nalar dan hukum
etika universal yang dapat membimbing perilaku manusia untuk dapat dan
mampu menghormati, peduli, menjaga, melindungi dan melakukan kerjasama
dengan sesamanya. Kemudian, menghormati atau hormatilah manusia sebagai
manusia.Bukan menghormati manusia karena alasan atau pamrih tertentu,
baik karena kekayaan, agama, suku, etnis, peran, jabatan atau status
sosialnya. Dan yang terakhir. manusia wajib dihormati, dipedulikan dan
dijunjung tinggi martabatnya tanpa syarat apapun.Tanpa syarat atau embel-
embel gelar, kekayaan, keahlian, agama, status sosial, keanggotaan partai,
organisasi keagamaan yang dimilikinya.

5.Daftar Bacaan:

Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT: Mengembangkan Etika


Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Noor Syam, Mohammad, (2000), Pancasila, Dasar Negara Republik Indonesia:


Wawasan Sosi-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Lab Pancasila UM,
Malang

Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik


Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung

TIM Dosen Pancasila Undip, Kewarganegaraan, UPT Bidang Studi Universitas


Padjajaran, Bandung

Soekarno, (2006) Filsafat Pancasila, Yogyakarta, Media Pressindo

Notonegoro, (1995) Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta, Bumi Aksara

William Chang, (1997) The Dignity of the Human Person in Pancasila and the
Church’s Social Doctrine: An Ethical Comparative Study, Quezon City

Magnis Suseno, Franz. (2007) “Lumpur dan kemanusiaan” korban Lumpur


Award, tanggal 26 Oktober

Page 12 of 13
Pancasila dan KWN/HAM Brawijaya University 2012

5. Evaluasi

A. Pertanyaan (Evaluasi mandiri)

1. Jelaskan hakikat dari HAM?


2. Jelaskan norma-norma apa saja yang menjadi pijakan dalam
HAM?
3. Bagaimana menegakkan HAM di tengah kuatnya lokalitas yang
kuat di Indonesia?
4. Bagaimana cara menegakkan HAM yang terkait dengan
penguasa?

B. QUIZ –menyebutkan hal-hal lima anasis demokrasi permusyawaratan!

C. PROYEK: Diskusi Kelompok Mengenai Uang Rakyat yang Dirampok


oleh Koruptor
 Dosen membentuk kelompok yang terdiri atas lima orang
mahasiswa yang salah satunya dipilih sebagai ketua kelompok
 Setiap kelompok membahas kasus: Koruptor yang merampas hak
hidup orang lain
 Hasil diskusi dirangkum dan dilaporkan dalam bentuk formulir
yang telah disediakan

Page 13 of 13

Anda mungkin juga menyukai