2 PB
2 PB
manusia ketika bangun tidur dengan psikologi kematian, yaitu (Hidayat, 2005:
mengatakan: “Alhamdulillahi, alladzi xvi-xvii):
ahyana ba „da ma amatana wa 1. Madzhab relegius, yaitu mereka
ilaihinnusyur” Artinya: “Segala puji yang menjadikan agama sebagai
bagimu ya Allah, yang telah rujukan bahwa keabadian setelah
menghidupkan kembali diriku setelah mati itu ada, dan untuk memperoleh
kematianku, dan hanya kepada-Mu kebahagiaan yang abadi seseorang
nantinya kami semua akan berpulang yang beragama menjadikan
kepada-Mu”. Demikian indahnya untaian kehidupan akhirat sebagai objek
doa tersebut, dan begitu dalam makna dan dan target yang paling utama.
pesan doa tersebut. Bahwa setiap pagi Kehidupan dunia layak untuk
adalah hari kelahiran dan sebaliknya setiap dinikmati, akan tetapi itu bukan
malam adalah malam kematian (Hidayat, tujuan akhir dari sebuah proses
2005: 4-6). Karena setiap malam ketika kehidupan. Sehingga apapun yang
seseorang tidur sesungguhnya telah dilakukan ketika hidup di dunia
mengalami kematian sesaat sampai orang adalah merupakan inventaris
tersebut bangun kembali. Hal ini pula seseorang untuk dinikmati kelak di
tersirat dalam doa menjelang tidur yang akhirat.
telah diajarkan oleh Rasulullah saw, 2. Madzhab sekuler, yaitu mereka
sebagaimana berikut: “Bismika Allahumma yang tidak peduli dan tidak yakin
Ahya wa Amut”, yang artinya: Ya Allah akan adanya kehidupan setelah
dengan Asma-Mu aku menjalani hidup dan kematian. Namun secara psikologis
dengan Asma-Mu pula aku menjalani keduanya memiliki kesamaan yaitu
kematian (malam ini). spirit heroisme yang mendambakan
Membahas tentang kematian secara keabadian hidup agar dirinya dapat
psikologis menimbulkan suatu pengaruh dikenang sepanjang masa. Untuk
kejiwaan antara menerima dan memenuhi keinginan itu seseorang
keterpaksaan dalam menghadapi kematian ingin menyumbangkan sesuatu
tersebut. Akan terasa sedih ketika manusia yang besar dalam hidupnya untuk
dijemput oleh kematiannya sedangkan ia keluarga, masyarakat, bangsa dan
dalam keadaan terlena oleh kehidupan dunia. Maka setiap orang berusaha
dunia sementara kematian menjadi untuk meninggalkan warisan bagi
penghalangnya untuk mencintai dan orang lain.
menikmati segala fasilitas yang Ketika al-Qur’an berbicara tentang
menggiurkan dan menyenangkan berupa kematian, banyak perspektif yang bisa
harta benda, pangkat jabatan dan digunakan dalam memahami makna
sebagainya. kematian itu sendiri. Kalau selama ini al-
Oleh karena itu sering kali Qur’an lebih dipahami secara literal dan
kesadaran tersebut memunculkan sebuah tekstual, maka pemahaman akan kematian
protes psikologis berupa penolakan hanya sekedar manusia dapatkan dari apa
terhadap kematian, bahwa masing-masing yang terdapat dalam bunyi teks itu sendiri.
orang tidak mau mengalami kematian. Jika manusia pahami al-Qur’an secara
Setiap orang berusaha menghindari semua kontekstual maka al-Qur’an akan banyak
jalan yang mendekatkan diri dari pintu memberi pemahaman yang beragam
kematian, mendambakan dan mengenai hakekat kematian. Mungkin
membayangkan keabadian. Pemberontakan manusia akan memperoleh banyak
dan penolakan terhadap kematian ini informasi tentang arti dan hidup dan mati
kemudian melahirkan dua madzhab baik yang tersirat maupun yang tersurat.
Ada korelasi antara upacara kematian Baik atau buruk, bahagia atau derita, kaya
dalam ajaran Islam yang telah dipraktikkan atau miskin adalah buah dan ketentuan
oleh Rasulullah SAW dengan ritual takdir yang harus diterima dengan sikap
kematian yang berlaku di dalam legawa. Sedangkan sikap legawa adalah
masyarakat Jawa. Kehadiran Islam situasi batin yang muncul karena suatu
kemudian memberikan pengaruh sinergis sikap nrima ing pandhum itu sendiri,
antara upacara kematian dalam ajaran kemampuan diri untuk menerima segala
Islam dengan tradisi yang sudah ada pada bentuk kehidupan yang ada sebagaimana
masa Hindu-Budha. Di sinilah al-Qur’an adanya (Layungkuning, 2013: 100-101).
dimaksudkan bukan bagaimana individu Sedangkan secara etimologi/harfiah
atau kelompok orang memahami al-Qur’an mati itu terjemahan dan bahasa Arab mata-
(penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur’an yamutu-mautan. Yang memiliki beberapa
itu disikapi dan direspon oleh masyarakat kemungkinan arti, di antaranya adalah
Muslim dalam realitas kehidupan sehari- berarti mati, menjadi tenang, reda, menjadi
hari menurut konteks budaya dan usang, dan tak berpenghuni (Munawwir,
pergaulan sosial. Apa yang dilakukan 1997: 1365-1366). Dalam beberapa kamus
adalah merupakan panggilan jiwa yang bahasa Arab, kata al-maut adalah lawan
merupakan kewajiban moral untuk dan al-hayah, dan al-mayyit (yang mati)
memberikan penghargaan, penghormatan merupakan lawan kata dan al-hayy (yang
dan cara memuliakan kitab suci yang hidup). Asal arti kata al-maut dalam bahasa
diharapkan pahala dan berkah dan al- arab adalah as-sukun (diam). Semua yang
Qur’an sebagaimana keyakinan umat Islam telah diam maka dia telah mati. Mereka
terhadap fungsi al-Qur’an yang dinyatakan (orang-orang arab) berkata: “matat an-nar
sendiri secara beragam. Oleh karena itu mautan” (api itu benar-benar telah mati),
maksud yang dikandung bisa saja sama jika abunya telah dingin dan tidak tersisa
tetapi ekpresi dan ekspektasi masyarakat sedikitpun dan baranya. “mata al-harr wa
terhadap al-Qur’an antara kelompok, al-bard” (panas dan dingin telah mati), jika
golongan, etnis dan antar bangsa satu dan ia telah lenyap. “matat ar-rih” (angin itu
yang lainnya bisajadi berbeda (Mansyur, telah mati), jika ia berhenti dan diam.
dkk, 2007: 49-50). “matat al-Khamr” (khamr itu telah mati),
jika telah berhenti gejolaknya, dan “al-
2. Konsep tentang Kematian maut” (segala apa saja yang tidak
Mati dalam bahasa Jawa disebut bernyawa) (Ibnu Manzhur, t.th: 774, 547,
dengan pejah. Konsepsi orang Jawa 773) dan (AlAsyqar, 2005: 2 1-22).
tentang kematian dapat dilihat dari Adapun dalam terminologi agama,
konsepsi mereka tentang kehidupan. mati adalah keluarnya ruh dan jasad atas
Bagaimana cara orang Jawa melihat perintah Allah swt. Tidak seorangpun
kehidupan akan sangat terkait dengan memilki kewenangan tersebut kecuali
bagaimana orang mempersepsikan tentang Allahlah yang memiliki otoritas untuk
kematian. Orang Jawa seringkali mengambil ruh dari jasad dengan
merumuskan konsep aksiologis bahwa urip memerintahkan malaikat Izrail untuk
iki mung mampir ngombe (hidup ini cuma mencabutnya (Ash-Shufi, 2007: 3).
sekedar mampir minum). Atau dengan Kematian adalah berpisahnya ruh (nyawa)
konsep yang lain, urip iki mung sakdermo dengan tubuh (jasad) untuk sementara
nglakoni (hidup ini cuma sekedar waktu yang telah ditentukan. Jadi mati itu
menjalani) atau nrima ing pandhum adalah ketika ruh meninggalkan tubuh dan
(menerima apa yang menjadi pemberian- ke luar dan dalamnya yang telah dicabut
Nya). Menurut pemahaman orang Jawa, oleh malaikat Izrail (pencabut nyawa).
setiap manusia telah digariskan oleh takdir. Adapun terpisahnya ruh dengan tubuh itu
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 163
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628
bukanlah untuk selama-lamanya, akan 28 dan 56, juga Qs. Al-Hajj: 7 (Umar,
tetapi perpisahan itu hanyalah dalam waktu 1979: 38-39).
sementara saja. Setelah manusia mati Al-Qur’an berbicara tentang kematian
kemudian dimandikan, dikafani, dishalati dalam banyak ayat, sementara para pakar
dan dikuburkan. Selanjutnya ruh yang memperkirakan tidak kurang dari tiga
telah berpisah dengan tubuh tersebut nanti ratusan ayat yang berbicara tentang
akan kembali lagi memasuki tubuhnya. Di berbagai aspek kematian dan kehidupan
dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa setelah sesudah kematian kedua (Shihab, 1996: 9
manusia itu mati dan dikuburkan maka ia 1-92). Berikut ini adalah di antara ayat-
akan dihidupkan kembali sebagaimana ayat tentang kematian dalam A1-Qur’an,
firman Allah swt. Surat al-!Baqarah ayat Qs. al-Baqarah: 19, 28, 94, 95, 132, 161,
180 dan 243. Sebagai berikut:
Artinya: “atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dan langit disertai gelap
gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena
(mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang
kafir.” (Qs. Al-Baqarah: 19)
Artinya: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (Qs. Al-Ba qarah: 28)
Artinya. “Dan sekali-kali mere/ca tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya,
karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah
Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.” (Qs. Al-Baqarah: 94).
“kawruhana sejatining urip ana jeruning dan raga adalah sebuah terali besi yang
alam donya/bebasane mampir menahan jiwa berada di dunia dan
ngombe/umpama manuk mabur/lunga saka merasakan kesusahan hidup di dunia,
kurungan niki/pundi pencokan seperti rasa haus, lapar, dan sedih. Hidup
benjang/awja kongsi kaleru/njan sinanjan sesungguhnya hanyalah sebuah persiapan
ora wurung ba/cal mulih/umpama lunga untuk memasuki kehidupan yang
sesanja/ mulih mula mulanira.” (ketahuilah sebenamya. dan jika tidak siap, maka jiwa
sejatinya hidup, hidup di alam dunia, ibarat akan terperangkap ke dalam alam kematian
perumpamaan mampir minum, ibarat kembali yang bersifat mayit atau bangkai.
burung terbang, pergi dan kurungannya, di Hidup yang sebenarnya adalah hidup tanpa
mana hinggapnya besok, jangan sampai raga, karena raga telah banyak
keliru, umpama orang pergi bertandang, menimbulkan kesesatan. Raga adalah
saling bertandang, yang pasti bakal pulang, kerangkeng bagi diri atau jiwa yang
pulang ke asal mulanya) (Layungkuning, menyebabkan manusia hidup dalam
2013: 109-110). banyak penderitaan (Chodjim, 2002: 22-
Berbicara tentang hakikat kematian 24).
adalah merupakan persoalan yang sangat Sesungguhnya hakikat hidup adalah
rumit. Karena persoalan hakekat itu adalah kekal selamanya dan tak tertimpa
ranah ontologis dalam dimensi filsafat. kematian. Perputaran bumi pada porosnya,
Namun untuk masuk pada tahap awal atau terjadinya siang dan malam adalah
mengetahui hakikat kematian itu sendiri, merupakan analogi yang menggambarkan
maka penulis berpendapat bahwa kematian tentang hal hidup dan mati. Ketika manusia
adalah merupakan fase dan sebuah lahir, dia sebenarnya “born to die” (lahir
perjalanan mahluk hidup itu sendiri yang untuk menuju kematiannya). Dunia bukan
menjadi awal dan terlepasnya belunggu jalan hidup tetapi jalan menuju kematian.
kehidupan di dunia. Rasulullah sendiri Hidup yang sebenarnya adalah tanpa raga,
pernah mengatakan bahwa sesungguhnya telanjang dalam wujud frekuensi murni.
dunia itu merupakan belenggu (penjara) Kebutuhan manusia di dunia akan
bagi orang yang beriman. Kalau makanan dan minuman atau sandang,
analoginya dunia adalah bermakna pangan, papan (pakaian, makanan dan
kehidupan jasad seseorang dan keimanan tempat tinggal) selama di dunia hanyalah
adalah ruh yang besemayam di dalamnya, sarana untuk menunda kematian,
maka Artinya bahwa terlepasnya sedangkan kelahiran manusia tak lain
kehidupan di dunia ini merupakan kata adalah proses kematian itu sendiri, karena
kunci untuk menyibak hakikat dan kematian itu tidak bisa dihentikan
kematian itu sendiri. Jika demikian maka (Chodjim, 2002: 27).
sesungguhnya kehidupan adalah hakikat
dan kematian itu sendiri. Karena kematian 3. Asal Usul Ritual Kematian dalam
itu sesungguhnya adalah proses untuk Islam Jawa
menuju suatu kehidupan yang lebih hakiki. Asal usul ritual kematian dalam
Yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi. masyarakat Islam Jawa itu sudah ada sejak
Persoalan kematian sebenarnya dulu sebelum Hindu dan Budha. Kemudian
adalah persoalan materi dan bukan pada masuknya agama Hindu dan Budha
persoalan nih. Karena ruh itu yang memberikan pengaruh dan terbentuknya
membuat suatu materi itu menjadi hidup. budaya baru yang merupakan ajaran Hindu
Tanpa nih segala hal yang berupa materi dan Budha. Ada beberapa tradisi yang
adalah mati. Dalam pemikiran Syekh Siti berasal dari agama Hindu dan Budha, di
Jenar menyatakan bahwa “dunia ini adalah antaranya adalah sebagai berikut
alam kematian”. Dunia adalah alam kubur (https://efrialdy.wordpress.com):
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 165
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628
Pertama, tentang doa selamatan Islam Jawa sebagai prilaku sesat. Karena
kematian 7, 40, 100 dan 1000 hari. adat atau tradisi sejauh tidak bertentangan
Manusia mengenal sebuah ritual dengan nilai dan ajaran agama Islam maka
keagamaan di dalam masyarakat muslim itu tidak ada larangan. Budaya merupakan
ketika terjadi kematian adalah fitrah yang diberikan oleh Tuhan kepada
menyelenggarakan selamatan/kenduri seluruh manusia yang hidup di muka bumi
kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan ini, dan Allah menciptakan manusia
di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya. memang dalam bentuk keragaman suku
Dalam keyakinan Hindu ruh leluhur dan bangsa yang memiliki keragaman
(orang mati) harus dihormati karena bisa budaya. Sehingga tidak ada alasan sebuah
menjadi dewa terdekat dan manusia. Selain budaya dijustifikasi sebagai sesuatu yang
itu dikenal juga dalam Hindu adanya sesat. Budaya merupakan khazanah dan
samsara (menitis/reinkarnasi). Dalam aset bangsa, harus dilestarikan dan
Kitab Manawa Dharma Sastra Weda dikembangkan bukan untuk digusur dan
Smerti hal. 99, 192, 193 (dalam dimatikan.
https://efrialdy.wordpress.com) disebutkan:
“Termashurlah selamatan yang diadakan 5. Makna yang Terkandung dalam
pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, Ritual Kematian Masyarakat Islam
seratus dan seribu “. Jawa
Dalam buku media Hindu yang Tradisi yang dilakukan oleh
benjudul “Nilai-nilai Hindu dalam budaya masyarakat di desa penulis (desa Bakalan
Jawa, serpihan yang tertinggal” dalam Kalinyamatan Jepara) dan juga di
(https://efrialdy.wordpress.com) karya Ida masyarakat Jawa pada umumnya dalam
Bedande Adi Suripto. Ia mengatakan: menghadapi peristiwa kematian, hampir
“Upacara selamatan untuk memperingati sama persis dengan apa yang disampaikan
hari kematian orang Jawa han ke 1, 7, 40, oleh Geertz dalam buku The Religion of
100, dan 1000 hani adalah tradisi dari Java. Ia menjelaskan bahwa ketika terjadi
ajaran Hindu”. Sedangkan penyembelihan kematian di suatu keluarga, maka hal
kurban untuk orang mati pada hari (hari 1, pertama yang harus dilakukan adalah
7, 4, dan 1000) terdapat pada kitab Panca memanggil modin, selanjutnya
Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 menyampaikan berita kematian tersebut di
yang berbunyi: “Tuhan telah menciptakan daerah sekitar bahwa suatu kematian telah
hewan untuk upacara korban, upacara terjadi. Kalau kematian itu terjadi sore atau
kurban telah diatur sedemikian rupa untuk malam hari, mereka menunggu sampai
kebaikan dunia.” pagi berikutnya untuk memeulai proses
Kedua, tentang selamatan yang biasa pemakaman. Pemakaman orang Jawa
disebut Genduri (Kenduri atau Kenduren). dilaksanakan secepat mungkin sesudah
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. kematian. Segera setelah mendengar berita
Masalah ini terdapat pada kitab sama weda kematian, para tetangga meninggalkan
hal. 373 (no. 10) dalam (dalam semua pekerjaan yang sedang
https://efrialdy.wordpress.com) yang dilakukannnya untuk pergi ke rumah
berbunyi: keluarga yang tertimpa kematian tersebut.
“Sloka prastias mai plpisa tewikwani Setiap perempuan membawa sebaki beras,
widuse bahra aranggayimaya yang setelah diambil sejumput oleh orang
jekmayipatsiyada duweni narah “. yang sedang berduka cita untuk disebarkan
(Antarkanlah sesembahan itu pada ke luar pintu, kemudian segera ditanak
Tuhanmu Yang Maha Mengetahui). untuk slametan. Orang laki-laki membawa
Namun demikian tidak berarti bahwa alat-alat pembuat nisan usungan untuk
ritual kematian yang berlaku di masyarakat membawa mayat ke makam, dan lembaran
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 166
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628
papan untuk diletakkan di liang lahad. nasihat dan memperoleh manfaat darinya
Dalam kenyataannya hanya sekitar (Sholikhin, 2010: 20-25).
setengah lusin orang yang perlu membawa Situasi sosial budaya masyarakat
alat-alat itu; sebaliknya hanya sekedar Islam Jawa dapat dilihat dan kebiasaan
datang dan berdiri sambil ngobrol di (adat), baik yang berkaitan dengan ritual
sekitar halaman (Geertz, 1983: 91-92). keagamaan maupun tradisi lokal
Dalam tradisi masyarakat Islam Jawa masyarakat tersebut, di antaranya:
kematian seseorang dalam ritual Selamatan orang yang telah meninggal.
pemakamannya pertama terdapat ritual Tradisi ini dilakukan setiap ada orang yang
semacam “pembekalan” bagi ruh dalam meninggal dunia dan dilaksanakan oleh
fase kehidupannya di alam yang baru. keluarga yang ditinggalkan. Adapun waktu
Karena ruh itu tidak pernah mati, oleh pelaksanaannya yaitu sebagai berikut
karena itu pembekalan terhadap nih orang (Layungkuning, 2013: 117-118):
yang meninggal diyakini dapat ditangkap 1. Bertepatan dengan kematian
dan dirasakan oleh ruh orang yang telah (ngesur tanah) dengan rumusan
meninggal tersebut. Di antarnya adalah jisarji, maksudnya hari kesatu dan
dikumandangkannya adzan dan iqamah pasaran juga kesatu;
setelah mayat diletakkan di liang lahat dan 2. Nelung dina dengan rumus lusaru,
sebelum ditimbun dengan tanah, setelah itu yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga
dibacakan telkin (taiqin). 3. Tujuh hari setelah kematian
Modin membacakan telkin yang (mitung dina) dengan rumusan
merupakan rangkaian pidato pemakaman tusaro, yaitu hari ketujuh dan
yang ditujukan kepada almarhum, pertama- pasaran kedua;
tama dalam bahasa Arab dan kemudian 4. Empat puluh han (metangpuluh
dalam bahasa Jawa (Geertz, 1983: 95). dina) dengan rumus masarama,
Taiqin dalam bahasa Arab maknanya yaitu hari ke lima dan pasaran ke
adalah mendikte. Jadi taiqin adalah lima;
mendiktekan kata-kata atau kalimat 5. Seratus hari (nyatus dina) dengan
tertentu agar ditirukan oleh orang yang rumus rosarama yaitu hari ke dua
barn meninggal tersebut. Yang pasaran ke lima;
dimaksudkan di sini adalah mengajarkan 6. Satu tahun setelah kematian
kepada ruh agar dapat mengingat dan (mendak pisan) dengan rumus
menjawab pertanyaan di alam kubur. patsarpat, yaitu hari ke empat dan
Tradisi ini di sandarkan pada kenyataan pasaran ke empat;
teologis bahwa ketika seseorang telah 7. Tahun ke dua (mendhak pindho),
dikuburkan maka Allah akan dengan rumus jisarly, yaitu hari
mendatangkan dua malaikat penanya si satu dan pasaran ketiga;
mayat di dalam kubur. Sehingga subtansi 8. Seribu hari setelah kematian
taiqin itu sesungguhnya mengingatkan (nyewu), dengan rumus
pada ruh jenazah tentang pertanyaan- nemasarma, yaitu hari ke enam dan
pertanyaan di dalam kubur. Masyarakat pasaran ke lima;
umumnya meyakini bahwa ruh orang yang 9. Haul (khol), peringatan kematian
di kubur dapat mendengar dan merasakan pada setiap tahun dan
kehadiran orang yang masih hidup, bahkan meninggalnya seseorang.
menjawab salam orang yang
mengunjunginya. Dengan demikian ketika Ngesur tanah memiliki makna bahwa
dibacakan taiqin terhadapnya setelah jenazah yang dikebumikan berarti
dikuburkan maka ia dapat mendengar perpindahan dari alam fana ke alam baka,
asal manusia dari tanah selanjutnya
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 167
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628
memberikan spirit dan motivasi tersendiri untuk memayungi jenasah sejak keluar
bagi keluarga yang ditinggalkannya. Ritual dan rumah hingga sampai di kuburan.
acara khol ini biasanya hanya dilakukan Payung tersebut melambangkan
oleh orang-orang dan status sosial tertentu. perlindungan. Dalam upacara kematian,
Seperti tokoh masyarakat, para kyai penggunaan payung melambangkan
kharismatik dan orang-orang yang suatu maksud agar arwah Si mati selalu
dianggap keluarganya sebagai seseorang mendapatkan perlindungan dan Tuhan
yang memberikan peran yang sangat atau sering disebut “diayomayomi”.
berarti bagi keluarga. Sebagai bekal dalam perjalanan jauh,
Di samping tradisi tersebut di atas payung itu juga dimaksudkan untuk
terdapat juga tradisi membaca surat Yasin mendapat perlindungan dari panas dan
setiap malam Jum’at yang dikhususkan hujan.
untuk ahli kubur/orang-orang yang telah 3. Sepasang maejan
meninggal, dengan tujuan berdoa untuk Biasa terbuat dan jenis kayu yang
memohonkan ampunan bagi arwah ahli kuat dan tahan air serta awet. Dibuat
kubur agar mendapatkan tempat yang baik dengan ukuran panjang sekitar 60 cm,
di sisi-Nya, yaitu masuk ke dalam surga- lebar 15 cm, tebal sekitar 5 cm. Pada
Nya. Kemudian ada juga tradisi bagian atas berbentuk runcing agak
menyelenggarakan acara arwahan pada menumpul dengan ukiran bunga melati.
bulan Sya’ban yaitu keluarga mengundang Sepasang maejan yang terdiri 2 buah itu
masyarakat sekitar untuk datang ke rumah ditanam di atas kuburan, satu di bagian
setelah shalat magrib atau setelah shalat arah kepala dan satunya lagi di bagian
Isya’ dengan mengadakan acara membaca arah kaki. Maejan tersebut sebagai
surah Yasin dan Tahlil yang pahalanya tanda bahwa pada tempat tersebut telah
dikhususkan bagi arwah ahli kubur dan dikuburkan Seseorang. Maejan yang
keluarganya. yang berada pada bagian arah kaki
Perlengkapan lain yang ada dalam jenasah yang dikuburkan biasanya
upacara pemakaman jenasah, secara dituliskan nama orang yang dikuburkan
keseluruhan ada bermacam-macam di Situ beserta han, tanggal, bulan dan
(http://jogjacultural.blogspot.com): tahun kematiannya, dengan dasar tahun
1. Sawur Jawa. Bentuknya yang runcing dan
Sawur terdiri dari sejumlah uang maejan tersebut sebagai lambang
logam, beras kuning (beras yang tombak raksasa. Sedangkan ukiran
dicampur dengan kunyit yang diparut) berbentuk/motif bunga melati sebagai
ditambah kembang telon (mawar, melati lambang keharuman.
dan kenanga) serta sirih kinang dan 4. Sebuah tempayan kecil (klenting)
beberapa gelintir rokok linting. atau kendi
Semuanya itu ditempatkan dalam bokor Kendi atau klenting digunakan untuk
atau takir (wadah yang terbuat dan daun wadah air tawar yang dicampuri dengan
pisang). Seperti disebutkan di atas, hal serbuk atau minyak cendana dan
ini dimaksudkan sebagai bekal si mati kembang telon, yang nantinya akan
agar selalu mendapatkan kemurahan disiramkan di atas kuburan dan maejan.
dari Tuhan, di samping juga ditujukan Semua itu melambangkan kesucian,
terhadap keluarga yang ditinggalkan. kesegaran dan keharuman nama si mati.
2. Payung 5. Degan krambil ijo (kelapa hijau yang
Payung yang digunakan dalam masih muda).
upacara kematian sering disebut payung Kelapa hijau yang masih muda itu
jenasah. Payung itu mempunyai tangkai nantinya, setelah jenasah dikuburkan,
yang panjang. Payung itu digunakan dibelah dan ainnya disiramkan di atas
TRADISI MASYARAKAT NELAYAN RAWA PENING KELURAHAN BEJALEN
KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG 169
Sabda Volume 12, Nomor 2, Desember 2017 ISSN 1410–7910 E-ISSN 2549-1628