Anda di halaman 1dari 16

Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 389

Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā1

Siti Ikhwanul Mutmainnah


SMA Negeri 9 Waeapo
ikhwanulmuthmainnahpamungkas@yahoo.com

Abstract: This article describes Mullā Ṣadrā’s idea to solve a polemic and debate on the
resurrection after the death. The debate especially concerns on the resurrection of what: is it
the soul or the body which resurrect?For this matter Mullā Ṣadrā offers three concepts 1) the
soul is eternal and will be resurrected by a new body, 2) that new body is a result of the soul’s
projection from its conduct in the world, 3) the soul will continually walk from one sphere to
another without ending to God.
Keywords: dead soul, eternal soul, new body

Abstraksi: Artikel menggambarkan ide Mullā Ṣadrā dalam menyelesaikan polemik dan
perdebatan mengenai kebangkitan setelah mati. Perdebatan terutama terkait kebangkitan jiwa:
jiwa ataukah badan akan bangkit? Untuk masalah ini tiga konsep ditawarkan Mullā Ṣadrā yaitu
1) jiwa adalah kekal dan dibangkitkan dengan badan baru, 2) badan baru tersebut merupakan
hasil proyeksi jiwa dari perbuatannya selama di dunia, dan 3), jiwa akan terus mengalami
perjalanan dari satu alam ke alam lain tanpa henti menuju Tuhan.
Katakunci: jiwa mati, jiwa kekal, badan baru

Pendahuluan Sementara itu mayoritas failasuf berpendapat


Para pengaji dari kalangan failasuf dan bahwa kebangkitan terjadi pada jiwa. Di sisi
teolog berpendapat dan setuju akan ada lain, teosof dan para syaikh ahli ma‘rifat
kebangkitan kembali setelah mati, akan tetapi berpendapat bahwa kebangkitan terjadi pada
terjadi perbedaan pendapat mengenai apa badan dan jiwa sekaligus. Perdebatan tersebut
yang bangkit, apakah jiwa ataukah badan muncul disebabkan karena banyak penjelasan
yang akan dibangkitan. Teolog dan ahli mengenai Hari Kebangkitan, Hari Pembalasan
fiqh berpendapat bahwa kebangkitan hanya dan Hari Akhir di dalam al-Qur’ān dan Ḥadīts,
terjadi pada badan, mengingat bahwa jiwa sehingga memunculkan persoalan tersebut.
merupakan benda lembut yang mengaliri badan. Artikel ini akan mendiskusikan pandangan
Mullā Ṣadrā yang memberi sintesis bagi

Artikel ini merupakan ringkasan dari skripsi
penulis berjudul Konsep Jiwa setelah Mati Menurut
Mullā Ṣadrā, Fakultas Ushuluddin, Aqidah Falsafat 
Q.s. Yāsīn/36: 79-81 dan Q.s. al-Taghābūn/64:
UIN Jakarta, 2015. 7-9.

389
390 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

perdebatan tersebut. Di sini Mullā Ṣadrā intellect. Oleh karena itu, kematian badan
menawarkan tiga konsep tentang jiwa setelah tidak akan menyebabkan kematian jiwa. Dan
mati. Pertama, jiwa kekal dan dibangkitkan ketika dibangkitkan, jiwa akan dibangkitkan
dengan badan baru. Kedua, badan baru tanpa badan, sebab ia berpandangan akhirat
tersebut merupakan hasil proyeksi jiwa dari adalah alam ruhani, maka menjadi satu
perbuatannya selama di dunia. Ketiga, jiwa kemustahilan bagi badan yang bersifat materi
akan terus mengalami perjalanan dari satu untuk memasukinya. Setelah mati, jiwa-jiwa
alam ke alam lain tanpa henti menuju Tuhan. yang hidup terus dibentuk secara individual
dan mereka dapat dibeda-bedakan berdasarkan
Perdebatan di Berbagai Ranah: hubungan mereka sebelumnya dengan susunan
Falsafat, Kalām, dan Tasauf materi yang sangat berbeda serta pola tingkah
Di kalangan failasuf Islam, perdebatan laku yang berbeda pula.
mengenai jiwa setelah mati dimulai dari al- Puncak benturan terjadi ketika secara
Fārābī. Menurut al-Fārābī, jiwa-jiwa yang terbuka al-Ghazālī menyerang keyakinan
tidak mengalami kesempurnaan akan tetap para failasuf lewat bukunya Tahāfut al-
pada tingkatnya sebagai materi bahkan dapat Falāsifāh dan Ibn Rusyd menyerang balik
hancur bersama kehancuran materi. Pada serangan al-Ghazālī ini dengan bukunya
saat jiwa manusia mencapai tingkat al-‘aql Tahāfut al-Tahāfūt. Al-Ghazālī berpendapat
al-mustafad (acquired intellect), pencapaian bahwa setelah kematian, jiwa dan badan akan
tingkat intelek tertinggi, maka dia abadi atau dibangkitkan di Hari Akhir. Badan manusia
kekal dalam arti bahwa dia mampu berada dibangkitkan dan disatukan kembali dengan
tanpa badan. Bahkan ketika belum terpisah jiwa untuk merasakan adzab neraka ataupun
dari badan pun, jiwa mampu merasakan nikmat surgawi secara jasmani dan ruhani. Jiwa
kebahagiaan yang tertinggi dengan terus ketika di dunia bersama-sama dengan badan
menerus hidup tak terbatas. dalam melakukan berbagai hal baik kejahatan
Hal ini berbeda dari pandangan Ibn Sīnā, ataupun kebaikan, ketika ia mati maka
yang baginya baik materi maupun bentuk menjadi suatu ketidakadilan bagi keduanya
merupakan pancaran dari active intellect. Ini jika hanya salah satu yang dibangkitkan.
bukan karena kemurahan Tuhan, akan tetapi Keduanya harus dibangkitkan bersama-sama
merupakan implikasi wajib dari hakikat active untuk memertanggungjawabkan perbuatan
intellect. Dengan konteks pemikiran inilah, mereka selama hidup di dunia. Al-Ghazālī
dia menunjukkan keabadian jiwa manusia. mengufurkan pandangan yang menganggap
Menurutnya, jiwa manusia adalah substansi bahwa kebangkitan hanyalah jiwa saja pada
yang tidak berbadan dan tidak dapat dibagi- Hari Akhirat.
bagi. Ketika mati, jiwa tidak terpecah dan Ibn Rusyd menanggapi kritikan yang
hancur, karena jiwa diproduksi oleh active dilontarkan oleh al-Ghazālī. Ia menerangkan
berbagai pendapat failasuf tentang hakikat
Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam (Abad


Pertengahan), terj. M. Amin Abdullah (Jakarta: 


Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam (Abad
Rajawali, 1989), 135. Pertengahan),138.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 391

dari ketidakterbatasan jiwa, bahwa yang illuminasi pada waktu hidupnya (para wali).
dibangkitkan ketika hari pembangkitan adalah Jiwa ini akan melewati Alam Malakut untuk
jiwa saja. Maka Ibn Rusyd berpendapat bahwa mendapatkan kebahagiaan transenden yang
seluruh jiwa menjadi satu setelah kematian berasal dari kedekatan dengan Cahaya
nanti. Ketika berbicara tentang bagaimana Tertinggi (Tuhan.) Namun konsep jiwa setelah
menyajikan masalah ini kepada orang awam, kematian Suhrawardī hanya menjelaskan
Ibn Rusyd mengusulkan penggunaan analogi tingkatan jiwa tertinggi, yaitu kebersatuan
antara tidur dan kematian. Pada saat kita tidur, dengan Cahaya Tertinggi. Ia tidak menjelaskan
meskipun tubuh kita tidak bisa merasakan mengenai tahapan kehidupan jiwa setelah
apa-apa, tetapi jiwa kita tetap hidup. Ketika kematian badan.
bermimpi saat tidur, terkadang kita merasakan Para ahli kalām juga berbeda pendapat
kesenangan ataupun kesengsaraan yang tiada mengenai masalah tersebut. Sebagian berpen­
tara. Begitu juga yang terjadi setelah kematian dapat bahwa jiwa juga mati bersama kematian
kelak (akhirat), kebangkitan dan pembalasan badan, hal ini dikarenakan bahwa segala
dilakukan secara ruhaniah dan hanya dirasakan sesuatu yang diciptakan Allah akan mati
oleh jiwa. Oleh karena itu, hari kebangkitan dan kecuali diriNya; jika jiwa kekal maka akan
pembalasan lebih mudah dipahami oleh orang terjadi dua kekekalan yakni kekekalan Allah
awam dengan penggambaran jasmaniah. dan kekekalan jiwa. Beberapa teolog yakni Abū
Suhrawardī mendukung teori kebangkitan ‘Abdillāh dan Aḥmad bin Amīr berpendapat
bersifat ruhaniah atau spiritual. Kondisi berbeda, bahwa jiwa tidak ikut lenyap bersama
jiwa tergantung pada tingkat kemurnian lenyap badan ketika kematian, akan tetapi
dan pengetahuan yang telah ia capai dalam hanya berpindah dari satu alam ke alam lain.
kehidupan. Suhrawardī kemudian membagi Mereka berlandaskan pada firman Allah
tingkatan jiwa menjadi tiga kategori.  Q.s. al-Baqarah/2: 28. Dari dalil itu, mereka
Pertama, jiwa yang mencapai kemurnian berpendapat bahwa mati bukanlah hilang
dalam kehidupan. Jiwa ini akan menuju atau lenyap sesuatu dari tubuh kita (jiwa),
alam arketip untuk merasakan kenikmatan- akan tetapi hanya suatu proses perpindahan
kenikmatan indrawi yang berbeda dari jiwa dari satu keadaan ke keadaan yang lain.
kenikmatan dunia. Kedua, jiwa yang telah Namun walaupun jiwa tetap hidup dan berada
digelapkan oleh kejahatan dan kebodohan. di alam Barzakh, ia akan dikembalikan kepada
Jiwa ini akan menuju alam labirin kosmik yang jasadnya pada hari berbangkit.
penuh dengan keterikatan dan ketergantungan, Abū Muḥammad bin Ḥazm dalam
tempat kekuatan jahat, gelap dan jin. Ketiga, kitabnya berkata bahwa salah sekali bila
jiwa yang telah mencapai kesucian dan orang mengatakan bahwa orang yang telah
mati akan hidup kembali di dalam kuburnya
sebelum Hari Kiamat. Yang benar adalah

Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam (Abad
Pertengahan), 14.

Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama 
Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Masalah Ruh, terj.
Filsafat Islam, terj. Achmad Maimun Syamsudin Jamaluddin Kafie (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003),
(Yogyakarta: IRCiSOD,2006), 136. h. 43-45.
392 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

jiwanya dikembalikan kepada badannya berjalan tanpa henti, dan ia terus bergerak,
untuk dapat menjawab pertanyaan saat dimulai saat jiwa manusia melakukan
dibangkitkan di Hari Pembalasan. Hidup perjanjian primordial dengan Tuhan, Alam
hanyalah hidup di dunia dan di Akhirat nanti, Rahim, alam yang saat ini ditempati, Alam
dan juga mati hanyalah mati di dalam alam Barzakh, Alam Kebangkitan, Alam Surga dan
kubur dan sebelum lahir di dunia, dan yang Neraka dan terakhir Alam Luar Surga.10 Jiwa
mendapat balasan adalah jiwanya. Ibn Qayyim tidak pernah berhenti berjalan hingga akhirnya
al-Jawziyyah menyatakan bahwa rūḥ/jiwa ia akan menuju Tuhan. Inilah tujuan akhir
ketika berpisah dari badan akan tetap hidup perjalanan dari setiap manusia, tidak ada yang
dan akan dikembalikan kepada badannya, lalu berbeda. Alam-alam yang dilalui oleh jiwa
datang Malaikat Munkar dan Nākir yang akan manusia penuh dengan rahasia-rahasia dunia
bertanya kepadanya tentang siapa Tuhannya, materi, jika jiwa terjerat dan terbelenggu akan
nabinya, dan agamanya. dunia materi itu, maka jiwa akan diasingkan
Sedangkan di ranah tasauf, mayoritas oleh Tuhan.
sufi percaya bahwa jiwa kekal, karena Tubuh yang dibangkitkan di Alam Akhirat
jiwa berasal dari Tuhan tentu ia juga akan tidak sama dengan tubuh duniawi saat ini
kembali kepada Tuhan. Jiwa tidak akan dalam setiap aspeknya, sekalipun substansinya
hancur dan mati bersama dengan kematian sama persis. Untuk ini mereka yang seterusnya
badan. Jiwa yang telah berpisah dengan badan dialihkan dari alam kubur (Barzakh) dan
akan memasuki Alam Mitsāl, yakni alam yang dibangkitkan komposisi dan aturannya adalah
berada antara alam makna dan alam dunia. berbeda karena aksiden dan sifat-sifatnya yang
Dalam alam ini, perbuatan manusia akan lebih baik dari yang akan ada, bukan yang ada
menampakkan dirinya di Alam Barzakh dalam saat ini. Situasi lahir seseorang di Alam Akhirat
rupa yang menyenangkan atau menakutkan nanti bergantung pada situasi batinnya di dunia
tergantung pada amalan manusia saat hidup. ini. Jika ia banyak melakukan perbuatan baik
Alam ini adalah tempat bagi jiwa yang telah maka akan merefleksikan wujud yang indah
lepas dari belenggu material. Hanya jiwa- dan sebagainya, sedangkan jika di dunia ia
jiwa sucilah yang diizinkan masuk sedangkan banyak melakukan kejahatan maka ketika
jiwa yang masih terbelenggu oleh dunia tidak dibangkitkan akan merefleksikan rupa yang
diizikan memasukinya, kecuali ketika jiwa buruk; ada yang menyerupai kera, babi dan
telah dibersihkan. lain sebagainya. Hal tersebut sudah dijelaskan
Ibn ‘Arabī berpendapat bahwa jiwa lebih Allah dalam al-Qur’ān.
tinggi derajatnya daripada tubuh dan lebih Tidak jauh berbeda dari pemikiran
rendah ketimbang intelek, dan ia merupakan Ibn ‘Arabī, Jalāl al-Dīn Rūmī pun sepakat
medan bagi penumbuhan rūḥ. Jiwa yang tentang keabadian jiwa setelah berpisah dari
memberi daya dan ia akan tetap kekal. Jiwa badan. Badan adalah fana sedangkan jiwalah
yang abadi. Ketika kematian datang jiwa akan
Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Masalah Ruh, 47.


Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk


 10
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk
Tasawuf (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), 58. Tasawuf , 212.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 393

berpisah dari badan, badan akan mengalami ber­ba­gai ranah. Namun tidak ada satu pun
kehancuran setelah kematian, akan tetapi pemikir yng menjelaskan mengenai hal
tidak dengan jiwa. Jiwa terus berjalan tersebut semenarik Mullā Ṣadrā. Ia menengahi
untuk bertemu Tuhan, dan ia akan lebur perdebatan di atas dengan menyatukan ketiga­
bersama dengan keabadian Tuhan. Jiwa yang nya menjadi satu pemikiran yang luar biasa. Ia
semasa hidupnya banyak terpengaruh oleh berpendapat bahwa kematian bagi jiwa hanya
materi dan kesenangan duniawi, maka ia sebuah proses perubahan dan perpindahan dari
tidak akan mencapai kebahagiaan di Hari satu alam ke alam lain, dari satu tingkatan jiwa
Kebangkitan kelak, dan sebaliknya jika ia yang kurang sempurna menuju tingkatan jiwa
melakukan kebaikan dan berusaha untuk yang lebih sempurna dan seterusnya hingga
dekat dengan Tuhan, maka jiwanya akan ia menjadi sempurna. Pertama, ia kekal dan
terbebas dari kesengsaraan, ia akan bahagia dibangkitkan dengan badan baru. Kedua,
dan bertemu Tuhan. badan baru tersebut merupakan hasil proyeksi
Berbeda dari kedua sufi di atas, seorang jiwa dari perbuatannya selama di dunia.
sufi kotemporer juga berusaha merumuskan Ketiga, jiwa akan terus mengalami perjalanan
pandangannya tentang kehidupan setelah mati. dari satu alam ke alam lain tanpa henti menuju
Ia adalah Bediuzzaman Said Nursi. Menurutnya Tuhan. penjelasan lebih lanjut mengenai jiwa
kehidupan manusia tidaklah berhenti pada saat setelah mati menurut Ṣadrā sebagai berikut di
di dunia ini saja. Akan tetapi ia akan terus bawah ini:
berjalan setelah kema­ti­annya dan memasuki
alam yang disebut dengan Alam Abadi. Kekekalan Jiwa dengan Badan Baru
Manusia dibangkit­kan kembali dengan seluruh Menurut Mullā Ṣadrā telah terbukti bah­
dayanya untuk memertanggungjawabkan wa manusia terdiri atas dua substansi, yaitu
seluruh perbuatannya ketika hidup di dunia. badan yang bersifat materi/fisik dan jiwa
Ia mendapat balasan sesuai dengan apa yang bersifat non materi/spiritual. Badan
yang ia lakukan, mendapat kesenangan akan bersama-sama dengan jiwa untuk
jika ia selalu melakukan kebaikan dan akan bereksistensi di dunia ini, karena di antara
mendapatkan kesengsaraan jika ia melakukan kedua mereka terdapat ikatan alamiah. Jiwa
kejahatan. Semua manusia tanpa terkecuali tidak mampu bereksistensi tanpa badan dan
akan meninggalkan kehidupan materi menuju sebaliknya.12 Namun hakikat manusia, pada
kehidupan yang abadi dan menuju ke hadapan intinya adalah transenden dan non-materi.
Tuhan, Pencipta segala makhluk.11 Karena bersifat non-materi dan transenden,
ia tidak tergantung pada segala sesuatu yang
Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā bersifat materi. Jiwa tidak akan hancur dan
Pemikiran mengenai kehidupan setelah mati bersama kema­tian badan, karena hakikat
mati mengundang banyak perdebatan di
12
Mullā Ṣadrā, Manifestasi-Manifestasi Ilahi,
11
Bediuzzaman Said Nursi, Dimensi Abadi Risalah Ketuhanan dan Hari Akhir sebagai Perjalanan
Kehidupan, terj. Sugeng Hariyanto (Jakarta: Prenada Pengetahuan Menuju Kesempurnaan, terj. Irwan
Media, 2003), 26. Kurniawan (Jakarta: Sadra Press, 2011), 93.
394 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

sebenarnya dari kematian adalah proses seorang pengendara dengan kendaraannya.


berpisah jiwa dari kurungan badan materi Pengendaralah yang mengendalikan dan
dan berpindah ke alam yang lain, dan akan memelihara kendaraan.
dibangkitkan untuk mendapatkan balasan dari Kehancuran dan kematian badan sama
perbuatannya di dunia. sekali tidak menyebabkan kehancuran dan
Kebangkitan jiwa bukan berarti jiwa kematian jiwa. Jiwa terbebas dari kehancuran
hidup kembali setelah mengalami kematian karena ia terbebas dari ruang dan waktu. Me­
bersama badan akan tetapi jiwa terus hidup nge­nai hal ini, ia berpendapat:
dengan badan baru. Badan baru tersebut
merupakan hasil proyeksi jiwa dari per­ Ketahuilah bahwa penciptaan dan kebangkitan
buatannya semasa di dunia yakni kebiasaan- makrokosmos adalah seperti penciptaan dan
kebiasaan dan karakter-karakter yang terus kebangkitan mikrokosmos. Organ-organ
menerus ia lakukan sehingga kebiasaan dan badan pasti rusak sementara jiwanya tetap
karakter tersebut mendominasi jiwanya. kekal. Namun pada awal penciptaannya,
Sehingga ketika dibangkitkan, jiwanya akan jiwa memiliki eksistensi yang lemah dan
memroyeksi keadaan-keadaan yang telah dengan kekuatan seperti itu jiwa menyerupai
melekat dan mendominasi di dalam dirinya ketiadaan sehingga pada hari-hari kehidupan
dan hal itulah yang menyebabkan manusia jiwa keluar dari kekuatan itu menuju per­
menjadi bermacam-macam jenis dan rupanya buatan. Eksistensi jiwa itu menguat dan
di Hari Akhir, 13 sebagaimana yang telah menjadi sempurna secara bertahap, sementara
diterangkan oleh Allah dalam al-Qur’ān.14 badan melemah, menjadi renta, serta kekuatan
Jiwa tidak mengalami kematian dengan dan alat-alat itu menjadi lesu sedikit demi
kematian badan, bahkan tidak mengalami sedikit. Demikian hingga akhirnya badan itu
kehancuran sama sekali. Pandangan tersebut mati. Sementara jiwa itu kekal dan kembali
menjadi pandangan yang mendasar sekali, kepada Tuhan.15
mengingat kebangkitan hanya bisa terjadi
jika jiwa tetap ada. Jiwa membutuhkan badan Oleh karena itu, posisi badan hanya
sebagai identitasnya, maka tanpa ada badan, reseptif, sebagai penerima. Ketergantungan
jiwa tidak mungkin memiliki identitas dan badan terhadap jiwa adalah ketergantungan
dapat bereksistensi, akan tetapi selanjutnya mutlak. Ketergantungan ini tak akan lenyap
keberadaan jiwa tidak bergantung pada badan, selama jiwa bersamanya, dan badan tidak
melainkan badanlah yang bergantung pada akan ada jika jiwa tidak ada. Jiwa terus
jiwa, karena setelah jiwa dan badan terikat, ber­kem­bang, kekal dan menjadi sempurna.
jiwalah yang mengendalikan badan, seperti Namun lain halnya dengan kondisi badan,
yang terus bereksistensi bersama jiwa
13
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, terj. Dimitri
di dunia, ia menjadi lemah dan rapuh, ia
Mahayana & Dedi Djuniardi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), 193-4. terikat oleh ruang dan waktu, dan hingga
14
“Dan pada hari terjadi Kiamat, di hari itu
mereka (manusia) bergolong-golongan” (Q.s. al- 15
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi-
Rūm/30: 14.) Manifestasi Ilahi, 135-6.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 395

akhirnya ia mati dan hancur. Kematian Jiwa akan dibangkitkan dengan badan
merupakan kebenaran sebagai peristiwa baru yang merupakan imajinasi dari jiwa yang
alami kembalinya jiwa dari kehidupan bisa menjelma menjadi bentuk binatang, dan
duniawi dan awal, dan perjalanan kembali bentuk lainnya sesuai dengan prilaku dan
menuju Tuhan. Jiwa akan dibangkitkan kebiasaan-kebiasaan yang mendominasi jiwa.
setelah kematian badan dan akan memasuki Ini merupakan penjelmaan amalan-amalan
kehidupan selanjutnya, kehidupan yang dan perwujudan tabiatnya semasa di dunia.
lebih tinggi derajatnya dibandingkan Ia akan terhubung dengan ‘badan baru,’ dan
kehidupan duniawi, yakni alam keabadian. keterhubungan di antara mereka ini bukanlah
Jiwa dibangkitkan dengan badan baru yang seperti reinkarnasi yang menjadi pandangan
merupakan proyeksi dan imajinasi dari pemikir terdahulu dan ajaran agama Hindu-
kondisi kejiwaannya saat di dunia. Ṣadrā Budha yang berkaitan dengan kehidupan
mengungkapkannya sebagai berikut: setelah kematian.17
Jiwa akan mendapatkan badan baru
Kebangkitan di Hari Kiamat pada manusia setelah jiwa meninggalkan badan karena
sendiri adalah dengan jiwa dan badannya kerusakan atau kematian. Namun ia tidak
sekaligus. Karakter-karakter badan berupa tetap di alam ini dan tidak mendapatkan badan
ukuran, keadaan dan sebagainya mengalami materi yang baru, akan tetapi ia akan berpindah
perubahan. Tidak ada cela dalam hal itu ke alam selanjutnya, yakni Alam Barzakh.
karena jiwa yang merupakan esensi badan itu Di sana jiwa akan mendapatkan badan baru
kekal, karena esensi setiap badan hanyalah yang tidak lain adalah penjelmaan tabiat dari
dengan kekekalan jiwa bersama substansinya. perbuatannya di dunia yang telah melekat di
Karakter substansi badan itu berubah, tetapi dalam jiwanya.
jika engkau pernah melihat seseorang pada Berkenaan dengan keterhubungan antara
waktu lalu, dan engkau melihatnya nanti jiwa dengan badan baru setelah kematian, bagi
kelak di Hari berbangkit dan keadaan- Mullā Ṣadrā meyakini bahwa kebangkitan
keadaan jasmaninya telah berubah, engkau kelak terjadi pada badan dan pada jiwa
tetap tidak akan ragu untuk memastikan sekaligus. Maksudnya jiwa manusia yang
bahwa orang itu adalah orang yang pernah immateri, setelah terpisah dengan badannya,
kau lihat sebelumnya. Perubahan substansi akan kembali lagi pada badannya yang semula,
fisik tidak ada pengaruhnya selama bentuk akan tetapi badan yang dimaksud oleh Ṣadrā,
kejiwaannya masih terpelihara. Banyak esensi bukanlah badan materi tetapi badan yang
badan ini yang hilang dari badan di Akhirat, berasal dari hasil proyeksi jiwa berdasarkan
karena badan di Akhirat seperti bayangan ruh perbuatan dan amalannya selama di dunia.
atau seperti bayangan terbalik yang terlihat Menurut Mullā Ṣadrā, teori ini sesuai dengan
pada cermin.16 ajaran agama dan akal manusia. Bahkan

17
Kholid al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju
16
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi- Akhirat, Filsafat Eskatologi Mulla Shadra (Jakarta:
Manifestasi Ilahi, 125. Sadra Press, 2012), 96.
396 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

pengingkaran terhadapnya sebanding dengan pada pemenuhan syahwat dan hasrat, maka
pengingkaran atas teks-teks al-Qur’ān dan jiwanya akan memersepsi bentuk badan yang
Ḥadīst Nabi. Mullā Ṣadrā menyatakan, buruk sehingga menimbulkan penyesalan dan
penderitaan yang pedih.
Tapi badan manusia, setelah pada awalnya
berasal dari satu spesies (bentuk manusia), Refleksi Jiwa terhadap Badan Baru
akan menjadi berbeda dalam hakikat, sesuai Saat badan fisik manusia mulai ter­bentuk,
dengan bentuk proyeksi jiwanya. Tetapi pada saat yang sama jiwa manusia juga mulai
jiwa menjadi berbagai spesies berbeda yang terbentuk. Namun pada akhirnya perjalanan
terdiri dari empat jenis (manusia, binatang, badan akan terhenti oleh ke­matian, akan tetapi
tumbuhan, dan benda-benda.) Ini karena jiwa, tidak dengan jiwa. Kendati diawali dari fisik
pada kehidupannya dengan badan materinya, materi, proses perjalanan jiwa selan­jutnya
secara aktual melakukan perbuatan-perbuatan mengalami kesempurnaan, melalui gerakan
dan itu akan mengarakter dan mendominasi trans-substansial, menjadi ruhani dan tetap
jiwanya dan dalam bentuk proyeksi/imajinasi abadi pada kondisi tersebut. Di kala badan
inilah mereka dibangkitkan pada Hari Kiamat, perlahan akan hancur setelah ajal menjemput,
yakni dalam suatu bentuk yang berbeda dari jiwa terus melenggang, berpindah melanjutkan
bentuk badan fisik/materi semasa di dunia. perjalanannya.
Kebangkitan jiwa bersama jasmani dalam Mullā Ṣadrā menegaskan bahwa jiwa
bentuk badan spiritual benar-benar terjadi.18 akan dibangkitan dengan badan baru, di
mana badan tersebut bukanlah badan dengan
Kebangkitan jiwa bersama badan di Hari bentuk fisik yang berasal di luar dirinya,
Akhir benar-benar terjadi, di mana badan baru melainkan terbentuk dan berasal dari jiwanya.19
itu merupakan proyeksi jiwanya semasa di Ia menggambarkan bahwa badan yang
dunia. Hal ini terjadi karena setiap perbuatan dibangkitkan tidak lain adalah badan dengan
yang ia lakukan di dunia akan memberi seluruh eksistensi dan esensinya, bukan badan
warna dan pengaruh tersendiri bagi jiwa. baru yang tersusun dari unsur yang berbeda,
Jika perbuatan itu dilakukan berulang-ulang, sebagaimana pandangan mengenai raga
maka ia akan melekat dan mendominasi imajinal, yang diyakini oleh Suhrawardī dan
jiwanya. Karenanya, hendaklah manusia para pengikut illuminasi. Badan itu meniru
melakukan upaya penyucian bagi jiwanya, sifat-sifat dan pembawaan-pembawaan
sehingga ketika dibangkitkan jiwa akan yang terdapat di dalam jiwa, sebagaimana
menghasilkan potensi untuk memersepsi bayangan meniru sosok dan bentuk aslinya.
kebaikan dan kebahagiaan, sehingga akan Ini merupakan penjelmaan amalan-amalan dan
menjelma menjadi badan yang indah dan perwujudan akhlak, dan inilah yang disebut
menawan. Sedangkan jika ia enggan untuk sebagai proyeksi jiwa terhadap badan baru.
menyucikan jiwanya, dan selalu berorientasi Jiwa memroyeksikan/menampilkan perbuatan

19
Kholid al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju
18
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, 192-3. Akhirat, Filsafat Eskatologi Mulla Shadra, 125.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 397

dan amalan-amalan manusia yang telah Perkembangan makhluk hidup dari kurang
melekat dan mendominasi menjadi bentuk intens ke yang lebih intens, seperti perkem­
yang identik dengan perbuatan tersebut. Mullā bangan manusia dari embrio hingga menjadi
Ṣadrā menjelaskannya seba­gai berikut: manusia yang sempurna. Wujud kita sewaktu
bayi berbeda ketika dewasa. Akan tetapi
Ketahuilah, setiap orang yang menyaksikan orang-orang masih dapat mengenali identitas
batinnya sendiri dengan pandangan batin kita dengan perubahan-perubahan tersebut.
di dunia, tentu ia melihat dipenuhi dengan Dengan kata lain, identitas terjadi bukan dari
berbagai macam pengganggu dan binatang bentuk fisik, akan tetapi jiwalah yang bertugas
buas, seperti syahwat, kemarahan, hasad, memertahankan identitas tiap individu. Begitu
dengki, sombong, riya dan bangga diri. Ketika juga setelah mati, jiwa akan tetap hidup
ia dibangkitkan, maka ia akan me­lihat bentuk- membentuk badan yang lebih intens lagi
bentuk dirinya sesuai makna­nya. Dengan dari badan ketika di dunia, jauh dari ruang
matanya, ia akan melihat kalajengking dan dan waktu sampai akhirnya bersatu dengan
ular yang merupakan tabiat dan sifatnya Tuhan.22 Yang bergerak dan berubah tidak
semasa di dunia yang hadir dalam dirinya. hanya materinya (badan), akan tetapi juga
Yang mengenali esensinya dengan kekuatan jiwanya (substansi). Ia menjadi semakin
imajinasinya adalah ia sendiri....ular dan sempurna dengan keberadaan perjalanan
kalajengking itu tidak memiliki bentuk di dari satu alam ke alam yang lain. Sehingga
luar badannya, karena hal itu merupakan ketika jiwa menjadi sempurna dan memasuki
gambaran dan jelmaan dari akhlak dan Alam Akhirat, ia mampu menciptakan badan
perbuatan-perbuatannya.20 mereka sendiri.
Seluruh badan yang ada di dunia akan
Ṣadrā menjelaskan lebih lanjut mengenai datang (Akhirat) muncul dari kebiasaan-
perihal bentuk badan setelah kematian ini kebiasaan dan sifat-sifat karakter dalam
berdasarkan ajarannya, gerak substansial.21 jiwa baik sifat dan kebiasaan yang baik atau
yang buruk yang telah mengakar di dalam
20
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi- jiwa. Hal tersebut yang menjadi sebab-sebab
Manifestasi Ilahi, 149-51. keadaan karakternya di dunia ini, kemudian
21
Gerak tidak hanya terjadi pada empat kategori jiwa-jiwa mengambil dan mengidentifikasi
aksiden: kuantitas, kualitas, posisi dan tempat. Akan
tetapi gerak juga terjadi pada substansi. Kita melihat kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi bentuk
dalam dunia eksternal perubahan benda material badan-badan psikis di dunia yang akan datang
dari keadaan yang satu ke keadaan yang lain. Buah
(Akhirat). Ṣadrā menyatakan:
apel berubah dari hijau, kemudian kuning, kemudian
merah. Ukuran, rasa, berat juga selalu mengalami
perubahan. Karena keberadaan aksiden bergantung berkembang menjadi lebih sempurna dari waktu ke
pada keberadaan substansi, maka perubahan aksiden waktu hingga akhirnya ia mampu menransformasikan
berkaitan dengan perubahan substansi juga. Dalam dan membuat badan baru sesuai dengan kondisi yang
kaitannya dengan jiwa, jiwa pada awalnya terhubung mendominasinya.
dengan materi, namun ia juga mengalami perubahan 22
Fazlur Rahman, Filsafat Mullā Ṣadrā, terj.
dan pergerakan di samping badan fisik mengalami Munir A. Muin (Bandung: Penerbit Pustaka, 2000),
perubahan bentuk dari muda menjadi tua. Jiwa 337.
398 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

Secara total, setiap diri akan dibangkitkan dan ngan orientasi kehidupannya masing-masing.
dikumpulkan dengan bentuk wujud batinnya Karenanya, kelak ketika dibangkitkan,
dan dibawa kepada tujuan dan perjuangannya. mereka akan dibangkitkan dengan aneka
Karena pengulangan suatu perbuatan akan ragam bentuk, baik dalam bentuk manusia
secara niscaya membawa kebiasaan-kebiasan maupun binatang, sesuai dengan dominasi
tersebut ke dalam wujud, dan keadaan-keadaan karakter pada lokus jiwa mereka tersebut.
habitual karakter jiwa akan mengakibatkan Mullā Ṣadrā berpendapat kebangkitan badan
perubahan bentuk dan rupa, maka tiap keadaan dan jiwa sekaligus di Hari Kiamat itu telah
yang menjadi dominasi dalam manusia di dijelaskan dalam al-Qur’ān, dan tidak ada
dunia ini dilihat di dunia lain dalam suatu pertentangan di antara kedua mereka (al-
bentuk yang sesuai. Semua bentuk di dunia Qur’ān dan konsep Ṣadrā.)
lain kelak adalah bentuk-bentuk badan mereka Badan yang dibangkitkan saat Hari Akhir
sesuai dengan motif-motif jiwa mereka. tidak terbentuk oleh materi sebagaimana
Pada mulanya bentuk-bentuk ini bergerak badan di kehidupan duniawi, ia tidak dibatasi
dari jiwa-jiwa manusia ke badan-badannya, oleh ruang ataupun kuantitas tertentu. Ba­
tapi kemudian mereka bergerak dari badan- dan yang dimaksud bukan badan rasional
badan ke jiwa-jiwa mereka, demikian hingga seperti pendapat failasuf Peripatetik ataupun
di dunia lain mereka diwakili oleh bentuk badan imajinal yang terpisah (munfaṣil) yang
imajinal mereka yang sesuai.23 dikemukakan oleh Suhrawardī. Yang dimaksud
oleh Ṣadrā adalah badan imajinal bersambung
Karena semasa hidup ia telah melakukan (muttaṣil) yang muncul dari daya imajinasi
kesalahan dan kerakusan yang berlebihan, jiwa yang telah ada sejak kehadiran manusia
maka ia akan melihat dirinya seperti babi di dunia, dan ia sudah ada bersama manusia
yang sebenarnya, sedangkan jiwa yang selalu dan terus bersama manusia setelah kematian,
keras kepala akan menjadi seorang yang karena daya tersebut tidak lain adalah daya
bodoh, yakni memroyeksikan wataknya keluar sempurna yang ada pada diri manusia.
sebagai badan yang sesungguhnya. Al-Qur’ān
menyatakan bahwa sebagian manusia ketika Perjalanan Jiwa hingga Bertemu Tuhan
dibangkitkan akan diubah menjadi sejumlah Kematian bukanlah akhir dari segalanya,
kera,24 ia tidak berbicara tentang kehidupannya melainkan awal episode baru dalam kehidupan
di dunia, tetapi di Alam Akhirat, di mana yang berbeda. Ketika kematian datang, jiwa
seluruh peristiwa kebangkitan fisik terjadi. akan terus berjalan menuju alam berikutnya
Ṣadrā menggambarkan manusia akan yang lebih intens dan sempurna. Hakikat
dibangkitkan dalam bentuk yang sesuai de­ kematian bagi Ṣadrā adalah proses dikeluarkan
jiwa dari badan, dipalingkannya dari alam
indera, dan dihadapkan kepada Allah dan
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, 231-2.
23

“Yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai


24 kerajaanNya secara bertahap. Sehingga
Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera” (Q.s. apabila jiwa itu telah mencapai tujuannya,
al-Mā’idah/5: 60), “Jadilah kalian kera yang hina”
hubungannya dengan badan akan berhenti
(Q.s. al-Baqarah/2: 6.)
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 399

secara total. Manusia secara fitrah akan tentang penciptaan manusia dari saripati tanah
senantiasa berusaha untuk mendekatkan diri hingga menjadi manusia. Maknanya, manusia
kepada Tuhan, naik kepadaNya, sejak hari merupakan gabungan dari materi (māddah)
di mana mereka diciptakan berupa nutfah dan bentuk (ṣūrah), dan kemudian materi
di dalam rahim. Manusia selalu berpindah awal bergerak menjadi tanah dan segumpal
dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan darah, kemudian segumpal daging, selanjutnya
dari satu tingkatan ke tingkatan yang lain menjadi janin, dan akhirnya menjadi bayi, anak-
sehingga akan bertemu dengan Tuhannya anak, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya mati
dan menyaksikanNya. Manusia akan kekal kembali menjadi tanah.26 Posisi kematian bagi
dengan jiwanya, entah dalam kebahagiaan dan Ṣadrā merupakan proses gradasi wujud dari
kelezatan yang abadi bersama para nabi dan level wujud rendah dan melalui kematian, ia
orang salih atau dalam kepedihan, kesedihan, akan menuju ke level wujud yang lebih tinggi.
penderitaan dengan neraka Allah. Kematian adalah sarana untuk membawa
Dengan begitu, kematian berarti ke­ manusia dari kehidupan tingkat duniawi
lahiran dan kehidupan baru, “Katakanlah, menuju tingkat kehidupan berikutnya.
malaikat maut yang diserahi tugas untuk Ṣadrā menyatakan bahwa manusia se­
mencabut nyawamu akan mematikan kamu, nantiasa dalam perubahan dan perjalanan
kemudian hanya kepada Allahlah kalian akan (evolusi), dan hakikat sebenarnya dari ma­
dikembalikan” (Q.s. al-Sajdah/32: 11.) Jika nusia adalah jiwanya. Sejak ia ditiupkan
dipahami, maka kematian merupakan proses Tuhan ke badan hingga kematian bahkan
pengembalian manusia, baik dari sisi jasmani sampai pada perjalanan terakhirnya ia
maupun ruhani. Dalam pandangan agama, tetaplah jiwa yang sama, karena jiwa adalah
seseorang bergerak menuju jalan kesempurnaan kesempurnaan realitasnya dan kesempurnaan
dalam bentuk kematian. Artinya, kematian kedirian. Ia berkembang dan menjadi sem­
merupakan pintu atau jembatan yang harus purna dalam perkembangannya hingga
dilewati agar manusia dapat memasuki alam bertemu Tuhan.
lain yang lebih sempurna. Titik perjalanan/evolusi tertinggi jiwa
Dalam hal ini, Ṣadrā mendukung teorinya adalah tercapai kesempurnaan jiwa secara utuh
dengan firman Allah dalam al-Qur’ān surat sehingga ia menjadi wujud murni/individualitas
al-Mu’minūn/23: 12-4,25 yang menceritakan murni, dan individu tertinggi dan termurni itu
adalah Tuhan. Proses penyempurnaan jiwa
25
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu tidak lain adalah upaya manusia
manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah.
untuk kembali pada sumber asal dirinya. Jika
Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (Rahim.) manusia ingin mengarahkan dirinya menjadi
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, wujud yang lebih tinggi dengan melakukan
lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
perbuatan baik dan melepaskan diri dari
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus beragam ikatan materi dan hasrat dari dirinya,
dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, 26
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi-
Pencipta yang paling baik.” Manifestasi Ilahi, 145.
400 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

maka jiwanya akan naik pada tingkat kualitas kebahagian ataupun penderitaan dan selalu
yang lebih sempurna, tetapi jika tidak, maka menemaninya dalam perjalanannya di kubur,
manusia akan turun bahkan pada tingkatan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ṣadrā
yang paling rendah, inilah yang kelak di berikut ini:
Akhirat menjadi kera dan babi, bahwa jiwa
mereka berorientasi pada keburukan sehingga Ketahuilah, setiap orang yang menyaksikan
kualitas jiwa mereka pun rendah. batinnya sendiri dengan pandangan batin di
Tingkatan pertama yang dilewati manusia dunia, tentu ia melihatnya dipenuhi dengan
sesudah kematian adalah Alam Kubur, yakni berbagai macam pengganggu dan binatang
tangga pertengahan antara kematian dan buas, seperti syahwat, hasrat, dengki, makar,
kebangkitan badan. Perbedaan antara kubur bangga diri, hasud, riya, dan sombong.
dari Alam Akhirat, bagi Ṣadrā, seperti janin Ketika di dunia mata mereka tertutup untuk
yang berada dalam rahim dan dunia, bahwa menyaksikannya. Apabila tirai tersebut
posisi manusia ketika berada di kubur itu disingkap dan ia jatuh ke dalam kuburannya
laksana seorang janin yang berada di rahim, maka ia akan melihatnya, tampak dengan
sedangkan Akhirat adalah dunia, alam aktual bentuk-bentuknya sesuai dengan makna-
setelah janin keluar.27 Seperti sebuah janin maknanya. Dengan mata kepalanya, ia
yang berada di rahim untuk menyempurnakan akan melihat kalajengking dan ular yang
wujudnya sebelum ia terlahir di dunia, maka merupakan tabiat dan sifat-sifatnya di masa
apa yang terjadi di dalam kubur pun merupakan hidupnya hadir dalam dirinya. Inilah siksaan
proses penyempurnaan jiwa manusia sebelum kubur jika ia adalah orang yang celaka, dan
ia memasuki Alam Akhirat. Apa yang terjadi sebaliknya jika ia orang yang bahagia.28
di dalam kubur tidaklah jauh berbeda dari
apa yang terjadi di Akhirat hanya saja dalam Peristiwa-peristiwa yang terjadi ber­sumber
bentuk dan kualitas yang lebih rendah dan dari jiwa manusia, bukan sesuatu yang eksternal
lemah. Hal ini disebabkan oleh kemampuan darinya. Jiwa manusia, menurut Ṣadrā, untuk
daya persepsi yang dimiliki oleh manusia pada dapat memiliki kesiapan dan kesadaran untuk
saat itu belum mencapai kesempurnaan untuk memasuki alam berikutnya, haruslah memiliki
menangkap realitas Akhirat. kesempurnaan yang sesuai dengan kualitas
Ṣadrā meyakini akan keberadaan nikmat alam tersebut. Karenanya, fase kehidupan di
ataupun adzab di kubur. Semua perbuatan dunia ini adalah fase penyempurnaan jiwa
baik maupun yang buruk akan membawa untuk memersepsi Alam Barzakh dan fase
manusia pada kebahagiaan dan penderitaan, kehidupan Barzakh adalah fase penyempurna
dan berbagai perbuatan tersebut memunculkan jiwa untuk memersepsi Alam Akhirat.
bentuk imajinal yang sesuai dengan hakikat Rentang waktu perjalanan manusia di Alam
jiwanya masing-masing. Bentuk imajinal Barzakh sangat bergantung pada kualitas jiwa
ini melingkupi manusia dan menimbulkan seseorang tersebut. Dan pada masa tertentu

Kholid al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju


27 28
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi-
Akhirat, Filsafat Eskatologi Mulla Shadra, 171. Manifestasi Ilahi, 149-50.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 401

Tuhan akan membangkitkan mereka untuk (petunjuk) dari Allah, akan melewati Ṣirāṭ-
memasuki alam berikutnya. Ṣirāṭ yang lainnya yang membawa mereka
Tingkatan berikutnya yang akan dilalui pada tujuan selain Allah dan menyimpang dari
oleh jiwa manusia adalah Alam Mahsyar. al-Ṣirāṭ akan membuat mereka terjatuh ke
Setiap manusia dikumpulkan dengan berbagai dalam neraka dan tinggal di dalamnya. Ṣadrā
cara, sesuai dengan aktifitas dan niat-niatnya menyatakan bahwa jalan yang lurus itu akan
dan dikelompokkan berdasarkan bentuk- membawa manusia ke surga jika ia melalui
bentuk proyeksi jiwa mereka. Ada yang jalan itu dengan petunjuk yang benar dari jiwa.
dikumpulkan dengan wajah yang gembira Jika jiwanya suci, ia akan melewati al-Ṣirāṭ
dan dimuliakan, namun ada pula yang dengan cara yang cepat dan dengan keadaan
dibangkitkan dan dikumpulkan dengan al-Ṣirāṭ yang lebar dan nyaman. Sedangkan
keadaan yang mengerikan, dengan bentuk jika jiwanya kotor, ia akan melewati al-Ṣirāṭ
badan yang tercela. Hal ini sesuai dengan dengan lambat dan kondisi al-Ṣirāṭ sempit dan
motif-motif dan akhir jiwa mereka, dan setajam pedang.
tercipta seluruh organ-organ badan sesuai Selanjutnya, tingkatan yang dilalui jiwa
dengan maksud jiwa dan struktur hakikinya. adalah tahap penerimaan lembaran dan kitab
Hal ini seperti yang telah Allah jelaskan perbuatan. Lembaran dan kitab itu sebenarnya
dalam firmanNya Q.s. Maryam/19: 85 dan adalah hati dan jiwa manusia, di mana tempat
Q.s. Ṭāhā/20: 124. seluruh aktifitas manusia tersebut tercatat.
Tingkatan selanjutnya yang akan dilalui Ṣadrā menyatakan,
manusia adalah perjalanan melewati al-
Ṣirāṭ.29 Manusia yang tidak mengikuti al-Ṣirāṭ Ketahuilah, ucapan dan perbuatan, selama
eksistensinya di dalam gerakan dan suara,
mereka tidak kekal dan teguh. Namun
29
Al-Ṣirāṭ adalah jalan lurus yang menuju setiap
kebaikan dan keburukan dan jalan yang terbentang barang­siapa melakukan suatu perbuatan
antara surga dan neraka. Bentuk dari al-Ṣirāṭ yang dan mengucapkan suatu ucapan, darinya
dilewati manusia kelak terdiri dari dua tingkatan. akan dihasilkan pengaruh pada jiwanya
Ada yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari
pedang. Cara manusia melewati al-Ṣirāṭ ini sesuai dan keadaan itu kekal sepanjang zaman.
dengan perbuatan mereka, ada yang melewatinya Jika perbuatan tersebut dilakukan secara
secepat kilat, ada yang seperti lompatan kuda, ada yang berulang-ulang, maka pengaruh itu melekat
merayap, ada yang berjalan kaki dan ada pula yang
melewatinya sambil bergantung. Sehingga terkadang di dalam jiwa. Dengan demikian, keadaan-
kobaran api neraka akan membakar sebagian tubuhnya keadaan itu menjadi pembawaan, lalu
dan menyisakan bagian lainnya. Keadaan al-Ṣirāṭ juga
berkumpul di dalam dirinya dan khazanah
tergantung pada keadaan jiwa manusia, jika mereka
beriman maka al-Ṣirāṭ akan melebar dan jika jiwa perseptifnya. Itulah buku catatan pada hari
mereka kotor maka al-Ṣirāṭ akan menyempit. Cepat itu tertutup pada pandangan mata. Dengan
atau lambat waktu manusia ketika melewati al-Ṣirāṭ
kematian, maka akan tersingkaplah tulisan
tergantung pada kadar kedekatan jiwanya dengan
Tuhan. Al-Ṣirāṭ terbentang di atas neraka, maka setiap yang sebelumnya tertutup darinya selama
manusia pasti akan melewatinya untuk mencapai surga.
Dan mereka tidak akan bisa melanjutkan perjalanan ini. Lihat Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi-
ke alam selanjutnya sebelum mereka melewati jalan Manifestasi Ilahi, 168-70.
402 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

hidup. Semua yang dilakukan oleh manusia bersih, ia akan ke neraka untuk menyucikan
sebesar biji atom pun akan tertulis di buku dosa-dosa yang dilakukan selama di dunia.
catatan tersebut.30 Ṣadrā, ketika membicarakan masalah
surga dan neraka, selain mendasarkan pada
Kitab yang akan diberikan di Hari Kiamat argumen rasional yang telah ia paparkan,
pada intinya tidak lain adalah jiwa manusia juga berdasarkan pada dalil-dalil agama,
itu sendiri. Ketika kiamat tiba, segala yang pernyataan para imam dan mukāsyafah.
tersembunyi di dalam jiwa manusia tersingkap Yang ingin dijelaskan oleh Ṣadrā adalah
dan terbuka. Keadaan jiwalah yang memersepsi hanya membuktikan bahwa surga dan neraka
semua kejadian yang ada di Hari Kiamat, baik bersifat non materi dan tidak mengandung
dari bentuk badan saat kebangkitan, al-Ṣirāṭ, unsur aspek lahir duniawi. Ṣadrā berpendapat
maupun buku catatan perbuatannya selama sebagai berikut:
di dunia.
Fase berikutnya, yakni perhitungan dan Surga dan neraka adalah realitas batin/psikis
penimbangan perbuatannya di dunia. Pe­ (noetik.) Surga diciptakan dengan kehakikatan
nim­bangan (mīzān) dan perhitungan (ḥisāb) Tuhan sedangkan neraka diciptakan secara
menurut Ṣadrā tidak lain merupakan gambaran insidental. Dan tentang ini terdapat sebuah
ketika Tuhan menyingkapkan hasil perbuatan rahasia. Surga dan neraka tidak memiliki lokasi
manusia dan menimbang seluruhnya. Ṣadrā spasial dan materi seperti dalam aspek duniawi,
melanjutkan bahwa jiwa manusialah yang karena segala sesuatu yang ditempatkan dalam
berperan sebagai timbangan bagi perbuatannya ruang dan materi perlu pembaharuan dan akan
sendiri, karena setiap perbuatan melahirkan mengalami kehancuran. Dan hal tersebut
efek pada jiwa. Jika perbuatan baik yang hanya mungkin terjadi di dunia. Tapi surga
dilakukan, maka efek yang ditimbulkan adalah dan neraka adalah bentuk dunia lain yang
kebersihan dan sebaliknya.31 Karenanya, setiap bersifat non materi.32
individu manusia memiliki timbangan sendiri
bagi dirinya, bahkan secara spesifik untuk Jika surga adalah tempat bagi jiwa-jiwa
setiap perbuatan yang dilakukannya. yang suci dan bebas dari belenggu dosa,
Tahap-tahap yang dilalui manusia tak maka neraka merupakan tempat bagi jiwa-
terhenti sampai di sini, akan tetapi terus ber­ jiwa pendosa di mana para penghuninya akan
lanjut memasuki alam pembalasan, Akhirat. merasakan kehinaan, kesakitan, dan adzab.
Inilah tujuan perjalanan manusia dari awal Neraka adalah penjara yang dibuat Tuhan
pembangkitan hingga akhirnya sampai pada di Hari Akhir yang kedalaman dasarnya tak
Alam Keabadian dan bertemu dengan Tuhan. terkira, yang di dalamnya terdapat api yang
Jika hasil perhitungannya baik, maka ia akan menyala-nyala. Tuhan memasukkan manusia
memasuki surga, sedangkan jika jiwanya tidak ke neraka berdasarkan niat-niat dan tujuan
mereka. Neraka bagi Ṣadrā hanya khusus bagi
Mullā Ṣadrā, Teosofi Islam: Manifestasi-
30

Manifestasi Ilahi, 171.


31
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, 264-265. 32
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, 265-8.
Siti Ikhwanul Mutmainnah, Konsep Jiwa Setelah Mati Menurut Mullā Ṣadrā 403

orang kafir dan musyrik, sedangkan pengikut intelek murni, dan akan bersama-sama dengan
ajaran tauhid yang berdosa hanya melewatinya para nabi. Jiwa yang menjadi wujud murni
saja sebagai bentuk pembersihan dosa. Orang akan ditransendenkan oleh wujud yang lebih
kafir dan musyrik akan disiksa sesuai dengan tinggi sehingga menjadi lebih dekat dengan
apa yang mereka kerjakan dan mereka akan Tuhan dan seterusnya hingga sampai pada
mendapatkan kenyamanan dan kebahagiaan puncak perjalanannya yakni bertemu Tuhan.
di neraka setelah masa hukuman selesai.
Ṣadrā mencontohkannya seperti manusia Simpulan
yang sifatnya sedemikian rupa sehingga tidak Permasalahan mengenai jiwa setelah
menyukai bau-bau yang harum dan cenderung ma­ti banyak menuai perdebatan di berbagai
menyukai hal-hal yang busuk. Kenikmatan ka­langan. Baik di kalangan teolog, sufi,
dan kenyamanan tidaklah dipatok dengan dan failasuf. Mullā Ṣadrā menengahi
keindahan belaka, akan tetapi mengikuti perdebatan tersebut dengan landasan falsafi
harmoni dan kecenderungan hati.33 Begitu juga yang ia bangun.
dengan penghuni neraka, mereka yang berhati Bagi Ṣadrā Jiwa tidak mengalami ke­
condong kepada keburukan, maka jiwa mereka matian setelah kematian badan, bahkan
akan memersepsi keburukan dan siksaan- tidak mengalami kehancuran sama sekali.
siksaan. Ketika itu dilakukan berulang maka Kematian bukan berarti lenyap kehidupan.
akan menjadi kebiasaan dan perlahan mereka Kehidupan jiwa akan terus berlangsung karena
akan merasa nyaman, jika tiba-tiba mereka kematian hanyalah proses alami pemisah
ditempatkan di tempat yang tidak sesuai antara kehidupan pada tingkat dunia kepada
dengannya (kecenderungan), justru mereka tingkat berikutnya. Jiwa akan dibangkitkan
akan merasa kesakitan dan tidak bahagia. setelah kematian badan dan akan memasuki
Kebahagiaan adalah kesempurnaan wujud, kehidupan selajutnya, kehidupan yang lebih
begitu pula sebaliknya dengan pende­ritaan. tinggi derajatnya dibandingkan kehidupan
Semakin berkualitas jiwa manusia, akan duniawi, yakni alam keabadian, Akhirat.
meningkat kesempurnaan dan kemuliaannya. Kebangkitan akan terjadi dengan jiwa dan
Adapun kualitas wujud paling tinggi adalah badannya di mana badan tersebut bukanlah
wujud al-Ḥaqq sebagai sumber awal dan sesuatu bentuk fisik eksternal, melainkan
wujud differensial intelektual.34 Upaya un­ terbentuk dan berasal dari jiwanya. Setiap
tuk mencapai kesempurnaan jiwa haruslah perbuatan atau tindakan manusia semasa di
dilakukan penyucian beragam kekurangan dan dunia, baik itu perbuatan baik atau perbuatan
penyakit yang ada di jiwa. Ṣadrā mene­kankan buruk, akan memberi warna tersendiri bagi
aktifitas intelektual sebagai jalan penyucian jiwa. Jika perbuatan-perbuatan tersebut
dan penyempurnaan jiwa. Dengan begitu jiwa dilakukan secara berulang-ulang selama ia
akan mengaktualisasikan dirinya menjadi hidup, maka akan melekat dan mendominasi
keadaan jiwanya, dan tindakan-tindakan
33
Mullā Ṣadrā,  Kearifan Puncak, 286. yang telah terekam dan melekat pada jiwa itu
34
Kholid al-Walid, Perjalanan Jiwa Menuju
akan membentuk dan menciptakan bentuk
Akhirat, Filsafat Eskatologi Mulla Shadra, 223-6.
404 Ilmu ���������� Volume 2, Nomor 4, Juli 2015
����� Ushuluddin,

di kehidupan mendatang sesuai dan identik Pustaka Acuan


dengan perilakunya semasa di dunia. al-Jawziyyah, Ibn Qayyim, Masalah Ruh, terj.
Ṣadrā berpendapat bahwa manusia se­ Jamaluddin Kafie. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2003.
lalu dalam perjalanan, ia tidak akan ber­
Kartanegara, Mulyadhi, Menyelami Lubuk Tasawuf.
henti bergerak/evolusi walaupun kematian Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
memi­sah­kan jiwa dari badan. Jiwa akan Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam (Abad
terus bergerak naik menuju alam yang Pertengahan), terj. M. Amin Abdullah. Jakarta:
Rajawali, 1989.
lebih sempurna yakni Barzakh, alam yang
Nasr, Seyyed Hossein, Tiga Madzhab Utama Filsafat
tingkatannya lebih sempurna. Barzakh Islam, terj. Achmad Maimun Syamsudin.
adalah alam penyempurnaan jiwa manusia Yogyakarta: IRCiSOD, 2006.
untuk memasuki alam yang lebih sempurna, Nursi, Bediuzzaman Said, Dimensi Abadi
yakni Alam Akhirat. Upaya untuk mencapai Kehidupan, terj. Sugeng Hariyanto. Jakarta:
Prenada Media, 2003.
kesempurnaan jiwa haruslah dilakukan dengan
Rahman, Fazlur, Filsafat Mullā Ṣadrā, terj. Munir
aktifitas penyucian untuk beragam kekurangan A. Muin. Bandung: Penerbit Pustaka, 2000.
dan penyakit yang ada di jiwa. Dengan begitu Ṣadrā, Mullā,  Kearifan Puncak, terj. Dimitri
jiwa akan mengaktualisasikan dirinya menjadi Mahayana & Dedi Djuniardi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
intelek murni. Hierarki wujud murni ini dalam
-------, Manifestasi-Manifestasi Ilahi, Risalah
dirinya merupakan kesatuan dan tujuan Ketuhanan dan Hari Akhir sebagai Perjalanan
dari perjalanannya adalah menjadi wujud Pengetahuan Menuju Kesempurnaan, terj.
intelektif. Jiwa yang menjadi wujud intelektif Irwan Kurniawan. Jakarta: Sadra Press, 2011.
akan ditrandsendenkan oleh wujud yang lebih Al-Walid, Kholid, Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat,
Filsafat Eskatologi Mulla Shadra. Jakarta:
tinggi hingga menjadi dekat dengan Tuhan Sadra Press, 2012.
dan seterusnya hingga sampai pada puncak
perjalanannya yakni Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai