Anda di halaman 1dari 23

IBNU SINA

• KELOMPOK 6 :
1. Dita Silvia
( 12020218120019)
2. M. Qoirul An’am
(12020218130087)
3. Fikrul Islami Faruqi
(12020217130033)
A. SEJARAH LAHIR DAN KARYANYA

1. SEJARAH LAHIR

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali Al-Husain ibnu ‘Abd Allah ibn
Hasan ‘Ali ibn Sina. Di Barat populer dengan sebutan Avancenna akibat dari
terjadinya metamorfosis Yahudi-Spanyol-Latin. Ibn Sina di lahirkan di
Afsyana dekat Bukhara padaa tahun 980 M dan meninggal dunia pada tahun
1307 M dalam usia 58 tahun dan jasadnya dikebumikan di Hamdzam.
Ibn Sina sejak usia muda telah menguasai beberapa displin ilmu seperti
metematika , logita, fisika , kedokteran ,astronomi hukum dan lain-lain
bahkan sejak umur sepuluh tahun ia telah hafal Al-Qur’an seluruhnya. Dan
sejak umur 17 tahun ia telah memahami seluruh teori kedokteran yang ada
pasa saat itu dan melebihi siapa pun juga.
Keberhasilan Ibn Sina didukung ole minat belajarnya yang luar biasa dan
kegeniusan otaknya, di samping adanya kebebasan yang di berikan
penguasa. Menurut Nurcholish Madjid , di sinilah letaknya keberuntungan
dunia islam . dari segi politik dunia dikatakan porak poranda akibat dari
penguasa saling bersaingan , namunmereka tetap mendorong melindungi
kegiatan intelektual dan ilmiahnya.
Ibn Sina secara tidak langsung berguru kepada Al-Farabi dengan kata
lain Ibn Sina adalah pelanjut dan pengembang filsafat Yunani yang
sebelumnya telah di rintis oleh Al-Farabi dan di buku kan oleh Al-Kindi. dan
atas keberhasilannya dalam mengembangkan pemikiran filsafat sehingga
dinilai bahwa filsafat di tangan nya mencapai puncaknya kaena prestasi itu
ia memperoleh gelar kehoramatan dengan sebutan al- syikh al-Ra’is ( kiyahi
utama
2. KARYA TULISNYA
1. Al-syifa , berisi tentang uraian tentang filsafatyang terdiri atas empat
bagian : ketuhanan , fisika , matematika , dan logika
2. Al-Najat , bersi keringkasan dari kitab Al-syifa. Karya tulis ini d
tajukan khusus untuk kelompok terpelajar yang ingin memenuhi dasar-dasar
ilmu hikmah secara lengkap.
3. Al-Qanun fi al-Thibb , berisi tentang ilmu kedokteran yang terbagi atas
lima kitab dalam berbagai ilmu dan jenis-jenis penyakit dan lain-lainya
4. Al-Isyarat wa al-Tnbihat , isinya mengandung uraian tentang logika
dan hikmah.
At-Tawriq
Agama
dan
Filsafat

Filsafatnya
Emanasi Ketuhanan
Rekonsiliasi Agama dan Filsafat

Akal materiil Nabi Wahyu Awam


Malaikat
Jibril (Akal ke-
10/Aktif)
Akal mustafad Filosof Ilham Terpelajar
KETUHANAN

3 Tingkatan
Wujud Wajib al wujud

Mumkin al wujud

Mumtani al wujud
Emanasi

Emanasi merupakan dan berasal dari sebuah teori filsuf Barat yakni Plotonus yang
mengatakan bahwa penciptaan alam ini merupakan pancaran dari Yang Satu. Teori ini
yang kemudian di kritik oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah,yang
menyatakan bahwa Allah adalah dzat yang qadim dan Maha Dahulu dan bersifat abadi.
Jika alam merupakan pancaran dari Yang Kuasa (Allah) berarti alam memiliki substansi
yang sama dengan Yang Mencipta (alam kekal).Hal ini tentu tidak bisa
dibenarkan,karena substansi alam tidaklah sama dengan Yang Mencipta (Allah).
• Namun kemudian pendapat Plato mengenai terjadinya alam tersebut di
Islamkan oleh Ibnu Sina. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa Allah
adalah penyebab yang pasif dalam terjadinya alam di ubahnya menjadi Allah
sebagai Pencipta yang aktif. Dia menciptakan alam dari sebuah materi yang
sudah lebih dahulu ada yang berasal dari sebuah pancaran. Adapun proses
terjadinya pancaran tersebut adalah sebuah proses di mana ketikan Allah
menjadi wujud (bukan dari tiada) sebagai Akal yang langsung memikirkan
berta’aqqul terhadap zat-Nya yang menjadi objek pemikiran-Nya, maka
memancarlah Akal Pertama, begitu proses ini seterusnya sehingga mencapai
proses yang ke-10.
Tabel Emanasi Ibnu Sina
• Akal-akal,jiwa-jiwa dan planet-planet itu tercipta secara hierarkhis melalui
ta’aqqul Allah atau ilmu Allah tentang diri-Nya. Dan emanasi Ibnu Sina
menghasilkan sepuluh akal,sepuluh jiwa dan sembilan planet. Bagi Ibnu
Sina masing-masing jiwa ini sebagi penggerak planet-planet dan sembilan
akal mengurusi Sembilan planet.Akal-akal ini merupakan para malaikat
yang mana akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh ini
yang kita sebut sebagai Malaikat Jibril yang bertugas mengatur bumi.
• Ibnu Sina memajukan konsep emanasinya ini untuk mentauhidkan
Allah semutlak-mutlaknya karena jika Allah menciptakan alam yang
banyak unsurnya (plural) secara langsung maka timbul
pemikiran,bahwa dalam Diri Allah terdapat yang plural. Hal ini
merusak citra tauhid.
Filsafat Jiwa
Keistimewaan pemikiran Ibnu Sina terletak pada filsafat jiwa. Kata jiwa dalam
Al-Qur’an dan hadis diistilahkan dengan al-nafsi atau al-rȗh.

Q.S. Shȃd: 71-72

Q.S. al-Isrȃ’: 85

Q.S. Al-Fajr: 27-30

Secara garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi pada dua
bagian Ilmu.
Ilmu Fisika

Jiwa Tumbuh- Jiwa Binatang Jiwa Manusia


tumbuhan (al-nafs al-nȃthiqat)

• Makan • Gerak (al-mutaharrikat) • praktis (al-ȃmilat)


• Tumbuh • menangkap (al-mudrikat) • teoretis (al-ȃlimat)
• Berkembang Biak
Jiwa Binatang - Daya menangkap (al-mudrikat)

1. Menangkap dari luar (al-mudrikat min al-khȃrij) dengan pancaindra

2. Menangkap dari dalam (al-mudrikat min al-dȃkhil) dengan indra-indra bantin (al-hawȃs al-
bȃthinat)

• Indra bersama (al-hiss al-musytarak), yaitu menerima segala apa yang ditangkap oleh
indra luar.
• Indra al-khayyȃl, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indra bersama.
• Imajinasi (al-mutakhayyilat) yang menyusun apa yang disimpan dalam khayyȃli.
• Indra wahmiyah (estimasi) yang dapat menangkap hal-hal yang abstrak yang terlepas
dari materinya, seperti keharus lari bagi kambing ketika melihat serigala.
• Indra pemeliharaan (rekoleksi) yang menyimpan hal-hal abstrak yang diterima oleh
indra estimasi.
Jiwa Manusia - Daya teoritis (al-ȃlimat)

01 Akal materiil
(al-‘aql al-hayȗlȃny)

02 Akal al-malakat
(al-‘aql bi al-malakat)

Akal Aktual
03 (al-‘aql bi al-fi’l)

04 Akal Mustafad
(al-‘aql al-mustafȃd)
Ilmu Metafisika

1 2 3 4
Hubungan Jiwa
Wujud Jiwa Hakikat Jiwa Kekekalan Jiwa
dengan Jasad
Dalam membuktikan adanya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan empat dalil
1
Wujud Jiwa

Dalil manusia terbang atau


Dalil alam kejiwaan Konsep “aku” Dalil Kontinuitas manusia melayang di udara
(al-istimrȃr)

Dalil ini didasarkan pada Dalil ini oleh Ibnu Sina didasarkan Dalil ini didasarkan pada Diandaikan ada seseorang tercipta sekali
fenomena gerak dan pada hakikat manusia. perbandingan jiwa dan jasad. jadi dan mempunyai wujud yang
pengetahuan. Gerak terbagi Dalam masalah psikologi, Jasad manusia senantiasa sempurna. Kemudian, diletakkan di udara
menjadi dua jenis, yaitu terdapat keserasian dan mengalami perubahan dan dengan mata tertutup. Ia tidak melihat apa
1. gerakan paksaan koordinasi yang mengesankan pergantian. Sementara itu, jiwa pun. Anggota jasadnya dipisah-pisahkan
2. gerakan tidak paksaan yang menunjukkan adanya suatu bersifat kontinu (istimrȃr), tidak sehingga ia tidak merasakan apa-apa.
kekuatan yang menguasai dan mengalami perubahan dan Dalam kondisi demikian, ia tetap yakin
mengaturnya. pergantian. Jiwa yang kita pakai bahwa dirinya ada. Di saat itu ia
sekarang adalah jiwa sejak lahir mengkhayalkan adanya tangan, kaki, dan
juga dan akan berlangsung organ jasad lainnya, tetapi semua organ
selama umur tanpa mengalami jasad tersebut ia khayalkan bukan bagian
perubahan. dari dirinya.
Definisi jiwa yang dikemukakan Aristoteles yang berbunya: “Kesempurnaan awal bagi
2 jasad alami yang organis” ternyata tidak memuaskan Ibnu Sina
Hakikat Jiwa

Menurut Aristoteles, manusia sebagaimana layaknya benda alam lain terdiri dari dua unsur mȃdat (materi) dan shȗrat (form). Materi
adalah jasad manusia dan form adalah jiwa manusia. Form inilah yang dimaksud Aristoteles dengan kesempurnaan awal bagi jasad.
Implikasinya hancurnya materi atau jasad akan membawa hancurnya form atau jiwa.
Ibnu Sina mendefinisikan jiwa dengan jauhar rohani. Definisi ini mengisyaratkan bahwa jiwa merupakan substansi rohani, tidak
tersusun dari materi-materi sebagaimana jasad. Kesatuan antara keduanya bersifat accident, hancurnya jasad tidak membawa pada
hancurnya jiwa (roh). Pendapat ini lebih dekat pada Plato yang mengatakan jiwa adalah substansi yang berdiri sendiri (al-nafs jauhar
qȃ’im bi dzȃtih).

Jasad atau organnya jika


Jiwa dapat mengetahui Jasad dan perangkatnya
Jiwa dapat mengetahui melakukan kerja berat
objek pemikiran akan mengalami
hal-hal yang abstrak atau berulang kali dapat
(ma’qȗlȃt) dan ini tidak kelemahan pada waktu
(kulliy) dan juga zatnya menjadikan letih,
dapat dilakukan oleh usia tua, sedangkan jiwa
tanpa alat. sedangkan jiwa
jasad. sebaliknya
sebaliknya
Sebelum Ibnu Sina, Aristoteles dan Plato telah membicarakan hubungan antara jiwa
3 dan jasad
Hubungan Jiwa
dengan jasad

Aristoteles menggambarkan hubungan keduanya bersifat esensial. Sebaliknya, Plato seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, hubungan keduanya bersifat accident karena jiwa dan jasad adalah dua substansi yang berdiri sendiri.

Ibnu Sina kelihatannya menerima penekanan Aristoteles tentang eratnya hubungan antara jiwa dan jasad, namun
hubungannya yang bersifat esensial ia tolak karena ia lebih cenderung sependapat dengan Plato bahwa hubungan
keduanya bersifat accident, binasanya jasad tidak membawa binasa kepada jiwa.

Menurut Ibnu Sina, selain eratnya hubungan antara jiwa dan jasad, keduanya juga saling mempengaruhi atau saling
membantu. Jasad adalah tempat bagi jiwa, adanya jasad merupakan syarat mutlak terciptanya jiwa. Dengan kata lain,
jiwa tidak akan diciptakan tanpa adanya jasad yang akan ditempatinya. Jika tidak demikian, tentu akan terjadi adanya
jiwa tanpa jasad, atau adanya satu jasad ditempati beberapa jiwa.
Ibnu Sina cenderung berkesimpulan sesuai dengan apa yang disinyalkan Al-
4 Qur’an
Kekekalan Jiwa

Menurutnya, jiwa manusia berbeda dengan tumbuhan dan hewan yang hancur dengan hancurnya jasad. Jiwa manusia akan kekal
dalam bentuk individual, yang akan menerima pembalasan (bahagia dan celakanya) di akhirat. Akan tetapi, kekalnya ini dikekalkan
Allah (al-khulȗd). Jadi, jiwa adalah baharu (al-hudȗs) karena diciptakan (punya awal) dan kekal (tidak punya akhir).

Dalam menetapkan kekalnya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan tiga dalil

Dalil al-musyȃbahat
Dalil al-infishȃl Dalil al-basȃthat
Dalil ini besifat metafisika. Jiwa manusia,
Perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat Jiwa adalah jauhar rohani yang hidup
sesuai dengan filsafat emanasi, bersumber
accident, masing-masing unsur selalu dan tidak mengenal mati. Pasalnya,
dari Akal Fa’ȃl (Akal Sepuluh) sebagai pemberi
mempunyai substansi tersendiri, yang hidup (hayȃt) merupakan sifat bagi jiwa,
segala bentuk. Karena Akal Sepuluh ini
berbeda antara satu dan lainnya. dan mustahil bersifat dengan lawannya,
merupakan esensi yang berpikir, azali, dan
Karenanya, jiwa kekal walaupun jasad yakni fana dan mati. Karenanya jiwa
kekal, maka jiwa sebagai ma’lȗl (akibat)-nya
binasa. Sementara itu, jasad tidak dapat dinamakan juga dengan jauhar basîth
akan kekal sebagaimana ‘illat (sebab)-nya.
hidup tanpa adanya jiwa. (hidup selalu).

Secara eksplisit Ibnu Sina mengatakan bahwa yang dibangkitkan di akhirat nanti hanya
rohnya. Pengingkaran pembangkitan jasmani inilah yang menimbulkan kriktik tajam Al-
Ghazali, bahkan para filosofnya ia hukum keluar dari Islam (kafir). Pendapat ini
mengandung arti bahwa pembalasan di akhirat hanya disediakan untuk roh semata,
sedangkan jasad akan lenyap seperti jasad tumbuhan dan hewan. Padahal, manusia yang
diberi beban oleh agamanya adalah manusia yang tersusun dari jasad dan roh.
Sebenarnya terjadinya perbedaan interpretasi tentang hal ini disebabkan bedanya
pemahaman ajaran dasar dalam Islam yang tidak akan membawa pada kekafiran.

Uraian di atas mengisyaratkan bahwa Ibnu Sina menempatkan jiwa manusia pada
peringkat yang paling tinggi. Di samping sebagai dasar berpikir, jiwa manusia juga
mempunyai daya-daya yang terdapat pada jiwa tumbuhan dan hewan. Penjelasan di atas
juga menunjukkan bahwa menurut Ibnu Sina jiwa manusia tidak hancur dengan
hancurnya badan.

Anda mungkin juga menyukai