1. Pendahuluan
Penelitian tentang panel penyerap bunyi dari bahan bunu masih kurang bahkan di
provinsi Sulawesi Utara belum pernah dilakukan.
Seperti diketahui penelitian yang sudah ada ialah oleh Khuriati, Ainie dan Nur,
Muhammad dan Komaruddin dengan judul Disain Peredam Suara Berbahan Dasar
Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya yang dipublikasi di
jurnal BERKALA FISIKA, 9 (1). Pp. 15-25. ISSN 1410 - 9662 pada tahun 2006 Universitas
Diponegoro Semarang, juga dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang berjudul Acoustic
Properties of Multi-Layer Coir Fibers Sound Absorption Panel oleh R. Zulkifli, M.J.Mohd
Nor, M.F. Mat Tahir, A.R. Ismail dan M.Z. Nuawi yang dimuat pada jurna l Applied
Sciences, 8: 3709-3714 tahun 2008. Hasi penelitian yang di temukan oleh tim peneliti
UNDIP ialah α = 0,51, oleh peneliti dari UKM mendapat α = 0,7- 0,85 untuk rentang
frekwensi 500-2500 Hz, ini belum mencapai α maksima lkarena masih setara dengan
rockwool dan serat sintetis (synthetic fibers) glass wool yang umum dijual di pasaran,
Pemahaman tentang kenyamanan akustik di lingkungan masyarakat terutama
pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia belum begitu dimengerti, oleh
ebab itu perlu adanya informasi berupa penelitian untuk menunjukan bagaimana
manusia bias hidup nyaman dalam menikmati percakapan atau pidato, music didalam
ruang tertutup maupun terbuka.
Ketergantungan kepada bahan sejenis yang diproduksi di luar negeri serta dari
bahan sintetis yang bias merusak lingkungan perlu diatasi dengan memanfaatkan bahan
terbuang yang banyak terdapat dimana-mana di Indonesia yaitu bunu yang punya
kelebihan karena mempunyai karakter berserat (coirfibre), serbuk (cocopeat) dan
berpori sehingga cocok untuk dibuat sebagai bahan penyerap bunyi.
Pembuatan panel penyerap buny idari bunu dilakukan secara manual, gampang
oleh masyarakat setempat pria maupun wanita sehingga dapat menjadi solusi dalam
memberdayakan sumber daya manusia dalam mengentaskan kemiskinan.
Kebutuhan akan panel penyerap bunyi semakin tinggi karena kebutuhan
masyarakat yang ingin menikmati music dirumah dengan membuat teater rumah (home
theater), studio karaoke, studio radio/TV. Panel penyerap bunyi ini berfungsi juga
sebagai bahan dekorasi ruang interior untuk itu penampilannya harus idesain dengan
penampilan yang artistic atau diekspos seadanya sebagai penampilan alamiah. Untuk
lebih memasyaratkan kenyamanan akustik dengan penataan yang menggunakan bahan
bunu, maka diperlukan aplikasi penataan akustik dengan bahan panel akustik tersebut
di kalangan mahasiswa Unsrat juga bagi masyarakat di provinsi Sulawesi Utara dan
sekitarnya.
Apabila pantulan bunyi berlangsung lama akibat kerasnya bidang didalam ruangan
maka akan terjadi dengung yang berkepanjangan sehingga menganggu pembicaraan
karena tertutup oleh dengung yang mempunyai RT (Waktu Dengung) lama. Untuk
mencegah terjadinya RT yang lama maka diperlukan bahan penyerap bunyi yang
ditempel pada dinding, digantung serta menutup lantai.
Bahan yang dipakai pada tipe penyerap berpori ini adalah papan fiber, wool,
blanket insulasi dan sebagainya.
Untuk tipe penyerap bunyi panel ini biasanya memakai bahan seperti panel
plafond gantung yang biasanya menggunakan pegas ( agar ikut beresonansi) , jendela
ganda, dan sebagainya.
2.4. Difusor
Difusor dipakai untuk mengatasi gema didalam ruangan dipergunakan untuk
membehahi ketimpangan / penataan bunyi didalam ruangan seperti gema. Sebagai
alternatif atau pelengkap absorpsi bunyi sebab itu tidak menyalurkan energi bunyi,
tetapi mereduksi gema dan pantulan bunyi .Difusor dibuat dari berbagai macam bahan.
Manfred R. Schroeders' menemukan Difusor pertama kalinya pada tahun 1970. Difusor
dapat dilihat pada kedua contoh dibawah ini pada Gambar 4.
MLS DIFUSOR (WIKIPEDIA) BLOK DIFUSOR (ARDHANA PUTRA)
Ketebalan panel penyerap bunyi juga sangat mempengaruhi besarnya α suatu bahan
seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
frekuensi (Hz)
Kemampuan menyerap bunyi dapat dilihat pada tabel koefisien serapan (absorption
coefficient α) berikut ini.
Tabel 1. Data Penyerap Bunyi Bahan Bangunan, Perabot
(Sumber: Egan, 1972)
Sesuai keperluan pengukuran di laboratorium Dengung, maka setiap jenis panel dibuat
12 lembar seluas 12 m2 untuk panel Indrabunu 01 dan 12 lembar Panel Indrabunu 02.
Masing-masing jenis dibuat tambahan 3 lembar untuk cadangan jika ada yang rusak.
Kita liha tgambar rancangan panel pada Gambar 7 berikut ini .
7,48 cm
2,5 cm
Lintasan energi bunyi yang menimpa panel datar dan piramida dapat dilihat seperti
pada Gambar 8 berikut ini. Pada panel datar energi bunyi memantul dengan sudut yang
sama dengan sudut arah datang. Energi bunyiakan terpantul dan sebagian terserap.
Besarnya energi bunyi yang terpantul tergantung dari kerasnya bidang sedangkan
besarnya energi terserap tergantung pada pori-pori yang ada pada bidang datar
tersebut. Pada piramida energi bunyi terserap oleh sisi- sisi piramida disampingnya
sehingga energy bunyi terpencar lemah.
Setelah panel di beri lem, selanjutnya dipress dengan alat secara manual hingga
merata dan padat seperti pada Gambar 10 dibawah ini, kemudian dijemur sampai
lemnya mongering .Tahap berikut ialah merapikan pinggiran panel dengan cara
membungkusnya dilem kemudian dipress lagi terakhir dijemur kembali.
MERAPIKAN TEPI PANEL DENGAN LEMBARAN SABUT KELAPA PENJEMURAN KEMBALI SETELAH DIPRESS
2. Panel Indrabunu 02
Piramida dibuat dengan membuat pola yang nantinya dilipa lalu dilem dengan
latex. Lembaran tipis 0,5 cm dipotong kemudian diisi dengan coir supaya bisa
menahan daya terpaan energi bunyi sehingga bentuknya tetap . Setelah piramida-
piramida selesai dibuat sebanyak 100 buah untuk 1 panel maka dipasang dengan
cara melekatkan dan ditempel diatas panel Indrabunu 01 sebagai dasarnya.
Selesai dilekatkan panel ini dijemur untuk mengeringkan perekatnya.Itu bias
dilihat pada Gambar 11 dibawah ini.
Gambar11. Proses Pembuatan Panel Indrabunu 02
3.3. Pengukuran Kalibrasi NRC dan α
Panel-panel bunu sebanyak 30 lembar yang diisi didalam 5 buah peti berukuran 120
x 120 x tinggi 40 cm, di kirim ke Laboratorium Akustik Pusat Penelitan Metrologi LIPI
Serpong Tangerang Jawa Barat. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali selama 2 hari.
Kebisingan (noise) telah menjadi aspek yang berpengaruh di lingkungan kerja dan komunitas
kehidupan yang sering kita sebut sebagai polusi suara dan sering kali dapat menjadi bahaya bagi
kesehatan[5] Menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. KEP 48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang
tidak menentu Jenis kebisinganberdasarkan mekanismepenyebaran dan perambatan energi bunyi adalah:
2 Struktur-Borne Noise, yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh perambatan getaran struktur komponen dari
suatusystem struktur atau
bagian yang bergetar tersebutakan meradiasikan atau merambatkan nergi akustik dalam bentuk
gelombang longitudinal. Sumber energy tersebut diperoleh dari adanya kerusakan atau tidak
seimbangnya bagian serta gerakan bolak-balik dari suatu system.
3 Liquid-Borne Noise, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh adanya perambatan Fluktuasi tekanan fluida,
sehingga terjad getaran kolom fluida, pusaran fluida, bunyi aliran dan kavitasi.
4 Air-borne Noise, yaitu kebisingan yang merambat melalui fluktuasi tekanan yang timbul di udara
Perambatan kebisingan melalui dua media seperti ini akan saling berkaitan. Dimana jika terjadi suatu
suatu perambatan bunyi yang bersumber dari struktur, maka getaran struktur akan dapat
menggetarkanudara disekelilingnya. Pada saat yang sama udara yang bergetar tersebut akan
menggetarkan struktur kembali[6]
Nilai Ambang Batas Kebisingan dan Standar Kebisingan
Nilai batas ambang kebisingan adalah 85 dB yang dianggap aman untuk sebagaian besar tenega kerja
bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima tenega kerja tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu teus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam
seminggunya. Berikut ini tabel waktu maksimum untuk bekerja.
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat
diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/ Men/ Kes/ Per/ XI/ 1987, tentang
kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Tabel 2. Pembagian Zona Bising Oleh Menteri
Kesehatan
Tingkat Kebisingan (dBA)
No Zona Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan
1 A 35 45
2 B 45 55
3 C 50 60
4 D 60 70
Zona A diperuntukan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb, Zona B
diperuntukan perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya, Zona C diperuntukan untuk
perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya serta Zona D industri, pabrik, stasiun kereta
api, terminal bis, dan sejenisnya.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian survey dengan pendekatan crosesctional. Lokasi Penelitian
dilaksanakan di Bengkel AMN, alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah sound level meter sebuah
alat pengkiran kebisingan yang telah dikalibrasi. Pengukuran dilakukan pada semua ruangan atau tempat
yang
ada bengkel yang memungkinkan sebagai tempat kegiatan. Setiap tempat dilakukan pengukuruan
kebisingan sebanyak sepuluh kali dan dirata-rata.
Hasil penelitian diperlihatkan pada tabel 3 yang merupakan hasil rata rata pengukuran dan dibandingkan
dengan standar maksimum kebisingan menurut ILO maupun dari Pmerintah Indonesia.
No Uraian Kebi- Standar Standar
singan ILO kesehatan
(dB) maks
1 Ruang 52 85 60
Crane
2 Ruang 110 85 jam 60
Boiler kerja
mnyesu-
aikan
3 Gate 55 85 60
4 Raung 50 85 60
Mesin
Bubut
5 Ruang 50 85 60
Mesin
bantu
6 Ruang 52 85 60
alat
7 Lab 50 85 60
Gambar
8 Lab 55 65 60
Listrik
9 Lab 50 85 60
Fisika
10 Ruang 50 85 60
Staf
11 Ruang 110 110 jam 100
mesin kerja bekerja
utama menyes 15 menit
uikan
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka sebagian besar masih di ambang batas maksimum yang
diperkenankan. Hal ini mennujukan bahwa kapal tersebut nyaman untuk beraktivitas dan sehat menurut
atuaran kesehatan karena masih di bawah nilai ambang batas kesehatan. Jaminan kesehatan sangat penting
karena pengaruh kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan sangat nyata, hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan hubungan yang signifikan antara lama pemaparan kebisingan menurut masa kerja dengan
keluhan subyektif tenaga kerja, keluhan subyektif tersebut antara lain berkurang daya pendengaran, pusing
pusing, mual mual dan hipertensi [7].
Terdapat hubungan bermakna antara bising dan fungsi pendengaran pada teknisi mesin kapal [8],
penelitian yang sama juga mengatakan bahwa [9] intensitas kebisingan berpengaruh signifikan terhadap
Noise Induced Hearing Loss (NIHL) atau tuli setelah dikoreksi dengan umur dan lama paparan, hasil
penelitian yang masih
diambang batas jika paparan dalam waktu yang lama juga aka nada dampaknya. Kebisisngan
adalah salah satu indikator bahaya dalam keselamatan kerja di bidang perkapalan. Penelitian
[10] [11] mengemukakan bahwa salah
satu indikator keselamatan pekerja adalah bagaimana meminimalkan resiko-resiko bahaya
antaranya bahaya fisik yaitu kebisingan. Untuk meminimalkan resiko tidak lain dengan
mengubah perilaku dari tenaga kerja agar lebih disiplin dalam menjalankan prosedur kerja
dan penggunaan alat pelindung diri[12].
Pengurangan kebisingan sangat diperlukan walaupun hasil penelitin masih di bawah
standar ILO dan pemerintah [13]. Dari pengukuran menggunakan simulasi, ditemukan bahwa
lapisan viskoelastik efektif dalam mengurangi kebisingan benturan lantai saat digunakan
dengan lapisan yang dibatasi. Bagaiman menciptakan sebuat perisai (shielding) untuk
mengurang intensitas kebsingan menjadi sangat penting, salah satunya dengan bahan paltik
dan karpet.Tiak kalah pentingnya adalah progam keselamatan kerja perlu dilaksanakan agar
prilaku tenaga kerja dapat meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja [1] Pada
laboratorim mesin utama dan bolier yang kebisingan 110 dB perlu perhatian yang lebih
karena efek yang akan ditimbulkan akan lebih cepat, rotasi kerja pada masinis dan pemakaian
alat pelindung diri (APD) akan menjadi salah satu solusi. Kebisingan dalam kamar mesin juga
bias dikurangi dengan sistem pelumasan yang baik sehingga gesekan yang terjadi pada mesin
dapat dikurangi atau diperhalus. Hasil penelitian
Hendrawan (2018) [1], [2], [14], [15]
menyimbulkan bahwa kebersihan merupakan hal yang harus diberhatikan selain kebisingan,
karena sesuatu yang bersih akan dapat mengurangi intensitas kebisingan.
Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diupayakan dengan pelatihan
secara rutin, mengadakan toolbook meeting, safety meeting yang di dalamnya merupakan
bagian dari perencanaan program kesehatan dan
keselamatan kerja [16]–[18]. Penelitian
Hendrawan (2019) menunjukan bahwa.
sebagian besar responden berpendidikan SLTA dan telah diadakan pelatihan Dasar Kesehatan
dan keselamatan kerja yang di dalam terdapat materi tentang Undang dan peraturan keehatan
dan keselamatan kerja. Hal terpenting bagaimana kebisingan dapat dikendalikan secara teknis
dan manajemen dan akhir bila tidak memungkinkan maka diperlukan APD[11], [12], [19] .
Struktur serat ditentukan oleh dimensi dan pengaturan sel-sel berbagai unit,
dan yang juga mempengaruhi sifat serat. Serat adalah sel memanjang dengan ujung
runcing dan sangat tebal dinding sel berlignin. Bagian penampang dari sel unit
dalam serat memiliki pusat
berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa bentuk dan ukuran tergantung
pada dua faktor seperti ketebalan dari dinding sel dan sumber serat. Rongga
berfungsi sebagai isolator akustik dan thermal sehingga menurunkan bulk density
serat.
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas,
arang, ter, tannin, dan potassium. Salah satu produk yang dapat diolah dari tanaman
kelapa adalah serabut kelapa. Namun saat ini pemanfaatan serabut kelapa masih sangat
kurang dikalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pemahaman tentang nilai
ekonomi produk ini. Disisi lain teknologi dan informasi pasar tentang serabut kelapa
belum banyak diketahui oleh masyarakat. Produk primer dari pengolahan sabut kelapa
terdiri
atas serat (serat panjang), bristle (serat halus dan pendek), dan debu sabut. Serat
dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk
kerajinan atau industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret banyak digunakan
dalam industry jok, kasur, dan pelapis panas (Rindengan, dkk.,1995).
Sabut kelapa memiliki beberapa sifat yaitu tahan lama, kuat terhadap gesekan, tidak
mudah patah, tahan terhadap air (tidak mudah membusuk), dan tahan terhadap jamur
dan hama (Ulfa, 2006). Selain itu, sabut kelapa juga mempunyai kelebihan dapat
menahan kandungan air dan potensial didayagunakan sebagai adsorben (penyerap)
polutan logam berat yang sangat berbahaya bagi manusia (Faozi, 2009). Kelebihan serat
serabut kelapa (coir fiber) menurut choir institute yang terdapat di
www.Rumahsabut.com yaitu:
1. Anti ngengat, tahan terhadap jamur dan tidak mudah membusuk
2. Memberikan insulasi yang sangat baik terhadap suhu dan suara
3. Tidak mudah terbakar
4. Flame-retardant
5. Tidak terkena kelembaban
6. Alot dan tahan lama
7. Resilient, mata kembali kebentuk konstan bahkan setelah digunakan.
8. Totally statis
2. Teori Dasar Klasifikasi Material
Secara konvensional, material padat di bedakan menjadi 3 kelompok, antara
lain:
1. Logam,
2. Komposit,
3. Keramik.
Pengelompokan atau pengategorian ini terutama di dasarkan pada susunan
atom dan kimiawi. Selain ketiga jenis material tersebut, terdapat juga jenis
material, seperti polimer, komposit, semikonduktor dan bio material.
Komposit
Material komposit merupakan gabungan lebih dari 1 macam material. Contoh
yang paling umum adalah fiber glass, yang terdiri atas serat gelas (keramik)
sebagai penguat di dalam material polimer. Komposisi di desain untuk
menperoleh efek sinergis dari sifat-sifat material penyusunnya. Pada fiber
glass, misalnya, material di desain agar memiliki kekuatan yang cukup tinggi
(kontribusi dari material gelas), tetapi memiliki fleksibilitas yang cukup baik
(kontribusi dari material polimer). (Sofyan, 2011).
Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih
komponen yang berlainan di gabung. Komposit adalah bahan hibrida yang
terbuat dari resin polimer di perkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat
mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat di lihat pada
Gambar 1.
dikenal dengan lem peka tekanan (Siregar, 2004). Polyvinyl Acetate adalah
suatu polimer karet sintesis. Polyvinyl acetate dibuat dari monomernya, vinil
asetat (vinyl acetate monomer,VAM). Senyawa ini ditemukan di jerman oleh
Dr. Flitz Klatte pada tahun 1912.
Filler
Filler adalah bahan pengisi yang di gunakan dalam pembuatan komposit,
biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang sering digunakan dalam
pembuatan komposit antara lain serat glass, boron, carbon dan lain sebagainya.
Penggunaan serat juga bisa berasal dari serat alami yaitu seperti serat kenaf,
jute, rami, cantula dan lain sebagainya.
Beberapa jenis serat yang biasa digunakan adalah:
a. Serat glass
Sangat umum digunakan dalam industry karena bahan baku yang sangat
banyak tersedia. Komposisi serat glass mengandung silica yang berguna
memmberikan kekerasan, fleksibilitas dan kekakuan. Proses pembentukan
serat glass melalui proses fusion (melting) terhadap silica dengan campuran
mineral oksida. Pada proses ini diberikan pendingan yang sangat cepat untuk
pembentukan kristalisasi yang sempurna, proses ini biasa disebut dengan
fiberization.
b. Serat karbon
Salah satu keunggulan serat karbon adalah sangat unggul terhadap ketahanan
fatik, tidak rentang terhadap beban patahan dan mempunyai elastic recovery
yang baik. Perkembangan serat karbon tergolong sangat cepat untuk aplikasi
penerbangan, produk olahraga dan berbagai kebutuhan industri. Sebagai bahan
anorganik, serat karbon tidak berpengaruh oleh kelembaban, atsmofer,
pelarutan basa dan weak acid pada temperature kamar. Namun oksidasi
menjadi permasalahan pada serat karbon
pada suhu tinggi dimana impuritis dapat menjadi katalisator dan menghambat
proses oksidasi yang menyebabkan kemurnian serat karbon tidak tercapai.
c. Serat aramid
Serat aramid memiliki kekuatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan rasio
berat yang dimilikinya. Pada awalnya aramid fiber diproduksi oleh
E.I Du Ponde Nemours & Company, Inc. dengan merek Kevlar yang di pakai
sebagai fiber penguat dalam produksi ban dan plastik.
d. Serat alam
Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan dan
proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat
alami dapat di golongkan dalam beberapa jenis seperti serat tumbuhan, serat
kayu, serat hewan dan serat mineral. Serat alami seperti serat pohon kelapa
dapat berupa serat sabut kelapa.
Serat Sabut Kelapa
Sabut kelapa merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa yang dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu alternative bahan baku Sabut kelapa, kulit
kelapa yang terdiri dari serat yang terdapat diantara kulit dalam yang keras
(batok), tersusun kira-kira 35% dari berat total buah kelapa yang dewasa.
Untuk varietas kelapa yang berbeda tentunya presentase di atas akan berbeda
pula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat
bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat mekaniknya lebih kaku,
tangguh dan lebih kokoh dibandingkan dengan tanpa serat penguat, selain itu
serat juga menghemat penggunaan resin.
Peredam suara yang dibuat mutunya juga sudah sebanding dengan produk
yang ada dipasaran. Komposisi yang paling baik untuk peredam
adalah
campuran serat dan daging sabut. Peningkatan komposisi serat pada campuran
dapat meningkatkan puncak penyerapan. Pemberian rongga udara antara
sampel dan dinding meningkatkan penyerapan. Peningkatan massa jenis
sampel yang dihasilkan dari bahan dengan berat komposisi yang sama dan
jenis perekat yang sama menyebabkan kenaikan penyerapan pada frekuensi
rendah. (Ainie Khuriati, 2006).
Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia,
sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life). Karena
hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat
dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari. Unsur pada
buah kelapa yaitu sabut kelapa diambil setelah pengangkatan daging kelapa
dan digunakan dalam industri sabut untuk pembuatan benang dan produk-
produk berbasis coir seperti karpet, tikar dari kulit dan sabut sekitar 20-30%.
Serat putih (yang lebih lentur) yang diperoleh dari kelapa hijau. Serat coklat
yang diperoleh dengan pemanenan kelapa matang dipanen setelah 6-10 bulan
pada tanaman (Romels. 2011). Inilah salah satu gambar serat sabut kelapa yang
terlihat pada Gambar 3.
Ga mbar 3. Serat dan buah kelapa
Struktur serat ditentukan oleh dimensi dan pengaturan sel-sel berbagai unit,
dan yang juga mempengaruhi sifat serat. Serat adalah sel memanjang dengan
ujung runcing dan sangat tebal dinding sel berlignin. Bagian penampang dari
sel unit dalam serat memiliki pusat
berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa bentuk dan ukuran
tergantung pada dua faktor seperti ketebalan dari dinding sel dan sumber serat.
Rongga berfungsi sebagai isolator akustik dan thermal sehingga menurunkan
bulk density serat.
Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid,
gas, arang, ter, tannin, dan potassium. Salah satu produk yang dapat diolah dari
tanaman kelapa adalah serabut kelapa. Namun saat ini pemanfaatan serabut
kelapa masih sangat kurang dikalangan masyarakat. Hal ini diakibatkan
kurangnya pemahaman tentang nilai ekonomi produk ini. Disisi lain teknologi
dan informasi pasar tentang serabut kelapa belum banyak diketahui oleh
masyarakat. Produk primer dari pengolahan sabut kelapa terdiri
atas serat (serat panjang), bristle (serat halus dan pendek), dan debu sabut.
Serat dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan
produk-produk kerajinan atau industri rumah tangga. Matras dan serat berkaret
banyak digunakan dalam industry jok, kasur, dan pelapis panas (Rindengan,
dkk.,1995).
Sabut kelapa memiliki beberapa sifat yaitu tahan lama, kuat terhadap gesekan,
tidak mudah patah, tahan terhadap air (tidak mudah membusuk), dan tahan
terhadap jamur dan hama (Ulfa, 2006). Selain itu, sabut kelapa juga
mempunyai kelebihan dapat menahan kandungan air dan potensial
didayagunakan sebagai adsorben (penyerap) polutan logam berat yang sangat
berbahaya bagi manusia (Faozi, 2009). Kelebihan serat serabut kelapa (coir
fiber) menurut choir institute yang terdapat di www.Rumahsabut.com yaitu:
1. Anti ngengat, tahan terhadap jamur dan tidak mudah membusuk
persamaan fraksi. Fraksi pada pembuatan komposit terdiri dari 2 yaitu fraksi
volume serat dan fraksi berat komposit. Apabila dalam pembuatan komposit
yang diketahui adalah massa jenis serat ( ρ f) dan massa jenis matriks ( ρ m)
maka, komposit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1-4-2.4.
9. Mudah dibersihkan.
10. Mampu menampung air 3x beratnya
11. Sabut 15 kali lebih lama dari pada kapas untuk rusak
12. Sabut 7 kali lebih lama dari rami untuk rusak
13. Sabut geotextilles adalah 100 % bio- degradable dan ramah lingkungan.
persamaan fraksi. Fraksi pada pembuatan komposit terdiri dari 2 yaitu fraksi
volume serat dan fraksi berat komposit. Apabila dalam pembuatan komposit
yang diketahui adalah massa jenis serat ( ρ f) dan massa jenis matriks ( ρ m)
maka, komposit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1-4-2.4.
Tingkat Kebisingan
Analisa Mampu Redam Suara Komposit Serat Sabut Kelapa Dengan Matriks
Tipe-Tipe Kebisingan
Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam Keputusan Menteri LH (1996) menyatakan
kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan
Keputusan Menteri LH No.48 Tahun 1996. Tentang: Baku Tingkat Kebisingan menyatakan
bahwa kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Sedangkan Wardhana (2001) membagi kebisingan atas tiga macam berdasarkan
asal sumbernya yaitu:
a. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus-menerus akan tetapi sepotong-
sepotong.
b. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama.
c. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang
dan mungkin akan datang lagi.
Tipe kebisingan lingkungan yang tertuang dalam KMNLH (1996) dapat dilihat pada
Tabel 3.
Definisi Uraian
Jumlah kebisingan Semua kebisingan di suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu pula.
Kebisingan spesifik Kebisingan di antara jumlah kebisingan yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-
alasan akustik. Seringkali sumber kebisingan dapat diidentifikasikan.
Kebisingan residual Kebisingan yang tertinggal sesudah penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah
kebisingan di suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu.
Kebisingan latar belakang Semua kebisingan lainnya ketika memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu.
Sumber: Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996
Penelitian yang dilakukan oleh Arifin Efendi & Siti Malkhamah (2003)
terhadap tingkat kebisingan lalulintas di perumahan di kota Yogyakarta
menunjukkan tingkat kebisingan lalulintas di lingkungan perumahan tipe
tertutup (perumahan Jambu Sari Yogyakarta) adalah antara 60,7 dB(A) –
68,5 dB(A) yang lebih rendah dari perumahan tipe terbuka (perumahan
Candi Gebang, Yogyakarta) sebesar 70,8 dB(A) – 74,5 dB(A). Keduanya
memperlihatkan bahwa kebisingan yang terjadi telah melampau baku
mutu kebisingan yang telah ditetapkan oleh Gubernur DIY no
214/KPTS/1991 dimana untuk lingkungan perumahan dengan batas
maksimal 60 dB(A).
Halaman 67,80
Teras 66,87
1. Tingkat kebisingan terendah pada titik 0 meter dari jalan raya terjadi
di Pondok Indah (69,10 dBA), sedangkan yang tertinggi di Jalan Raya
Bekasi (84,0 dBA). Kemudian pada 80 meter dari jalan raya tingkat
kebisingan terendah ditemui di Jalan Imam Bonjol, Tangerang (58,13
dBA), sedangkan yang tertinggi di Manggarai (76,10 dBA)
2. Pada titik 80 meter dari jalan raya, yaitu yang diasumsikan sebagai
daerah pemukiman, tidak ada lokasi yang memenuhi baku mutu yang
berlaku (< 55 dBA). Tercatat 10 lokasi (30,3%) yang tingkat
kebisingannya <65 dBA. Pada lokasi 0 meter dari jalan raya, hanya 2
lokasi (6,06 %) yang tingkat kebisingannya < 70 dBA, selebihnya
melebihi 70 dBA.
penerima, tetapi jika menyangkut misalnya alat peredam pada telinga, ini
masih menjadi tugas engineer. Hanya elemen kedua yang dapat diolah
oleh arsitek dalam menangani kebisingan, dimana media bunyi
merupakan sarana bagi gelombang bunyi untuk merambat dari sumber ke
penerima, yaitu dapat berupa zat gas (udara), cair maupun padat.
Menurut Satwiko (2004) dan Leslie (1993), gelombang bunyi dapat
merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga. Selain itu,
sebelum sampai ke telinga manusia, gelombang bunyi dapat juga
terpantul-pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus
dinding, membelok, meyebar atau merambat melalui struktur bangunan.
Perjalanan bunyi dari sumbernya ke telinga akan sangat mentukan
karakter (kualitas dan kuantitas) bunyi tersebut. Oleh karena itu
pengolahan ‘jalan’ bunyi tadi menjadi sangat penting untuk mendukung
‘pengolahan’ bunyi agar sesuai dengan keinginan penerima bunyi.
Pengolahan ‘jalan’ bunyi yang dalam hal ini bertujuan untuk mengurangi
kebisingan yang diterima oleh penerima dapat dilakukan dengan cara:
Pertama, memperpanjang jalannya media perambatan dengan cara
menjauhkan antara sumber suara dengan penerimanya. Menggandakan
jarak antara sumber dan penerimanya dapat menyebabkan intensitas
bunyi berkurang seperempatnya dan tingkat bunyi berkurang 6 dB (ref
O.H. Koenigsberger, dkk. 1975; Satwiko, P. 2004; Kang, Jiang, dkk,
2004; Sneider, Antoni 2005). Cara ini bisa dilakukan hanya pada rumah
dengan lahan yang luas, sementara adanya keterbatasan lahan
diperkotaan dan harga lahan yang semakin mahal serta pada tipe-tipe
kecil di perumahan hal ini sudah tidak memungkinkan.
Perlu diketahui bahwa bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa Inggris
bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice. Dari sudut bahasa,
bunyi tidak sama dengan suara oleh karena bunyi merupakan getaran
yang dihasilkan oleh benda mati sedangkan suara merupakan getaran
(bunyi) yang keluar dari mulut atau yang dihasilkan oleh makhluk hidup.
Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui
medium. Medium perambatan bunyi dapat melalui zat padat, cair dan
gas.
Kebisingan
1 Perumahan dan
Pemukiman 55
3 Perkantoran dan
Perdagangan 65
5 Industri 70
6 Bandar Udara 75
8 Rekreasi 70
Sejenisnya 55
Sejenisnya 55
Zona Kebisingan
Menurut Peraturan menteri kesehatan No. 718 tahun 1987 dalam Sam F
(2012) tentang kebisingan pada kesehatan dibagi menjadi empat zona
wilayah yaitu:
• Range
Range (r) adalah jangkauan data yang diperoleh untuk membatasi data-
data yang akan diolah. Adapun rumus range adalah sebagai berikut:
Dimana:
• Kelas
• Interval Kelas
i = r/k (3)
Dimana:
Nilai tengah kelas adalah nilai yang terdapat di tengah interval kelas.
Nilai tengah dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan:
Dimana:
n = Banyaknya data
Tn = Nilai Frekuensi
Ln = Nilai Tengah
Dimana:
C1= 33 log(V+40+500/V) + 10
Dimana:
(BB+BA)/2 (4)
Dimana:
Dimana:
V=Kecepatan kendaraan gabungan(km/jam)
VMc, VLv, VHv = Kecepatan rata- rata sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV)
dankendaraan berat (HV)
Dimana:
V=Kecepatan kendaraan gabungan(km/jam)
(8)
VMc, VLv, VHv = Kecepatan rata- rata sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV)
dankendaraan berat (HV)
nMC, nLV, nHV = Jumlah sampel untuk sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV)
dankendaraan berat (HV) PHV % = (QHV/Qtotal) x 100% (9)
Dimana:
QHV = volume kendaraan berat (kend/jam).
3 Terdapat dinding
menerus
1
disamping kiri dan
kanan
Sumber: Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah,2004
Dimana:
QHV = volume kendaraan berat (kend/jam).
Dimana:
V=Kecepatan kendaraan gabungan(km/jam)
Gelombang Bunyi
Sama halnya dengan gelombang lainnya, gelombang bunyi dapat diukur dalam
satuan panjang gelombang, frekuensi dan kecepatan rambat. Panjang gelombang
dinotasikan dengan lambang lamda ( ), adalah jarak antara dua titik pada posisi yang
sama yang saling berurutan, misalnya jarak antara dua puncak gunung, atau jarak antara
dua lembah. Frekuensi adalah banyaknya gelombang sinus (satu set kurva sinus terdiri dari
satu gunung dan satu lembah setiap detik. Sesuai dengan nama penemunya, frekuensi
dihitung dalam satuan Hertz (Hz). Kecepatan rambat gelombang bunyi dapat menyebabkan
cacat akustik seperti gaung (pemantulan yang berkepanjangan), gema dan dengung yang
berlebihan.
Intensitas Bunyi
Intensitas didefinisikan sebagai energi yang dibawa sebuah gelombang per satuan
waktu melalui satuan luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo gelombang.
P
I rata rata
4r 2
Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi dengan intensitas serendah 10 -12W/m2 dan
setinggi 1 W/m2 (dan bahkan lebih tinggi, walaupun di atas ini akan menyakitkan. Ini
merupakan jangkauan intensitas yang luar biasa, mencakup faktor satu triliyun (1012) dari
yang paling rendah sampai paling tinggi. Mungkin karena disebabkan oleh jangkauan yang
lebar ini, kita menganggap kenyaringan tidak sebanding dengan intensitas. Untuk
menghasilkan bunyi yang terdengar dua kali lebih keras dibutuhkan gelombang bunyi yang
intensitasnya 10 kali lipat.
Telinga Manusia
Telinga manusia, merupakan detektor bunyi yang sangat sensitif. Fungsi telinga
adalah untuk secara efisien merubah energi getaran dari gelombang menjadi sinyal listrik
yang dibawa ke otak melalui saraf.
Telinga dibagi menjadi tiga bagian utama dengan baik sekali:
a.Telinga luar
b. Telinga tengah
c.Telinga dalam
Penyerapan Bunyi
Penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi suatu bentuk lain,
biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan.
Dalam akustik unsur-unsur yang dapat menunjang penyerapan bunyi:
1. Lapisan permukaan dinding, lantai dan atap.
2. Isi ruangan seperti penontin, bahan tirai, tempat duduk dengan lapisan lunak dan
karpet.
3. Udara dalam ruangan.
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan
oleh koefisien penyerapan bunyi. Koefisien penyerapan bunyi suatu permukaan adalah
bagian energi bunyi datang yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan.
Koefisien ini dinyatakan dalam huruf greek . Nilai dapat berada diantara 0 dan 1.
Koefisien penyerapan bunyi berubah dengan sudut datang gelombang bunyi pada bahan
dan dengan frekuensi.
Difusi Bunyi
Difusi atau difus adalah gejala terjadinya pemantulan yang menyebar. Karena
gelombang bunyi menerpa permukaan yang tidak rata. Gejala ini dipakai untuk
menghilangkan terjadinya flutter echoes atau pemantulan berulang-ulang
Difusi dapat diciptakan dengan berbagai cara:
1. Pemakaian permukaan dan elemen penyebar yang tidak teratur dalam jumlah
yang banyak sekali, seperti pilaster, pier, balok-balok telanjang, langit-langit
yang terkotak-kotak, pagar balkon yang dipahat dan dinding yang bergerigi.
2. Penggunaan lapisan permukaan pemantul bunyi dan penyerap bunyi secara
bergantian.
3. Distribusi lapisan penyerap bunyi yang berbeda secara tidak teratur dan acak.
Difraksi Bunyi
Difraksi adalah peristiwa menerusnya atau membeloknya perambatan gelombang
bunyi akibat ketidakmampuan penghalang berdimensi kecil untuk menahannya.
Pengalaman memberikan banyak bukti bahwa balkon yang dalam mengakibatkan suatu
bayangan akustik bagi penonton di bawahnya, dan dengan jelas menyebabkan hilangnya
bunyi frekuensi tinggi (panjang gelombang pendek) yang tidak membelok sekitar tepi
balkon yang menonjol. Hal ini menciptakan keadaan mendengar yang jelek di bawah
balkon. Namun difraksi mengurangi cacat akustik ini, walaupun hanya untuk jangkauan
frekuensi audio di bagian tengah.
Waktu Dengung
Bila bunyi tunak (steady) dihasilkan dalam suatu ruang, tekanan bunyi membesar secara
bertahap, dan dibutuhkan berapa waktu (dalam kebanyakan ruang sekitar 1 sekon) bagi
bunyi untuk mencapai nilai keadaan tunaknya. Pentingnya pengendalian dengung dalam
rancangan akustik auditorium telah mengharuskan masuknya besaran standar yang relevan,
yaitu waktu dengung atau reverberation time (RT). Ini adalah waktu agar TTB (Tingkat
Tekanan Bunyi ) dalam ruang berkurang 60 dB setelah bunyi dihentikan. Atau dengan kata
lain waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu sumber bunyi yang
dihentikan seketika untuk turun intensitasnya sebanyak 60 dB dari intensitas awal.
Waktu dengung pada sebuah ruangan akan bergantung pada : Volume ruangan, luas
permukaan bidang-bidang pembentuk ruangan, tingkat penyerapan permukaan bidang, dan
frekuensi bunyi yang muncul dalam ruangan. Waktu dengung dapat dihitung langsung
pada suatu ruangan yang telah dipergungkaan dengan memakai bantuan Sound Level
Meter (SLM) dan stop wacth. Adapun formula sabine berwujud sebagai berikut:
RT 0.15 V
A xV
PHV = Persentase kendaraan berat Qtotal = volume total kendaraan (kend/jam)
Koreksi Gradien
C2 = 0,3 G dB(A) (10)
Dimana:
G = gradien jalan (%)
Koreksi permukaan jalan/perkerasan Faktor koreksitingkat kebisingan berdasarkan jenis-
jenis permukaan perkerasan disajikan dalam Tabel 2.