Benoa
Bagus Nuari Harmawan
Mahasiswa
Alumnus Administrasi Publik Universitas Jember
Follow
Diagnosa Konflik
Ketika membahas tentang Reklamasi Teluk Benoa sebagai sebuah
kebijakan publik, terdapat sebuah benang merah yang harus dirangkai
untuk mewujudkan sebuah kebijakan yang memaslahatkan masyarakat.
Perbedaan perspektif antara Pemerintah Nasional dan Bali sebagai
penerbit peraturan dan pemberi izin tender reklamasi kepada PT. TWBI
dengan masyarakat dan komunitas lingkungan disebabkan karena
perbedaan asumsi antara kedua belah pihak dalam kebijakan.
PT. TWBI sebagai investor yang melaksanakan reklamasi memiliki asumsi
bahwa Reklamasi Teluk Benoa menjadi pemicu bagi pertumbuhan
ekonomi dengan hadirnya infrastruktur yang menopang pariwisata, dengan
berlandaskan pada asumsi dengan menggunakan analisis data atau bukti
dalam lingkup perspektif ekonomi dan pembangunan (evidence-based
policy).
ForBali sebagai salah satu pihak yang menentang memberikan tiga belas
alasan kenapa rencana reklamasi harus dihentikan. Beberapa poin di
sebutkan dalam website forbali.org bahwa reklamasi akan menyebabkan
rusaknya wilayah konservasi Teluk Benoa yang menyangkut reservoir atau
tampungan banjir dari 5 sungai, hilangnya wilayah suci atau campuhan
agung, secara lokal berfungsi sebagai sistem penyangga terumbu karang,
dan hilangnya kawasan “segitiga emas” keaneragaman hayati pesisir
bersama kawasan candi dasa dan nusa penida.
Langkah Prosedural
Protes dari masyarakat dan stakeholder yang terjadi dalam Reklamasi
Teluk Benoa memperlihatkan bahwa terdapat kegagalan pada penggunaan
analisis data atau bukti dalam lingkup perspektif ekonomi dan
pembangunan (evidence-based policy). Ketika sebuah fase implementasi
kebijakan dilaksanakan dan mendapatkan reaksi penolakan yang cukup
keras dari masyarakat sebagai stakeholder utama menandakan bahwa
rambu-rambu penyelesaian konfik harus dilaksanakan.