Anda di halaman 1dari 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/282074213

Keberlanjutan Pembangunan Pariwisata Bali

Negative Results · February 2012

CITATIONS READS

0 883

2 authors, including:

I Gusti Bagus Rai Utama


Universitas Dhyana Pura Bali
336 PUBLICATIONS   404 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Riset Kebencanaan Ideathon Bali Kembali 2021 (Agustus-Nop 2021) View project

All content following this page was uploaded by I Gusti Bagus Rai Utama on 23 September 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


» Opini
13 Februari 2012 | BP
Keberlanjutan Pembangunan Pariwisata Bali
Oleh I Gusti Bagus Rai Utama

APAKAH pembangunan Bali telah menerapkan prinsip-prinsip pembagunan


berkelanjutan? Mengutip pendapat seorang tokoh Bali (Manuaba), harus dapat
dibedakan antara ‘pembangunan Bali’ dan ‘pembangunan di Bali’. Pembangunan Bali
mengidentifikasi bahwa pembangunan dilakukan atas inisiatif masyarakat Bali,
dilakukan oleh masyarakat, untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Bali.
Namun yang terjadi saat ini, ada indikasi bahwa Masyarakat Bali justru mulai
tergusur. Jika ada masyarakat Bali yang dapat bersaing pada dunia bisnis, jumlahnya
sangat kecil. Lahan-lahan hijau atau persawahan dan pertanian produktif telah
semakin menyempit yang menandakan bahwa pengelolaan terhadap sumberdaya alam
Bali nyaris tanpa kendali. Pengelolaan terhadap kunjungan wisatawan pada beberapa
tempat wisata di Bali belum memiliki standar yang baik untuk mendukung daya
dukung dan keberlanjutan atas sumberdaya yang ada. Sehingga, permasalahan
pengelolaan masih terjadi di banyak tempat wisata di Bali. Pembangunan akomodasi
yang seolah-olah tanpa batas dan tanpa mempertimbangkan daya dukung wilayah dan
mengabaikan asas pemerataan pembangunan wilayah masih tampak dengan jelas
seperti kesenjangan pembangunan pariwisata wilayah Bali Selatan dengan Bali Utara
misalnya.

Mestinya pembangunan pariwisata dapat diletakkan pada prinsip pengelolaan dengan


manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas objek wisata tertentu, kapasitas
ekonomi, kapasitas sosial, dan kapasitas sumberdaya yang lainnya sehingga dengan
penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur hidup pariwisata itu
sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi serta komodifikasi untuk
kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan pariwisata
berkelanjutan dapat diwujudkan.

Belum Jadi Subjek

Apakah pariwisata Bali telah menerapkan manajemen kapasitas pada semua


pengelolaan objek wisata saat ini? Bagaimanakah dengan visi masyarakat Bali tentang
pembangunan Bali? Jikalau dilakukan penelitian pada tataran akar rumput, mungkin
visi pembangunan Bali belum dapat dipahami secara massal yang berarti masyarakat
Bali sebenarnya masih menjadi objek pembangunan dan bukan menjadi subjek atau
pelaku pembangunan itu sendiri. Keterwakilan masyarakat pada parlemen belum dapat
menyuarakan suara masyarakat secara utuh dalam artian suara yang ada mungkin
hanya merupakan suara beberapa elite partai tertentu sehingga visi pembangunan
untuk pemberdayaan masyarakat secara massif masih sangat diragukan. Istilah ‘pagar
makan tanaman’ masih relevan untuk menggambarkan kondisi pembangunan
masyarakat Bali. Sebagai contoh nyata mengenai istilah ini, maraknya pembangunan
vila atau fasilitas akomodasi di beberapa tempat atau area konservasi seperti yang
terdapat di kawasan konservasi justru diindikasikan telah dilakukan oleh beberapa
tokoh atau elite penting di pemerintahan dan di parlemen.

Bagaimana dengan kondisi pelibatan pemangku kebijakan dalam pembangunan


pariwisata Bali? Pelibatan semua pemangku kebijakan memang telah menjadi
perhatian serius pada setiap pembangunan di Bali. Bahkan masyarakat Bali telah
merasakan atmosfer kebebasan demokrasi yang cukup baik, namun karena masih
lemahnya pemahaman masyarakat atas konsep pembangunan, akhirnya justru menjadi
penghalang pembangunan itu sendiri. Khususnya yang terjadi pada beberapa kasus
pembangunan, misalnya pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi di
Kabupaten Buleleng, pembangunan jalan layang untuk mengatasi masalah kemacetan.
Munculnya kelompok baru pada masyarakat tertentu, seperti kelompok yang
mengatasnamakan diri kelompok ‘Laskar AAA’, ‘Bala BBB’ dan lainnya juga menjadi
potensi kelompok pemangku kepentingan yang dapat mempengaruhi jalannya
pembangunan di Bali dan jika tidak dikelola dengan baik, akan dapat menimbulkan
konflik baru di masyarakat.

Masih terjadi pencatatan ganda kependudukan khususnya yang berhubungan dengan


penduduk pendatang lokal yang berasal dari kabupaten lain di Provinsi Bali yang
berimbas pada ketidakrapian database kependudukan Provinsi Bali dan bahkan
pencatatan secara nasional. Masih terjadi konflik desa adat, perebutan lahan pada tapal
batas desa dan konflik kecil lainnya menandakan bahwa masyarakat Bali semakin kritis
dan jika tidak diberikan pemahanan yang cukup baik, akan dapat menimbulkan
konflik baru di masyarakat. Konsep kepemilikan bersama atas alam ciptaan Tuhan,
konsep kepemilikan satu bumi untuk semua umat manusia akan menjadi relevan untuk
disosialisasikan bersama-sama.

Bagaimana dengan penerapan sertifikasi di Bali, sudahkan berjalan dengan baik,


bagaimanakah evaluasinya? Tiga pertanyaan yang menjadi hal penting untuk
dituangkan dengan alasan, bahwa program sertifikasi sangat penting karena
berhubungan dengan standar atau prosedur yang dipakai atau pengakuan atas
profesionalitas pelaku pada bidangnya. Misalnya, seorang pramuwisata haruslah
seseorang yang telah tersertifikasi sesuai dengan kriteria global yang telah ditetapkan
yang dapat diterima oleh semua orang secara internasional. Pekerja hotel yang memiliki
keahlian di bidangnya yang ditunjukkan dengan sebuah program sertifikasi yang
dilakukan secara periodik dengan cara baik, proses yang baik, dan dievaluasi secara
periodik untuk menyesuaikan dengan isu-isu pembangunan terkini dalam konteks
pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, sudahkan proses sertifikasi tersebut


dilakukan pada proses semestinya yang dilakukan berdasarkan standar global? Siapa
yang melakukan evaluasi atas program sertifikasi tersebut, bagaimanakah yang telah
terjadi di Bali? Tulisan ini memerlukan penelitian yang bersifat evaluative untuk
mendapatkan gambaran tentang kondisi pariwisata Bali saat ini khususnya yang
berhubungan dengan program sertifikasi untuk mendukung pembangunan pariwisata
berkelanjutan. Penerapan program standar global pada pariwisata Bali memang telah
dilakukan oleh beberapa perusahaan atau hotel tertentu di Bali namun jumlahnya
masih sangat kecil jika dibandingkan dengan harapan yang mestinya dapat dilakukan
di Bali untuk mendukung pembangunan pariwisata Bali berkelanjutan. Seberapa
banyak hotel-hotel di Bali yang telah tersertifikasi dengan standar global? Pertanyaan
ini menjadi introspeksi dan otokritik bagi pariwisata Bali bahwa masih banyak hal yang
dapat dilakukan untuk mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan tersebut.

Satu kata kunci untuk dapat menerapkan program-program pendukung pembangunan


pariwisata berkelanjutan tersebut adalah kata ‘kesungguhan’”. (Font, 2001). Idealnya
ada pertemuan antara sisi penawaran yang telah disepakai secara sungguh-sungguh
oleh semua pemangku kebijakan termasuk di dalamnya masyarakat lokal dan industri
bersinggungan harmonis dengan sisi permintaan yang di dalamnya melibatkan unsur
wisatawan sebagai penikmat produk destinasi.

Kata kunci berikutnya adalah disiplin untuk mematuhi semua aturan dan peraturan
yang telah disepakati, kelompok industri mestinya digerakkan oleh sikap disiplin untuk
mematuhi aturan yang ada pada sebuah destinasi. Para pemangku kebijakan yang taat
pada aturan, tidak ada lagi istilah ‘pagar makan tanaman’ sangat diperlukan untuk
mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Masyarakat lokal yang
senantiasa bersungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan dan sambutan bagi
semua wisatawan yang datang sehingga citra dan pencitraan keramahan penduduk
lokal dapat memperkuat citra dan branding destinasi pariwisata Bali.

Penulis, Dekan Fakultas Ekonomi dan Humaniora Universitas Dhyana Pura Badung,
Mahasiswa S-3 Pariwisata Udayana Bali.

http://www.balipost.com/mediadetail.php?module=detailrubrik&kid=1&id=6217

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai