Anda di halaman 1dari 95

KAJIAN PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

KEPATUHAN

DITAMA REVBANG
DIREKTORAT LITBANG
2020
PENGESAHAN LAPORAN KEGIATAN

1. Judul : Laporan Kegiatan Penyusunan Kajian Pelaporan Hasil Pemeriksaan


Kepatuhan
2. Penanggung Jawab : Dwi Setiawan Susanto
3. Ketua Tim : Siti Zubaidah
4. Anggota Tim : 1. Hasan Junaidi
2. Ratna Perwitasari
3. Geger Adelia
4. Andre Revalino Agesta
5.Veronika Dewi Puspitayani
6. Olive Chyntia Meylissa
7. Novi Eka Ratnasari
8. Dhita Susriana
5. Unit Kerja : Seksi Litbang PDTT I
6. Waktu Pelaksanaan : Januari – Juni 2020

Jakarta, Juni 2020


Mengetahui,
Kepala Direktorat Litbang Kepala Sub Direktorat Litbang PDTT

Dwi Setiawan Susanto Siti Zubaidah


NIP. 196911261996031001 NIP. 197301131996032002

Menyetujui,
Kaditama Revbang PKN

Slamet Kurniawan
NIP. 196712061988031001
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ I


RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................................................... 2
C. Lingkup .................................................................................................................................................. 2
D. Metode ................................................................................................................................................... 3
E. Sistematika Kajian ................................................................................................................................ 4

BAB II TELAAH LITERATUR .................................................................................................... 5


A. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) ..................................................................................................................................... 5
B. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam The International Standards of Supreme
Audit Institutions 4000 (ISSAI 4000) ........................................................................................................ 8
C. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
Kepatuhan Tahun 2018 ....................................................................................................................... 11
D. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan dalam Juklak Pemeriksaan Keuangan
Tahun 2014 .......................................................................................................................................... 12
E. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan dalam Petunjuk Teknis Penyusunan LHP Kinerja ........ 14
F. Pengaturan LHP dalam Panduan Laporan Pemeriksaan Keuangan Daerah ................................. 18
G. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan dalam Generally Accepted Government Auditing
Standards ............................................................................................................................................. 21

BAB III PERMASALAHAN DALAM PELAPORAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN ................23


A. Review Penyajian Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas (LPTJE) ....................................... 23
B. Review Penyajian Laporan Hasil Pemeriksaan (Format Lembar Kesimpulan) .............................. 24
C. Review Penyajian Pendahuluan .......................................................................................................... 24
D. Review Penyajian Gambaran Umum ................................................................................................ 27
E. Hasil Pemeriksaan Inspektorat Utama ............................................................................................. 29
F. Review Penyajian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) .......................................................... 31

BAB IV FORMAT PELAPORAN DALAM PEMERIKSAAN KEPATUHAN ..............................32


A. Penyajian Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas (LPTJE) ................................................... 32
B. Penyajian Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan (Lembar Kesimpulan) ..................................... 34
C. Penyajian Pendahuluan ....................................................................................................................... 35
D. Penyajian Gambaran Umum .............................................................................................................. 38
E. Penyajian Hasil Pemeriksaan ............................................................................................................. 57
F. Penyajian Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) ....................................... 77

BAB V KESIMPULAN ..............................................................................................................86


LAMPIRAN ...............................................................................................................................87
REFERENSI .............................................................................................................................91

i
RINGKASAN EKSEKUTIF

Pada Tahun 2018 Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kepatuhan telah disahkan.
Subdirektorat Litbang PDTT telah melakukan review atas penerapan Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan oleh para pemeriksa yang hasilnya antara lain adalah adanya ketidaksamaan
persepsi dan pelaporan pemeriksaan kepatuhan yang bervariasi. Hasil review tersebut didukung
dengan hasil review Itama. Dalam rangka memberikan penjelasan yang lebih rinci terkait
penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan sebagaimana yang diatur oleh Juklak
Pemeriksaan Kepatuhan, maka disusunlah Kajian Pelaporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan.

Kajian disusun dengan mengacu pada Juklak Pemeriksaan Kepatuhan didukung dengan telaah
literatur terkait pelaporan yang bersumber pada Compliance Audit ISSAI Implementation
Handbook, perangkat lunak pemeriksaan lainnya di BPK, dan literatur lain yang relevan. Selain
itu dilakukan pula review terhadap 152 LHP Kepatuhan pada beberapa satuan kerja pusat dan
perwakilan yang masuk dalam IHPS semester II tahun 2019.

Kajian terdiri atas 5 bab, yaitu: (1) Bab I Pendahuluan, (2) Bab II Telaah Literatur, (3) Bab III
Prinsip dan Isu Pelaporan, (4) Bab IV Format Pelaporan dalam Pemeriksaan Kepatuhan, (5) Bab
V Penutup. Lingkup kajian hanya hal-hal yang sifatnya metodologi pemeriksaan. Kajian ini
memaparkan sejumlah isu/ permasalahan pelaporan, menyajikan solusi atas permasalahan
tersebut dan memberikan unsur-unsur yang harus ada dalam pelaporan pemeriksaan kepatuhan
beserta contoh atau template-nya.

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada Tahun 2017 BPK telah menetapkan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), dan secara hukum menggantikan SPKN Tahun 2007.
SPKN 2017 menyatakan bahwa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dapat berbentuk
pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.

Menindaklanjuti pemberlakuan SPKN tersebut, Direktorat Litbang menyusun Petunjuk


Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kepatuhan yang ditetapkan dengan Keputusan BPK RI
Nomor 03/K/I-XIII.2/5/2018 pada 11 Mei 2018. Juklak Pemeriksaan Kepatuhan disusun dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, SPKN, Panduan Manajemen Pemeriksaan
(PMP), International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI), dan praktik-praktik
internasional terbaik (international best practices).

Selama tahun 2018-2019, Direktorat Litbang telah melaksanakan diseminasi pada beberapa
satuan kerja pusat maupun daerah untuk menyebarluaskan dan memberikan pemahaman atas
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan. Selain itu, Direktorat Litbang juga telah mengumpulkan berbagai
pertanyaan terkait penerapan Juklak Pemeriksaan Kepatuhan yang sering diajukan pada setiap
diseminasi dalam suatu Frequently Asked and Question (FAQ). FAQ tersebut telah diunggah
pada Portal Litbang sebagai suplemen yang mendukung Juklak Pemeriksaan Kepatuhan.

Pada tahun 2019 Subdirektorat Litbang PDTT juga telah melakukan review atas penerapan
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan oleh para pemeriksa. Review dilakukan terhadap 159 LHP
Kepatuhan pada beberapa satuan kerja pusat dan perwakilan yang masuk dalam IHPS semester
II tahun 2018. Review LHP dilakukan dengan membandingkan kesesuaian lembar kesimpulan,
tujuan pemeriksaan, kriteria, dan metode pemeriksaan pada LHP dengan Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan. Selain itu Subdit Litbang PDTT juga melakukan Focus Group Discussion (FGD)
dengan pemeriksa untuk mengetahui kendala yang dialami dalam penerapan Juklak
Pemeriksaan Kepatuhan. Beberapa permasalahan yang diperoleh antara lain:
1. Penyajian Lembar Kesimpulan masih belum mengungkapkan kriteria utama secara jelas;

1
2. Dasar kesimpulan belum menyajikan ketidakpatuhan atas aspek/subaspek, namun lebih
menonjolkan temuan pemeriksaan;
3. Terdapat kesulitan dalam penarikan kesimpulan pemeriksaan yang tujuannya lebih dari satu;
4. Pemeriksa belum memahami penerapan konsep materialitas pada pemeriksaan kepatuhan;
5. Penyajian lingkup pemeriksaan belum mengungkapkan aspek/subaspek yang diperiksa dan
besarnya bobot aspek/subaspek tersebut.

Permasalahan-permasalahan tersebut sejalan dengan hasil review Inspektorat Utama yang


menyatakan bahwa masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam penerapan Juklak
Pemeriksaan Kepatuhan terutama pada penyusunan konsep LHP dan finalisasi konsep LHP.
Berdasarkan Laporan Hasil Review (LHR) Tahun 2019 permasalahan pada penyusunan konsep
LHP yaitu belum memperhitungkan subaspek yang diperiksa, penyajian kriteria yang kurang
cermat, ketidaksesuaian unsur-unsur temuan, dan temuan pemeriksaan tidak relevan dengan
lingkup pemeriksaan. Sedangkan pada finalisasi konsep, ditemukan bahwa dasar kesimpulan
dan kesimpulan pemeriksaan belum selaras dengan tujuan pemeriksaan, penggunaan kriteria
yang tidak relevan, rekomendasi yang diberikan tidak relevan, tanggapan akhir pimpinan entitas
dan rencana aksi belum dimuat dalam LHP.

Dengan latar belakang tersebut, Subdit Litbang PDTT bermaksud menyusun Kajian Pelaporan
Hasil Pemeriksaan Kepatuhan yang bertujuan untuk memberikan informasi bagaimana
menyusun LHP Kepatuhan yang tepat. Selain itu, hasil kajian ini akan diharapkan menjadi salah
satu referensi bagi penyusunan panduan pelaporan pemeriksaan kepatuhan pada tahun 2021.

B. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci terkait penyusunan Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan sebagaimana yang diatur oleh Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan.

C. Lingkup
Fokus kajian hanya membahas metode penyajian pelaporan hasil pemeriksaan kepatuhan yang
diatur oleh Juklak Pemeriksaan Kepatuhan. Kajian ini tidak membahas hal-hal yang berhubungan
dengan manajemen pelaporan pemeriksaan kepatuhan.

2
D. Metode
Metode kajian meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi, telaah laporan hasil
pemeriksaan, telaah literatur, FGD dengan pemeriksa, serta rapat tim penyusun. Metode ini
dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan:
1. Penyusunan proposal kegiatan dan outline kajian
2. Pengumpulan data dan informasi/studi pustaka (PDI)
PDI yang dilakukan melalui studi pustaka meliputi:
 Panduan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2016
 Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja (Draft II: 2017)
 Compliance Audit ISSAI Implementation Handbook (Draft Version 0: 01.08.2018)
 Standar Audit 580 tentang Representasi Tertulis
 Juklak Pemeriksaan Keuangan 2014
 Petunjuk Teknis Penyusunan LHP Kinerja 2016
 Laporan Hasil Review Itama Tahun 2019
Selain itu dilakukan pula review tehadap 152 LHP Kepatuhan pada beberapa satuan kerja
pusat dan perwakilan yang masuk dalam IHPS semester II tahun 2019. Hal ini dilakukan untuk
memperoleh gambaran terkait penerapan Juklak Pemeriksaan Kepatuhan oleh pemeriksa
setelah satu tahun Juklak Pemeriksaan Kepatuhan disahkan dan melengkapi hasil review
sebelumnya. Review LHP dilakukan dengan membandingkan kesesuaian penyajian
komponen LHP dengan Juklak Pemeriksaan Kepatuhan.
3. FGD dengan narasumber
FGD dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan masukan dari para narasumber atau
dalam hal ini para pemeriksa, terkait pelaporan hasil pemeriksaan kepatuhan. FGD dilakukan
dengan narasumber yang berasal dari pusat (AKN I dan VII) dan perwakilan (Sulawesi
Selatan dan Jawa Tengah).
4. Penyusunan konsep kajian
Penyusunan konsep kajian dilakukan untuk memberikan gambaran awal tentang bentuk dan
isi dari kajian yang dihasilkan. Penyusunan konsep kajian disusun berdasarkan hasil
rapat/diskusi tim penyusun, PDI serta masukan dari narasumber.
5. Pembahasan konsep kajian
Tim penyusun melakukan pembahasan konsep kajian dalam rangka penyempurnaan konsep
kajian.

3
6. Finalisasi kajian
Finalisasi terhadap konsep kajian dilakukan melalui review secara berjenjang dari tim
penyusun hingga kepada pemberi penugasan untuk memperoleh pengesahan.

E. Sistematika Kajian
Bab I Pendahuluan
Meliputi latar belakang, tujuan, lingkup, metode, dan sistematika kajian.
Bab II Telaah Literatur Penyajian Laporan dalam Pemeriksaan Kepatuhan
Meliputi hasil telaah dari berbagai literatur terkait penyajian Laporan Pemeriksaan
Kepatuhan.
Bab III Permasalahan dalam Pelaporan dalam Pemeriksaan Kepatuhan
Meliputi definisi dan pentingnya pelaporan pemeriksaan, dan isu-isu dalam
Penyusunan LHP.
Bab IV Format Pelaporan dalam Pemeriksaan Kepatuhan
Berisi tentang unsur-unsur yang harus ada dalam pelaporan pemeriksaan
kepatuhan beserta contoh atau template-nya.
Bab V Kesimpulan

4
BAB II TELAAH LITERATUR

A. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam Standar Pemeriksaan


Keuangan Negara (SPKN)

SPKN adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. SPKN berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas,
program, kegiatan, serta fungsi berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang memiliki tingkat keyakinan memadai. SPKN berlaku bagi:
1. BPK;
2. Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama BPK;
3. Akuntan publik yang melakukan pemeriksaan keuangan negara berdasarkan ketentuan
undang-undang; dan
4. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang melakukan audit kinerja dan audit dengan tujuan
tertentu.

SPKN terdiri dari Kerangka Konseptual Pemeriksaan dan Pernyataan Standar Pemeriksaan
(PSP). PSP Nomor 100 mengatur Standar Umum, PSP Nomor 200 mengatur Standar
Pelaksanaan Pemeriksaan; dan PSP Nomor 300 mengatur Standar Pelaporan Pemeriksaan.
Penyajian laporan hasil pemeriksaan sebagain besar diatur dalam PSP 300.

Laporan hasil pemeriksaan (LHP) adalah laporan tertulis dari proses pemeriksaan yang berisi
hasil analisis atas pengujian bukti yang diperoleh saat pelaksanaan pemeriksaan. LHP berfungsi
untuk: (1) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) menghindari kesalahpahaman atas hasil
pemeriksaan; (3) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan
perbaikan oleh pihak yang bertanggung jawab; dan (4) memudahkan pemantauan tindak lanjut
untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan.

LHP dibuat secara tertulis untuk mengomunikasikan hasil pemeriksaan. LHP tersebut harus
disusun secara tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas.
1. Tepat waktu, maksudnya yaitu LHP harus tepat waktu agar informasi yang disampaikan
bermanfaat secara maksimal. Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat
disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna LHP.

5
2. Lengkap, maksudnya yaitu LHP memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk
memenuhi tujuan pemeriksaan.
3. Akurat, maksudnya yaitu LHP yang disajikan didukung oleh bukti yang cukup dan tepat.
Laporan yang akurat akan memberikan keyakinan kepada pengguna LHP bahwa hal yang
dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan.
4. Objektif, maksudnya yaitu LHP harus disajikan secara seimbang dan tidak memihak dan
sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan.
5. Meyakinkan, maksudnya yaitu LHP harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk
mengakui validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Agar meyakinkan,
LHP harus menyajikan hubungan logis antara tujuan pemeriksaan, kriteria, temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi (bila ada).
6. Jelas, maksudnya yaitu mudah dibaca dan dipahami, ditulis dengan bahasa yang jelas, tidak
ambigu, sesederhana mungkin dan sedapat mungkin menghindari penggunaan istilah-istilah
teknis.
7. Ringkas, maksudnya yaitu LHP harus ringkas yaitu tidak memuat informasi yang tidak perlu
atau tidak sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

LHP harus memenuhi unsur laporan sesuai dengan jenis pemeriksaannya. LHP memiliki unsur-
unsur antara lain:
1. Pernyataan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan;
Pernyataan ini merupakan pernyataan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan
standar pemeriksaan. Dalam hal pemeriksa tidak dapat melaksanakan standar pemeriksaan
karena pembatasan lingkup yang material, hal tersebut harus dinyatakan dalam laporan.
2. Tujuan, lingkup, metodologi;
Tujuan pemeriksaan adalah pengungkapkan atas hal yang ingin dicapai dari pemeriksaan
tersebut. Lingkup pemeriksaan mencakup pengidentifikasian objek/sasaran pemeriksaan,
aspek yang diperiksa, organisasi, lokasi geografis, dan periode yang dicakup dalam
pemeriksaan. Metodologi menggambarkan seluruh proses pemeriksaan untuk memenuhi
tujuan pemeriksaan.
3. Kesimpulan;
Kesimpulan merupakan jawaban atas pencapaian tujuan pemeriksaan. Kesimpulan harus
dinyatakan secara jelas dan meyakinkan. Kekuatan kesimpulan ditentukan oleh bukti yang
meyakinkan dan didukung dengan metodologi yang tepat.
4. Temuan pemeriksaan (TP);

6
Pemeriksa harus mengungkapkan temuan dalam LHP apabila terdapat ketidaksesuaian
antara kondisi dengan kriteria. Pemeriksa mengungkapkan temuan dengan unsur-unsur yang
dapat disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya PDTT dalam bentuk pemeriksaan
kepatuhan maka unsur temuan yang harus ada adalah kondisi, kriteria, dan akibat. Unsur
sebab bersifat opsional tergantung dengan kedalaman pengujian yang dilakukan pemeriksa
dalam menentukan penyebab utama dari ketidakpatuhan yang timbul.
5. Rekomendasi pemeriksaan;
Rekomendasi pemeriksaan harus bersifat konstruktif dan berguna untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan. Rekomendasi hanya diberikan
kepada pihak yang bertanggung jawab. Rekomendasi harus dapat mendorong perbaikan atas
kelemahan yang ditemukan, tetapi tidak melampaui apa yang menjadi batas tanggung
jawabnya. Rekomendasi harus secara jelas menyatakan apa yang harus diperbaiki serta
siapa yang berwenang untuk melaksanakan perbaikan yang direkomendasikan.
Rekomendasi harus disampaikan sejalan dengan tujuan, temuan, dan kesimpulan hasil
pemeriksaan.
6. Tanggapan pihak yang bertanggung jawab; dan
Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari pihak yang
bertanggung jawab. Namun demikian, terkait dengan kerahasiaan informasi, dalam
pemeriksan investigatif, Pemeriksa tidak meminta tanggapan. Tanggapan pejabat yang
bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa harus dimuat
dalam LHP.
7. Penandatanganan LHP.
LHP ditandatangani oleh Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK. Wewenang
penandatanganan LHP dapat didelegasikan kepada penanggung jawab pemeriksaan yang
memiliki kompetensi.

Selain itu, BPK juga memantau secara periodik tindak lanjut hasil pemeriksaan dan
menyampaikan hasil pemantauannya kepada lembaga perwakilan dan pihak yang bertanggung
jawab. Tujuan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah meningkatkan efektivitas
pelaporan hasil pemeriksaan serta membantu lembaga perwakilan dan pemerintah dalam
memperbaiki tata kelola. Pemeriksa mempertimbangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya yang berhubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan.

7
B. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam The International Standards
of Supreme Audit Institutions 4000 (ISSAI 4000)

ISSAI merupakan referensi pengembangan standar bagi para anggota INTOSAI. ISSAI berisi
konsep dan prinsip dasar yang mendefinisikan audit sektor publik dan berbagai jenis perikatan.
INTOSAI menerbitkan ISSAI 4000 sebagai Standar untuk melaksanakan Audit Kepatuhan. ISSAI
4000 didasarkan pada prinsip-prinsip dasar untuk audit sektor publik dalam ISSAI 100 dan prinsip
audit kepatuhan dalam ISSAI 400.

Berdasarkan ISSAI 4000, Supreme Audit Institutions (SAI) atau Institusi Audit Negara memiliki
peran dalam mendorong tata pemerintahan yang baik dengan mengidentifikasi dan melaporkan
penyimpangan dari kriteria, sehingga tindakan korektif dapat diambil. LHP bertujuan untuk
mengkomunikasikan hasil pekerjaan SAI kepada masing-masing pengguna, pihak yang diaudit,
dan masyarakat umum. Dalam hal ini SAI memberikan informasi kepada pengguna yang dituju,
melalui laporan yang dipublikasikan tentang apakah entitas yang diaudit mengikuti keputusan
parlemen, undang-undang, legislatif, kebijakan, kode yang ditetapkan, dan persyaratan yang
disepakati. Informasi ini dapat digunakan untuk memastikan kepatuhan dengan pihak berwenang
dalam suatu subjek tertentu. SAI membantu pengguna laporannya dalam menjalankan
kekuasaannya untuk mengendalikan pelaksanaan anggaran, undang-undang dan peraturan oleh
suatu entitas.

LHP merupakan bentuk komunikasi auditor dalam menyampaikan kesimpulan atas hasil
pemeriksaan yang dilakukannya. Kesimpulan tersebut dapat diekspresikan baik sebagai opini,
kesimpulan, jawaban pertanyaan atau rekomendasi audit. Opini merupakan pernyataan tertulis
yang jelas dari auditor yang dinyatakan dalam format standar, baik yang tidak dimodifikasi atau
dimodifikasi. Hal tersebut dinyatakan dalam suatu laporan audit.

Pelaporan merupakan salah satu bagian penting dari audit. Bentuk-bentuk pelaporan dapat
didefinisikan dalam undang-undang atau dengan mandat SAI. Laporan tertulis yang menetapkan
temuan, pendapat, kesimpulan, dan rekomendasi dalam bentuk yang sesuai sebagaimana
berlaku, harus disiapkan pada akhir setiap pemeriksaan. Prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh
pemeriksa dalam menyiapkan laporan audit, sebagai berikut:
1. Prinsip kelengkapan mengharuskan auditor mempertimbangkan semua informasi yang
relevan dengan temuan audit sebelum mengeluarkan laporan.

8
2. Prinsip objektivitas mengharuskan auditor untuk menerapkan penilaian profesional dan
skeptis untuk memastikan bahwa laporan itu faktual dan benar. Temuan dan kesimpulan
disajikan dengan cara yang relevan, adil dan seimbang.
3. Prinsip ketepatan waktu menyiratkan penyiapan laporan pada waktunya dan relevan untuk
pengguna yang dituju.
4. Prinsip akurasi dan konsultasi menyiratkan memeriksa keakuratan fakta dengan entitas yang
diaudit.
5. Prinsip kontradiksi menyiratkan memasukkan tanggapan dari yang pihak yang bertanggung
jawab atas entitas yang sesuai dan memberikan jawaban serta penilaian atas tanggapan.

ISSAI 4000 memberikan panduan mengenai struktur dari suatu laporan pemeriksaan kepatuhan.
Beberapa bentuk struktur laporan yang diatur dalam ISSAI 4000 antara lain Struktur Laporan
Direct Reporting, Atestasi dan SAI yang memiliki kewenangan yuridiksi. Perbandingan antara
ketiga struktur laporan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Perbandingan Struktur Laporan


Direct Reporting, Atestasi dan SAI yang memiliki Kewenangan Yurisdiksi
Direct Reporting Attestation SAI dengan kewenangan Yurisdiksi
Engagement Engagement
a. Judul. a. Judul. a. Identifikasi pihak yang bertanggung
b. Identifikasi standar audit. b. Penerima. jawab dan entitas yang diaudit.
c. Ringkasan eksekutif (jika c. Deskripsi informasi hal pokok, b. Orang yang bertanggung jawab yang
perlu). dan bila perlu hal yang terlibat dan tanggung jawab mereka.
d. Deskripsi hal pokok dan mendasarinya hal pokok. c. Identifikasi standar audit yang
ruang lingkup (luas dan d. Luas dan batas audit termasuk diterapkan dalam melakukan
batas audit). periode waktu yang dicakup. pekerjaan.
e. Kriteria audit. e. Tanggung jawab pihak yang d. Tanggung jawab auditor.
f. Penjelasan dan alasan bertanggung jawab dan auditor. e. Ringkasan pekerjaan yang
untuk metode yang f. Kriteria audit. dilakukan.
digunakan. g. Identifikasi standar audit dan f. Operasi dan prosedur dll. yang
g. Temuan. tingkat jaminan. dipengaruhi oleh ketidakpatuhan
h. Kesimpulan berdasarkan h. Ringkasan pekerjaan yang tindakan dan/atau kemungkinan
jawaban atas pertanyaan dilakukan dan metode yang tindakan melanggar hukum. Ini perlu
atau pendapat audit digunakan. mencakup, jika perlu:
tertentu. i. Opini / kesimpulan.  Deskripsi temuan dan
i. Balasan dari entitas yang j. Balasan dari entitas yang penyebabnya,
diaudit (sebagaimana diaudit (sebagaimana  Tindakan hukum yang dilanggar
diperlukan). diperlukan). (kriteria audit),
j. Rekomendasi k. Tanggal laporan.  Konsekuensi dari tindakan
(sebagaimana diperlukan). l. Tanda tangan. ketidakpatuhan dan / atau
kemungkinan tindakan
(ISSAI 4000 Par.210) (ISSAI 4000 Par.218) melanggar hukum.
g. Orang yang bertanggung jawab dan
penjelasan mereka tentang
ketidakpatuhan tindakan mereka
dan /atau kemungkinan tindakan
melanggar hukum, jika perlu.

9
Direct Reporting Attestation SAI dengan kewenangan Yurisdiksi
Engagement Engagement
h. Pertimbangan profesional auditor
yang menentukan apakah terdapat
tanggung jawab pribadi atas
tindakan ketidakpatuhan.
i. Nilai kerugian / penyalahgunaan /
pemborosan yang dibuat dan jumlah
yang harus dibayarkan karena
tanggung jawab pribadi.
j. Segala tindakan yang diambil oleh
orang yang bertanggung jawab
selama audit untuk diperbaiki
k. kerugian / penyalahgunaan / limbah
yang dibuat.
l. Argumen manajemen tentang
tindakan ketidakpatuhan / melanggar
hukum.

(ISSAI 4000 Par.221)

Beberapa hal lain yang diatur terkait dengan struktur laporan tersebut, yaitu:
- Ringkasan eksekutif dari pekerjaan yang dilakukan dan metode yang digunakan untuk
membantu pengguna yang dituju dalam memahami kesimpulan auditor. Ringkasan eksekutif
perlu memberikan penjelasan singkat untuk pembaca tentang bagaimana audit dilakukan.
- Pada bagian kriteria audit, undang-undang, aturan, dan peraturan yang digunakan dalam
audit secara eksplisit disajikan dalam laporan audit.
- Bagian temuan terdiri dari perbandingan yang dilakukan auditor atas bukti yang diperoleh
terhadap kriteria yang dinyatakan dan bagaimana perbandingan ini telah mengarah pada
temuan audit.
- Penggabungan tanggapan dari entitas yang diaudit memberikan indikasi adanya kesepakatan
untuk mengambil tindakan atas masalah yang dilaporkan. Pembahasan draft laporan temuan
dengan entitas yang diaudit dapat membantu memastikan bahwa temuan telah lengkap,
akurat dan cukup disajikan.
- Ketika terdapat ketidakpatuhan yang signifikan dilaporkan, rekomendasi diberikan dalam
kasus-kasus yang memiliki potensi untuk perbaikan yang signifikan yang mungkin akan
bermanfaat bagi pengguna untuk melakukan tindakan korektif yang disorot oleh auditor.
- Rekomendasi yang konstruktif dan praktis membantu dalam mempromosikan suara
manajemen sektor publik, namun auditor perlu berhati-hati untuk tidak memberikan
rekomendasi yang terlalu rinci sehingga dapat mengambil peran manajemen. Rekomendasi
dapat dikeluarkan secara terpisah dari laporan karena biasanya ditulis ditujukan untuk
manajemen entitas yang diaudit. Dalam hal ini, rekomendasi dimungkinkan disampaikan
secara terpisah dalam surat kepada manajemen.

10
- Biasanya rekomendasi tidak terdapat dalam laporan attestation engagement. Rekomendasi
dapat dikeluarkan secara terpisah dalam surat kepada manajemen.

C. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan dalam Petunjuk Pelaksanaan


Pemeriksaan Kepatuhan Tahun 2018

Juklak Pemeriksaan Kepatuhan merupakan pedoman bagi para pemeriksa dalam melakukan
pemeriksaan kepatuhan yang memiliki tingkat keyakinan memadai. Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan telah ditetapkan pada 11 Mei 2018 dengan Keputusan BPK RI Nomor 03/K/I-
XIII.2/5/2018.

Terkait dengan pelaporan dalam Pemeriksaan Kepatuhan terdapat beberapa ketentuan pokok
yang sudah diatur. Pelaporan dalam Juklak Pemeriksaan Kepatuhan didefinisikan sebagai suatu
kegiatan memberikan kesimpulan tertulis atas evaluasi terhadap bukti-bukti dan informasi yang
diperoleh selama proses pemeriksaan. Pelaporan pemeriksaan terdiri atas 2 (dua) langkah
kegiatan yaitu:
1. Penyusunan LHP (temuan pemeriksaan, kesimpulan, rekomendasi, dan action plan); dan
2. Tindak Lanjut Pemeriksaan

Prinsip penyusunan LHP kepatuhan berpedoman pada SPKN dimana LHP Kepatuhan juga
mensyaratkan agar laporan disusun secara tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan,
jelas, dan ringkas. Kerangka dari LHP Kepatuhan memuat lembar penyataan tanggung jawab
entitas, LHP Kepatuhan, informasi umum, uraian hasil pemeriksaan, tindak lanjut, serta lampiran.
Kerangka LHP Kepatuhan secara detail adalah:
1. Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas
Memuat pernyataan tanggung jawab entitas terhadap segala informasi atas hal pokok yang
diperiksa.
2. Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan
Memuat ringkasan hasil pemeriksaan dan kesimpulan.
3. Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisi: (a) Dasar Hukum; (b) Standar Pemeriksaan; (c) Tujuan Pemeriksaan; (d)
Lingkup Pemeriksaan; (e) Kriteria Pemeriksaan; (f) Metodologi Pemeriksaan; dan (g) Jangka
Waktu Pemeriksaan.
4. Bab II: Gambaran Umum

11
Bab ini memuat informasi umum dan sistem pengendalian intern atas entitas/
objek/aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan hal pokok yang diperiksa. Bab ini memuat
informasi umum dan sistem pengendalian intern atas entitas/objek/aktivitas/kegiatan yang
berkaitan dengan hal pokok yang diperiksa.
5. Bab III: Hasil Pemeriksaan
6. Bab IV: Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan
Bab ini memuat ringkasan hasil pemantauan tindak lanjut yang telah dilakukan oleh entitas
atas hasil pemeriksaan terkait hal pokok yang sedang diperiksa.
7. Lampiran

Unsur-unsur dari LHP Kepatuhan antara lain berisi: (a) pernyataan bahwa pemeriksaan
dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan; (b) tujuan, lingkup, dan metodologi; (c)
lembar kesimpulan; (d) temuan pemeriksaan; (e) rekomendasi pemeriksaan (apabila ada); (f)
tanggapan pihak yang bertanggung jawab; dan (g) penandatanganan LHP. Sedangkan struktur
lembar kesimpulan LHP Kepatuhan adalah sebagai berikut:
1. Judul;
2. Penerima;
3. Deskripsi atas informasi hal pokok dan hal pokok yang mendasari;
4. Luas dan batasan pemeriksaan, termasuk periode yang diperiksa;
5. Tujuan pemeriksaan;
6. Tanggung jawab dari pihak yang bertanggung jawab dan pemeriksa;
7. Kriteria pemeriksaan;
8. Identifikasi standar pemeriksaan dan tingkat keyakinan;
9. Ringkasan prosedur dan metodologi yang digunakan;
10. Kesimpulan;
11. Tanggapan dari entitas terperiksa (dapat dilampirkan);
12. Tanggal laporan; dan
13. Tanda tangan.

D. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan dalam Juklak Pemeriksaan


Keuangan Tahun 2014

Juklak Pemeriksaan Keuangan Tahun 2014 merupakan pedoman bagi para pemeriksa dalam
melakukan pemeriksaan keuangan. Meskipun demikian, bentuk pelaporan hasil pemeriksan
kepatuhan juga dikenal di dalam pemeriksaan keuangan, dimana LHP keuangan terdiri dari: (1)

12
LHP atas Laporan Keuangan; (2) LHP atas Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
dan (3) LHP atas Sistem Pengendalian Internal (SPI).

Dalam LHP Keuangan, LHP atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
dan LHP atas SPI dimuat dalam laporan terpisah, namun merupakan satu kesatuan dengan LHP
atas laporan keuangan, apabila terdapat ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kelemahan SPI yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.
Dengan demikian bersifat opsional yang berarti diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan
ketidakpatuhan selama pemeriksa melakukan pemeriksaan keuangan.

Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam LHP Keuangan


merupakan hasil pengujian kepatuhan yang dirancang oleh pemeriksa untuk memberikan
keyakinan memadai guna mendeteksi ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan,
mendeteksi kesalahan/kekeliruan yang material dalam laporan keuangan sebagai akibat
langsung dari adanya unsur perbuatan melanggar/melawan hukum yang material, dan untuk
menumbuhkan kewaspadaan terhadap kemungkinan telah terjadinya unsur perbuatan melawan
hukum baik secara langsung maupun tidak langsung. Format LHP Kepatuhan dalam kerangka
pemeriksaan laporan keuangan memuat:
1. Resume yang memuat: (a) Judul “Resume”; (b) dasar pemeriksaan; (c) standar pemeriksaan
serta kewajiban pelaporan atas ketidakpatuhan yang ditemukan; (d) paragraf tentang rujukan
LHP yang memuat opini dan LHP atas efektivitas SPI; (e) pokok-pokok temuan
ketidakpatuhan; (f) rekomendasi yang diberikan; (g) tempat dan tanggal penandatanganan
LHP; dan (h) tanda tangan, nama penanda tangan, dan nomor register akuntan.
2. Hasil pemeriksaan yang memaparkan semua temuan-temuan ketidakpatuhan yang
memuat:
a. kondisi yang perlu dijelaskan;
b. kriteria dan atau kondisi yang seharusnya terjadi;
c. akibat (dampak) yang akan terjadi karena adanya varian/perbedaan antara kondisi dan
kriteria;
d. sebab (alasan) terjadinya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria;
e. tanggapan instansi;
f. sanggahan atas tanggapan instansi jika tidak sesuai dengan kondisi; dan
g. rekomendasi.

13
Format Laporan atas SPI dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan memuat:
1. Resume yang memuat: (a) Judul “Resume”; (b) dasar pemeriksaan; (c) standar pemeriksaan
serta kewajiban pelaporan atas ketidakpatuhan yang ditemukan; (d) paragraf tentang rujukan
LHP yang memuat opini dan LHP kepatuhan; (e) pokok-pokok temuan SPI; (f) rekomendasi
yang diberikan; (g) tempat dan tanggal penandatanganan LHP; dan (h) tanda tangan, nama
penanda tangan, dan nomor register akuntan.
2. Gambaran umum SPI dalam Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.
Temuan pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Internal dengan mengungkapkan:
a. kondisi yang perlu dijelaskan;
b. kriteria dan atau kondisi yang seharusnya terjadi;
c. akibat (dampak) yang akan terjadi karena adanya varian/perbedaan antara kondisi dan
kriteria;
d. sebab (alasan) terjadinya varian/perbedaan antara kondisi dan kriteria;
e. tanggapan instansi;
f. sanggahan atas tanggapan intansi jika tidak sesuai dengan kondisi; dan
g. rekomendasi.

Dalam Juklak Pemeriksaan Keuangan Tahun 2014 juga terdapat pengaturan mengenai tindak
lanjut, walaupun hanya bersifat umum dimana laporan hasil pemantauan tindak lanjut merupakan
salah satu input yang diperlukan dalam tahap pemahaman hasil pemeriksaan sebelumnya.
Pemantauan tindak lanjut adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis oleh
BPK untuk menentukan bahwa pejabat telah melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan
dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang. Tindak Lanjut yang
dilaksanakan oleh entitas dapat pula mengindikasikan adanya risiko lain yang masih harus
diperhatikan dalam pemeriksaan tahun berjalan. Pemeriksa harus menyadari akan kemungkinan
ini terhadap risiko pemeriksaan yang dilakukan. Rekomendasi signifikan atas hasil pemeriksaan
tahun-tahun sebelumnya yang tidak atau belum seluruhnya ditindaklanjuti harus menjadi bahan
pertimbangan atas pemeriksaan tahun berjalan.

E. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan dalam Petunjuk Teknis Penyusunan LHP


Kinerja

Petunjuk Teknis (Juknis) Penyusunan LHP Kinerja merupakan pedoman secara teknis bagi
pemeriksa dalam melakukan penyusunan LHP Kinerja sehingga memenuhi persyaratan kualitatif
sebagaimana diatur dalam SPKN. LHP Kinerja juga mensyaratkan penyusunan secara tepat

14
waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas. Bentuk penyajian laporan dalam
LHP Kinerja disajikan dengan sistematika sebagai berikut:
1. Ikhtisar Eksekutif;
2. Pendahuluan;
3. Gambaran Umum Objek Pemeriksaan;
4. Hasil Pemeriksaan;
5. Simpulan (dan Rekomendasi); serta
6. Lampiran, Glosarium, dan Daftar Singkatan

Capaian dan temuan negatif dalam Pemeriksaan Kinerja, terdiri dari unsur-unsur kondisi, kriteria,
akibat dan sebab. Pengungkapan unsur-unsur temuan tersebut tidak harus disajikan secara
berurutan, namun yang terpenting alur penyajiannya mengalir, koheren dan sinkron, sehingga
pembaca dapat menangkap dan memahami inti permasalahan dengan mudah. Penetapan urutan
unsur-unsur tersebut didasarkan pada substansi unsur yang ingin ditonjolkan oleh pemeriksa
dengan tetap memerhatikan kesesuaian logis antar unsur-unsur tersebut.

Metode penyajian judul temuan pemeriksaan (TP) dilakukan dengan memberikan gambaran awal
kepada pembaca mengenai pokok bahasan yang akan diungkap dalam setiap capaian dan
temuan negatif dengan menggunakan bahasa yang singkat dan jelas. Penyajian kondisi disajikan
secara objektif dan relevan berdasarkan fakta yang ditemukan pemeriksa di lapangan. Paragraf
kondisi dalam capaian menguraikan prestasi entitas yang disajikan secara proporsional.
Sedangkan paragraf kondisi dalam temuan negatif menguraikan kelemahan suatu proses,
ketidaksesuaian dengan kriteria yang berlaku atau disepakati, atau faktor-faktor diluar kendali
entitas yang menyebabkan munculnya suatu permasalahan. Kelemahan atau ketidaksesuaian
tersebut merupakan bukti dari hipotesis pemeriksa bahwa terdapat ruang untuk perbaikan yang
menjadi fokus pemeriksaan kinerja.

Penyajian “standar, ukuran, kriteria utama, dan subkriteria” dapat disajikan sebelum penyajian
kondisi sebagai pembuka bahasan TP. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ideal
kepada pembaca atas kinerja yang seharusnya dicapai oleh entitas. Namun demikian, penyajian
kriteria juga dapat disajikan setelah penjelasan mengenai kondisi. Pilihan pemeriksa untuk
menempatkan kriteria dalam temuan mempertimbangkan pesan apa yang akan ditekankan oleh
BPK. Dalam menuangkan kriteria pada tiap TP, pemeriksa perlu menyajikan secara jelas sumber
kriteria.

15
Penyajian “akibat” mengungkapkan hubungan yang jelas dan logis dari dampak perbedaan
antara apa yang ditemukan oleh pemeriksa di lapangan (kondisi) dengan keadaan yang
diharapkan (kriteria) . “Akibat” akan lebih mudah dipahami bila dinyatakan secara jelas dan terinci,
dan apabila memungkinkan, dinyatakan dalam angka, misalnya biaya-biaya atas proses, input,
atau fasilitas-fasilitas tidak produktif lainnya.

Dalam menyajikan “sebab”, pemeriksa harus dapat menggunakan kemahiran profesionalnya


secara cermat dan seksama dalam mengidentifikasi sebab utama suatu permasalahan (akar
permasalahan) berdasarkan bukti yang dikumpulkan. Pemeriksa harus mempertimbangkan
apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan dan masuk akal bahwa
“sebab” yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya perbedaan antara kondisi dan
kriteria. Dalam temuan negatif, “sebab” adalah faktor yang menjadi penyebab utama tidak
tercapainya kriteria. Sedangkan dalam capaian, sebab merupakan faktor yang menyebabkan
entitas mencapai atau melebihi kriteria yang telah ditetapkan. Langkah-langkah dalam
perumusan unsur “sebab” adalah sebagai berikut:
a. Cermati dengan baik kondisi atau fakta yang terjadi untuk meyakinkan bahwa informasi
tentang kondisi tersebut akurat dan didukung oleh bukti yang kuat.
b. Bandingkan kondisi dengan kriteria yang telah ditetapkan, identifikasi jika terdapat
perbedaan.
c. Dalam temuan negatif, lakukan analisis penyebab tidak tercapainya kriteria dengan cara
menelusuri pokok permasalahan, sehingga apabila diperbaiki akan menghindarkan terjadinya
kondisi (permasalahan) semula.
d. Dalam capaian, lakukan analisis penyebab tercapainya atau terlampauinya kriteria, sehingga
apabila dipertahankan ataupun ditingkatkan akan menjaga konsistensi kondisi saat ini atau
bahkan menjadi lebih baik.
e. Pastikan bahwa unsur “sebab” dalam TP merupakan hal yang berada dalam kendali
(controllable) bagi entitas terperiksa dan merupakan sebab utama (root cause), karena hal
tersebut akan berpengaruh dalam pemberian rekomendasi bagi entitas. Jika terdapat sebab
signifikan yang berada di luar kewenangan entitas, hal tersebut harus dijelaskan dalam
bagian kondisi di TP.
f. Untuk mencari sebab utama, pemeriksa dapat menggunakan beberapa metode, seperti; fish
bone diagram, metode 5 Whys, dan sebagainya.

16
“Akibat” dan “sebab” dapat disajikan mengalir dan melebur dalam satu paragraf narasi temuan,
sehingga tidak diharuskan dipisah dan menggunakan kalimat baku seperti “hal/kondisi ini
mengakibatkan….” atau “hal/kondisi ini disebabkan oleh….”

Penyajian tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab atas TP harus disajikan dalam bentuk
tertulis pada setiap TP untuk menjelaskan perspektif entitas terhadap temuan tersebut. Penyajian
tanggapan atas TP disajikan secara ringkas dalam TP tanpa mengubah substansi dari tanggapan
tersebut. Selain menyajikan tanggapan objek pemeriksaan dalam tiap TP, pemeriksa dapat
menyajikan tanggapan lengkap objek pemeriksaan sebagai lampiran LHP. Apabila tanggapan
dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan TP dalam LHP, dan menurut pemeriksa,
tanggapan tersebut tidak tepat, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuan atas
tanggapan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara
seimbang dan objektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila pemeriksa
berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.

Dalam menyajikan simpulan, pemeriksa perlu memperhatikan apakah pemeriksaan kinerja


mempunyai satu tujuan pemeriksaan atau lebih. Ketika pemeriksaan kinerja mempunyai satu
tujuan pemeriksaan memiliki beberapa sasaran atau kriteria utama pemeriksaan, untuk
mempermudah logika perumusan dan pemahaman atas simpulan keseluruhan, LHP dapat
menyajikan simpulan untuk setiap sasaran atau kriteria utama pemeriksaan. Dalam hal suatu
pemeriksaan kinerja mempunyai beberapa tujuan pemeriksaan, maka pemeriksa merumuskan
simpulan sebanyak tujuan pemeriksaan untuk memastikan bahwa seluruh tujuan pemeriksaan
telah terjawab oleh pemeriksaan BPK

Perumusan simpulan memperhatikan pendekatan yang diambil dalam pemeriksaan dan tujuan
pemeriksaan. Pemeriksa dapat mengombinasikan berbagai alat bantu analisis dalam
merumuskan kesimpulan. Dalam pendekatan kuantitatif, perumusan simpulan dapat
menggunakan alat-alat bantu berikut, namun tidak terbatas pada, misalnya statistika deskriptif,
atau statistika inferensial, atau kategorisasi melalui pembobotan/ranking, atau penetapan
prioritas atau hierarkis. Perumusan simpulan dengan pendekatan kualitatif secara umum
menginterpretasikan fakta yang ada secara komprehensif, menganalisis hubungan antara fakta
dengan tujuan entitas yang relevan dengan lingkup dan tujuan pemeriksaan, serta banyak
memanfaatkan pengalaman.

17
Praktik yang umum diterapkan dalam perumusan simpulan dengan pendekatan kualitatif adalah
sebagai berikut:
a. mengklasifikasikan capaian dan TP tersebut sesuai dengan sub kriteria dan kriteria utama
yang telah ditetapkan pemeriksa; dan
b. menilai signifikansi capaian dan TP terhadap pencapaian tujuan pemeriksaan. Penentuan
signifikansi dapat merujuk pada potensi dampak dari suatu perbaikan pada tata kelola
entitas/objek yang diperiksa, peluang perbaikan kinerja, signifikansi keuangan, dan lain-lain.

Beberapa teknik analisis yang dapat digunakan dalam metode perumusan simpulan secara
kualitatif antara lain adalah hubungan kausalitas (cause and effect relationship) dan diagram
Ishikawa (fish bone diagram).

F. Pengaturan LHP dalam Panduan Laporan Pemeriksaan Keuangan Daerah

Pengungkapan TP dalam pemeriksaan Laporan Keuangan dilakukan dengan mengembangkan


unsur-unsur TP berupa kondisi, kriteria, akibat, dan sebab untuk membantu manajemen entitas
yang diperiksa atau pihak berwenang dalam memahami perlunya mengambil tindakan perbaikan.
Selain hal tersebut, pemeriksa wajib memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk
menanggapi TP. Apabila pemeriksa dapat mengembangkan secara memadai temuan-temuan
tersebut, pemeriksa harus membuat rekomendasi guna tindakan perbaikan.

Pedoman dalam melaporkan TP dalam LHP pada pemeriksaan Keuangan, yaitu:


1. Kondisi; memberikan bukti mengenai hal-hal yang ditemukan pemeriksa di lapangan.
Pelaporan lingkup atau kedalaman dari kondisi dapat membantu pengguna laporan dalam
memperoleh perspektif yang wajar.
2. Kriteria; memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna LHP untuk
menentukan keadaan seperti apa yang diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila
dinyatakan secara wajar, eksplisit, dan lengkap, dan sumber dari kriteria dinyatakan dalam
LHP;
3. Akibat; memberikan hubungan yang jelas dan logis untuk menjelaskan pengaruh dari
perbedaan antara apa yang ditemukan pemeriksa (kondisi) dan apa yang seharusnya
(kriteria). Akibat lebih mudah dipahami bila dinyatakan secara jelas, terinci, dan apabila
memungkinkan, dinyatakan dalam angka. Signifikansi dari akibat yang dilaporkan ditunjukkan
oleh bukti yang meyakinkan;

18
4. Sebab; memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber
perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus
mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan
dan masuk akal bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya
perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah sebab yang diungkapkan
dapat menjadi dasar pemberian rekomendasi. Dalam situasi temuan terkait dengan
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dimana tidak dapat
ditetapkan dengan logis penyebab temuan tersebut, pemeriksa tidak diharuskan untuk
mengungkapkan unsur sebab ini.
5. Komentar Instansi; merupakan tanggapan oleh entitas yang diperiksa terhadap indikasi
temuan. Pemeriksa wajib memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk
menanggapi TP sebagaimana diamanatkan dalam Kode Etik BPK.
6. Rekomendasi; memberikan arahan, saran, dan/atau masukan untuk perbaikan dan
peningkatan suatu sistem, proses, perilaku organisasi dan kepemimpinan dari suatu entitas
yang diperiksa atas permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga dapat memberikan
perbaikan pada tahun yang akan datang.

Tujuan pemberian rekomendasi yaitu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan


yang telah dijelaskan dalam kondisi serta akibat-akibat yang ditimbulkan atas permasalahan
tersebut. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyajian rekomendasi, antara lain:
1. memberikan arahan kepada entitas yang diperiksa agar dapat meminimalisir akibat yang
ada dalam TP serta melakukan tindakan pencegahan supaya akibat yang sama tidak
terjadi lagi dimasa yang akan datang;
2. menghilangkan sebab, artinya rekomendasi dapat mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh sebab serta memberikan langkah-langkah perbaikan supaya sebab
tersebut tidak muncul lagi di masa yang akan datang;
3. memberikan masukan perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara sehingga ada nilai
tambah (value added) yang bisa diberikan oleh BPK kepada pemerintah pusat dan
daerah.

Pemeriksa seringkali menemukan permasalahan yang sama dengan permasalahan yang


telah diungkapkan dalam LHP atas laporan keuangan tahun sebelumnya. TP tetap
dinyatakan berulang walaupun terjadi pada satker yang berbeda. Berulangnya permasalahan
tersebut bisa terjadi karena tindak lanjut belum selesai atau belum dilaksanakan oleh

19
pemerintah daerah terkait. Pemeriksa tetap melaporkan TP berulang dalam LHP agar
permasalahan tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah terkait untuk
menindaklanjutinya. Hal-hal yang dilakukan antara lain:
- Menjelaskan pengungkapan TP dimaksud dalam LHP tahun sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diungkapkan adalah uraian singkat kondisi, rekomendasi yang
diberikan, dan tindak lanjut yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah terkait.
- Memperbarui data pemantauan tindak lanjut atas temuan sebelumnya,
Pemutakhiran data pemantauan tindak lanjut temuan sebelumnya dilakukan dengan cara
mengklasifikasikannya sebagai temuan yang sudah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi
(TS). Sedangkan temuan yang baru akan mengganti temuan sebelumnya dalam
pemantauan tindak lanjut.
- Mengungkapkan temuan hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) yang
dilaksanakan sebelumnya yang berakibat pada penyajian atas LKPD.
Dalam mengungkapkan temuan seperti ini, pemeriksa harus terlebih dahulu menjelaskan
pengungkapan TP dimaksud dalam LHP terkait (sebutkan nomor dan judul LHP terkait)
yaitu uraian kondisi dan rekomendasinya. Selanjutnya, pemeriksa menguraikan kaitan
masalah tersebut dengan pengungkapan salah satu akun di LKPD yang diperiksa.

Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian


intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”
sebagaimana dinyatakan dalam SPKN. Pengungkapan temuan pengendalian intern yang
perlu dilaporkan, dilakukan sebagai berikut:
1. Apabila temuan pengendalian intern tersebut secara material berpengaruh pada
kewajaran laporan keuangan, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat temuan tersebut
dalam LHP yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan sebagai alasan
pemberian opini;
2. Pengungkapan semua temuan pengendalian intern secara terinci dilaporkan dalam
Laporan atas Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan.

LHP atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan
pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.

20
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan yang ditemukan dalam
pemeriksaan keuangan, dimuat sebagai TP dalam LHP atas kepatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan. Pengungkapan ketidakpatuhan yang perlu dilaporkan dilakukan
sebagai berikut:
1. Apabila ketidakpatuhan tersebut secara material berpengaruh pada kewajaran laporan
keuangan, pemeriksa mengungkapkan uraian singkat ketidakpatuhan tersebut dalam
LHP yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan sebagai alasan pemberian
opini;
2. Pengungkapan semua temuan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ditemukan selama pemeriksaan secara terinci dilaporkan
dalam Laporan atas Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan

G. Pengaturan Laporan Hasil Pemeriksaan dalam Generally Accepted Government


Auditing Standards

Menurut United States General Accounting Office (GAO, 1991) rekomendasi berisi hal yang
harus dicapai oleh entitas, bukan mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan. Meskipun
rekomendasi dibuat konstruktif untuk entitas yang diperiksa, rekomendasi tidak boleh terlalu
rinci sehingga objektivitas pemeriksa sektor publik dapat terganggu dalam pemeriksaan di
masa depan. Dalam hal demikian, kuncinya adalah untuk menentukan apakah rekomendasi
memberikan ruang bagi entitas untuk menggunakan mekanisme apapun yang dianggapnya
sesuai dalam situasi untuk mencapai kepatuhan. Oleh karena itu, rekomendasi tersebut harus
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Ditujukan dengan benar (properly directed)
Rekomendasi harus ditujukan kepada mereka yang memiliki tanggung jawab dan
wewenang untuk menindaklanjutinya. Dalam hal ini pemeriksa perlu memastikan pihak
(jabatan) yang berwenang dalam menindaklanjuti rekomendasi dimaksud.
2. Menggunakan bahasa yang tegas (hard-hitting)
Rekomendasi harus menggunakan kalimat yang jelas dan mudah diidentifikasi
maksudnya. Kalimat rekomendasi yang baik tidak mengandung unsur kerancuan ataupun
ketidaktegasan.
3. Spesifik (specific)
Rekomendasi harus menyatakan secara jelas terkait tindakan apa yang harus diambil.
Akan tetapi hal ini tidak mengandung arti bahwa pemeriksa perlu memberi rincian

21
tindakan yang perlu dilakukan, melainkan sebatas penetapan perubahan tujuan yang
harus dicapai.
4. Meyakinkan (convincing)
Dalam memberikan rekomendasi, harus didukung oleh bukti yang kuat dan analisa yang
mengalir secara logis. Sebagai contoh “Untuk mengurangi jumlah penyimpangan
kepatuhan dalam (kegiatan), (pimpinan entitas) perlu….”. Selain itu kalimat rekomendasi
juga dapat ditambahkan/ diseimbangkan dengan hasil tindakan yang telah dilakukan
entitas dalam meminimalisir/ memperbaiki masalah yang terjadi.
5. Signifikan (significant)
Bentuk rekomendasi juga mempengaruhi signifikansi penyimpangan yang harus
diperbaiki. Temuan dan rekomendasi tersebut harus dengan jelas menunjukkan bahwa
jika rekomendasi ditindaklanjuti akan meningkatkan pengendalian entitas atau telah
bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
6. Menggunakan kalimat bermuatan positif (positive in tone and content)
Menggunakan kalimat positif yang bernada konstruktif akan lebih mudah ditindaklanjuti
dan membuat entitas bersikap lebih kooperatif.

22
BAB III PERMASALAHAN DALAM PELAPORAN PEMERIKSAAN
KEPATUHAN

Pemeriksaan kepatuhan bertujuan untuk menyediakan informasi ke pengguna LHP mengenai


kepatuhan entitas yang diperiksa dalam mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,
keputusan legislatif, kontrak, dan kode etik yang ditetapkan. Pemeriksa diharapkan mampu
memahami prinsip-prinsip yang mendasari penyusunan laporan yang baik, mengetahui
permasalahan yang sering terjadi dalam penyusunan LHP dan bagaimana memperbaikinya.

Untuk mengetahui permasalahan terkait penyusunan LHP, maka dilakukan analisis atau review
terhadap 152 LHP Kepatuhan pada satuan kerja pusat dan perwakilan yang masuk dalam IHPS
semester II tahun 2019 dan analisis atas Laporan Hasil Review Itama Tahun Anggaran 2019.
Beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penyajian LHP Kepatuhan tahun 2019, yaitu:

A. Review Penyajian Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas (LPTJE)

Sebanyak 47% dari 152 LHP Kepatuhan yang direview tidak memuat LPTJE. LPTJE yang
dimuat dalam LHP memiliki format dan pejabat penandatangan LPTJE yang berbeda-beda
meskipun level entitasnya sama. Hanya 38% dari total LHP yang di-review telah menyajikan
format dan substansi LPTJE sesuai dengan format yang diberikan oleh Direktorat Litbang.
Tabel 2 menunjukkan variasi pejabat penandatangan LPTJE dalam LHP Kepatuhan.
Tabel 2. Penanda tangan LHP Kepatuhan
Penandatangan LHP Jumlah LHP
Gubernur 6
Bupati 37
Wakil Bupati 1
Walikota 7
Wakil Walikota 1
Sekretaris Daerah 2
Kepala Dinas 3
Presiden Direktur 2
Direktur Utama 18
Dirjen/SPI 2

23
B. Review Penyajian Laporan Hasil Pemeriksaan (Format Lembar Kesimpulan)

Sebagian besar (91,45%) LHP Kepatuhan pada semester II Tahun 2019 telah memuat
Lembar Kesimpulan sesuai template pada Juklak Pemeriksaan Kepatuhan. Sebanyak 76%
penyajian dasar kesimpulan dalam Lembar Kesimpulan masih menggunakan TP dengan
menyajikannya dalam bentuk ringkasan temuan maupun daftar temuan. Gambar 1
menunjukkan penyajian dasar kesimpulan dalam Lembar Kesimpulan pada 152 LHP
Kepatuhan yang direview.

Gambar 1. Dasar Kesimpulan

Tidak ada
Aspek 8%
6%

Aspek dan
temuan
10% Temuan
76%

Selain itu, terdapat narasi penyajian kriteria pada paragraf Tanggung Jawab Manajemen dan
pada paragraf Kesimpulan yang bervariasi, antara lain menggunakan:
1. sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. sesuai dengan perundang-undangan, ketentuan dan standar yang ditetapkan;
3. sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait (hal tertentu);
4. sesuai dengan peraturan perundangan dan peraturan internal perusahaan, peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dst.

C. Review Penyajian Pendahuluan

Penyajian Bab Pendahuluan dalam LHP dimaksudkan untuk memudahkan pengguna LHP
dalam memahami pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan terhadap suatu hal pokok. Hasil
review atas penyajian unsur-unsur dalam Bab Pendahuluan antara lain:

24
 Dasar Hukum Pemeriksaan
Dasar hukum yang digunakan dalam Pemeriksaan Kepatuhan masih berbeda-beda,
meliputi UUD 1945, UU Keuangan Negara, yaitu UU No.1 Tahun 2004, UU No.17 Tahun
2003, UU 15 Tahun 2004, dan lain-lain. Sebanyak 74 LHP Kepatuhan mencantumkan UU
No. 15 Tahun 2004 dan UU No. 15 Tahun 2006, 23 LHP Kepatuhan mencantumkan UU
BPK dan 3 Paket UU Keuangan Negara, sedangkan sisanya mencantumkan dasar hukum
pemeriksaan yang bervariasi sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Dasar Hukum Pemeriksaan


UUD 45, UU
BPK & 3 paket
UU KN UU BPK & 3
10% paket UU KN
15%

UU 15/2004 &
UU 15/2006
49%
Lainnya
26%

 Standar Hukum Pemeriksaan


Penyajian Standar Hukum Pemeriksaan dalam LHP juga masih bervariasi, yaitu ada yang
menyajikan SPKN saja, SPKN dan PMP, maupun hanya Juklak Pemeriksaan Kepatuhan.

 Tujuan Pemeriksaan
Sebanyak 69% atau 104 LHP Kepatuhan yang direview memiliki satu tujuan pemeriksaan.
Selebihnya memiliki lebih dari satu tujuan pemeriksaan sebagaimana disajikan pada
Gambar 3. Dari 46 LHP (30%) yang memiliki lebih dari satu tujuan, tujuan yang disajikan
berkaitan dan diantaranya menjadikan penilaian SPI sebagai salah satu tujuan
pemeriksaan.

25
Gambar 3. Tujuan Pemeriksaan

Lebih dari satu tujuan, Lebih dari satu tujuan,


saling berkaitan tidak berkaitan
30% 1%

Satu tujuan
69%

 Lingkup Pemeriksaan
Secara umum penyajian lingkup pemeriksaan dalam LHP Kepatuhan sudah sesuai
dengan substansi dan format yang disajikan pada Juklak Pemeriksaan Kepatuhan.
Namun, masih terdapat LHP Kepatuhan yang juga menyajikan sasaran dan batasan
pemeriksaan, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lingkup Pemeriksaan

8% 4%

Lingkup

Lingkup, Sasaran & Batasan

Sasaran

88%

 Kriteria Pemeriksaan
Sebanyak 115 LHP Kepatuhan, penyajian kriteria dalam Bab Pendahuluan belum selaras
dengan kriteria yang digunakan pada TP di Bab Hasil Pemeriksaan. Dengan kata lain
terdapat kriteria pada TP yang belum dimuat pada Bab Pendahuluan (subbab Kriteria
Pemeriksaan). Hal tersebut dapat dilihat pada Grafik 5.

26
Gambar 5. Kriteria Pemeriksaan

Kriteria pada TP
telah dimuat
pada Bab I
(24%)
Kriteria pada TP
belum dimuat
pada Bab I
(76%)

 Metodologi Pemeriksaan
1) Penyajian metodologi pemeriksaan dalam LHP Kepatuhan masih beragam. Sebanyak
84 LHP Kepatuhan telah menyajikan metodologi pemeriksaan sesuai dengan Juklak
Pemeriksaan Kepatuhan, yaitu terdiri dari metode uji petik, metode pengumpulan bukti
dan metode penarikan kesimpulan. Namun LHP Kepatuhan tersebut masih memiliki
beberapa kelemahan, antara lain:
 Metodologi pemeriksaan yang dicantumkan hanya menyajikan teori, bukan
bagaimana penerapannya dalam pemeriksaan;
 Tidak menyajikan informasi bagaimana metode pengumpulan/pemerolehan
buktinya;
 Tidak menjelaskan langkah-langkah penarikan kesimpulan.
2) Selanjutnya, 68 LHP Kepatuhan lainnya memodifikasi metodologi pemeriksaan
menjadi sebagai berikut.
 Pendekatan proses, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
 Pendekatan risiko, yaitu pendekatan pelaksanaan pemeriksaan, dan uji petik
pemeriksaan.
3) LHP Kepatuhan yang dianalisis tidak ada satu pun yang mengungkap pervasiveness
dan hanya 3 LHP yang mengungkap tentang materialitas.

D. Review Penyajian Gambaran Umum

Gambaran umum memuat informasi umum dan Sistem Pengendalian Intern (SPI) atas
entitas/objek/aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan hal pokok yang diperiksa.

27
Penyajian gambaran umum atas 152 LHP Kepatuhan yang direview beragam, namun tidak
semua hal yang dimuat merupakan informasi yang berkaitan dengan hal pokok yang
diperiksa. Informasi yang disajikan seperti:
1. kondisi geografis/wilayah
2. latar belakang pendirian
3. dasar hukum
4. lingkup
5. struktur organisasi
6. hubungan dengan pemerintah pusat, DPR dan BPK
7. kebijakan belanja operasi
8. dampak dari lingkungan entitas terhadap risiko bidang kerja
9. pemahaman entitas
10. kedudukan satker
11. anggaran dan realisasi
12. susunan dewan pengawas dan direksi
13. maksud dan tujuan
14. visi dan misi
15. kegiatan usaha.

Penyajian SPI dalam subbab Gambaran Umum secara umum sudah sesuai dengan Juklak
Pemeriksaan Kepatuhan (122 LHP atau 80,2%), sedangkan 21 LHP Kepatuhan tidak
menyajikan SPI. LHP yang menyajikan SPI pun tidak seluruhnya memberikan kesimpulan
hasil penilaian SPI atas hal pokok yang diperiksa. Hanya 36 LHP (24%) yang sudah
menyimpulkan SPI, sedangkan lainnya hanya menyajikan kesimpulan pada setiap unsur atau
bahkan hanya menyajikan gambaran SPI. Permasalahan dalam penyajian SPI digambarkan
pada Gambar 6 dan 7.

28
Gambar 6. Penyajian SPI

14%
6%

80%

Sesuai Juklak Kepatuhan Ada, Tidak Sesuai Juklak Kepatuhan Tidak ada SPI

Gambar 7. Kesimpulan SPI

Tidak ada SPI


14% Disimpulkan
24%

Tidak
disimpulkan
62%

Disimpulkan Tidak disimpulkan Tidak ada SPI

E. Hasil Pemeriksaan Inspektorat Utama

Hasil pemeriksaan adalah produk dari pelaksanaan tugas pemeriksaan yaang terdiri dari
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), LHP, dan dokumen pemeriksaan lainnya. Dalam konteks
kajian ini “Hasil Pemeriksaan” adalah temuan yang disajikan dalam Bab III Hasil Pemeriksaan
LHP. Berdasarkan hasil review yang dilakukan oleh Inspektorat Utama pada tahun 2019 atas
beberapa LHP Kepatuhan ditemukan beberapa kelemahan dalam penyajian hasil
pemeriksaan antara lain:
1. Terdapat TP yang menyajikan hal-hal di luar lingkup pemeriksaan
Hasil review atas prosedur penyusunan Konsep TP, diketahui terdapat TP yang tidak relevan dengan
lingkup dan sasaran pemeriksaan, yaitu TP dengan judul Pengelolaan Aset PT XXX yang Merupakan
Bagian dari Penyertaan Modal Pemkab ABCD Belum Tertib, subjudul Pengelolaan aset lancar PT XXX
tidak tertib.

29
Kondisi pada temuan pemeriksaan tersebut mengungkapkan permasalahan terkait kas dan piutang lain-
lain pada PT XXX, sehingga tidak sepenuhnya relevan dengan lingkup pemeriksaan yaitu manajemen aset
serta sasaran pemeriksaan yaitu Aset Tetap dan Aset Lainnya. Selain itu, temuan tersebut tidak
menyebutkan unsur kriteria, akibat, sebab serta rekomendasi. Pengungkapan temuan di luar lingkup
pemeriksaan berpotensi tidak mendukung simpulan pemeriksaan

2. Rekomendasi yang diberikan belum relevan dan belum menyelesaikan pokok masalah.
Contoh rekomendasi tersebut adalah:
 Judul TP: Pengamanan dan Pemeliharaan BMD Tidak Tertib
Rekomendasi pada poin f menyebutkan: BPK merekomendasikan Bupati agar menegur Kepala Dinas
Kesehatan atas perubahan fungsi kendaraan operasional.
 Judul TP: Penatausahaan BMD Belum Memadai
Rekomendasi pada poin b menyebutkan: BPK merekomendasikan Bupati agar: menegur Sekretaris
Daerah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK
RI.
 Judul TP: Pengendalian dan Pengawasan BMD Tidak Memadai
Rekomendasi pada poin b menyebutkan: BPK merekomendasikan Bupati agar menegur Sekretaris
Daerah dan Kepala OPD yang tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK RI.

3. Ketidaksesuaian unsur-unsur temuan, antara lain rekomendasi tidak relevan dengan


kondisi yang diungkapkan dan kriteria tidak sesuai dengan permasalahan yang diungkap
Terdapat kriteria yang tidak relevan dengan kondisi yang ada, yaitu kondisi menyebutkan tentang
kekurangan volume pekerjaan tetapi pada kriteria berisi tentang denda dan jangka waktu pekerjaan

TP Penggunaan Aset Tidak Tertib


Pada unsur kondisi telah dijelaskan bahwa terdapat empat pekerjaan pembangunan aset yang dibangun
diatas tanah negara milik ZZZ yang belum diperoleh izin pemanfaatannya. Pekerjaan tersebut adalah
pembangunan Terminal R, Pasar R, Pasar Ikan R dan kolam renang.
Pada unsur rekomendasi disebutkan, BPK merekomendasikan Bupati agar:
a) memerintahkan Sekretaris Daerah selaku pengelola barang mengoptimalkan BMD yang belum
dimanfaatkan;
b) memerintahkan Kepala OPD selaku pengguna barang untuk menyusun analisa kebutuhan dalam
melakukan perencanaan BMD;
c) memerintahkan Kepala OPD selaku pengguna barang untuk menginstruksikan pengurus barang lebih
cermat menyiapkan dokumen rencana kebutuhan, penganggaran BMD dan usulan permohonan
penetapan status penggunaan BMD.

Pada kondisi tersebut, atas ada rekomendasi atas permasalahan belum adanya izin pemanfaatan
tanah negara.

30
4. Isi tanggapan pada LHP dan dokumen tanggapan yang diberikan oleh entitas
menunjukkan bahwa penulisan tanggapan entitas atas TP tersebut belum sepenuhnya
sesuai dengan tanggapan entitas.
Tanggapan di LHP
Bupati XXX melalui Kepala Dinas DEF Kabupaten XXX menyatakan sependapat dengan temuan tersebut

Tanggapan dari entitas


Terhadap keakuratan dan kevalidan data yang dihasilkan oleh konsultan tidak dilakukan uji teknis dan
verifikasi serta pengecekan kembali ke toko yang menjadi obyek pengambilan data.
Pada saat asistensi kelemahan, tidak memverifikasi dan menanyakan terlebih dahulu terhadap data team
leader yang akan melakukan asistensi tersebut

5. Penyajian Hasil Pemeriksaan beberapa LHP belum menyertakan rencana aksi, baik
dalam bentuk narasi maupun lampiran.

F. Review Penyajian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP)

Sebanyak 63% LHP Kepatuhan telah menyajikan TLHP sesuai hal pokok yang sedang
diperiksa, 32% LHP tidak menyajikan TLHP, sedangkan 6 (4%) LHP Kepatuhan tidak
menyajikan TLHP sesuai hal pokok yang diperiksa. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 8.
TLHP yang disajikan belum menyajikan pernyataan apakah terdapat temuan berulang yang
akan berpengaruh pada penarikan kesimpulan, hanya berupa rekapitulasi jumlah temuan
pemeriksaan, rekomendasi dan hasil pemantauan tindak lanjut tanpa disertai penjelasan
secara rinci.

Gambar 8. TLHP

Tidak Ada TLHP


32%

Sesuai Hal
Pokok
63%
Hal Pokok
Belum Pernah
Diperiksa Tidak Sesuai
1% Hal Pokok
4%

31
BAB IV FORMAT PELAPORAN DALAM PEMERIKSAAN KEPATUHAN

Berdasarkan hasil review terhadap 152 LHP Kepatuhan, masih terdapat banyak variasi penyajian
LHP baik dalam substansi maupun formatnya sebagaimana disajikan pada Bab III Kajian ini.
Penyebab atas kondisi tersebut antara lain karena adanya perbedaaan interpretasi atas prinsip-
prinsip pada Juklak Pemeriksaan Kepatuhan, khususnya bagian Pelaporan.

Bab ini menyajikan bagaimana format LHP yang mengacu pada Juklak Pemeriksaan Kepatuhan
diaplikasikan secara lebih rinci. Bab ini menyajikan rangkuman atas hasil analisa LHP, FGD
dengan pemeriksa, dan best practice untuk penyusunan LHP Kepatuhan.

A. Penyajian Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas (LPTJE)

Pada pemeriksaan laporan keuangan, bentuk pernyataan tanggung jawab dikenal dengan istilah
representasi tertulis atau surat representasi. SA 580 paragraf 10 menyebutkan auditor harus
meminta manajemen untuk menyediakan representasi tertulis bahwa mereka telah memenuhi
tanggung jawab mereka dalam menyusun laporan keuangan sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku, termasuk, apabila relevan, penyajian yang wajar, seperti yang ditetapkan
dalam ketentuan perikatan audit.

Representasi tertulis didefinisikan sebagai suatu pernyataan tertulis yang diberikan oleh
manajemen kepada auditor untuk mengkonfirmasi mengenai hal-hal tertentu atau untuk
mendukung bukti audit lain. Bukti audit adalah informasi yang digunakan oleh auditor dalam
mengambil kesimpulan yang mendasari opini auditor. Representasi tertulis adalah informasi yang
perlu diperoleh auditor dalam hubungannya dengan audit atas laporan keuangan entitas. Oleh
karena itu serupa dengan respons atas permintaan keterangan, representasi tertulis juga
merupakan bukti audit.

Juklak Pemeriksaan Keuangan menyebutkan tujuan memperoleh representasi tertulis dari


manajemen adalah untuk melengkapi prosedur pemeriksaan lain yang dilakukan pemeriksa.
Representasi tersebut merupakan bagian dari bukti yang diperoleh Pemeriksa, namun tidak
merupakan pengganti bagi penerapan prosedur pemeriksaan yang diperlukan untuk memperoleh
dasar memadai bagi pendapat Pemeriksa atas laporan keuangan. Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan menyatakan bahwa LPTJE memuat pernyataan tanggung jawab entitas terhadap

32
segala informasi atas hal pokok yang diperiksa. Sehingga secara prinsip istilah LPTJE memiliki
makna yang sama dengan representasi tertulis/surat representasi.

LPTJE menggambarkan representasi resmi dan tertulis dari pimpinan entitas atas berbagai
keterangan, data, informasi, dan laporan keuangan/kegiatan yang disampaikan selama proses
pemeriksaan berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab
pimpinan/manajemen entitas yang diperiksa. LPTJE harus ditandatangani oleh pimpinan tertinggi
entitas yang diperiksa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok yang diperiksa dan
diberi tanggal yang sama dengan tanggal penyerahan rencana aksi terakhir (final). LPTJE harus
memuat pernyataan sebagai berikut:
1. Entitas memahami dan mematuhi peraturan perundangan terkait pemeriksaan hal pokok;
2. Entitas telah menyelenggarakan sistem pengendalian intern atas hal pokok terkait agar patuh
pada peraturan perundang-undangan;
3. Entitas telah mengidentifikasi dan mengungkapkan segala hal terkait hal pokok kepada
pemeriksa;
4. Entitas telah menyediakan dokumen dan akses informasi atas segala hal terkait hal pokok
yang diperiksa kepada pemeriksa, yaitu (sebutkan dokumen pemeriksaan);
5. Pimpinan entitas bertanggung jawab melakukan tindakan perbaikan atas temuan-temuan
dalam pemeriksaan kepatuhan.

Pemeriksa harus mengidentifikasi pihak yang bertanggung jawab atas hal pokok dan yang
menjadi objek pemeriksaan untuk menentukan siapa yang harus menandatangani LPTJE. Jika
pemeriksaan dilakukan pada lebih dari satu entitas, maka tanda tangan LPTJE dilakukan oleh
para pimpinan entitas yang diperiksa sesuai dengan lingkup dan kriteria pemeriksaan. Di bawah
ini terdapat beberapa contoh kondisi mengenai pihak yang berhak menandatangani LPTJE, yaitu:
1. Pemeriksaan kepatuhan belanja operasional satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi dan dukungan laporan keuangan pemerintah pusat TA 20XX pada
SKK Migas, KKKS dan Instansi Terkait Lainnya, maka pimpinan entitas yang
menandatangani adalah Kepala SKK Migas, Pimpinan KKKS dan Pimpinan Instansi terkait
lainnya.
2. Pemeriksaan kepatuhan atas pelaksanaan impor beras, dimana lingkup pemeriksaannya
dilakukan pada Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar
Negeri Kementerian Perdagangan, maka pimpinan entitas yang bertandatangan adalah

33
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan dan Direktur Jenderal Perdagangan
Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
3. Pemeriksaan kepatuhan atas belanja modal dan barjas pada Dinas Pekerjaan Umum, Dinas
Kesehatan, dan Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, maka pimpinan
entitas yang menandatangani adalah Bupati Deli Serdang.
4. Pemeriksaan Kepatuhan atas belanja modal dan barjas pada Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Bali, maka pimpinan entitas yang menandatangani adalah Gubernur Bali.
5. Pemeriksaan kepatuhan atas pengadaan barang dan jasa pada Dirjen SDA dan Dirjen Bina
Marga KemenPUPR, maka pimpinan entitas yang menandatangani adalah Menteri PU.
6. Pemeriksaan kepatuhan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada Balai Besar Wilayah
Sungai Citarum Dirjen SDA KemenPUPR, maka yang menandatangani adalah Dirjen SDA.

B. Penyajian Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan (Lembar Kesimpulan)

Lembar kesimpulan memuat ringkasan hasil pemeriksaan dan kesimpulan. Bentuk lembar
kesimpulan terdiri atas empat yaitu lembar kesimpulan sesuai dengan kriteria, sesuai kriteria
dengan pengecualian, tidak sesuai, dan tidak memberikan pendapat. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyajian lembar kesimpulan, yaitu:
1. Hal pokok yang diperiksa pada paragraf pembuka, tanggung jawab manajemen, tanggung
jawab BPK, dan kesimpulan harus sama secara substansi dengan lingkup pemeriksaan pada
Bab I Pendahuluan.
2. Tujuan pemeriksaan pada paragraf pembuka harus sama dengan tujuan pemeriksaan pada
Bab I Pendahuluan.
3. Kriteria pemeriksaan yang dinyatakan dalam paragraf tanggung jawab manajemen dan
paragraf kesimpulan harus merupakan kriteria utama yang terkait langsung dengan hal pokok
yang diperiksa. Kriteria terkait lainnya dapat dinyatakan secara rinci dalam subbab Kriteria
Pemeriksaan pada Bab I Pendahuluan.
Contoh:
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bertanggung jawab atas pelaksanaan Belanja
Barang/Jasa dan Belanja Modal pada program BOS dan BOP agar sesuai dengan
Permendikbud Nomor 01 Tahun 2018 dan Pergub Provinsi DKI Jakarta Nomor 107 Tahun
2018, serta peraturan terkait lainnya sehingga bebas dari kesalahan yang material dan
kecurangan.

34
4. Pernyataan kesimpulan yang diberikan hanya satu. Kesimpulan harus menjawab tujuan
pemeriksaan atas lingkup pemeriksaan dan bukan atas sampling yang dilakukan selama
pemeriksaan.
5. Dasar kesimpulan menguraikan hasil penilaian pemeriksa terhadap aspek/subaspek,
permasalahan/penyimpangan utama, dan akibat yang ditimbulkan dari hal pokok yang
diperiksa. Hasil penilaian tersebut akan menjadi dasar pemeriksa dalam menarik kesimpulan.

C. Penyajian Pendahuluan

1. Dasar Hukum
Dasar Hukum pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara yang dilakukan BPK adalah:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
2. Standar Pemeriksaan
Standar pemeriksaan yang digunakan adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017.
3. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas dan disarankan hanya terdiri dari satu
tujuan. Jika lebih dari satu tujuan maka tujuan tersebut harus saling terkait. Hal ini
dikarenakan penentuan tujuan akan memengaruhi penarikan kesimpulan. Pengujian
terhadap sistem pengendalian intern dapat dijadikan suatu tujuan jika merupakan tujuan
utama atau hal pokok pemeriksaannya adalah sistem pengendalian intern. Namun jika
pengujian dimaksud dilakukan untuk mendukung pemeriksaan kepatuhan atas suatu hal
pokok terhadap peraturan yang berlaku, maka tidak perlu dinyatakan sebagai tujuan, karena
pada dasarnya pemahaman atas SPI harus selalu dilakukan pada setiap pemeriksaan.
4. Lingkup Pemeriksaan
Lingkup pemeriksaan meliputi informasi terkait “apa atau siapa yang diperiksa”, “di mana” dan
“jangka waktu (tahun buku atau tahun anggaran) yang diperiksa”. Fokus atau batasan
pemeriksaan termasuk di dalam informasi tentang lingkup pemeriksaan. Pemeriksa tidak
perlu menambahkan sasaran atau alasan pemeriksaan pada bagian ini.

35
5. Kriteria Pemeriksaan
Pemeriksaan kepatuhan adalah pemeriksaan untuk menilai kesesuaian antara hal pokok
dengan kriteria yang berlaku (peraturan perundang-undangan). Kriteria yang disajikan pada
Bab I adalah seluruh peraturan yang menjadi dasar hukum yang harus dipatuhi sesuai dengan
hal pokok yang diperiksa. Penentuan kriteria dilakukan pada tahap perencanaan, namun jika
dalam pelaksanaan pemeriksaan diperoleh informasi adanya kriteria lain yang sesuai, maka
pemeriksa harus memperbarui atau menambahkan kriteria tersebut pada daftar kriteria di Bab
I Pendahuluan, subbab Kriteria.

Seluruh kriteria pemeriksaan yang digunakan di dalam temuan harus termuat pada bagian
kriteria pemeriksaan. Pemeriksa perlu memilih kriteria yang relevan dengan hal pokok yang
diperiksa, sehingga kriteria yang disajikan adalah kriteria yang benar-benar digunakan
sebagai dasar penilaian kepatuhan entitas.
6. Metodologi Pemeriksaan
Metodologi pemeriksaan kepatuhan berdasarkan Juklak Pemerikaan Kepatuhan terdiri atas
uji petik, pengumpulan bukti, dan metode penarikan kesimpulan. Metodologi pemeriksaan
yang dimuat dalam LHP minimal mencakup ketiga metodologi yang ditetapkan oleh Juklak
Pemeriksaan. Pemeriksa dapat menambahkan unsur lain yang masih terkait dengan
metodolgi pemeriksaan jika diperlukan, misalnya penjelasan atas hasil analisis risiko
pemeriksaan.
Metodologi pemeriksaan yang disajikan dalam LHP adalah penjelasan atas pelaksanaan
metodologi pemeriksaan, bukan mengenai teori atas metodologi pemeriksaan.
Pengungkapan metodologi pemeriksaan harus memberikan gambaran yang jelas bagi
pengguna laporan untuk memahami pelaksanaan pemeriksaan dan penarikan kesimpulan
atas hal pokok sehingga memberikan keyakinan atas kualitas hasil pemeriksaan.
a. Metode Uji Petik
Metode uji petik dirancang pada saat perencanaan pemeriksaan dan dilaksanakan pada
pengujian pengendalian maupun pengujian substantif. LHP harus memuat secara jelas
metode uji petik yang digunakan pemeriksa, apakah statistika atau non statistika. Baik
metode uji petik statistik dan non statistik, keduanya menggunakan pertimbangan
profesional. Setiap pertimbangan profesional yang digunakan harus didokumentasikan
dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam penulisan metode uji petik antara lain (namun tidak
terbatas):
1) Menentukan/mendefinisikan populasi hal pokok yang diperiksa

36
Menggambarkan lingkup atau luasan atau nilai hal pokok yang diperiksa. Populasi
dapat berupa jumlah/total rupiah anggaran dan realisasi, kegiatan, kelompok tani,
daerah sasaran, dll.
2) Menentukan sampel
Dari total populasi yang diperiksa, ditentukan besaran sampel yang akan diuji.
Besaran sampel biasanya disajikan dalam bentuk persentase yang dikonversi dengan
nilai rupiah/kegiatan/dokumen/kelompok tani/daerah sasaran/lainnya yang akan
diperiksa (sesuai satuan populasi). Ukuran sampel dapat dihitung menggunakan
metode statistika atau menggunakan pertimbangan profesional pemeriksa. Pemeriksa
perlu memberikan alasan/faktor pertimbangan dan cara perhitungan yang digunakan
untuk menentukan besaran sampel.
3) Pemilihan sampel
Setelah besarnya ukuran sampel ditentukan maka dilakukan pemilihan sampel. Hasil
dari pemilihan sampel berupa dokumen/kegiatan/areal/barang yang akan dilakukan
pengujian berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan.

b. Metode Pengumpulan Bukti


Metode pengumpulan bukti yang dapat digunakan terdiri atas pengamatan, inspeksi,
permintaan keterangan, konfirmasi ekstern, re-performance, perhitungan ulang,
pengujian substantif, uji pengendalian, dan prosedur analitis. Pemeriksa tidak diwajibkan
menggunakan seluruh metode yang ada. Metode yang dituangkan dalam LHP adalah
metode yang memang digunakan dalam melakukan pemeriksaan dan bukan penjelasan
teori. Pada masing-masing metode yang digunakan, pemeriksa perlu memberikan
penjelasan bagaimana metode tersebut dilaksanakan. Misalnya pada metode konfirmasi
ekstern, pemeriksa menjelaskan apa tujuan konfirmasi dilakukan dan kepada siapa
konfirmasi dilakukan.
c. Metode Penarikan Kesimpulan
Metode penarikan kesimpulan merupakan langkah/urutan prosedur untuk menarik
kesimpulan berdasarkan hasil pemeriksaan atas lingkup. Juklak Pemeriksaan Kepatuhan
memberikan contoh penarikan kesimpulan menggunakan metode pembobotan. Dalam
menarik kesimpulan, pemeriksa mempertimbangkan unsur kuantitatif dan kualitatif.
Penyajian metode penarikan kesimpulan tidak berisi teori melainkan menjelaskan proses
penarikan yang dilakukan senyatanya oleh pemeriksa. Hal-hal yang harus dinyatakan
antara lain:

37
1) Aspek dan subaspek yang dinilai dan bobot penilaiannya
2) Materialitas yang digunakan (kuantitif atau kualitatif)
3) Parameter yang digunakan dalam menilai temuan (nilai temuan, dampak, dll)
4) Rentang skala kesimpulan (Sesuai, Sesuai Dengan Pengecualian, Tidak Sesuai)
5) Ada tidaknya pervasiveness yang mempengaruhi penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan pada pemeriksaan kepatuhan tidak mempertimbangan peristiwa
kemudian (subsequent event) sebagaimana pemeriksaan laporan keuangan. Setiap
perbaikan atau aksi yang dilakukan oleh entitas sebagai respon suatu temuan tidak
mempengaruhi penilaian kepatuhan yang dilakukan atas subject matter dan penarikan
kesimpulan pemeriksaan.
7. Jangka Waktu Pemeriksaan
Jangka waktu pemeriksaan berisi rentang waktu (tanggal mulai dan tanggal akhir)
pemeriksaan lapangan dilakukan.

D. Penyajian Gambaran Umum

Gambaran umum pemeriksaan adalah bagian dalam LHP yang memuat informasi umum dan
sistem pengendalian intern atas entitas/objek/aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan hal pokok
yang diperiksa. Tujuan gambaran umum adalah memberikan pemahaman kepada pengguna
laporan secara menyeluruh tentang entitas dan lingkungan entitas, serta bagaimana
pengaruhnya terhadap hal pokok dan informasi hal pokok. Dengan adanya informasi tersebut
pengguna laporan akan semakin mudah memahami Hasil Pemeriksaan. Gambaran umum
pemeriksaan mengandung hal-hal sebagai berikut:
1. Informasi umum
Subbab ini berisi penjelasan singkat terkait hal pokok yang diperiksa. Informasi umum terdiri
dari tata kelola dan struktur organisasi entitas, proses bisnis, dan kinerja keuangan terkait hal
pokok yang diperiksa. Informasi umum dibuka dengan penjelasan singkat mengenai entitas
pengelola hal pokok yang diperiksa.

a) Tata kelola dan struktur organisasi entitas


Bagian ini diawali dengan penjelasan tata kelola entitas yang berkaitan dengan hal pokok
yang diperiksa dilengkapi dengan struktur organisasi. Tujuan penyajian tata kelola dan
struktur organisasi entitas adalah untuk mengetahui pemetaan tugas dan tanggung jawab
pihak-pihak yang terlibat dalam hal pokok yang diperiksa. Selain itu diharapkan pengguna
laporan akan lebih memahami kekuatan dan efektivitas tata kelola dan struktur organisasi

38
entitas pengelola hal pokok /entitas. Berikut contoh 1 yang memberikan penyajian tata kelola
dan struktur organisasi pada informasi umum.
Contoh 1. Penyajian Tata Kelola dan Struktur Organisasi pada Informasi Umum
Struktur Organisasi
Direktorat Cukai sebagai unit kerja yang menangani cukai, terdiri atas lima Subdirektorat, Satu Subbagian, dan
satu kelompok Jabatan Fungsional, yaitu:
a. Subdirektorat Tarif Cukai dan harga Dasar;
b. Subdirektorat Perizinan dan Fasilitas Cukai;
c. Subdirektorat Pelunasan dan Pengembalian Cukai;
d. Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Direktorat Cukai terutama berfungsi sebagai koordinator terkait pelayanan cukai, sedangkan pelayanan cukai
dilaksanakan oleh kantor pelayanan setempat.

b) Proses bisnis
Bagian ini menjelaskan tentang rangkaian aktivitas operasional yang dilakukan sesuai hal
pokok yang diperiksa untuk menghasilkan output tertentu. Penyajian proses bisnis entitas
terkait hal pokok yang diperiksa dapat dilengkapi dengan penjelasan risiko atas proses bisnis
tersebut. Contoh 2 memberikan gambaran penyajian proses bisnis pada informasi umum.

Contoh 2. Penyajian Proses Bisnis Entitas pada Informasi Umum


Proses Bisnis
Direktorat Cukai memiliki empat proses bisnis utama, yaitu:
a) Proses Bisnis Layanan Impor, merupakan suatu pelayanan yang digunakan untuk melakukan proses
administrasi terhadap proses customs clearance terhadap barang impor;
b) Proses Bisnis Layanan Ekspor, merupakan layanan yang digunakan untuk melakukan administrasi terhadap
proses customs clearance terhadap barang ekspor;
c) Proses Bisnis Layanan Manifest, merupakan sebuah sistem pelayanan yang digunakan untuk memproses
dokumen Pemberitahuna Pengankutan Barang (Manifest); dan
d) Proses Bisnis Layanan Cukai, merupakan sebuah sistem pelayanan yang digunakan untuk memproses
dokumen cukai.

Dalam pengawasan penerimaan cukai, terdapat beberapa kegiatan, yaitu:


a. Perizinan
(penjelasan terkait prosedur pengajuan perizinan)
b. Penetapan Tarif
(penjelasan terkait prosedur penetapan tarif, dan bagaimana bentuk pengawasan pengendalian atas
penetapan tarif cukai).

39
c. Pelaporan Produksi dan Persediaan
(penjelasan terkait siapa saja yang menjadi pengguna jasa dan prosedur pelaporannya dan bagaimana
prosedur pengawasan dan pengendalian yang dilakukan)
d. Pelunasan Cukai dan Pengembalian Pita Cukai
(penjelasan terkait prosedur pelunasan cukai dan pengembalian pita cukai dan bagaimana prosedur
pengawasan dan pengendaliannya).
e. Pelekatan Pita Cukai
(penjelasan terkait prosedur pelekatan pita cukai dan bagaimana prosedur pengawasan dan
pengendaliannya).
f. Mutasi barang Kena Cukai
(penjelasan terkait prosedur mutasi barang kena cukai dan bagaimana prosedur pengawasan dan
pengendaliannya).

c) Kinerja keuangan
Subbab ini berisi kinerja keuangan atas entitas/objek/aktivitas/kegiatan secara umum dan
yang berkaitan dengan hal pokok yang diperiksa. Informasi terkait kinerja keuangan dapat
berupa antara lain anggaran dan realisasi belanja entitas, penggunaan dana terkait hal pokok,
overview komprehensif atas indikator kinerja keuangan, analisis laporan keuangan, analisis
kinerja keuangan secara mendetail, dan analisis sumber pendapatan. Berikut Contoh 3 yang
memberikan penyajian kinerja keuangan pada informasi umum.

Contoh 3. Penyajian Kinerja Keuangan pada Informasi Umum


Kinerja Keuangaan
1. Neraca Konsolidasi
(berisi tabel dan penjelasan atas tabel neraca konsolidasi per 31 des)
2. Laporan Laba/Rugi
(berisi tabel dan penjelasan atas tabel laporan laba/rugi per 31 des)
3. Anggaran dan Realisasi
(berisi tabel dan penjelasan atas tabel anggaran dan relisasi per 31 des)
4. Investasi
(berisi tabel realisasi investasi (dalam bentuk pengadaan asset tetap maupun surat berharga) selama
tahun pemeriksaan dan penjelasan)

40
Contoh 3.1 Penyajian subaspek dalam kinerja keuangan
Kinerja Keuangaan
Laporan Laba/Rugi

Laporan Laba (Rugi) Konsolidasian Perum YYY untuk tahun-tahun yang berakhir 31 Desember 2018
(audited) dan 31 Desember 2017 (audited) sebagai berikut:

Tabel Laporan Laba (Rugi) Konsolidasan Perum YYY


dan Entitas Anak Untuk tahun-tahun yang Berakhir 31 Desember 2018 (audited)
dan 31 Desember 2017 (audited)
(dalam rupiah)
Uraian 2018 2017
Laba (Rugi)
RKAP Realisasi % RKAP Realisasi %
Penjualan 44.766.810,00 22.674.540,00 50,65 51.436.386,00 34.805.241,27 67,67
Harga Pokok 37.542.970,00 18.518.610,00 49,33 42.525.490,00 28.008.946,57 65,86
Penjualan
Laba (Rugi) 7.223.840,00 4.155.930,00 57,53 8.910.896,00 6.796.294,70 76,27
Kotor
Beban Usaha 5.645.800,00 3.133.170,00 55,50 6.135.610,00 5.243.597,59 85,46
Laba (Rugi) 1.578.040,00 1.022.760,00 64,81 2.775.286,00 1.552.697,11 55,95
Kotor Usaha
Pendapatan (1.124.560,00) (1.833.830,00) 163,07 (1.307.010,00) (1.422.521,83) 108,84
(Biaya) Lain-
lain
Laba (Rugi) 453.480,00 (811.070,00) (178,85) 1.468.276,00 130.175,28 8,87
Bersih Usaha
Sebelum PPh
Manfaat (367.070,00) 706.885,23 (192,58)
(Beban) Pajak
Penghasilan
Laba (Rugi) 453.480,00 (811.070,00) (178,85) 1.101.206,00 837.060,51 76,01
Tahun
Berjalan
Penghasilan - (171.346,26)
(Beban)
Komprehensif
Lain
Laba (Rugi) 453.480,00 (811.070,00) (178,85) 1.101.206,00 665.714,25 60,45
Komprehensif
*) Realisasi sebelum eliminasi

41
Tabel di atas menunjukkan pada periode Januari s.d. Desember 2018 Perum YYY mengalami rugi sebelum
pajak (EBT) mencapai Rp811.070,00 juta atau turun sebesar 221,83% dari laba tahun 2017 sebesar
Rp665.714,25 juta. Penurunan tersebut antara lain, karena:
a. Penurunan penjualan terutama dari penjualan PSO (penurunan kuantum penyaluran Bansos yang semula
Subsidi Rastra);
b. Kenaikan biaya usaha atau biaya eksploitasi, kenaikan komponen biaya terbesar pada biaya movement.

Apabila dalam pemeriksaan tidak dimungkinkan untuk menyajikan kinerja keuangan entitas,
maka pemeriksa dapat menyajikan anggaran dan realisasi entitas sesuai hal pokok yang
diperiksa. Contoh 4 memberikan contoh penyajian anggaran dan realisasi pada informasi
umum.
Contoh 4. Penyajian Anggaran & Realisasi pada Informasi Umum
Anggaran dan Realisasi
Pemerintah Kabupaten XXX menganggarkan dana untuk penanggulangan bencana daerah tahun 2017 dan
2018 sebagai berikut:
Tabel Anggaran penanggulangan bencana Kabupaten XXX
No. Tahun Jumlah Anggaran Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung
1 2017 Rp.4.348.315.619,00 Rp.2.879.500.000,00 Rp1.468.815.619,00
2 2018 Rp.4.270.007.619,00 Rp2.751.192.000,00 Rp1.518.815.619,00

Dari anggaran tersebut, direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan antara lain:


a. Kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan pada tahap prabencana;
b. Pengelolaan SDM pada tahap prabencana;
c. Pengelolaan Sistem Manajemen Logistik dan peralatan pada tahap prabencana;
d. Pengelolaan infrastruktur pada tahap prabencana; dan
e. Pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana pada tahap prabencana.

2. Sistem Pengendalian Intern (SPI)


Penyajian SPI pada Gambaran Umum berisi kondisi yang sebenarnya dari SPI entitas. Pemeriksa
tidak menyajikan teori SPI namun harus menyajikan desain dan efektivitas SPI entitas. Pemeriksa
harus menguji keandalan pengendalian tersebut dan menilai risiko apakah struktur pengendalian
yang ada dapat mencegah atau mendeteksi ketidakpatuhan material serta memperbaiki
ketidakpatuhan yang terdeteksi. Penilaian SPI entitas secara mendalam dapat dilakukan dengan
melakukan review dokumen, diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas, diskusi dengan
personil satuan kerja pengawas intern, observasi fisik, dan pengujian pengendalian.

SPI diawali atau ditutup dengan kesimpulan atas analisis SPI dari hal pokok entitas yang
diperiksa. Kesimpulan dapat disajikan atas tiap unsur SPI maupun atas keseluruhan unsur SPI.

42
Kesimpulan berisi apakah pengendalian telah memadai atau efektif dalam mendeteksi,
mencegah, dan mengoreksi ketidakpatuhan; serta apakah pengendalian bekerja sebagaimana
yang diharapkan. Contoh 5 dan Contoh 6 merupakan contoh kesimpulan pada awal dan akhir
penjelasan SPI.
Contoh 5. Kesimpulan Pada Awal Penjelasan SPI
Pemahaman SPI untuk tingkat entitas dilakukan melalui penyebaran kuesioner SPI COSO yang
disampaikan kepada personil kunci. Hasil rekapitulasi kuesioner SPI Pemerintah Kabupaten AA
menunjukkan nilai rata-rata total penilaian SPI sebesar 2,32 dengan kesimpulan efektivitas SPI adalah
belum sepenuhnya efektif.

Contoh 6. Kesimpulan Pada Akhir Penjelasan SPI


Dari kelima unsur Sistem Pengendalian Intern tersebut, dapat disimpulkan bahwa desain dan
implementasi SPI terkait pelaksanaan belanja modal pada Pemerintah Kabupaten YY belum
sepenuhnya memadai.

Penyajian SPI didesain supaya pengguna laporan lebih memahami entitas secara menyeluruh
karena SPI merupakan bagian dari pemahaman entitas itu sendiri. SPI yang paling baik tercakup
dalam model COSO. Perbedaan antara SPIP dan internal control yang dikembangkan COSO
adalah pada tujuan penerapan SPI itu sendiri. Tujuan penerapan SPIP lebih berorientasi pada
tujuan strategis entitas, sedangkan SPI kerangka COSO lebih menekankan pada aspek
operasional (operations, reporting dan compliance). Selain itu diatur juga dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pada
peraturan pemerintah tersebut disebutkan bahwa SPI Pemerintah terdiri atas unsur lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan
pemantauan pengendalian. Unsur tersebut sesuai dengan framework COSO.

Penyajian unsur-unsur SPI adalah sebagai berikut.


a. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kepekaan
pengendalian (control awareness) anggota organisasi dan merupakan dasar bagi komponen
pengendalian intern yang lain untuk menciptakan sikap positif dan menunjang terhadap
pengendalian intern dan praktek manajemen yang cermat.

43
Lingkungan pengendalian terdiri dari integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi,
gaya operasi dan filosofi manajemen, struktur organisasi, tanggung jawab dan wewenang,
kebijakan dan praktek sumber daya manusia, serta kegiatan pengawasan. Bukti mengenai
lingkungan pengendalian biasanya diperoleh melalui kombinasi wawancara dan observasi,
meskipun dimungkinkan juga pemeriksaan dokumen internal utama (misal kode etik dan
struktur organisasi). Contoh 7 berikut memberikan gambaran mengenai penyajian unsur
lingkungan pengendalian secara ringkas.

Contoh 7. Penyajian Unsur SPI: Lingkungan Pengendalian secara Ringkas


Lingkungan Pengendalian
Terdapat delapan unsur lingkungan pengendalian yang dievaluasi, yaitu:
1) Penegakan integritas dan nilai etika;
2) Komitmen terhadap kompetensi;
3) Kepemimpinan yang kondusif;
4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
5) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
8) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
Dari delapan unsur yang dievaluasi, lingkungan pengendalian dipandang cukup memadai.
Beberapa hal yang perlu diterapkan antara lain:
1) Peraturan Bupati tentang aturan perilaku dan kebijakan yang terkait dengan nilai-nilai dasar dan kode etik
bagi seluruh pegawai;
2) Surat pernyataan masing-masing pegawai tentang kesanggupan menerapkan aturan perilaku (kode etik);
3) Penetapan personel atau unit kerja yang berfungsi untuk menjamin penegakan nilai-nilai dasar dan kode
etik;
4) Bupati sesuai dengan kewenangannya memberikan penghargaan untuk meningkatkan penegakan
integritas dan kepatuhan terhadap nilai-nilai etika; dan
5) Tersedia informasi yang tepat waktu, cukup, akurat dan relevan bagi Kepala OPD dalam mengambil
keputusan.

Selain penyajian unsur lingkungan pengendalian yang secara singkat seperti di atas
pemeriksa juga dapat menyajikannya secara lebih detail seperti pada Contoh 8.

Contoh 8. Penyajian unsur SPI: Lingkungan Pengendalian secara Detail

Lingkungan Pengendalian

44
Lingkungan pengendalian merupakan unsur SPI dasar untuk semua komponen pengendalian intern terdiri dari
Integritas dan Nilai Etika, Komitmen terhadap Kompetensi, Gaya Operasi dan Filosofi Manajemen, Struktur
Organisasi, Tanggung Jawab dan Wewenang, Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia, serta Kegiatan
Pengawasan.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendalian pada Pemerintah Kabupaten XXX dalam
Tahun Anggaran 20XX dan 20XX (Semester I) cukup efektif. Lingkungan pengendalian yang cukup memadai
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Integritas dan Nilai Etika


Pemerintah Kabupaten XXX telah membuat kebijakan intern atas penegakan integritas dan nilai etika yaitu
melalui Peraturan Bupati Nomor XX Tahun 20XX tentang Kode Etik PNS di Lingkungan Pemerintah
Kabupaten XXX. Peraturan yang berlaku dalam penegakan integritas dan nilai etika tersebut mengacu pada
ketentuan disiplin pegawai sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan berikut:
1) PP Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara;
2) PP Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS;
3) PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin PNS;
4) PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang ijin perkawinan dan perceraian PNS;
5) Permen PAN Nomor 4/2008;
6) Peraturan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten XXX Nomor XX
Tahun 20XX tentang Kode Etik Pegawai badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Berdasarkan peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten XXX telah memproses dan menetapkan sanksi
pada beberapa PNS yang melanggar disiplin pegawai.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Pembagian tugas melalui pemetaan dan penetapan tugas dan fungsi penanggulangan bencana pada
struktur organisasi telah dilakukan oleh BPBD di Pemerintah Kabupaten XXX. BPBD Pemerintah Kabupaten
XXX telah mengirim pegawai untuk mengikuti diklat-diklat maupun kursus-kursus terkait mitigasi bencana,
walaupun belum dilakukan secara berkesinambungan. Kedala yang dihadapi adalah tidak semua pegawai
yang telah mengikuti diklat atau kursus mengimplementasikan atau alih pengetahuan kepada pegawai lain,
sehingga terdapat kesulitan jika terjadi mutasi/rotasi.
Penempatan personil staf maupun struktural dari Badan Kepegawaian dan Baperjakat tetap
memperhitungkan kebutuhan pegawai dan kompetensi namun terkendala keterbatasan personil.
Penunjukkan PPTK, bendahara pengeluaran, bendahara penerimaan dan bendahara barang OPD menjadi
wewenang Kepala OPD. Terkait adanya pemegang jabatan yang tidak kompeten, hal tersebut terjadi karena
keterbatasan personil.
c. Falsafah dan gaya operasi manajemen
Kepemimpinan Pemerintah Kabupaten XXX untuk TA 20XX dan 20XX (Semester I) cukup kondusif. Hal
tersebut terjadi karena adanya rapat dengan Bupati dan Kepala SKPD per tiga bulan, kemudian rapat
Sekretaris Daerah per dua bulan sekali, dan rapat Kepala SKPD dengan staf sebulan sekali. Selain itu
adanya apel bersama tiap awal bulan di lingkungan Setda termasuk pimpinan OPD, kemudian apel pagi
setiap SKPD setiap jam 7 pagi.

45
Manajemen Pemerintah Kabupaten XXX cukup responsif dalam menindaklanjuti hasil reviu pemeriksaan
yang ada demi percepatan pencapaian tertib administrasi pengelolaan keuangan. Interaksi antar
manajemen atas, menengah dan bawah juga terjalin cukup kondusif. Dengan demikian, secara umum
manajemen Pemerintah Kabupaten XXX cukup kondusif, hanya saja masih harus ditingkatkan terkait
dengan komitmen manajemen untuk penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK.
d. Struktur Organisasi
Struktur organisasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Struktur organisasi telah menggambarkan tugas
pokok, fungsi, tanggung jawab dan wewenang bagi setiap unit kerja. Struktur organisasi telah memberikan
kecukupan kerangka kerja secara keseluruhan untuk merencanakan, mengarahkan, mengawasi, serta
memfasilitasi akan kecukupan arus informasi. Struktur organisasi Pemerintah Kabupaten XXX telah didesain
dengan cukup memadai dengan memuat fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi
pemerintahan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Organisasi telah dirancang untuk
dapat menyediakan arus informasi manajemen maupun akuntansi secara cukup memadai sehingga entitas
dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatannya dengan cukup baik, mengadakan pelayanan kepada
masyarakat dengan cukup lancar, dan menyusun laporan-laporan pemerintahan yang diamanatkan oleh
ketentuan.
Menurut Peraturan Daerah Nomor XX Tahun 20XX tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Daerah
dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten XXX, struktur organisasi BPBD terdiri dari:

1. Unsur Pimpinan

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah
(1 orang)

2. Unsur Pengarah
Pemerintah Kabupaten XXX belum memiliki personil yang mengisi jabatan tersebut
3. Unsur Pelaksana
a) Kepala Pelaksana (1 orang)
b) Sekretaris (1 orang)
1 staff sekretaris (4 orang)
c) Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan
1 Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan (1 orang)
2 Staff Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan (1 orang)
d) Seksi Kedaruratan dan Logistik
1 Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik (1 orang)
2 Staff Seksi Kedaruratan dan Logistik (3 orang)
e) Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
1 Kepala Seksi Rehailitasi dan Rekonstruksi (1 orang)
2 Staff Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (2 orang)

Gambar x. Bagan Struktur Organisasi BPBD Kabupaten XXX

46
SEKDA KABUPATEN XXX
KEPALA E OFFICIO

e. Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab yang Tepat


Perumusan kewenangan dan tanggung jawab menyangkut tentang bagaimana dan kepada siapa
kewenangan dan tanggung jawab diberikan. Apabila terjadi bencana di wilayah Kabupaten XXX, Bupati
mengeluarkan Surat Keputusan Bupati terkait komando penyelenggaraan penanggulangan bencana, yang
dipimpin oleh Kepala BPBD.
Hasil penelaahan atas pelimpahan wewenang dan tanggung jawab di lapangan diketahui bahwa
pendelegasian wewenang ditata dengan cukup memadai sehingga pembagian tugas masing-masing
organisasi dan personil dalam penanggulangan bencana cukup jelas. Namun demikian, BPBD Kabupaten
XXX belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk penanggulangan bencana pada tahap
prabencana sehingga menimbulkan kesulitan terhadap pegawai baru yang menangani urusan/pekerjaan
tersebut.
f. Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pemda memiliki standar kompetensi pegawai yang meliputi latar belakang pengetahuan, keterampilan, dan
pendidikan untuk setiap posisi dan jabatan sebagai dasar rekrutmen pegawai baru. Efektif tidaknya struktur
pengendalian intern akan sangat bergantung kepada kebijakan dan praktik tentang SDM yang dianut, tujuan
yang akan diharapkan, nilai-nilai etika, dan kompetensi. Praktik yang sehat mengenai hal ini menyangkut
kebijakan rekruitmen yang baik, serta proses skrining dalam pengangkatan karyawan, orientasi pegawai
baru terhadap kultur birokrasi, kebijakan pelatihan, tindakan-tindakan pendisiplinan atas pelanggaran,
promosi berdasarkan kinerja yang lalu, program kompensasi yang memotivasi dan memberi penghargaan
atas kinerja yang istimewa.
Untuk menentukan formasi pegawai yang dibutuhkan, BKPP melakukan identifikasi akan kebutuhan
pegawai berdasarkan analisa beban kerja. Untuk memotivasi pegawai agar memberikan kontribusi dan
kinerja yang maksimal Pemerintah Kabupaten XXX menerapkan pembinaan pola karier dan pemberian TPP
sehingga dapat menambah kesejahteraan pegawai. Untuk menjaga pegawai agar tetap bekerja dengan
baik, tetap segar dan tidak jenuh pada pekerjaannya, maka secara konsisten dilakukan rotasi atau mutasi.
Pola mutasi yang dilakukan pada Kabupaten XXX berdasarkan kebutuhan organisasi, namun kebijakan ini
belum dibuatkan mekanismenya secara tertulis. Agar pegawai tetap lebih berdaya guna dan berhasil guna,
Pemerintah Kabupaten XXX mengadakan pengembangan pegawai terkait penanggulangan bencana
melalui pendidikan dan pelatihan baik untuk kepemimpinan maupun diklat teknis.

g. Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern


Pemerintah Kabupaten XXX telah memiliki aparat pengawasan intern yang berfungsi sebagai pengendali
aktivitas manajemen melalui aktivitas audit, review, maupun konsultansi. Program kerja aparat pengawas

47
telah didesain dengan cukup memadai dan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Namun demikian, aparat pengawas intern belum sepenuhnya dapat menjangkau dan mengidentifikasi
seluruh permasalahan signifikan dalam entitas khususnya dalam penyelenggaran penanggulangan bencana
karena keterbatasan anggaran dan personil baik dalam jumlah maupun kualitas dibandingkan dengan
kompleksitas permasalahan yang ada. Peningkatan peran pengawasan Inspektorat Kabupaten XXX dalam
penanggulangan bencana perlu mendapat dukungan dari pemangku kepentingan dalam upaya untuk
mendeteksi lebih dini atas potensi-potensi penyimpangan, pemborosan dan tidak tertib, taat pada ketentuan
yang berlaku. Dukungan anggaran, personil dan perencanaan pengawasan yang lebih dititikberatkan pada
proses pelaksanaan bukan setelah selesainya pelaksanaan kegiatan harus menjadi penekanan. Program
Kegiatan Pemeriksaan Tahunan (PKPT) disetujui dan disahkan oleh Kepala Daerah namun metode
pemantauan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana belum disusun sehingga belum pernah
dilakukan pengawasan langsung atas pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan penanggulanagan bencana
oleh Inspektorat Kabuapten XXX

Penyajian lingkungan pengendalian secara rinci pada Contoh 8 cukup jelas dan
menggambarkan bagaimana lingkungan pengendalian entitas, namun lebih meyakinkan
pengguna LHP bila pemeriksa menyimpulkan apakah lingkungan pengendalian telah
memadai.

b. Proses penilaian risiko entitas


Penilaian risiko merupakan suatu proses pengidentifikasian dan penganalisaan risiko – risiko
yang relevan dalam rangka pencapaian tujuan entitas dan penentuan reaksi yang tepat
terhadap risiko yang timbul akibat perubahan. Pada proses penilaian risiko, pemeriksa
diharapkan lebih fokus menyajikan informasi proses penilaian risiko ketidakpatuhan entitas
secara lebih mendetail. Dalam menyajikan identifikasi dan analisis risiko ketidakpatuhan
entitas pemeriksa harus dapat menginformasikan adanya kompleksitas peraturan perundang-
undangan, track record entitas selaku subjek hukum dalam mematuhi peraturan perundang-
undangan serta faktor-faktor yang menyebakan entitas tidak patuh. Selain itu pemeriksa dapat
menginformasikan dampak potensial ketidakpatuhan yang mungkin terjadi.

Penyajian penilaian risiko dapat dilengkapi dengan metode Fraud Risk Assessment Matrix
(FRAM). FRAM merupakan proses pemetaan risiko kecurangan dengan melakukan
identifikasi, analisis, dan evaluasi atas kerentanan suatu organisasi dalam menghadapi risiko
kecurangan. Juklak Pemeriksaan Kepatuhan telah menyediakan informasi terkait penilaian
risiko yang dapat diacu oleh pemeriksa. Contoh keadaan yang dapat menyebabkan risiko
ketidakpatuhan diantaranya adalah personil baru, perubahan pada mandat entitas,

48
pembatasan anggaran, undang-undang baru, kegiatan baru, teknologi baru, atau perubahan
sistem informasi dan restrukturisasi perusahaan. Contoh penyajian unsur penilaian risiko
dapat dilihat pada Contoh 9.

Contoh 9. Penyajian Unsur Penilaian Risiko secara Ringkas


Penilaian Risiko
Terdapat lima unsur penilaian risiko yang dievaluasi, yaitu:
1) Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan;
2) Penetapan tujuan pada tingkat kegiatan;
3) Identifikasi risiko;
4) Analisis risiko; dan
5) Mengelola risiko akibat perubahan.
Dari lima unsur yang dievaluasi, penilaian risiko dipandang belum memadai.
Beberapa hal yang perlu diterapkan antara lain:
1) Melakukan identifikasi risiko;
2) Melakukan analisis risiko; dan
3) Mengelola risiko selama perubahan.
Berdasarkan pengujian atas penilaian risiko, Pemerintah Kabupaten YY belum melakukan identifikasi dan
analisis risiko serta mengelola risiko pada proses pengadaan barang dan jasa melalui LPSE. Hal tersebut
ditunjukkan dengan munculnya satu penawar sekaligus calon pemenang pada setiap proses pelelangan. Risiko
bahwa proses pelelangan tidak berlangsung kompetitif diperkuat dengan adanya temuan kekurangan volume
dan penggunaan bahan - bahan yang tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak.
Seharusnya Pemerintah Kabupaten YY melakukan pengelolaan atas risiko tersebut, dengan langkah – langkah
prosedural. Salah satu kontrol yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten YY adalah penyusunan Harga
Perkiraan Sendiri (HPS) yang seefisien mungkin. Kontrol utama lainnya yang bisa dilaksanakan adalah
memperketat pengawasan pelaksanaan pekerjaan.

Contoh penyajian unsur penilaian risiko dengan memaparkan apa yang telah dilakukan oleh
entitas secara lebih mendetail atas kegiatan penilaian risiko disajikan pada Contoh 10.
Penyajian secara detail pada Contoh 10 lebih meyakinkan pengguna LHP bila dilengkapi
degan kesimpulan/closing statement pemeriksa apakah unsur SPI (dhi. penilaian risiko)
sudah memadai.

49
Contoh 10. Penyajian Unsur SPI: Penilaian Risiko secara Detail
Penilaian risiko adalah mekanisme yang ditetapkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko-
risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas dimana organisasi beroperasi. Penaksiran risiko diawali dengan
penetapan maksud dan tujuan instansi pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun
pada tingkat kegiatan. Risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
pencapaian tujuan. Risiko yang diidentifikasi dalam penanggulangan bencana telah dikomunikasikan pada saat
briefing sebelum tim ke lapangan dan dievaluasi pada saat operasi di antaranya unsur safety dalam
pelaksanaan operasi penyelamatan dan evakuasi korban bencana.
Berdasarkan pemeriksaan pada data informasi bencana Kabupaten XXX tahun 20XX, 20XX dan 20XX (s.d.
Agustus) oleh BPBD XXX, jenis bencana di XXX adalah:
Tabel 3. Jenis bencana di Kabupaten XXX

Jumlah Kejadian Tahun


Jenis Bencana Total
20XX 20XX 20XX
1.Angin Kencang/Puting Beliung 28 20 7 55
2.Banjir 9 30 47 86
3.Gunung Meletus 1 0 0 1
4.Kebakaran 56 18 17 91
5.Kecelakaan Laut 6 13 1 20
6.Kekeringan 0 0 2 2
7.Tanah Longsor 12 19 14 45
8.Lain-lain (orang hanyut, tenggelam dll) 4 54 35 93
Jumlah 116 154 123 393

Berdasarkan tabel di atas jenis bencana lain-lain seperti, orang hanyut dan tenggelam mendominasi frekuensi
keterjadian sebanyak 93 kali. Urutan kedua adalah bencana kebakaran sebanyak 91 kali. Urutan ketiga
bencana banjir sebanyak 86 kali. Mengingat berdasar UU Nomor XX tahun 20XX tentang Penanggulangan
Bencana diketahui bahwa kategori bencana kebakaran di wilayah permukiman penduduk bukan termasuk
dalam definisi bencana, maka catatan bencana kebakaran perlu disesuaikan dengan memilah frekuensinya
antara kebakaran di pemukiman (bukan peristiwa alam) dan kebakaran hutan karena peristiwa alam. Dengan
demikan, urutan bencana karena peristiwa alam yang paling sering terjadi di Kabupaten XXX adalah banjir,
angin puting beliung dan tanah longsor.
Tingkat potensi bencana diukur dari Indeks Risiko Bencana yang berasal dari data Indeks Risiko Bencana di
Indonesia, tanggal XX Desember 20XX yang berasal dari Direktorat PRB, BNPB.

Tabel 4. Indeks Risiko Bencana di XXX


Kabupaten/Kota
Provinsi Prioritas Indeks Risiko Tingkat Risiko
Kota XXA 183,6 Tinggi
XX XXX 167,2 Tinggi
XXB 183,6 Tinggi

50
XXC 215,2 Tinggi
XXD 203,2 Tinggi
XXE 143,2 Sedang

Sedangkan wilayah rawan bencana di Kabupaten XXX yaitu sebagai berikut:


Tabel 5. Data E Rawan Bencana
No. Jenis Bencana E Terdampak
1. Banjir A, B, C
2. Longsor D, E, F
3. Putting Beliung D, E, F
4. Kebakaran Hutan dan D, G, H
Lahan
5. Kekeringan H, I, J

c. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang
membantu memastikan bahwa arahan entitas pengelola hal pokok untuk mengurangi risiko
ketidakpatuhan dan kecurangan telah dijalankan secara efektif. Aktivitas pengendalian
membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk mengatasi risiko
dalam mencapai tujuan entitas.

Prosedur pengendalian dapat dikategorikan sebagai berikut.


1) Otorisasi yang tepat dan persetujuan transaksi dan kegiatan;
2) Pemisahan tugas yang memadai untuk mengurangi peluang dalam melakukan dan
menyembunyikan kesalahan atau penyimpangan saat melakukan tugasnya. Misalnya,
menugaskan orang yang berbeda tanggung jawab untuk mengotorisasi transaksi,
mencatat transaksi, dan memelihara aset;
3) Rancangan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu
memastikan pencatatan transaksi dan peristiwa yang tepat, seperti dokumen dan faktur
yang sudah diberi nomor;
4) Perlindungan yang memadai atas akses dan penggunaan aset beserta catatannya, seperti
fasilitas pengamanan dan otorisasi untuk mengakses program komputer;
5) Pemeriksaan independen atas kinerja dan penilaian yang tepat atas jumlah yang dicatat,
misalnya, pemeriksaan administrasi, rekonsiliasi, dan review manajemen atas laporan.
Penyajian aktivitas pengendalian secara ringkas dan telah memuat kesimpulan atas aktivitas
pengendalian disajikan pada Contoh 11.

51
Contoh 11. Penyajian Unsur SPI: Aktivitas Pengendalian Secara Ringkas
Aktivitas Pengendalian
Terdapat 11 unsur kegiatan pengendalian yang dievaluasi, yaitu:
1) reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
2) pembinaan sumber daya manusia;
3) pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
4) pengendalian fisik atas aset;
5) penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
6) pemisahan fungsi;
7) otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
8) pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
9) pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
10) akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
11) dokumentasi yang baik atas SPI serta transaksi dan kejadian penting.
Dari sebelas unsur yang dievaluasi, kegiatan pengendalian dipandang kurang memadai.
Beberapa hal yang perlu diterapkan antara lain:
1) Kegiatan reviu dilakukan secara berkala;
2) Kegiatan supervisi telah mencakup kegiatan: pendelegasian tugas, review, dan persetujuan, serta
pembinaan dan pelatihan; dan
3) Pendelegasian tugas, review, dan persetujuan, serta pembinaan dan pelatihan dilakukan dengan cara
mengkomunikasikan secara jelas atas kewajiban, uraian pekerjaan dan lingkup tanggung jawab kepada
setiap pegawai
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas belanja daerah TA 2019, proses pengendalian kegiatan yang dilakukan
PA, KPA/PPK, PPTK dan konsultan pengawas belum sepenuhnya memadai terutama pada Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang. Hal tersebut dapat diketahui bahwa sudah melakukan penyesuaian perhitungan
volume pembesian dan rigit sehingga yang dibayarkan kepada pelaksana sesuai volume yang terpasang.
Namun berdasarkan pengujian laboratorium atas hasil pekerjaan diketahui bahwa masih ditemukan beberapa
kualitas pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan dalam kontrak, misal kualitas
beton yang yang dipersyaratkan 20Mpa namun masih ditemukan di beberapa kegiatan pekerjaan beton dengan
kualitas di bawah 15Mpa bahkan masih terdapat rigid dengan kualitas 10 Mpa. Disamping itu terdapat pekerjaan
mendahului kontrak dan masih dijumpainya kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pada pekerjaan –
pekerjaan yang disampel dalam pemeriksaan.

Sedangkan penyajian Aktivitas Pengendalian dengan lebih mendetail disajikan pada Contoh
12. Penyajian Aktivitas Pengendalian pada Contoh 13 cukup jelas dan mendetail, namun akan
lebih meyakinkan pengguna LHP apabila pemeriksa menambahkan hasil penilaiannya apakah
unsur SPI Aktivitas Pengendalian sudah memadai atau tidak.

Contoh 12. Penyajian unsur SPI: Aktivitas Pengendalian Secara Detail

52
Aktivitas Pengedalian
Aktivitas pengendalian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari:
a. Review oleh manajemen tingkat atas (top level reviews);
Mekanisme review terhadap kinerja penyelenggaraan penanggulangan bencana dari pejabat tinggi untuk
mengawasi pencapaian penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengelolaan bantuan bencana di
Pemerintah Kabupaten XXX dilakukan dalam rapat evaluasi yang dilakukan oleh Kepala BPBD.
b. Pembinaan sumber daya manusia;
Permasalahan SDM yang kualitasnya rendah masih menjadi permasalahan umum di BPBD Pemerintah
Kabupaten XXX. Pembinaan telah dilakukan secara bertahap dan dijadikan usulan perbaikan seperti upaya
meningkatkan kualitas SDM. Penyelenggaraan diklat dan sosialisasi penanggulangan bencana yang
dilaksanakan Pemerintah Kabupaten XXX belum banyak melibatkan Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan
Pelatihan (BKPP). Berdasarkan data dari BKPP diketahui bahwa selama 20XX s.d. 20XX, BKPP tidak
menyelenggarakan diklat bencana.
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
BPBD belum memiliki Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB). Dalam tata
kerja pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia menyebutkan bahwa Pusdalops PB bertugas
membuat laporan harian kejadian bencana. Laporan harian bencana terdapat dua jenis, yaitu data dinamis
dan data statis. Data dinamis adalah data tentang kejadian bencana yang bersifat sementara yang berarti
data tersebut masih mengalami perubahan sesuai dengan laporan perkembangan selama masa tanggap
darurat. Dengan belum terbentuknya Pusdalops PB, penyusunan laporan harian kejadian bencana disusun
oleh Satuan Tugas Penanggulangan Bencana (Satgas PB) dan tidak didokumentasikan dalam dokumen
resmi.
d. Pengendalian fisik atas peralatan penanggulangan bencana;
Peralatan penanggulangan bencana tersebar di OPD BPBD, Dinsos dan Dinas PUPR. Pemeriksaan
mekanisme penyimpanan barang peralatan secara uji petik pada BPBD, Dinsos, dan PUPR secara umum
ditemukan permasalahan di antaranya:
1) Pengelolaan penggunaan peralatan masuk dan keluar kurang memadai seperti tidak terdapat
pencatatan dan register barang masuk dan keluar, hal ini terjadi pada Gudang BPBD dan Dinsos;
2) Pemisahan peralatan sesuai jenis tidak memadai seperti tidak dipisahkan dan tidak diklasifikasikan per
jenis peralatan, barang peralatan ditumpuk tidak disusun pada rak/ruang terpisah, hal ini terjadi pada
Gudang Dinsos;
3) Kapasitas gudang tidak memadai untuk menampung jumlah peralatan yang tersedia, hal ini terjadi pada
Gudang Dinsos;
4) Gudang tidak dilengkapi dengan sarana pendukung, pemeliharaan dan pengamanan yang memadai di
antaranya tidak adanya peralatan pengangkut, rak, tangga, pengatur suhu ruangan, dan terisolasinya
ruangan dengan baik, hal ini terjadi pada Gudang BPBD, Gudang Dinsos, dan Gudang PUPR.
e. Pemisahan fungsi;
BPBD Pemerintah XXX belum melakukan pemisahan fungsi secara memadai dalam penerimaan bantuan
bencana yang masuk dari instansi vertikal diatasnya seperti bantuan peralatan/logistik dari BPBD Provinsi
atau BNPB. Penerima barang dan penyimpan barang dilakukan oleh pengurus barang yang merangkap staf
seksi logistik. Hal tersebut disebabkan jumlah SDM di BPBD Kabupaten XXX yang belum memadai.

53
f. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
Otorisasi transaksi dan kejadian penting pada Pemerintah Kabupaten XXX telah dirancang secara memadai
seperti penetapan pejabat yang menandatangani SPD, SP2D, SPM dan SPP. Penetapan pejabat yang
memverifikasi dokumen tagihan.
g. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
Pemerintah XXX telah menerbitkan pedoman pembayaran, sebelum terbit SPP, SPM dan SP2D telah
dilakukan verifikasi atas dokumen pendukung untuk menerbitkan SPP, SPM dan SP2D serta dokumen yang
digunakan untuk proses verifikasi berbentuk dokumen checklist dan tanda (stempel) telah diverifikasi.
h. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
Pemerintah XXX telah memiliki pengendalian terhadap akses sumber daya dan pencatatannya. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak setiap orang bisa mengakses bantuan bencana serta telah dibuat password untuk
akses informasi. Penetapan besaran bantuan bencana telah diatur dalam Keputusan Bupati nomor XX
tentang Penetapan Besaran Santunan, Bantuan Pelayanan Kesehatan dan Bantuan Perbaikan Rumah
Masyarakat Akibat Bencana di Kabupaten XXX.
i. Dokumentasi yang baik atas SPI serta transaksi dan kejadian penting.
Pemerintah Kabupaten XXX telah optimal mendokumentasi transaksi dan kejadian penting, dan
pelaksanaan SPI belum bisa dilakukan dengan baik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor XX Tahun 20XX
tentang SPI Pemerintah.

d. Sistem informasi dan komunikasi


Informasi dan komunikasi berkaitan dengan bagaimana entitas pengelola hal pokok dalam
mengelola informasi serta mengkomunikasikannya, sehingga informasi yang ada bisa
diperoleh dan dipahami oleh semua pihak sesuai dengan kebutuhannya. Sistem informasi
menghasilkan laporan yang memuat informasi terkait operasional, keuangan, dan kepatuhan.
Adanya laporan memungkinkan entitas untuk menjalankan dan mengendalikan operasional
entitas. Sistem Informasi tidak hanya berurusan dengan data yang dihasilkan secara internal,
tetapi juga informasi tentang peristiwa eksternal, kegiatan dan kondisi yang diperlukan untuk
menginformasikan pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.

Komunikasi yang efektif juga harus terjadi dalam arti yang lebih luas. Semua pihak harus
menerima pesan dengan jelas dari manajemen puncak mengenai tanggung jawab
pengendalian harus ditanggapi dengan serius. Mereka harus memahami peran mereka sendiri
dalam sistem pengendalian internal, serta bagaimana aktivitas individu berhubungan dengan
pekerjaan orang lain. Selain itu, seluruh individu perlu ada komunikasi yang efektif dengan
pihak eksternal, seperti parlemen, kementerian lini lainnya, regulator dan pemangku
kepentingan lainnya. Contoh 13 memberikan gambaran penyajian unsur SPI: Informasi dan
Komunikasi.

54
Contoh 13. Penyajian unsur SPI: Informasi dan Komunikasi dengan Kesimpulan
Informasi dan Komunikasi
Terdapat dua unsur informasi dan komunikasi yang dievaluasi, yaitu:
1) Informasi; dan
2) Komunikasi.
Dari dua unsur yang dievaluasi, informasi dan komunikasi dipandang kurang memadai.

Beberapa hal yang perlu diterapkan antara lain:


1) Pelaksanakan manajemen sistem informasi;
2) Penetapan mekanisme untuk mengidentifikasi perkembangan kebutuhan informasi dan inovasi teknologi;
3) Pemantauan secara terus menerus mutu informasi yang dikelola, diukur dari segi kelayakan isi, ketepatan
waktu, keakuratan, dan kemudahan aksesnya;
4) Penetapan mekanisme untuk menjaga keamanan data dan sistem informasi; dan
5) Penetapan mekanisme yang memungkinkan informasi mengalir ke seluruh bagian dengan lancar dan
menjamin adanya komunikasi yang lancar antar kegiatan fungsional.

Penyajian Informasi dan Komunikasi pada Contoh 13 cukup ringkas dan telah memuat
apakah Informasi dan Komunikasi sudah memadai. Informasi dan Komunikasi sebagai unsur
SPI dapat disajikan dengan mengungkapkan bagaimana entitas mengelola informasi terkait
hal pokok pemeriksaan yang dikelolanya. Cara penyajian unsur SPI: Informasi dan
Komunikasi juga dapat disajikan seperti Contoh 14. Penyajian pada Contoh 14 lebih
meyakinkan pengguna LHP bila dilengkapi kesimpulan/closing statement dari pemeriksa
apakah unsur SPI (dhi. Informasi dan Komunikasi) sudah memadai.

Contoh 14. Penyajian unsur SPI: Informasi dan Komunikasi tanpa Kesimpulan
Informasi dan Komunikasi
Data Informasi Bencana (DIB) yang dikelola oleh BPBD Kabupaten XXX belum sepenuhnya sesuai dengan
informasi hasil konfirmasi. Pengujian data yang ditampilkan dalam sistem DIB diketahui di antaranya terdapat
perbedaan informasi antara data yang disajikan di DIB dengan informasi hasil konfirmasi dengan pihak terkait
diantaranya:
a. Laporan banjir Desa EE tanggal XX. Pada DIB disajikan bahwa data rumah rusak berat 3 unit dan rusak
ringan 7 unit. Konfirmasi dengan Kepala Desa EE dijelaskan bahwa rumah rusak baik ringan dan berat
berjumlah 19 rumah;
b. Laporan angin puting beliung Desa EE tanggal XX. Pada DIB tidak terdapat informasi kerusakan materiil.
Konfirmasi dengan Kepala Desa FF dijelaskan bahwa rumah rusak baik ringan dan berat berjumlah 52
rumah

55
e. Pemantauan yang relevan dengan pemeriksaan
Pemantauan berkaitan dengan bagaimana entitas pengelola hal pokok memantau situasi dan
kondisi yang ada, sehingga kebijakan yang telah diambil sesuai dengan yang diharapkan atau
ditetapkan dalam visi, misi dan rencana strategis. Pemantauan dilaksanakan melalui
pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut hasil audit/review lainnya.
Pemantauan berkelanjutan merupakan kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas, misalnya pengumpulan data secara rutin sesuai tupoksi, supervisi dan
lain-lain. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui review tersendiri atau dilaksanakan oleh
internal/eksternal auditor. Pada Contoh 15 dapat dilihat penyajian unsur SPI: Pemantauan dan
Pengendalian. Penyajian unsur SPI Pemantauan dilakukan dengan mengungkapkan review
yang telah dilakukan oleh entitas dalam mengevaluasi metode maupun strategi yang telah
dilakukan oleh entitas untuk mengendalikan kegiatan terkait hal pokok pemeriksaan.

Contoh 15. Penyajian unsur SPI: Pemantauan dan Pengendalian dengan Kesimpulan
Pemantauan dan Pengendalian
Terdapat dua unsur pemantauan dan pengendalian yang dievaluasi, yaitu:
1) Pemantauan berkelanjutan; dan
2) Penyelesaian/tindak lanjut rekomendasi.
Dari dua unsur pemantauan dan pengendalian dipandang cukup memadai.

Beberapa hal yang perlu diterapkan antara lain:


1) Kegiatan pemantauan berkelanjutan meliputi pemantauan terhadap adanya penyimpangan;
2) Pemantauan terhadap adanya ketidakefektifan SPI;
3) Mendorong pegawai untuk mengidentifikasi kelemahan pengendalian internal dan melaporkannya
ke atasan langsungnya; dan
4) Reviu atas pengendalian yang gagal mencegah atau mendeteksi adanya masalah yang timbul.

Selain itu model penyajian unsur SPI: Pemantauan juga dapat disajikan seperti Contoh 16
dan akan lebih meyakinkan pengguna LHP jika pemeriksa memberikan kesimpulan apakah
pemantauan telah memadai.

Contoh 16. Penyajian unsur SPI: Pemantauan tanpa Kesimpulan

56
Pemantauan
Pemantauan merupakan unsur SPI yang mencakup pemantauan berkelanjutan (on going monitoring),
evaluasi terpisah (separate evaluation), dan penyelesaian hasil audit. Reviu pengendalian intern dilakukan
oleh Inspektorat Kabupaten XXX secara berkala. Disamping itu, Inspektorat sebagai auditor intern secara
aktif berkoordinasi dengan BPK dalam memantau perkembangan tidak lanjut hasil pemeriksaan BPK tahun-
tahun sebelumnya.
Namun demikian, Inspektorat Kabupaten XXX belum menyusun metode maupun strategi pemantauan yang
memadai atas kegiatan pengendalian penyelenggaraan penanggulangan bencana, sehingga reviu atas
prosedur penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengelolaan bantuan bencana belum pernah
dilakukan. Selain itu Inspektorat memiliki keterbatasan dalam jumlah personil dan kompetensi SDM dibidang
akuntansi. Hal ini menjadi penting mengingat tugasnya dalam mengevaluasi laporan keuangan
penanggulangan bencana daerah yang menuntut keahlian di bidang akuntansi.

E. Penyajian Hasil Pemeriksaan

Dalam rangka penyusunan LHP, diperlukan beberapa unsur yang perlu dilengkapi agar hasil
pemeriksaan dapat digunakan secara optimal oleh pengguna laporan, antara lain TP,
kesimpulan, rekomendasi, dan action plan. Struktur pelaporan hasil pemeriksaan dibuat dalam
bab tersendiri yaitu Bab Hasil Pemeriksaan yang berisi kumpulan TP. Setiap TP berisi judul
temuan, kondisi, kriteria, akibat, sebab, dan rekomendasi. Dalam SPKN juga dijelaskan bahwa
unsur temuan terdiri dari kondisi, kriteria, akibat, dan sebab dalam mengembangkan TP. Namun
unsur yang dibutuhkan untuk sebuah TP akan bergantung pada tujuan pemeriksaan. Dalam
pemeriksaan kepatuhan maka unsur temuan yang harus ada adalah kondisi, kriteria, dan akibat.
Unsur sebab bersifat opsional tergantung dengan kedalaman pengujian yang dilakukan
Pemeriksa untuk dapat menentukan penyebab utama dari ketidakpatuhan yang timbul. Hal ini
juga terkait dengan ketidakharusan bagi pemeriksa untuk memberikan rekomendasi (SPKN
Par.A.13).

Secara best practices, TP terdiri dari enam unsur, yaitu judul, kondisi, akibat, sebab, kriteria, dan
rekomendasi sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

57
Gambar 1. Elemen Temuan Pemeriksaan

Sumber: yellowbook-cpe.com (2019)

Alur pengembangan temuan disajikan pada Gambar 2. Temuan pemeriksaan diperoleh dengan
membandingkan antara “Kriteria” dengan “Kondisi” atau sebaliknya. Melalui proses
membandingkan tersebut maka akan diperoleh “Akibat”. Lebih lanjut setelah mengetahui akibat
kemudian mencari “Sebab”. Rekomendasi diberikan setelah dapat diketahui penyebabnya.
Dalam satu TP dapat diberikan lebih dari satu rekomendasi.

Gambar 2. Alur Pengembangan Temuan

Sumber: yellowbook-cpe.com (2019)

Pembahasan penyajian format hasil pemeriksaan dalam pemeriksaan kepatuhan dibagi menjadi
7 yaitu : (1) Penyajian Judul; (2) Penyajian Kondisi; (3) Penyajian Akibat; (4) Penyajian Sebab;
(5) Penyajian Kriteria; (6) Penyajian Tanggapan; dan (7) Penyajian Rekomendasi.
1. Penyajian Judul
Judul merupakan unsur yang memberikan gambaran awal kepada pembaca untuk
mendapatkan informasi yang singkat dan jelas tentang permasalahan/ketidakpatuhan yang
dimuat dalam TP tersebut.

58
Judul TP berisi simpulan singkat atas kepatuhan entitas atas suatu aspek yang diperiksa
terhadap ketentuan yang berlaku. Judul dinarasikan secara jelas, singkat, dan mudah
dipahami. Pada paragraf pendahulu berisi narasi singkat yang memaparkan hasil
pemeriksaan entitas dengan fokus tertentu. Setelah paragraf pendahulu, selanjutnya berisi
subjudul TP berdasarkan subaspek/kategori permasalahan yang masing-masing subjudul
dinarasikan kondisinya sesuai dengan fakta di lapangan.

Penyajian judul dalam TP kepatuhan minimal mengandung unsur “kondisi” dan/atau “akibat”
dan/atau “ketidaksesuaian”. Apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut tidak terdapat dalam
kalimat judul temuan maka sulit untuk dikatakan judul temuan tersebut telah menggambarkan
mengenai ada tidaknya kesesuaian kondisi hal pokok yang diperiksa dengan kriteria.

Berikut adalah contoh penyajian judul temuan :


(i) Pengakuan Pendapatan atas Transaksi dengan PT ABC pada Laporan Keuangan
Konsolidasian PT BUMN XYZ (Persero) Tbk dan Entitas Anak untuk Tahun yang
Berakhir 31 Desember 2018 Tidak Sesuai Standar Akuntansi Keuangan.
Penyajian judul di atas sudah tepat, karena:
- Sudah menerangkan “Kondisi” dhi. Kegiatan atau proses bisnis yang spesifik seperti
kalimat “pengakuan pendapatan atas transaksi...pada laporan keuangan”. Judul ini
sudah spesifik menerangkan TP yang dimaksud sehingga mudah dipahami tanpa
perlu menduga-duga lagi kondisi apa yang dimaksud.
- Selain itu judul temuan ini mengandung pernyataaan “ketidaksesuaian” disertai
“kriteria” yang menjadi acuannya, seperti “tidak sesuai standar akuntansi keuangan”.
Penyajian kalimat tersebut sudah tepat dan mudah dipahami secara jelas mengenai
telah terjadinya kondisi yang tidak sesuai terhadap kriteria. Penambahan informasi
mengenai kriteria yang dilanggar pada judul, juga memudahkan pembaca untuk
memahami tanpa perlu menduga-duga lagi kriteria mana yang dilanggar apabila di
dalam TP tersebut terdapat beberapa kriteria lain yang digunakan.

(ii) Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
DEF Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar RpXX
Penyajian judul dalam TP tersebut sudah mengandung unsur “kondisi” serta adanya
pernyataan mengenai “kesesuaian (apabila temuan positif) ” atau “ketidaksesuaian
(apabila temuan negatif)”. Mesikipun judul temuan tersebut sederhana, namun Judul

59
temuan tersebut sudah cukup menggambarkan secara tegas ada tidaknya
kesesuaian antara hal pokok yang diperiksa dengan kriteria.

2. Penyajian Kondisi
Kondisi merupakan gambaran tentang situasi yang ada. Kondisi berisi informasi atas fakta
yang diperoleh di lapangan. Kedalaman kondisi TP dapat membantu pengguna laporan
dalam memperoleh perspektif yang wajar. Unsur “kondisi” berisi mengenai ketidaksesuaian
hal yang terjadi di lapangan dengan kriteria yang berlaku/disepakati, atau permasalahan yang
terjadi di luar kendali entitas.

Pada Bab Hasil Pemeriksaan, penyajian kondisi tersebut mengacu pada tujuan pemeriksaan
yang dinarasikan secara sistematis, jelas, lengkap dan logis. Dengan harapan, pengguna
laporan dapat memahami kondisi entitas melalui narasi yang tepat dan berimbang pada hasil
pemeriksaan. Penyajian kondisi pada TP secara kasuistik dapat berupa hal-hal sebagai
berikut.
a. Latar belakang kegiatan;
b. Gambaran singkat proses bisnis/ alur kegiatan;
c. Alokasi anggaran dan rincian realisasi anggaran;
d. Rincian kegiatan/ paket pekerjaan beserta realisasi anggaran yang diperiksa;
e. Penjelasan singkat atas kondisi/ status paket pekerjaan yang diperiksa, apakah telah
diserahterimakan atau belum;
f. Penjelasan singkat atas pembayaran paket pekerjaan yang diperiksa, apakah sudah
dibayar 100% atau belum;
g. Hasil pemeriksaan lapangan dan reviu dokumen dijabarkan secara rinci dengan
mengungkapkan gap/inti permasalahan yang terjadi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan agar “kondisi” dapat mudah dipahami adalah:
a. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan langsung pada pokok permasalahan
supaya tidak meluas pada permasalahan lainnya yang tidak berhubungan.
b. Menyebutkan pihak-pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang ada dalam
TP tersebut. Nama orang, perusahaan atau organisasi tertentu sebaiknya ditulis
menggunakan inisial.
c. Pemeriksa dapat menguraikan hasil telaahan atas akun/hal pokok disertai penjelasan
atas bukti-bukti relevan yang ditemukan di lapangan.

60
Contoh 17. Penyajian “Kondisi”
Judul: Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Kabupaten XXX Belum Sepenuhnya
Sesuai dengan Ketentuan

Pemerintah Kabupaten XX dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana di daerah telah


menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2017 tanggal XX tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana di Kabupaten XX yang diikuti dengan peraturan pelaksanaannya dengan
Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2017 tanggal XX.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan


kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat dan rehabilitasi. Sedangkan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Sesuai kewenangannya tersebut Pemerintah
Kabupaten XX telah menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dalam sistem kebijakan umum
pembangunan daerah.

Dalam kebijakan penanggulangan bencana telah menerbitkan dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB)
Kabupaten XX periode tahun 2016-2020 dimana penyusunannya difasilitasi oleh BNPB yaitu Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB. Peran BPBD Kabupaten XX adalah penyedia data-data
yang dibutuhkan. Penyusunan KRB sesuai ketentuan dalam Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 2
Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana dapat dilaksanakan oleh akademisi,
dunia usaha maupun LSM atau pun organisasi lainnya asal tetap dibawah tanggung jawab pemerintah
dan pemerintah daerah dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan oleh BNPB.

KRB adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran umum yang menyeluruh terhadap risiko
suatu bencana pada suatu daerah dengan menganalisis tingkat ancaman atau bahaya, tingkat
kerentanan dan tingkat kapasitas daerah untuk setiap bencana.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen dan wawancara diketahui sebagai berikut:
a. Jenis bencana yang berpotensi terjadi di Kabupaten XX yang terdiri dari 10 (sepuluh) bencana yaitu
banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim, epidemi dan wabah penyakit, gelombang ekstrim dan abrasi,
gempabumi, kebakaran hutan dan lahan, kegagalan teknologi, kekeringan dan tanah longsor.
Seluruh jenis bencana tersebut memiliki kelas bahaya tinggi kecuali epidemi dan wabah penyakit
dan gempa bumi;
b. Indeks pengkajian risiko bencana yang merupakan hasil perhitungan keseluruhan pengkajian risiko
bencana, sebagai bahan penyusunan peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko
bencana untuk 10 jenis bencana;
c. Hasil pengkajian risiko bencana adalah dokumen KRB dan Peta risiko bencana untuk 10 jenis
bencana yang ada, yang bisa menjelaskan seluruh ancaman bencana yang ada kepada para
pemangku kepentingan sebagai pengguna informasi;

61
d. Upaya penanggulangan bencana yang telah dilakukan di Kabupaten XX menunjukkan bahwa
Kabupaten XX memiliki ketahanan daerah yang masih rendah terhadap kemampuan pengurangan
risiko bencana yaitu di posisi level 2. Upaya penanggulangan bencana yang dilakukan di daerah
sangat berpengaruh terhadap potensi dan risiko bencana di Kabupaten XX;
e. Pengkajian tingkat kapasitas Kabupaten XX dengan menggunakan Indikator Ketahanan Daerah
(IKD), sesuai Perka BNPB Nomor 03 tahun 2012 tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah
dalam Penanggulangan Bencana.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut ditemukan hal sebagai berikut:


a. Dokumen KRB belum dilengkapi Perhitungan Indeks Pengkajian Risiko Bencana;
b. Dokumen KRB belum dilengkapi Hasil Perhitungan Kapasitas Daerah;
c. Dokumen KRB (termasuk peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko bencana
untuk 10 jenis bencana) belum disahkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten XX maupun pihak
BNPB.

Hasil Klarifikasi dengan Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten XX diperoleh
penjelasan bahwa dokumen KRB beserta kelengkapannya semuanya telah diserahkan oleh pihak BNPB
dalam bentuk soft copy dan hard copy akan tetapi memang belum ada pengesahan secara tertulis.
Sedangkan sampai dengan pemeriksaan berakhir kelengkapan dokumen KRB yang tidak ada yaitu
Perhitungan Indeks Pengkajian Risiko Bencana dan Hasil Perhitungan Kapasitas Daerah. Kajian dan
peta bencana ini merupakan dokumen dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan
penanggulangan bencana. Sedangkan di tingkat masyarakat hasil pengkajian diharapkan dapat dijadikan
dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana.

Penyajian “Kondisi” pada Contoh 17 dapat dikatakan ideal dikarenakan telah memenuhi
beberapa unsur kondisi dalam Juklak Pemeriksaan Kepatuhan bagian pengembangan
temuan, yaitu:
a. TP harus dapat mengakomodasi tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan;
b. Pengungkapan unsur-unsur dalam temuan disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan
kepatuhan;
c. TP harus didukung oleh bukti-bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten, dan relevan;
d. TP sedapat mungkin disajikan dalam suatu urutan yang logis, akurat, dan lengkap; dan
e. TP merupakan hasil dari proses analisis bukti-bukti pemeriksaan oleh tim pemeriksa di
lapangan.

Berdasarkan hasil review atas beberapa LHP Kepatuhan, masih terdapat kalimat yang tidak
memenuhi unsur kejelasan. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpemahaman pembaca dalam

62
memahami kondisi entitas yang sesungguhnya. Contoh penyajian “kondisi” yang kurang ideal
karena tidak merepresentasikan unsur di atas disajikan pada Contoh 18.
Contoh 18. Penyajian “Kondisi” yang Kurang Ideal
Judul : Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Gedung dan Bangunan XX Sebesar RpXX

Dinas XX, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan XX pada TA 2018 menganggarkan Belanja Modal
Gedung dan Bangunan sebesar RpXX dan telah direalisasikan sebesar RpXX atau 95,XX% dari anggaran.
Realisasi tersebut diantaranya berupa Pekerjaan Pembangunan XX
Pekerjaan Pembangunan XX dilaksanakan oleh CV XX sesuai Kontrak Nomor XX tanggal XX sebesar
RpXX termasuk PPN 10%. Jangka waktu kontrak selama 50 hari kalender, mulai tanggal XX s.d. XX. Atas
kontrak tersebut telah dilakukan addendum sebanyak satu kali pada tanggal XX dengan nomor XX berupa
pekerjaan tambah kurang tanpa merubah nilai dan jangka waktu kontrak. Nilai pekerjaan telah dibayarkan
seluruhnya sebesar RpXX atau 100% dari kontrak, terakhir dengan SP2D nomor XX tanggal XX sebesar
RpXX.
Hasil pemeriksaan fisik BPK bersama dengan PPK, Penyedia Barang/Jasa, dan Konsultan Pengawas
pada tanggal XX, menunjukkan terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar RpXX sebagaimana tabel
berikut.
No Uraian Satuan Harga Satuan Kontrak Fisik Selisih Nilai
Pekerjaan (Rp) (Rp)
1. Pekerjaan XX
2. Pekerjaan YY

“Kondisi” yang disajikan pada contoh 18 kurang memberikan informasi yang jelas kepada
pembaca karena tidak ada penjelasan lebih lanjut, terkait apakah pekerjaan tersebut telah
diserahterimakan? Apakah diterbitkan jaminan atas penyelesaian pembayaran? Apakah ada
pengenaan denda? Apakah yang menjadi alasan pihak entitas melakukan hal tersebut?
Apakah bangunan sudah dimanfaatkan? Apakah dengan kekurangan volume tersebut
berpotensi pada kegagalan bangunan? Narasi bagian “kondisi” pada hasil pemeriksaan perlu
diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan dalam menginterprestasikan maksud dari tim
pemeriksa. Kaidah penulisan narasi bagian kondisi tetap memperhatikan unsur akurat,
objektif, meyakinkan, jelas dan ringkas. Bentuk penyajian “kondisi” pada TP yang ideal
disajikan pada Contoh 19.

Contoh 19. Penyajian “Kondisi” yang Ideal


(i) Judul : Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
ABC Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar RpXX

63
Kondisi : - Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban perjalanan
dinas dan bukti absensi pegawai dari bulan Januari sampai dengan Oktober
Tahun 2018 diketahui bahwa terdapat 39 pelaksana perjalanan dinas yang
mendapatkan uang harian melebihi ketentuan yang ditetapkan. Hasil
konfirmasi kepada pelaksana perjalanan dinas, mereka mengakui bahwa
terdapat kelebihan pembayaran uang harian sebesar RpXX
- Hasil pemeriksaan secara uji petik atas belanja perjalanan dinas diketahui
terdapat realisasi belanja perjalanan dinas sebesar RpXX yang tidak
dilaksanakan oleh pegawai yang tercantum dalam surat tugas. Hal tersebut
dibuktikan berdasarkan pemeriksaan bukti absensi atas pegawai yang
melaksanakan perjalanan dinas
(ii) Judul : Pengakuan Pendapatan atas Transaksi dengan PT MAT pada Laporan
Keuangan Konsolidasian PT GA Tbk dan Entitas Anak untuk Tahun yang
Berakhir 31 Desember 2018 Tidak Sesuai Standar Akuntansi Keuangan
Kondisi : - Transaksi kerja sama tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai penggunaan
aset oleh pihak lain yang menimbulkan royalti atau pendapatan atas penjualan
barang
- Transaksi tersebut tidak dapat diakui sebagai pendapatan atas penjualan
barang dikarenakan:
 Tidak ada produk fisik yang diperdagangkan dalam transaksi kerja sama
tersebut.
 Entitas belum memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan hak secara
signifikan kepada MAT serta MAT belum dapat memanfaatkan hak
tersebut secara penuh;

Pada Contoh 19 penyajian “kondisi” sudah menggambarkan situasi atau fakta yang ada dan
disertai dengan uraian yang objektif dan relevan mengenai data/informasi/bukti atas keadaan
yang disajikan. Penyajian unsur “kondisi” sebaiknya juga tekait dengan penyajian unsur
“judul”. Sehingga unsur “kondisi” sejalan dengan “judul” temuan pemeriksaan, dan secara
sederhana unsur “kondisi” sudah bisa tergambarkan dalam “judul” temuan. Penyajian unsur
“kondisi” dapat disajikan dalam lebih dari satu paragraf, namun sebaiknya tidak terlalu
panjang sehingga tetap fokus pada temuan pemeriksaan.

3. Penyajian Akibat
“Akibat” merupakan dampak dari kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
“Akibat” diungkapkan dengan cara memberikan hubungan yang jelas dan logis untuk

64
menjelaskan dampak atas adanya perbedaan antara apa yang ditemukan oleh pemeriksa
dilapangan (kondisi) dengan keadaan yang diharapkan (kriteria). Pada umumnya terdapat
dua jenis “akibat” yang terjadi yaitu:
a) Akibat aktual, yaitu akibat yang terjadi pada saat ini karena adanya kondisi yang tidak
sesuai dengan kriteria.
b) Akibat potensial, yaitu akibat yang memiliki konsekuensi logis di masa depan atas suatu
kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria. Dengan demikian, pemeriksa harus cermat di
dalam menganalisis akibat potensial yang mungkin terjadi di masa depan. Contoh
penyajian akibat potensial disajikan pada Contoh 20.

Contoh 20. Penyajian “Akibat” Potensial


Kondisi Akibat Potensial
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan tanggal XX di desa XX Meningkatnya risiko dampak
kecamatan XX terdapat kawasan perbukitan yang dijadikan kerusakan lingkungan pada
penambangan pasir dan tanah urug di sembilan tempat/titik. Hasil daerah kawasan bencana
wawancara dengan dua petugas lapangan/Kepala Teknik Tambang yang dijadikan lahan
di lokasi penambangan diperoleh penjelasan bahwa usaha yang pertambangan.
dilakukan sudah mempunyai izin usaha pertambangan operasi
produksi batuan pasir dan tanah urug berdasarkan Keputusan
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayananan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP) Provinsi XX. Petugas dari penambang tidak
mengetahui bahwa Kawasan XX merupakan salah satu kawasan
rawan terjadi bencana alam tanah longsor.

Dari pemeriksaan atas dokumen Perda RT RW Kabupaten XX


Nomor XX diketahui bahwasanya di kecamatan XX di satu sisi
memang ditetapkan sebagai daerah Kawasan Peruntukan
Pertambangan (Pasal XX) tetapi di sisi lain juga ditetapkan sebagai
Kawasan Rawan Bencana tanah longsor (Pasal XX)
.
Hasil klarifikasi melalui wawancara dengan Kabid Tata Ruang Dinas
PUPR diperoleh penjelasan bahwa, hal tersebut bisa saja terjadi,
yaitu adanya penetapan 1 (satu) kawasan menjadi untuk 2 (dua)
kawasan peruntukan yang berbeda, yaitu kawasan budidaya dan
kawasan lindung, karena di Kabupaten xxx memang belum
mempunyai ketentuan umum peraturan zonasi, apalagi khusus
untuk kawasan rawan bencana alam.

65
Kondisi Akibat Potensial
Dari hasil kegiatan monitoring di lapangan tersebut selanjutnya a. Potensi terjadinya pelanggaran
ditindak lanjuti dengan rapat kegiatan monitoring dan evaluasi yang atas Perda tentang RTRW
diadakan sebanyak 3 (tiga) kali. Kesimpulan dari kegiatan tinggi;
monitoring selama tahun 2018 tersebut antara lain: b. Potensi dampak kerugian
a. Masih sering terjadi ketimpangan antara hasil apabila terjadi bencana
perencanaan penataan ruang dengan pelaksanaan alih menjadi lebih besar.
fungsi lahan dan bangunan di lapangan;
b. perlunya monitoring terus menerus terutama dalam alih
fungsi lahan dan kegiatan pertambangan agar terwujudnya
tertib tata ruang di Kabupaten XX;
c. Insentif dan disinsentif dalam rangka upaya pengendalian
pemanfaatan ruang yang belum optimal dijalankan;
d. Penting disusunnya rencana detail tata ruang

Hasil Pemeriksaan dan review dokumen terhadap Perda RTRW


tersebut, diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten XX sampai saat
ini belum menetapkan aturan-aturan teknis sebagaimana
diamanatkan dalam Perda di antaranya:
a. Ketentuan lebih lanjut atas tata cara pemberian insentif dan
disinsentif pemanfaatan ruang;
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara
pengenaan sanksi adminstratif.

Dalam hal pemeriksa tidak dapat menentukan akibat potensial, maka pemeriksa dapat
menggunakan pertimbangan profesional dari pendapat ahli. Sebagai contoh TP terkait
kekurangan volume pekerjaan konstruksi atau pekerjaan dilaksanakan tidak sesuai dengan
spesifikasi yang memiliki dampak potensial gagal bangunan, pemeriksa dapat menggunakan
pendapat tenaga ahli untuk mendapat keyakinan probabilitas keterjadian akibat potensial
tersebut.

Sebuah kondisi bisa mengakibatkan hal-hal finansial maupun non-finansial. Penyajian akibat
dapat berupa kerugian sejumlah nilai uang tertentu, implikasi keamanan, dampak hukum,
dampak operasional, dampak potensial seperti keselamatan penghuni bangunan atau hal-hal
lain yang mungkin timbul sebagai akibat ketidakpatuhan entitas terhadap kriteria yang
berlaku. “Akibat” lebih mudah dipahami bila dinyatakan secara jelas dan rinci. Pemeriksa
dapat juga menyatakan “akibat” dalam bentuk angka seperti nilai pemborosan yang terjadi
atau waktu pelayanan yang lebih lama, dengan didukung oleh bukti yang memadai.

66
Contoh 21. Penyajian “Akibat”
Judul TP Akibat
a) Penyusunan Dokumen Kajian Permasalahan tersebut mengakibatkan:
Risiko Bencana (KRB) Kabupaten (i) Tidak ada dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan
XX Belum Sepenuhnya Sesuai bencana;
dengan Ketentuan (ii) Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) tidak
dapat diyakini keakuratannya.
b) Pengaturan jenis kawasan rawan Permasalahan tersebut mengakibatkan:
bencana tidak lengkap, dan nama (i) Meningkatnya risiko dampak kerusakan lingkungan pada
kawasan rawan bencana yang daerah kawasan bencana yang dijadikan lahan
tidak jelas pertambangan;
(ii) Pemerintah Daerah tidak dapat mengetahui titik lokasi secara
akurat daerah yang termasuk zona kawasan bencana alam
c) Pengakuan Pendapatan atas Hal tersebut mengakibatkan lebih saji akun pendapatan lain-lain
Transaksi dengan PT MAT pada sebesar USDXX dan lebih saji akun piutang sebesar USDXX
Laporan Keuangan Konsolidasian (termasuk PPN) pada Laporan Keuangan PT GA Konsolidasian
PT GA Tbk dan Entitas Anak Tahun 2018.
untuk Tahun yang Berakhir 31
Desember 2018 Tidak Sesuai
Standar Akuntansi Keuangan
d) Pengadaan Pekerjaan Kondisi tersebut mengakibatkan:
pemborongan Penjualan Tiket dan (i) PT XX (Persero) berpotensi memperoleh penyedia jasa yang
Penyediaan jasa Pengadaan tidak kompeten sesuai spesifikasi teknis dan administrasi.
Fasilitas Perjalanan Dinas Luar (ii) Kelebihan pembayaran Perusahaan atas biaya tiket
Negeri pada PT XX (Persero) perjalanan dinas luar negeri sebesar RpXX.
Tidak Sesuai dengan Ketentuan

Berdasarkan Contoh 21 diketahui bahwa “akibat” merupakan permasalahan non-finansial


karena terkait dengan tidak dapat diyakininya keakuratan suatu dokumen, pada Contoh poin
a dan peningkatan risiko dampak kerusakan lingkungan, pada Contoh poin b.

4. Penyajian Sebab
Penyajian “sebab” dalam pemeriksaan kepatuhan bersifat opsional. Penyajian “sebab”
dilakukan ketika prosedur pemeriksaan yang dilakukan pemeriksa berhasil menemukan root
cause. Oleh karena itu penyajian unsur “sebab” akan bergantung pada kedalaman pengujian
yang dilakukan pemeriksa. Pemeriksa harus mempertimbangkan apakah bukti yang diperoleh
cukup meyakinkan dan masuk akal bahwa “sebab” yang diungkapkan merupakan akar
permasalahan terjadinya perbedaan antara kondisi dan kriteria.

67
“Sebab” merupakan faktor pada temuan yang menjadi akar permasalahan tidak terpenuhinya
kriteria atau akar permasalahan yang membuat patuh/tidaknya entitas terhadap kriteria.
Unsur “sebab” harus dapat memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang
menjadi sumber utama perbedaan antara kondisi dan kriteria bukan faktor yang bersifat
umum. “Sebab” dapat terdiri dari dua hal, yaitu:
a. Sumber daya manusia, yaitu orang yang menjadi penyebab terjadinya permasalahan
tersebut, seperti kepala daerah, kepala dinas, bendahara, ataupun pihak lainnya yang
terkait.
b. Kelemahan/ketiadaan sistem/prosedur yang mengakibatkan kelemahan permasalahan
tersebut terjadi.

Pemeriksa, dalam mengungkapkan “sebab” perlu memperhatikan apakah “sebab” yang


diungkapkan tersebut nantinya dapat digunakan sebagai dasar pemberian rekomendasi.
Proses penentuan root cause tidak hanya berakhir di tahap identifikasi, akan tetapi pemeriksa
perlu menganalisa lebih lanjut atas hal-hal yang sudah diidentifikasi tersebut.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan pemeriksa untuk mencari unsur sebab
yang menjadi akar permasalahan (root cause) seperti 5 Whys, Root Cause Analysis (RCA),
Fish Bone diagram, dan sebagainya. Pemeriksa dapat menggunakan salah satu metode
tersebut, sepanjang pemeriksa dapat menarasikan sebab sampai ke akar permasalahan.
Pemeriksa sebaiknya tidak menyajikan suatu “sebab” dalam satu kalimat, akan tetapi
disajikan dengan narasi kronologis hingga mencapai root cause. Apabila cara untuk
memperoleh unsur “sebab” dalam temuan telah dipahami, hal selanjutnya yang perlu
diperhatikan dalam penyajian unsur “sebab” dalam temuan, antara lain:
a. Penyajian “sebab” diawali dengan kalimat “Kondisi/permasalahan tersebut disebabkan
oleh...”
b. Menyajikan sebab yang menjadi akar permasalahan;
c. Menyebutkan subjek penyebab yang ditujukan pada jabatan/fungsi/kedudukan seseorang
dalam struktur organisasi/ kegiatan.

68
Contoh 22. Penyajian “Sebab”
Judul TP Sebab
Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Permasalahan tersebut disebabkan Kepala BPBD tidak
Bencana (KRB) Kabupaten XX melaksanakan tugasnya secara optimal dalam menyusun KRB
Belum Sepenuhnya Sesuai dengan dan belum berkoordinasi dengan BNPB serta pihak terkait lainnya
Ketentuan sesuai ketentuan.
Kerja Sama Penyediaan Layanan Kondisi tersebut disebabkan oleh:
Konektivitas dan In-Flight a. Direksi PT BUMN DEF dan Direksi Anak BUMN XX tidak
Entertainment dengan PT ABC Tidak mempedomani Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-XX
Sesuai Ketentuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
BUMN Nomor XX tentang Pedoman Kerja Sama BUMN;
b. Direksi PT BUMN DEF dan Direksi Anak BUMN XX tidak
melakukan evaluasi atas pelaksanaan perjanjian kerja sama
sesuai dengan Pasal 4 huruf g perjanjian kerja sama, yaitu
terkait dengan pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab
oleh PT ABC yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
mengakhiri perjanjian kerja sama dengan PT ABC.

Berikut merupakan “sebab” yang sering digunakan dalam LHP Kepatuhan pada pemeriksaan
belanja modal khususnya terkait infrastruktur:
a. Kepala Dinas selaku selaku Kuasa Pengguna Anggaran kurang optimal melakukan
pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan program/ kegiatan;
b. PPK dan PPTK OPD kurang cermat dalam melakukan pengawasan pekerjaan fisik di
lapangan, menguji kebenaran perhitungan volume/kuantitas yang dibuat oleh penyedia
jasa;
c. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (Tim PHO) tidak cermat dalam menilai kuantitas
pekerjaan yang terpasang sebelum pembayaran dilakukan.

Pemeriksa perlu mempertimbangkan keterkaitan antara “sebab” dengan rekomendasi yang


akan diberikan. Sehingga rekomendasi yang diberikan nantinya dapat memperbaiki
kelemahan yang ada agar kondisi di masa mendatang akan menjadi lebih baik.

5. Penyajian Kriteria
Kriteria pemeriksaan adalah tolok ukur yang digunakan dalam memeriksa dan menilai hal
pokok, termasuk tolok ukur penyajian dan pengungkapan yang relevan. Kriteria pemeriksaan
dapat bersumber dari ketentuan peraturan perundang-undangan, standar yang diterbitkan
organisasi profesi tertentu, kontrak, kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang

69
diperiksa, atau kriteria yang dikomunikasikan oleh pemeriksa kepada pihak yang bertanggung
jawab.

Ketika kriteria formal tidak ada atau belum disahkan secara hukum atau ada kekurangan
dalam legislasi tentang penerapannya, pemeriksa dapat menggunakan prinsip-prinsip yang
diterima umum, pendapat ahli, kepatutan, kode etik, atau yang berhubungan dengan harapan
mengenai perilaku. Kriteria tersebut harus dikomunikasikan dengan entitas yang diperiksa.
Kriteria pemeriksaan tersebut harus relevan, lengkap, andal, netral, dimengerti, kegunaan,
keterbandingan, dapat diterima, ketersediaan. Pemeriksa juga dapat melibatkan ahli jika
ditemui adanya pertentangan dari beberapa sumber kriteria. Kriteria yang digunakan akan
menjadi dasar dalam pengumpulan bukti pemeriksaan dan prosedur pengumpulan bukti
tersebut.

Pada Bab Hasil Pemeriksaan, kriteria yang disebutkan adalah kriteria yang terkait langsung
dengan TP. Penyajian kriteria sesuai tata urutan perundang-undangan mulai dari yang
tertinggi. Klausul kriteria yang sesuai ataupun bertentangan dengan kondisi perlu untuk ditulis
secara jelas.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyajian kriteria pada temuan:


a. Sebelum menyebutkan kriteria dimaksud, kalimat pembuka diawali dengan kalimat
“kondisi tersebut tidak sesuai dengan...”;
b. Kriteria yang disajikan sebaiknya merupakan kriteria yang relevan/ terkait langsung
dengan ketidakpatuhan yang dipaparkan dalam kondisi;
c. Menyebutkan nomor peraturan, pasal dan bunyi peraturan yang relevan.

Kriteria memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna LHP untuk menentukan
keadaan seperti apa yang diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan
secara wajar, eksplisit, lengkap, dan sumber dari kriteria dinyatakan dalam laporan hasil
pemeriksaan. Kriteria harus detail dan rinci, tidak boleh menggunakan kriteria yang bersifat
umum (general) sehingga tidak bias. Hal penting yang perlu dipahami pemeriksa dalam
menentukan kriteria adalah hal-hal apa saja yang dilanggar atau tidak dilaksanakan sehingga
muncul permasalahan yang ada dalam kondisi. Dalam pemeriksaan kepatuhan, kriteria yang
bisa digunakan pemeriksa adalah peraturan yang terkait dengan hal pokok yang diperiksa.
Pemeriksa dapat mengutip kriteria dari satu atau lebih kriteria yang paling spesifik dan relevan

70
dengan permasalahan/ketidakpatuhan yang diungkapkan. Pemeriksa harus menghindari
menggunakan peraturan “sapu jagat”, yang mencakup hal-hal yang sangat umum sehingga
pelanggaran dalam temuan tersebut menjadi sulit dipahami oleh pembaca laporan. Contoh
pengungkapan kriteria disajikan pada Contoh 23.

Contoh 23. Penyajian “Kriteria”


Judul TP Kriteria
Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:
Bencana Kabupaten XX Belum a. PP Nomor XX Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Sepenuhnya Sesuai dengan Penanggulangan Bencana Pasal 6 ayat 2 Perencanaan
Ketentuan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya
penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program
kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya;
b. Perka BNPB No XX Tahun 2017 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana BAB II Konsepsi pada Point 2.2
Pengkajian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip
pengkajian. Oleh karenanya pengkajian dilaksanakan
berdasarkan yaitu:
1) Data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada;
2) Integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli
dengan kearifan lokal masyarakat;
3) Kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar,
kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan;
4) Kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan
pengurangan risiko bencana.
c. Perka BNPB No XX Tahun 2017 tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana BAB VII Hasil pengkajian risiko
bencana adalah Dokumen Kajian Risiko Bencana dan Peta Risiko
Bencana. Pengkajian dilaksanakan untuk setiap bencana yang
ada dalam suatu daerah. Dokumen dan peta yang dihasilkan
harus memiliki kemampuan untuk menjelaskan seluruh ancaman
bencana yang ada kepada para pemangku kepentingan sebagai
pengguna informasi ini. Hasil pengkajian risiko bencana
digunakan sebagai dasar penyusunan rencana kebijakan daerah
terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagai
dasar, hasil kajian harus dikeluarkan secara resmi. Oleh
karenanya baik dokumen maupun peta harus disahkan oleh
lembaga yang berwenang di pemerintah. Peta Risiko Bencana
dapat disusun oleh lembaga diluar pemerintah seperti perguruan

71
Judul TP Kriteria
tinggi, LSM maupun lembaga profesional. Namun seluruh peta
yang dihasilkan tetap merupakan tanggung jawab pemerintah
sebagai penanggung jawab penyelenggaraan penanggulangan
bencana pada suatu daerah. Oleh karenanya, peta resmi yang
harus digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan harus telah
disahkan oleh pemerintah.
Pendidikan, Pelatihan dan Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB
Penyuluhan Penanggulangan Nomor XX Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Bencana Belum Pelatihan Penanggulangan Bencana, pada:
Diselenggarakan sesuai Ketentuan a. Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelatihan Penanggulangan Bencana ini
dimaksudkan untuk digunakan sebagai panduan dalam
penyelenggaraan pelatihan penanggulangan bencana yang
diselenggarakan oleh BNPB atau instansi/lembaga/ organisasi
terkait dalam penanggulangan bencana;
b. Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa pedoman ini menjadi
acuan bagi instansi/lembaga/ organisasi pemerintah dan
pemerintah daerah, juga dapat menjadi acuan bagi para
penyelenggara pelatihan penanggulangan bencana yang berasal
dari lembaga/organisasi swasta;
c. Pasal 11 yang menyatakan bahwa waktu dan lamanya
penyelenggaraan pelatihan ditentukan berdasarkan kurikulum
sesuai dengan jenis pelatihan;
d. Pasal 17 yang menyatakan bahwa pelaksanaan pelatihan
penanggulangan bencana terdiri dari:
1) Persiapan;
2) Pre test;
3) Pemberian materi;
4) Post test; dan
5) Evaluasi
e. Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan bahwa peserta pelatihan yang
telah mengikuti keseluruhan program pelatihan dan dinyatakan
lulus, diberikan sertifikat;
f. Pasal 19 ayat (2) yang menyatakan bahwa sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh penyelenggara dan
dilaporkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

“Kriteria” disajikan pada Bab I dan Bab III LHP. Pada Bab I, “kriteria” disajikan dalam bentuk
daftar peraturan sebagai kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan. Pada Bab III, “kriteria”

72
disajikan dalam temuan pemeriksaan sehingga yang disebutkan lebih spesifik lagi dengan
merujuk pada pasal-pasal peraturan yang dilanggar atau yang digunakan dalam temuan.

“Kriteria” pada umumnya disajikan terpisah dengan “kondisi”. Seringkali “kriteria” yang
disajikan lebih dari satu peraturan atau terdiri dari beberapa pasal. Dalam hal ini pemeriksa
perlu mempertimbangkan kembali apakah semua pasal atau ayat yang dijadikan kriteria
tersebut memang tidak dipatuhi atau beberapa kriteria tersebut hanya memiliki keterkaitan
secara umum sehingga sebenarnya dapat dipilih kriteria yang spesifik yang dianggap tidak
dilanggar. Peraturan atau pasal dan atau ayat lain yang tidak terlalu relevan atau terkait
langsung dengan ketidakpatuhan yang terjadi tidak perlu dicantumkan. Selain itu pada situasi
tertentu pemeriksa dapat menyajikan “kriteria” dalam narasi “kondisi” untuk mendukung
analisa permasalahan sebagaimana disajikan pada Contoh 24.

Contoh 24. Penyajian “Kriteria” dalam “Kondisi”


Kondisi Keterangan
Pekerjaan Pembangunan XX dilaksanakan oleh PT XX Kriteria dimasukkan ke dalam
berdasarkan Kontrak Nomor XX tanggal XX dengan nilai kontrak narasi kondisi untuk
sebesar RpXX. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 170 menginformasikan terjadinya
hari kalender, terhitung sejak tanggal XX Juli s.d. XX Desember keterlambatan sehingga mudah
2018. dipahami pembaca/pengguna
Berdasarkan laporan kemajuan fisik minggu ke 21 diketahui laporan.
sampai dengan tanggal XX November 2018 realisasi pekerjaan
mencapai 57,71% atau lebih kecil dari target sebesar 87,03%
(deviasi sebesar 29,32%). Atas keterlambatan tersebut, Dinas
PUPR belum memberikan surat peringatan dan melakukan Rapat
Pembuktian Keterlambatan (Show Cause Meeting).
Pekerjaan Pembangunan Jalan XX dilaksanakan oleh PT XX Kriteria berupa Kontrak yang
berdasarkan Kontrak Nomor XX tanggal XX dengan nilai kontrak mengikat beberapa pihak
sebesar RpXX. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 210 disebutkan dalam narasi kondisi.
hari kalender, terhitung sejak tanggal XX Mei s.d. XX Desember Hal ini berguna untuk memudahkan
2019. Kontrak mengalami perubahan berdasarkan CCO dan pembaca dalam memahami kondisi
Addendum Nomor XX tanggal XX tentang tambah kurang yang mengikat pada kontrak dan
pekerjaan dan tanpa mengubah nilai kontrak. nilai kontrak yang disepakati oleh
Pekerjaan fisik telah dinyatakan selesai 100%, berdasarkan BA pihak-pihak terkait.
PHO Nomor XX tanggal XX. Pekerjaan tersebut telah dibayar lunas
sebesar RpXX, terakhir dengan SP2D Nomor XX tanggal XX.
Hasil pemeriksaan fisik di lapangan secara uji petik oleh BPK
bersama Kontraktor, Konsultan Pengawas, dan Dinas PUPR pada

73
Kondisi Keterangan
tanggal XX menunjukan kekurangan volume sebesar RpXX.
Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

6. Penyajian Tanggapan
Tanggapan pihak yang bertanggungjawab merupakan salah satu unsur wajib dalam LHP.
Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari pihak yang
bertanggung jawab. Pemeriksa harus memuat tanggapan pejabat pemerintah yang
bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa pada LHP.
Tanggapan entitas yang diperiksa merupakan tanggapan tertulis atas temuan, kesimpulan
dan rekomendasi. Penyajian tanggapan entitas mencerminkan bahwa LHP telah disajikan
secara objektif. Tanggapan entitas yang diperiksa berisi respon tertulis dari pejabat entitas
yang berwenang yang menunjukkan setuju/tidak setuju terhadap temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi yang disampaikan tim pemeriksa. Selanjutnya pemeriksa menganalisis dan
mengevaluasi tanggapan entitas secara objektif berdasarkan dokumen‐dokumen tambahan
yang diberikan dan kemudian menyajikannya dalam LHP secara memadai dan berimbang.

Pemeriksa memperoleh tanggapan atas TP pada tahap pelaksanaan, sedangkan tanggapan


atas kesimpulan dan rekomendasi diperoleh pada tahap pelaporan. Apabila tanggapan dari
entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan dalam LHP dan menurut pemeriksa
tanggapan tersebut tidak tepat, maka pemeriksa harus menyampaikannya beserta
alasannya, secara seimbang dan objektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki
laporannya apabila pemeriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. Tanggapan
entitas pada temuan disajikan dengan cara:
a. Menyebutkan kalimat pembuka sebelum menyebutkan isi tanggapan entitas atas hasil
pemeriksaan yaitu: “Atas permasalahan tersebut, (pimpinan entitas) menyatakan
sependapat/tidak sependapat dengan temuan BPK dengan penjelasan sebagai berikut...”
b. Menyebutkan seluruh isi tanggapan entitas sesuai dengan bukti tertulis resmi dari entitas
yang bersangkutan.

74
Contoh 25. Pengungkapan “Tanggapan”
Judul Tanggapan
Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Atas permasalahan tersebut Kepala Pelaksana Badan
Bencana (KRB) Kabupaten XX Belum Penanggulangan Bencana Daerah menyatakan bahwa
Sepenuhnya Sesuai dengan Ketentuan penyusunan KRB dilaksanakan oleh konsultan perencanaan
yang ditunjuk langsung oleh BNPB dengan sumber dana
APBN/BNPB. BPBD Kabupaten XX akan melaksanakan reviu
KRB dan pengesahannya.
Pemerintah Kabupaten XX Belum Atas permasalahan tersebut Kepala Pelaksana BPBD
Sepenuhnya Melaksanakan Penyusunan menyatakan di masa yang akan datang akan mempedomani
Data Akurat, Informasi, dan Pemutakhiran ketentuan penyusunan SOP tanggap darurat dan pengelolaan
Prosedur Tetap Tanggap Darurat data informasi bencana sesuai ketentuan.
Bencana Yang Memadai

Jika pemeriksa tidak mendapatkan tanggapan dari pimpinan entitas yang diperiksa sampai
dengan batas waktu penyampaian tanggapan, maka pemeriksa harus menyatakan “BPK
telah menyampaikan konsep LHP kepada [diisi nama jabatan pimpinan entitas yang
diperiksa] pada tanggal [diisi sesuai dengan tanggal dalam Surat Penyampaian Konsep LHP],
namun BPK tidak memperoleh tanggapan dari [nama jabatan pimpinan entitas yang
diperiksa] sampai dengan waktu yang ditentukan” pada LHP. Selain menyajikan tanggapan
dari entitas, LHP juga harus memuat rencana aksi entitas.

Keputusan BPK RI Nomor 5/K/I-XIII.2/10/2015 tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan,


Bab IV paragraf 38 menyatakan bahwa tanggapan atas Konsep LHP dan rencana aksi dari
entitas yang diperiksa ditelaah oleh Ketua Tim. Ketua Tim memuat tanggapan dan rencana
aksi tersebut dalam Konsep LHP. Narasi rencana aksi disajikan setelah narasi tanggapan dari
entitas. Sebelum disajikan di LHP pemeriksa menganalisis dan mengevaluasi rencana aksi
entitas secara objektif terutama untuk menilai komitmen dan kapasitas entitas dalam
menjalankan melaksanakan rekomendasi. Pemeriksa dapat memberikan narasi pengantar
pada akhir Bab III Hasil Pemeriksaan untuk menunjukkan bahwa rencana aksi telah
didapatkan dari entitas dan dilampirkan pada LHP.

7. Penyajian Rekomendasi
Rekomendasi adalah saran, arahan, dan/atau masukan untuk perbaikan dan peningkatan
suatu sistem, proses, perilaku organisasi dan kepemimpinan dari suatu entitas yang diperiksa
atas permasalahan-permasalahan ketidakpatuhan yang timbul sehingga dapat memberikan

75
perbaikan. Pada pemeriksaan kepatuhan, rekomendasi dapat diberikan ataupun tidak.
Rekomendasi diberikan jika penyebab temuan diketahui dengan pasti dan memenuhi
harapan penugasan/ sesuai dengan tujuan, serta apabila pemeriksa memiliki keyakinan dan
pemahaman memadai terhadap suatu permasalahan yang diungkap. Rekomendasi
pemeriksaan yang baik harus bersifat konstruktif dan berguna untuk memperbaiki kelemahan‐
kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan. Pemberian rekomendasi bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan/ketidakpatuhan yang telah dijelaskan dalam kondisi serta
akibat-akibat yang ditimbulkan atas permasalahan/ketidakpatuhan tersebut. Rekomendasi
harus jelas ditujukan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan tindakan perbaikan
dimaksud.

Penyajian rekomendasi BPK pada TP kepatuhan, memiliki kerangka penyampaian sebagai


berikut:
a. sebelum menyebutkan rekomendasi BPK, kalimat pembuka diawali dengan kalimat “BPK
merekomendasikan (pimpinan entitas) agar...”;
b. rekomendasi diberikan sebagai bentuk solusi penyelesaian masalah terkait penyebab
pada TP dengan mempertimbangkan tanggapan dari entitas yang diperiksa;
c. rekomendasi yang bersifat sanksi administrasi dapat dinyatakan “memberikan sanksi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada (pihak yang bertanggung jawab)”.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyajikan rekomendasi, antara lain:
a. memberikan arahan kepada entitas yang diperiksa agar dapat meminimalisir akibat yang
ada dalam TP serta melakukan tindakan pencegahan supaya akibat yang sama tidak
terjadi lagi dimasa yang akan datang;
b. menghilangkan sebab, artinya rekomendasi dapat mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh sebab serta memberikan langkah-langkah perbaikan supaya sebab
tersebut tidak muncul lagi di masa yang akan datang;
c. memberikan masukan perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara sehingga ada nilai
tambah (value added) yang bisa diberikan oleh BPK kepada pemerintah pusat dan
daerah.

76
Contoh 26. Pengungkapan “Rekomendasi”
Judul Rekomendasi
Penyusunan Dokumen Kajian BPK merekomendasikan Bupati XX agar memerintahkan Kepala BPBD
Risiko Bencana (KRB) untuk segera:
Kabupaten XX Belum a. Berkoordinasi dengan BNPB terkait dokumen pendukung yaitu
Sepenuhnya Sesuai dengan Perhitungan Indeks Pengkajian Risiko Bencana dan Hasil
Ketentuan Perhitungan Kapasitas Daerah yang belum ada dalam KRB;
b. Mengesahkan KRB periode tahun 2016-2020 sesuai ketentuan
yang berlaku.
Pemerintah Kabupaten XX BPK merekomendasikan Bupati XX agar memerintahkan Kepala
Belum Sepenuhnya BPBD:
Melaksanakan Penyusunan a. Mengevaluasi SOP tanggap darurat serta pengelolaan Data
Data Akurat, Informasi, dan Informasi Bencana dalam kesiapsiagaan penanggulangan
Pemutakhiran Prosedur Tetap bencana;
Tanggap Darurat Bencana b. Menginstruksikan Kepala Pelaksana BPBD untuk mengkaji dan
Yang Memadai melakukan perbaikan SOP tanggap darurat serta pengelolaan
Data Informasi Bencana dalam kesiapsiagaan penanggulangan
bencana sesuai ketentuan yang berlaku.

Penyajian rekomendasi pada Contoh 26 sudah memenuhi karakteristik rekomendasi yang


baik, yaitu:
 rekomendasi ditujukan kepada pihak yang berwenang (Bupati XX),
 rekomendasi menggunakan kalimat yang jelas, mudah dipahami dan positif
(konstruktif) sehingga dapat mendorong entitas melakukan rekomendasi tersebut
 isi rekomendasi cukup spesifik (Bupati memerintahkan Kepala BPBD melakukan hal-
hal tertentu untuk mengatasi permasalahan yang ada)
 rekomendasi berdasarkan analisis permasalahan sehingga dapat meyakinkan entitas
untuk segera merespon rekomendasi (analisis atas lemahnya Kajian Risiko Bencana,
tidak akuratnya dukungan data serta tidak mutakhirnya prosedur tetap tanggap
bencana).
 isi rekomendasi akan berdampak positif terhadap entitas bila ditindaklanjuti

F. Penyajian Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP)

Hasil pemantauan tindak lanjut pemeriksaan dalam konteks kajian ini adalah hal-hal yang
berkaitan dengan bagaimana penyajian 2 hal sebagai berikut:

77
1) Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Pemeriksaan
Proses pemantauan tindak lanjut rekomendasi bertujuan untuk memastikan tindakan korektif
yang telah dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam menanggapi rekomendasi
atas temuan ketidakpatuhan yang ditemukan pada LHP sebelumnya. Tidak semua hasil
pemantauan dapat disajikan dalam laporan tindak lanjut pemeriksaan kepatuhan. Hasil
pemantauan tindak lanjut yang disajikan adalah hasil pemantauan tindak lanjut atas semua
LHP (pemeriksaan keuangan, kinerja dan kepatuhan) yang terbit dalam 3 tahun terakhir atas
entitas dan hal pokok terkait yang sedang diperiksa. Apabila dalam 3 tahun terakhir tidak ada
pemeriksaan terkait subject matter yang sama dengan yang sedang diperiksa, maka yang
disajikan adalah tindak lanjut atas LHP tahun terakhir yang memuat subject matter dimaksud.
Berikut ini adalah berbagai model penyajian narasi hasil pemantauan TLHP beserta
contohnya.
a. Hasil pemantauan TLHP pada entitas yang belum pernah diperiksa
Pemantauan TLHP dalam LHP Kepatuhan tetap disajikan walaupun pemeriksaan
kepatuhan terhadap hal pokok tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya atau baru
pertama kali dilakukan pada entitas tersebut. Contoh penyajian dapat dilihat pada Contoh
27.

Contoh 27. Hasil pemantauan TLHP pada entitas yang belum pernah diperiksa
BAB IV HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan merupakan pelaksanaan rekomendasi oleh entitas yang
diperiksa atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Berdasarkan pemeriksaan atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK periode sebelumnya pada Pemerintah
Kabupaten XX, tidak terdapat temuan, rekomendasi maupun tindak lanjut terkait hal pokok yang sedang
diperiksa dalam pemeriksaan kepatuhan ini.

b. Hasil pemantauan TLHP untuk pemeriksaan kepatuhan atas hal pokok yang telah
dilakukan pada tahun sebelumnya
Tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya dapat disampaikan dalam bentuk narasi
maupun tabel yang berisi informasi mengenai judul dan tahun LHP, jumlah rekomendasi
berikut status rekomendasi, serta keterangan yang dapat memperjelas narasi atau tabel
dimaksud. Pada Contoh 28 menggambarkan penyajian untuk pemeriksaan kepatuhan

78
atas hal pokok yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya, yaitu pemeriksaan terkait
hal pokok telah dilakukan sejak tahun 2016 sampai dengan 2018.

Contoh 28. Penyajian Pemantauan TLHP Pemeriksaan Kepatuhan Atas Hal Pokok yang
Telah Dilakukan pada Tahun Sebelumnya

BAB IV HASIL PEMANTAUAN TINDAK LANJUT PEMERIKSAAN

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan merupakan pelaksanaan rekomendasi oleh entitas yang
diperiksa atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam rangka Pemeriksaan Kepatuhan atas Belanja Modal TA 2019 pada Pemerintah Kabupaten KLM, BPK
memantau tindak lanjut Pemerintah Kabupaten KLM terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan terkait belanja modal
selama 3 (tiga) tahun terakhir, baik hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan maupun hasil Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu (PDTT)/ Kepatuhan. Pemantauan atas tindak lanjut Pemerintah Kabupaten KLM terhadap hasil
pemeriksaan tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP)
atas Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten KLM Tahun 2019
No LHP Jumlah TP Jumlah Hasil Pemantauan Tindak Lanjut
Rekomendasi Sesuai Belum Belum Tidak
Sesuai Ditindak- Dapat
dan lanjuti Ditindak-
Dalam lanjuti
Proses dengan
Tindak Alasan
Lanjut yang Sah
1 LHP atas Laporan 6 17 11 6 0 0
Keuangan Pemerintah
Kabupaten KLM TA 2018
2 LHP atas Laporan 4 8 8 0 0 0
Keuangan Pemerintah
Kabupaten KLM TA 2017
3 LHP atas Laporan 3 8 8 0 0 0
Keuangan Pemerintah
Kabupaten KLM TA 2016
4 LHP Kepatuhan atas 8 15 12 2 1 0
Belanja Modal Pemerintah
Pemerintah Kabupaten KLM
TA 2018
Jumlah 21 48 39 8 1 0

Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2018 terkait belanja modal pada Pemerintah Kabupaten KLM
memuat enam temuan pemeriksaan dengan 17 rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu kelebihan

79
pembayaran biaya konsultan pengawas, kekurangan volume pekerjaan jalan irigasi jaringan serta gedung dan
bangunan pada Dinas PUPR, pelaksanaan pekerjaan tidak berdasarkan kontrak atau addendum, dan
pelaksanaan lima paket pekerjaan pada Dinas PUPR serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berpotensi
terlambat. Terhadap temuan dan rekomendasi tersebut Pemerintah Kabupaten KLM telah menindaklanjuti
dengan status tindak lanjut telah sesuai sebanyak sebelas rekomendasi dan status tindak lanjut belum sesuai
sebanyak enam rekomendasi.

Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2017 terkait belanja modal pada Pemerintah Kabupaten KLM
memuat empat temuan pemeriksaan dengan delapan rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu
kekurangan volume pekerjaan jalan irigasi jaringan serta gedung dan bangunan pada Dinas PUPR, denda
keterlambatan yang belum dikenakan dan dokumen epurchasing yang tidak lengkap pada Dinas Pendidikan.
Terhadap temuan dan rekomendasi tersebut Pemerintah Kabupaten KLM telah menindaklanjuti dengan status
tindak lanjut telah sesuai.

Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan TA 2016 terkait belanja modal pada Pemerintah Kabupaten KLM
memuat tiga temuan dengan delapan rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu kekurangan volume
pekerjaan jalan irigasi jaringan serta gedung dan bangunan pada Dinas PUPR dan RSUD Sehat Selalu, serta
potensi keterlambatan (Kontrak Kritis) pada pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR. Terhadap temuan
dan rekomendasi tersebut Pemerintah Kabupaten KLM telah menindaklanjuti dengan status tindak lanjut telah
sesuai.

Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas belanja modal TA 2018 pada Pemerintah Kabupaten KLM
memuat 8 temuan dengan 15 rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu kekurangan volume pekerjaan
jalan irigasi jaringan serta gedung dan bangunan pada Dinas PUPR dan Dinas Komunikasi dan Informasi serta
adanya perbedaan spek pekerjaan tiga paket jalan di Desa HIJ Kecamatan RST. Terhadap temuan dan
rekomendasi tersebut Pemerintah Kabupaten KLM telah menindaklanjuti dengan status tindak lanjut telah
sesuai sebanyak 12 rekomendasi dan status tindak lanjut belum sesuai sebanyak 2 rekomendasi serta terdapat
satu rekomendasi yang belum ditindaklanjuti. Atas rekomendasi yang belum ditindaklanjuti Pemkab KLM
tengah berupaya untuk memastikan pihak ketiga menyelesaikan kewajibannya sesuai perjanjian.

Berdasarkan hasil PTL Pemerintah Kabupaten KLM atas pemeriksaan belanja daerah tiga tahun terakhir dapat
disimpulkan bahwa komitmen Pemerintah Kabupaten KLM sudah cukup kuat dalam menyelesaikan
rekomendasi BPK. Hal ini dapat dilihat dari jumlah temuan sebanyak 21 temuan dengan jumlah rekomendasi
sebanyak 48 rekomendasi, yang ditindaklanjuti dengan dengan status tindak lanjut telah sesuai sebanyak 39
rekomendasi atau 81%, status tindak lanjut belum sesuai sebanyak 8 rekomendasi dan status tindak lanjut
belum ditindaklanjuti sebanyak 1 rekomendasi.

Rencana Tindak Lanjut Rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Pelaksanaan Belanja Modal
TA 2019 pada Pemerintah Kabupaten KLM dituangkan dalam Rencana Aksi (Action Plan) pada Lampiran XX.

c. Hasil pemantauan TLHP untuk pemeriksaan kepatuhan atas hal pokok yang telah
dilakukan pada tahun sebelumnya dan semua rekomendasi telah ditindaklanjuti

80
Hasil pemantauan TLHP Kepatuhan menyajikan informasi jumlah temuan dan
rekomendasi berikut dengan statusnya. Jika semua rekomendasinya telah ditindaklanjuti,
pemeriksa memberikan kesimpulan bahwa entitas telah memberikan komitmen yang kuat
dalam menyelesaikan rekomendasi BPK. Selanjutnya pemeriksa menyajikan rencana
tindak lanjut rekomendasi atau action plan dalam lampiran pada LHP pada tahun
pemeriksaan. Pada Contoh 29 diketahui bahwa pemeriksaan terkait hal pokok telah
dilakukan sejak tahun 2017 sampai dengan 2019.

Contoh 29. Penyajian Hasil Pemantauan TLHP Dimana Semua Rekomendasi Telah
Ditindaklanjuti
BAB IV PEMANTAUAN TINDAK LANJUT

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan merupakan pelaksanaan rekomendasi oleh entitas yang
diperiksa atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Hasil Pemantauan Tindak Lanjut (PTL) yang telah dilakukan oleh entitas Pemerintah Provinsi XX atas hasil
pemeriksaan belanja daerah TA 2017 s.d. 2019 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel PTL Pemeriksaan Belanja Provinsi XX TA 2017 s.d. 2019
No TA Jumlah Jumlah Status Rekomendasi
Temuan Rekomendasi Sesuai Belum Belum Tidak Dapat
Sesuai Ditindaklanjuti Ditindaklanjuti
dengan Alasan yang
Sah
1 2019 3 8 8 - - -
2 2018 4 8 8 - - -
3 2017 9 20 20 - - -

Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas belanja daerah TA 2019 pada Pemerintah Provinsi
XX memuat empat temuan pemeriksaan dengan delapan rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu
kekurangan volume pekerjaan jalan irigasi jaringan serta gedung dan bangunan pada Dinas PUPR, denda
keterlambatan yang belum dikenakan dan dokumen e-purchasing yang tidak lengkap pada Dinas Pendidikan.
Terhadap temuan dan rekomendasi tersebut Pemerintah Provinsi XX telah menindaklanjuti dengan status
tindak lanjut telah sesuai.

Hasil PDTT atas belanja daerah TA 2018 pada Pemerintah Provinsi XX memuat tiga temuan dengan delapan
rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu kekurangan volume pekerjaan jalan irigasi jaringan serta
gedung dan bangunan pada Dinas PUPR dan RSUD XX, serta potensi keterlambatan (Kontrak Kritis) pada

81
pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR. Terhadap temuan dan rekomendasi tersebut Pemerintah
Provinsi XX telah menindaklanjuti dengan status tindak lanjut telah sesuai.

Hasil PDTT atas belanja daerah TA 2017 pada Pemerintah Provinsi XX memuat sembilan temuan dengan 20
rekomendasi. Temuan tersebut diantaranya yaitu kekurangan volume pekerjaan jalan irigasi jaringan serta
gedung dan bangunan pada Dinas PUPR, dan kekurangan volume pekerjaan gedung dan bangunan Dinas
Pendidikan, RSUD XX, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Rumah Sakit Jiwa XX. Terhadap temuan
dan rekomendasi tersebut Pemerintah Provinsi XX telah menindaklanjuti dengan status tindak lanjut telah
sesuai.

Berdasarkan hasil PTL Provinsi XX atas pemeriksaan belanja daerah tiga tahun terakhir dapat disimpulkan
bahwa komitmen Pemerintah Provinsi XX cukup kuat dalam menyelesaikan rekomendasi BPK. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah temuan dan rekomendasi selama tiga tahun terakhir yang ditindaklanjuti dengan status tindak
lanjut telah sesuai.

Rencana Tindak Lanjut Rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Belanja Modal TA 2020
pada Pemerintah Provinsi XX dituangkan dalam Rencana Aksi (Action Plan) pada Lampiran XX.

d. Penyajian analisa tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang terkait dengan hal
pokok pemeriksaan kepatuhan yang sedang dilakukan
Hasil analisa mengenai berapa jumlah dan status tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya yang terkait dengan hal pokok pemeriksaan kepatuhan yang sedang
dilakukan, dapat disampaikan dalam bentuk tabel maupun narasi. Hasil analisa disajikan
disertai simpulan umum atas status pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan tersebut.
Contoh penyajian analisa tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang terkait dengan
hal pokok pemeriksaan kepatuhan yang sedang dilakukan pada Contoh 30.

Contoh 30. Penyajian Analisa Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan sebelumnya

BAB IV PEMANTAUAN TINDAK LANJUT

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan merupakan pelaksanaan rekomendasi oleh entitas yang
diperiksa atas Laporan Hasil Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam rangka pemeriksaan atas belanja daerah terkait infrastruktur TA 2019 pada Pemerintah Kabupaten XX,
BPK memantau tindak lanjut Pemkab XX atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. Sesuai dengan Pasal
20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
pelaksanaan tindak lanjut menjadi tanggung jawab Pemerintah/Kementerian/Lembaga dan DPR. Pemantauan
tindak lanjut LHP BPK tahun 2009 s.d 2018 (Semester I Tahun 2019) diketahui bahwa dari total 100
rekomendasi sebesar RpXX tindak lanjut yang telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 50 rekomendasi

82
atau 50,00% sebesar RpXX atau 28,75%. Adapun tindak lanjut yang belum sesuai sebanyak XX rekomendasi
atau 34,01% sebesar RpXX atau 65,77% serta sebanyak XX rekomendasi atau 14,70% sebesar RpXX atau
5,48% yang belum ditindaklanjuti. Rincian pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebagai
berikut.

Berdasarkan LHP atas Laporan Keuangan (LK) pada TA 2017 dan 2018 pada Pemkab XX dalam kurun waktu
dua tahun terakhir menunjukkan terdapat empat temuan pemeriksaan atas belanja modal terkait infrastruktur
dengan rincian sebagai berikut:

No. Judul Temuan Jumlah Nilai Status TL Keterangan


Reko- Rekomendasi
mendasi
Laporan Keuangan TA. 2018
Dua Paket Pekerjaan 3 RpXX Belum
Penerangan Ditindaklanjuti
Jalan Umum pada
Dinas Perumahan dan
Kawasan
Pemukiman Terlambat
Diselesaikan
dan Belum Dikenakan
Denda
Keterlambatan Sebesar
RpXX
Laporan Keuangan TA. 2017
2 Kekurangan Volume 23 3 RpXX Belum Sesuai Masih terdapat
Paket sisa
Pekerjaan Belanja Modal yang belum
Sebesar dikembalikan ke
RpXX Kas Daerah
sebesar
RpXX

Hasil pemantauan atas tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK atas belanja daerah terkait
infrastruktur tersebut menunjukkan bahwa dari sebanyak XX rekomendasi sebesar RpXX tersebut, telah
ditindaklanjuti dan telah sesuai sebanyak XX rekomendasi sebesar RpXX telah ditindaklanjuti namun belum
sesuai sebanyak XX rekomendasi sebesar RpXX (sisa yang belum sesuai sebesar RpXX) dan belum
ditindaklanjuti sebanyak XX rekomendasi sebesar RpXX Hal tersebut menunjukan bahwa masih rendahnya
tindaklanjut yang dilakukan oleh Pemkab. XX atas rekomendasi BPK.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian narasi hasil pemantauan tindak lanjut antara
lain:
a) Menyampaikan maksud dari tujuan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dalam
bentuk narasi, sebagai contoh sebagai berikut:
Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan bertujuan untuk memastikan tindakan
korektif yang telah dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam menanggapi
rekomendasi atas temuan ketidakpatuhan yang ditemukan pada LHP sebelumnya sesuai
hal pokok pemeriksaan kepatuhan.

83
b) Apabila terdapat informasi mengenai tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang
telah dilakukan oleh entitas, maka pemeriksa harus menyajikan Judul LHP dan Tahun
Pemeriksaan sebelumnya, informasi tersebut dapat disampaikan seperti di bawah ini:
Berdasarkan LHP atas Laporan Keuangan pada TA 2017 dan 2018 pada Pemkab XX
dalam kurun waktu dua tahun terakhir menunjukkan terdapat XX rekomendasi
pemeriksaan atas belanja modal terkait infrastruktur.
c) Rincian hasil tindak lanjut sebelumnya disampaikan secara jelas dalam bentuk tabel
maupun narasi secara terinci per LHP berupa jumlah TP, jumlah rekomendasi, dan jumlah
status rekomendasi yang sesuai dengan jenisnya (sesuai/ belum sesuai/ belum
ditindaklanjuti/ tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah).
d) Menyajikan hasil analisis singkat mengenai progress serta kesesuaian pelaksanaan
tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang terkait dengan hal pokok pemeriksaan
kepatuhan yang sedang dilakukan berdasarkan rekomendasi yang telah ada.
e) Apabila hal pokok yang diperiksa belum pernah dilakukan pada pemeriksaan-
pemeriksaan sebelumnya maka pemeriksa menyatakan tidak ada hasil tindak lanjut atas
pemeriksaan sebelumnya. sebagai contoh:
Pada Pemerintah Kabupaten XX tidak terdapat tindak lanjut hasil pemeriksaan
sebelumnya yang terkait dengan Pemeriksaan Kepatuhan atas Penanggulangan
Bencana dan Prabencana yang sedang dilakukan dikarenakan pemeriksaan terhadap hal
pokok tersebut baru pertama kali dilaksanakan BPK Perwakilan Provinsi XX.

2) Temuan Berulang
Pada Bab IV LHP Kepatuhan, selain menyajikan hasil pemantauan TLHP juga menyajikan
temuan berulang. Temuan berulang dimaksud adalah temuan pada saat pemeriksaan yang
juga pernah ditemukan sebelumnya atau pernah disajikan pada LHP minimal dalam 3 tahun
terakhir yang memiliki kesamaan subject matter, entitas, dan symptoms permasalahan.
Pemeriksa dapat menyajikan analisis yang menguatkan pernyataan temuan berulang
tersebut.
Contoh:
Pada saat pemeriksaan tahun 2020 terdapat TP berupa kelebihan pembayaran atas
perjalanan dinas yang pernah terjadi pada 2 tahun sebelumnya, yaitu tahun 2019 dan 2018,
pada OPD yang sama. Penyebabnya adalah OPD menerima sejumlah pertanggungjawaban
pelaksanaan perjalanan dinas perorangan dan tidak melakukan verifikasi pada pihak ketiga
atas realisasi perjalanan dinas tersebut. Analisa lebih lanjut atas temuan berulang tersebut,

84
diketahui bahwa OPD belum memiliki kebijakan yang mengatur mekanisme verifikasi terkait
realisasi belanja perjalanan dinas.

85
BAB V KESIMPULAN

Pelaporan pemeriksaan kepatuhan merupakan ujung dari rangkaian proses pemeriksaan


kepatuhan sebelum LHP Kepatuhan disampaikan dan digunakan oleh para pengguna LHP.
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan telah mengatur sedemikian rupa agar pemeriksa memahami
metodologi dalam pelaporan dengan benar. Adanya permasalahan yang masih muncul terkait
pelaporan setelah Juklak Pemeriksaan Kepatuhan diterapkan selama 2 tahun ini merupakan
tantangan tersendiri bagi Direktorat Litbang.

Beberapa masalah yang mengemuka antara lain penyajian Lembar Pernyataan Tanggung Jawab
Entitas (LPTJE), penyajian Lembar Kesimpulan, penyajian Gambaran Umum, pengungkapan
unsur TP dan penyajian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan. Berangkat dari permasalahan tersebut
kajian ini menuntun Direktorat Litbang untuk lebih mendetailkan isi Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan dengan penjelasan teknis yang disertai contoh penerapannya.

Unsur-unsur pelaporan secara detail disajikan dan diharapkan menjadi acuan bagi pemeriksa
dalam menyusun Laporan Pemeriksaan Kepatuhan. Kajian ini juga berusaha mengakomodir
berbagai masukan dari pemeriksa dalam kajian ini antara lain terkait waktu penandatanganan
LPTJE, pentingnya menyimpulkan Sistem Pengendalian Intern pada penyajian Gambaran Umum
dan perlunya pengaturan waktu (time frame) TLHP dalam LHP Kepatuhan.

86
LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas

KOP SURAT ENTITAS

Tempat, Tanggal
Nomor :
Sifat : Penting
Hal : Penyataan Tanggung Jawab Entitas

Kepada
Yth. (pejabat yang dituju di BPK)
di

Sehubungan dengan pemeriksaan kepatuhan yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa


Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas ...................dengan ini saya sampaikan hal-hal sebagai
berikut:
a) (Entitas) memahami dan mematuhi peraturan perundangan terkait pemeriksaan hal pokok
b) (Entitas) telah menyelenggarakan sistem pengendalian intern atas hal pokok terkait agar patuh
pada peraturan perundang-undangan
c) (Entitas) telah mengidentifikasi dan mengungkapkan segala hal terkait hal pokok kepada
pemeriksa
d) (Entitas) telah menyediakan dokumen dan akses yang sesuai atas segala hal terkait subject matter
yang diperiksa kepada pemeriksa, yaitu (sebutkan dokumen pemeriksaan)
e) Pemimpin entitas bertanggung jawab melakukan tindakan koreksi atas temuan-temuan dalam
pemeriksaan kepatuhan.
Demikian surat ini saya sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya, saya ucapkan terima
kasih.

Pimpinan Entitas

87
Lampiran 2. Contoh Penyajian Lembar Kesimpulan (Sesuai Dengan Pengecualian)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Penanggulangan Bencana Daerah


pada Tahap Prabencana pada Pemerintah Kabupaten X

Pengguna laporan Pemerintah Kabupaten X1


Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK telah melaksanakan Pemeriksaan
Kepatuhan atas Penanggulangan Bencana Daerah pada Tahap Prabencana2 Tahun
Anggaran (TA) 2018 pada Pemerintah Kabupaten X dan Instansi Terkait Lainnya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kepatuhan Pemerintah Kabupaten X atas
penanggulangan bencana daerah pada tahap prabencana TA 20183.

Tanggung Jawab Manajemen


Pemerintah Kabupaten X1 bertanggung jawab atas penyelenggaraan penanggulangan
bencana daerah pada tahap prabencana2 agar sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana terkait penanggulangan
bencana, serta peraturan terkait lainnya4 sehingga bebas dari kesalahan yang material
dan kecurangan.

Tanggung Jawab BPK


Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas kepatuhan penanggulangan
bencana daerah pada tahap prabencana2 TA 2018 pada Pemerintah Kabupaten X dan
instansi terkait lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan

88
BPK mematuhi kode etik BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan
untuk memperoleh keyakinan yang memadai.
Pemeriksaan dilakukan dengan menguji bukti-bukti sesuai dengan prosedur pemeriksaan
yang dipilih dengan pertimbangan pemeriksa dan penilaian risiko termasuk risiko
kecurangan. Dalam melakukan penilaian risiko, pemeriksa mempertimbangkan
pengendalian intern yang relevan untuk merancang prosedur pemeriksaan yang tepat
sesuai dengan kondisi yang ada. BPK yakin bahwa bukti pemeriksaan yang telah
diperoleh adalah cukup dan tepat sebagai dasar menyatakan kesimpulan.

Dasar Kesimpulan
BPK masih menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan terkait
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap prabencana2 pada Pemerintah
Kabupaten X TA 2018 pada subaspek Pelaksanaan dan Penegakan Rencana Tata Ruang
dan subaspek Kesiapsiagaan5. Permasalahan utama6 yang ditemukan yaitu pada
pengaturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang tidak memperhatikan zonasi
kawasan bencana gempa bumi sehingga dapat meningkatkan risiko korban jiwa dan harta
benda. Selain itu, tidak memadainya sistem peringatan dini bencana, pengelolaan logistik,
dan penyediaan jalur evakuasi berpotensi menimbulkan permasalahan pengelolaan
pengungsi pada saat tanggap darurat.

Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, kecuali hal-hal yang dijelaskan pada
paragraf di atas, BPK menyimpulkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
daerah pada tahap prabencana2 TA 2018 pada Pemerintah Kabupaten X dan instansi
terkait lainnya, telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana terkait penanggulangan bencana, serta aturan terkait
lainnya4 dalam semua hal yang material.
1 nama entitas : Pemerintah Kabupaten X
2 hal pokok yang diperiksa : Penanggulangan Bencana Daerah pada Tahap Prabencana
3 tujuan pemeriksaan : untuk menilai kepatuhan Pemerintah Kabupaten X atas
penanggulangan bencana daerah pada tahap prabencana TA
2018

89
4 kriteria utama : Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana terkait
penanggulangan bencana, serta peraturan terkait lainnya
5 dasar kesimpulan (aspek : Pada contoh ini, pemeriksaan terdiri dari dua aspek dan lima
atau subaspek) subaspek. Sebagai dasar kesimpulan, pengecualian terdapat
pada subaspek Pelaksanaan dan Penegakan Rencana Tata
Ruang dan subaspek Kesiapsiagaan.
6 ringkasan permasalahan : Pengaturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dst..
utama/material yang
menjadi pengecualian dan
akibatnya

90
REFERENSI

BPK RI. (2014). Juklak Pemeriksaan Keuangan. Jakarta: Direktorat Litbang.


BPK RI. (2016). Panduan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jakarta:
Direktorat Litbang.
BPK RI. (2016). Petunjuk Teknis Penyusunan LHP Kinerja. Jakarta: Direktorat Litbang.
BPK RI. (2017). Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja (Draft II: 2017). Jakarta: Direktorat
Litbang.
BPK RI. (2017). Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta: Direktorat Litbang.
BPK RI. (2018). Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kepatuhan. Jakarta: Direktorat
Litbang.
BPK RI. (2019). Laporan Hasil Review Itama Tahun 2019. Jakarta: Inspektorat Utama.
GAO. (2018). Generally Accepted Government Auditing Standards. Diakses dari
https://www.gao.gov/products/GAO-18-568G
IAPI. (2012). Standar Audit 580 tentang Representasi Tertulis. Diakses dari http://www.iapi-
lib.com/spap/1/files/SA%20500/SA%20580.pdf
INTOSAI. (2019). The International Standards of Supreme Audit Institutions 4000 (ISSAI 4000).
Diakses dari https://www.issai.org/pronouncements/issai-4000-compliance-audit-
standard/
Intosai Development Initiative. (2018). Compliance Audit ISSAI Implementation Handbook (Draft
Version 0: 01.08.2018). Diakses dari https://www.idi.no/en/elibrary/cdp/3i-
programme/issai-implementation-handbooks/handbooks-english/803-compliance-audit-
issai-implementation-handbook-version-0-english/file
Yellowbook-CPE.com. (2019). The Elements of Audit Findings. Diakses dari https://yellowbook-
cpe.com/questions-answered-by-the-elements-of-an-audit-finding.html

91

Anda mungkin juga menyukai