Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN dan LAPORAN KASUS

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr.SOEKARDJO TASIKMALAYA

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. H dengan


Diagnosa BPH Di Ruang 3 B
RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya

Disusun Oleh:

ANISA SETYAWATI
(C.14201.12.003)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

Jl. Tamansari Gobras PO . BOX 114 Tlp.0265-2350982 Tasikmalaya

2015
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
Laporan Kasus Benigna Hiperplasia Prostat (BPH).
Adapun tujuan Penulis membuat laporan praktek ini untuk meningkatkan
pengetahuan serta memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Pada kesempatan ini juga Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak Bayu Brahmantia, S.Kep.,Ns. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Sistem Perkemihan.
2. Seluruh staff perawat ruang 3B RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya.
3. Pasien dan keluarga atas kerjasamanya terhadap tindakan keperawatan yang di
lakukan dan informasi yang di berikan dalam pembuatan laporan ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangannya. Untuk itu Penulis memohon saran dan kritikan kepada pembaca
agar penulis bisa lebih baik lagi dalam menyusun laporan ini

Tasikmalaya, Mei 2015

Penulis

Laporan Kasus BPH ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
C. Manfaat Penulisan .............................................................................. 2
D. Sistematika Penulisan ......................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar ..................................................................................... 3
1. Definisi ........................................................................................ 3
2. Etiologi ........................................................................................ 4
3. Patofisiologi ................................................................................. 4
4. Manifestasi Klinis ........................................................................ 6
5. Klasifikasi .................................................................................... 7
6. Farmakoterapi .............................................................................. 8
7. Komplikasi ................................................................................... 10
8. Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 10
9. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan .................. 11
10. Pencegahan .................................................................................. 21
B. Diet atau Nutrisi pada Pasien BPH .................................................... 22
C. Terapi Komplementer pada Pasien BPH ........................................... 22
D. Aspek Legal Etik Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH ...............
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN pada PASIEN BPH
A. Pengkajian ..........................................................................................
B. Daftar Diagnosa ..................................................................................
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................
D. Implementasi Keperawatan ................................................................
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................
F. Catatan Perkembangan .......................................................................
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Pembahassan Kasus Berdasarkan Hasil Penelitian ..............................

Laporan Kasus BPH iii


BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..............................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus BPH iv


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah
sehinggga darah bebas dari za-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-
zat yang masih dipergunakan oleh tubuh, zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). (Syaifuddin, 2006. Halaman: 235).
Terdapat bebagai macam gangguan pada sistem urinaria salah satunya yaitu Benigna
Hiperplasia Prostat.
Hiperplasia prostat atau BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran
progresif dari kelemjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau
semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif
Muttaqin, 2011 hal: 257).
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Di
dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini hanya pada kaum
pria karena wanita tidak mempunyai kelenjar prostat (edmedicine, 2009). Di Amerika
serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 60-70 tahun mengalami
gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90 % mengalami BPH (Suryahanto &
Abdul, 2009).
Di indonesia, BPH menjadi urutan kedua setela penyakit batu saluran kemih, dan secara
umum , diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun ditemukan
menderita BPH. Oleh karena itu, jika dilihat dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka
dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan keataas adalah kira-
kira sejumlah 5 juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita
penyakit BPH. (Purnomo, 2009).
Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi
klinis, prosedur diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 1


B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Penulisan Umum
Mampu memahami mengenai masalah keperawatan pada pasien dengan BPH.
b. Tujuan Penulisan Khusus
Mahasiswa mampu:

1) Melakukan pengkajian klien dengan BPH.

2) Merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan BPH.

3) Menetapkan perencanaan klien dengan BPH.

4) Mengaplikasikan tindakan klien dengan BPH.

5) Melakukan evaluasi klien dengan BPH

C. Manfaat Penulisan
Dengan tersusunnya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat menjadi salah satu
manfaat bagi penulis agar dapat lebih memahami bagaimana patologis dari penyakit
benigna prostat hiperplasia.
Bagi instansi pendidikan keperawatan agar dapat memberikan gambaran terhadap
pengaplikasian asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan benigna
hiperplasia prostat (BPH). Dan untuk penelitian selanjutnya untuk menjadi referensi bagi
penelitian mengenai benigna hiperplasia prostat.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibuat dengan menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari; BAB I
pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan dan sitematika penulisan. Dalam BAB II berisi tentang
tinjauan teori menegenai benigna hiperplasia prostat (BPH). BAB III terdiri dari asuhan
keperawatan pada pasien BPH. BAB IV terdiri dari pembahasan kasus,. BAB V terdiri dari
kesimpulan dan saran.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 2


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Prostat adalah kelenjar berukuran seperti buah prem yang terletak di depan anus dan tepat
di bawah kandung kemih anda,dimana urin di simpan.kelenjar prostat mengelilingi
uretra(saluran kencing dan sperma),yang merupakan kanal dimana urin keluar dari tubuh
anda.uretra juga mengeluerkan cairan yang membentuk bagian dari air mani (Reiza Parandika,
2014 hal: 124)
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat
menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-
buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal orang dewasa 20 gram. mcNeal
(1979) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia
prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari
zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang
didalam sel kelenjar prostat, hormon ini akan diubah menjadi metabolik aktif
dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel kelenjar prostat
untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan dan ploriferasi sel kelenjar
prostat. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini
dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80 % pria yang berusia 80
tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga
menimbulkan gangguan miksi. (Basuki B. Purnomo, 2012, hal : 125).
Hiperplasia prostat atau BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran progresif
dari kelemjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif Muttaqin, 2011 hal:
257).
Hiper plasia prostat benigna (benign prostatic hyperplasia, BPH) adalah pembesaran atau
hipertrofi, kelejar prostat. Kelenjar prostat membesar, meluas ke atas menuju kandung kemih
dan menghambat aliran keluar urine.berkemih yang tidak lampias dan retensi urine yang

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 3


memicu statis urine dapat menyebabkan hidronefrosis, hidro ureter, dan infeksi saluran kemih
(urinary tract disease, UTI). Penyebab gangguan ini tidak dipahami dengan baik , tetapi bukti
menunjukan adanya pengaruh hormonal BPH sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40
tahun. (Bruner, 2013. Halaman: 74).

2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan (Purnomo, 2005).
Selain faktor tersebut ada beberapa faktor hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat, yaitu sebagain berikut :
1) Dyhidrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2) Ketidak seimbangan hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria terjadi
peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi
stroma.
3) Interaksi stroma –epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan poliferasi sel transit (Arif
Muttaqin, 2011 hal: 257).

3. Patofisiologi
Sejalan dengan pertumbuhan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia. Jika
prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih) sehingga pada bagian dalam
akan mempersempit saluran uretra prostatisca dan menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap
tahanan uretra prostatica, maka otot detrusor dan kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan perubahan anatomi
dari kandung kemih berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula,
dan diventrikel kandung kemih.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 4


Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,bahkan akhirnya dapat jatuh
kedalam gagal ginjal. (Arif Muttaqin, 2011. Halaman: 258)
Skema Patofisiologi BPH:

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra

Respon obstruksi: Peningkatan tekanan Respon iritasi:


- Pancaran miksi lemah intravesika - Frekuensi meningkat
- Intermitensi - Noktura
- Hesistansi - Urgensi
- Miksi tidak puas - Disuria
- Menetes setelah miksi

Perubahan pola pemenuhan


Gangguan pemenuhan eliminasi urine
eliminasi urine Nyeri miksi

Respon perubahan pada Respon perubahan pada ginjal


kandung kemih: dan ureter:
- Hipertrofi otot destrusor - Refluks vesiko-ureter
- Trabekulasi - Hidroureter
- Selula - Hidronefrosis
- Divertikel kandung kemih - Pielonefritis
- Gagal ginjal

Tindakan pembedahan Respon


psikologis: koping maladaptif
kecemasan

Asuhan kepewatan Kecemasan Gangguan konsep diri


perioperatif (gambaran diri)

(Arif Muttaqin, 2011. Halaman:259)

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 5


4. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala voiding,
storage, dan pasca miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah. Beberapa ahli atau organisasi urologi membuat sistem skoring
yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang
dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah skor internasional gejala
prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0
sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi
nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu (1) ringan; skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluaran urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique)
sehingga jatuh kedalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalambentuk retensi urine
akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, antara lain : (1) volume bui-buli tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada cuaca
dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman
berlebihan, (2) masa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktifitas
seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah mengkonsumsi obat-obatan
yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher
buli-buli, antara lain : golongan anti kolinergik atau adrenergik alfa.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan dipinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 6


3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejaan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal.
Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisis penuh dan teraba
massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan
urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refleks
bulbo-kavernosus untuk menyongkirkan adanya kelainan buli-buli neurogrnik, (2)
mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul,
krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat
kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan
nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin diantara lobus prostat tidak simetris (Basuki B. Purnomo, 2011 hal: 129).
5. Klasifikasi
Menurut Rumahorbo (2000: 71), terdapat empat derajat pembesaran kelenjaar prostat yaitu
sebagai berikut:
1. Derajat Rektal
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat kearah rektum.
Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan,
tidakada nyeri bila ditekandan oermukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat
didapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35 gram. Ukuran
dari pembesaran kelenjar prosat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut:
1) Derajat 0 : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2) Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
3) Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
4) Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
5) Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih darai 4 cm.Pada derajat ini klien
mengeluh jiika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine lemah, harus
mengedan saat BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 7


Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang dengan rectal toucher
tidak teraba menonjol tatapi telah ada gejala, hal in dapat terjadi bila bagian yang membesar
adalah lobus medialis dan modus lateralis.
2. Derajat klinik
Derajat klinik berdasarkan kepala residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai
selesai dan puas, kemudian dilakukan kateterisasi.urine yang keluar dari kateter disebut sisa
urine atau residual urine. Residual urine dibagisebagi berikut:
1) Normal sisa urine adalah nol
2) Derajat I sisa urine 0-50 ml
3) Derajat II sisa uruine 50-100 ml
4) Derajat III sisa uruine 100-150 ml
5) Derajat IV telah terjadi retensi total atauklien tidak dapat BAK sama sekali. Bila kandung
kemih telah penuh dan klien meras kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan
periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa
urine sehingga dapat terjad infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan
kadang-kadang terjadi hematuria.
3. Derajat Intra Vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram,
panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uertra, berarti telah sampai pada stadium
derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-
150 ml, kemungkinan terjadi infeksisemakin hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
menggigil dan nyeri didaerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi
bertambah.
4. Derajat Intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panedoscopy untuk melihat sampai
seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumern uretra. Pada stadium ini telah terjadi
retensio urine total.
6. Farmakoterapi
1) Penghambat reseptor adrenergik-α
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik α
sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa
yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi
keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 8


komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan kelainan
kardiovaskuler lain.
Ditemukannya obat penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang
diakibtakan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat
penghambat adrenergik-α1 adalah:prazosin yang diberikan dua kali sehari, kemudian menyusul
terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obat golongan ini
dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.
Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adenergik- α1A, yaitu
tamsulosin yang sanagat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu
memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut
jantung.
2) Penghambat 5 α-redukstase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrostostesteron (DHT) dari
testoteron yang dikatalis oleh enzim 5 α-reduktstase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar
DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel orostat menurun. Preparat yang tersedia
mu;a-mula adalah Finasteride, yang menghambat 5 α-reduktstase tipe 2. Dilaporkan bahwa
pemberian obat ini 5mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan
penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Saat ini
telah tersedia preparat yan menghambat enzim 5 αAR tipe 1 dan tipe 2 (dual inhibitor), yaitu
Duodart.
FORMAT TABEL (DOI. Ed.11. 2008)

No Nama Indikasi/fungsi Kontra Efek Dosis Interaksi Komposisi


obat indikasi samping obat
1 Cardura Pengobatan Hipotensi Kelelahan, BPH: Simetidi Doxazosin
(pfizer) hiperplasiaprost , sinkop, kelemahan Mula- n mesylat
at ringan gangguan , pusing, mula 1
fungsi sakit mg/hari,
hati, kepala, dapat
kehamila vertigo, dinaikan
n dan mual. samapai
menyusui 2-
. 4mg/hari
;
maksima
l 8
mg/hari.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 9


2 Baxima Infeksi-infeksi Hiper Gangguan Pencega Obat- Cefotaxim
(Sandoz) ginjal dan sensitifita GI, han obat Na
saluran kemih, s perubahan infeksi yang
genitalia, terhadap - prabedah potensial
pencegahan cefalospo perubahan : 1-2 gr nefrotoks
infeksi pra rin. hematolog diberikan ik,
bedah dengan ik, reaksi 30-60 aminobli
resiko infeksi hiper menit kosida,
tinggi, sensitifitas sebelum diuretika
pencegahan , nefritis tindakan kuat,
infeksi pada interstitiali bedah. probenec
pasien-pasien s, id,
dengan anafilaksis antibioti
resistensi yang atau syok ka.
menurun. anafilaktik
, reaksi
lokal pada
tempat
suntikan,
pemebrian
secara IV
dapat
menimbul
kan
phlebitis
atau
therombop
hrebitis,
moniliasis,
vaginatis.

7. Komplikasi
Seiring dengan makin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih karena urine
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan, apabila
tidak diobati, terjadi gagal ginjal (Elizabeth J. Corwin, 2002 hal: 789)
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan rektal dengan jari (digital rectal exmination,
DRE), dan riwayat kesehatan.
2) Urinalisis untuk mendeteksi hematuria dan UTI.
3) Kadar antigen spesifik prostat (prostate-spesific antigen, PSA) diperiksa jika pasien
memiliki minimal 10 tahun harapan hidup harapan hidup dan untuk mereka yang
diketahui mengidap kanker prostat yang akan mengubah penanganan.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 10


4) Cacatan kecepatan aliran urine dan pengukuran residu urine pasca berkemih (post-void
residual. PVR).
5) Studi urodinamik, ueretrokistopi, dan ultrasound dapat dilakukan.
6) Pemeriksaan darah lengkap, termasuk studi tentang pembekuan darah.
(Bruner, 2013. Halaman: 75).
9. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
1. Pre Operasi
Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, obstruksi
urertra sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra.
a. yang ditandai dengan :
- Distensi kandung kemih
- Ada masa pada daerah suprapubik
- Urine tak bisa keluar
- Nokturia
- Hematuri
- Nyeri tekan kandung kemih
- Klien mengeluh BAK menetes
- Sakit waktu BAK
- Klien ragu-ragu untuk berkemih

b. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih, ditandai dengan:


- Klien tampak kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Klien mengatakan nyeri di daerah perut bagian bawah
- Klien mengatakan nyeri pada waktu mau BAK
c. Ansietas berhubungan dengan pronogis pembedahan, tindakan invasif diagnostik,
ditandai dengan :
- Klien mengatakan takut untuk dioperasi
- Rencana klien operasi sudah terjadwal
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya.
Ditandai dengan :
- Klien dan keluarga tampak cemas
- Klien mengungkapkan masalah tentang penyakitnya

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 11


e. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kateterisasi
sistotomi ditandai dengan : klien dipasang kateter / sistotomi
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ginjal ditandai dengan:
- Adanya luka operasi
- Terpasang selang irigasi
- Terpasang selang drainage
- Terpasang kateter
- Klien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan prosedure pembedahan, ditandai
dengan :
- Terpasang selang irigasi terpasang kateter
- Kilen mengeluh perasaan tidak nyaman pada daerah suprapubik
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya,
ditandai dengan :
- Klien dan keluarga tampak cemas
- Klien mengungkapkan masalah tentang penyakitnya
d. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka ditandai
denngan:
- Adanya luka operasi
- Terpasang selang iirigasi
- Terpasang selang drainage
- Pemasangan kateter
e. Resiko terhadap tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
prosedure anestesi, ditandai dengan: adanya ronchi, klien batuk. (Arif Muttaqin,
2011 hal: 260)

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 12


Intervensi Keperawatan
INTERVENSI
No. Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
Pre operasi: 1. Kaji pola berkemih, 1. Mengetahui pengaruh
1. Dx 1: Tujuan: dan catat produksi iritasi kandung kemih
Gangguan Setelah dilakukan urine setiap 6 jam. dengan frekuensi miksi
pemenuhan asuhan keperawatan 2. Menghindari 2. Mencegah oven
eliminasi urine dalam waktu 7x24 jam minumm banyak distensi kandung kemih
berhubungan pola eliminasi optimal dalam waktu singkat, akibat tonus otot
dengan retensi sesuai dengan kondisi menghindari alkohol detrusor menurun.
urine, obstruksi klien. dan diuretic.
urertra sekunder Kriteria hasil : 3. Kaji urine dan sistem 3. Rertensi dapat terjadi
dari pembesaran - Frekuensi miksi kateter/drainase, karena edema area
prostat dan dalam batas 5-8 x/24 khususnya selama bedah, bekuan darah
obstruksi uretra. jam irigasi kandung dan spasme kandung
- Persisapan kemih. kemih.
pembedahan 4. Perhatikan waktu, 4. Kateter biasanya
berjalan lancar. jumlah berkemih dan dilepas 2-5 hari setelah
- Respon pasca bedah, ukuran aliran setelah bedah, tetapi berkemih
meliputi: kateter kateter dilepas. dapat berlanjut menjadi
tetap dlam kondisi masalah untuk
baik , tidak ada beberapa waktu karena
sumbatan aliran edema ueretra dan
darah melalui kehilangan tonus.
kateter, dantidak 5. Dorong pemasukan 5. Memepertahankan
terjadi retensi pada cairan 3.000 ml hidrasi adekuat dan
saat irigasi. sesuai toleransi. perfusi ginjal untuk
aliran urin.
6. Kolaborasi dalam 6. Untuk mengurangi
pemberian adregenik resistensi otot polos
α, prostat.

7. Kolaborasi dalam
7. Tindakan endourologi
tindakan Trans
adalah tindakan invasif
Uretral Reseksi
minimal untuk reseksi

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 13


Prostat. prostat. Lebih aman
apa bila pada klien
yang mengalami resiko
tinggi pembedahan
tidak perlu insisi
pembedahan.
2. Nyeri Tujuan: 1. Kaji nyeri, 1. Meberi informasi untuk
berhubungan Setelah dilakukan perhatikan lokasi, membantu dalam

dengan inflamasi asuhankeperawatan internsitas (sakala 0- menentkan


selama 24 jam,nyeri 5) lamanya. pilihan/keefektifan
jaringan ginjal.
hilang dan terkontrol. intervensi.
Kriteria Hasil: 2. Pertahankan tirah 2. Tirah baring mungkin
- Klien tampak baring. diperlukan pada awal
rileks/tidak gelisah selama proses retensi
- Kilen tidka akut.
mengeluh nyeri 3. Berikan tindakan 3. Meningkatkan
- Skala nyeri 1 dari 5 kenyamanan, pijat relaksasi memfokuskan
- Tidak ada nyeri saat punggung, kembali perhatian dan
BAK. membantu posisi dapat meningkatkan
yang nyaman, kembal perhatian dan
mendorong dapat meningkatkan
pengunaan relaksasi kemapuan koping.
latihan napas dalam
4. Berikan obat sesuai 4. Diberikan untuk
dengan idikasi. menghilangkan nyeri
berat, memberikan
relaksasimental dan
fisik.
3 Ansietas Tujuan: 1. Buat hubungan 1. Menunjukjan perhatian
berhubungan - Dalam waktu 3 hari saling percaya dan keinginan untuk

dengan pronogis klien dapat dengan pasien dan membantu.


mengurangi rasa orang teerdekat
pembedahan,
takut atau cemas 2. Berikan informasi 2. Membantu klien
tindakan invasif
Kriteria Hasil; tentang prosedur dan memahami tentang
diagnostik.
Dalam eaktu 1 hari tes khusus dan apa tujuan dari apa yang
klien dapat mengurangi yang terjadi dilakuakan dan
cemasnya dengan danketahui berapa mengurangi masalah

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 14


kriteria: banyak informasi karena ketidak tahuan
- Klien tampak rileks yang diinginkan namun kelebihan
- Mengatakan klien. informasi tidak
pengetahuan yang membantu dan
akuran tentang meningkatkan ansietas.
situasi
3. Mengatakan
- Penurunan ras takut 3. Pertahankan perilaku
penerimaan dan
- Cemas menurun nyata dalm
menghilangkan rasa
melakukan prosedur
malu pasien.
atau menerima klien,
lindungi privasi
klien.
4. Dorong pasien atau
4. Mengidentifikasikan
orang terdekat untuk
masalah memeberi
mengatakan masalah
kesempatan untuk
atau perasaan.
menjawab pertanyaan
atau memperjelas
kesehatan konsep dan
soslusi pemecahan
masalah.
5. Beri penguat
5. Memungkinkan pasien
informasi pasien
untuk menerima
yang di berikan
kenyataan
selanjutnya.
danmenguatkan
kepercayaan pada
pemberi keperawatan
dan
pemberianinformasi.
4 Kurang Tujuan: 1. Kaji ulang proses 1. Memberi dasar
pengetahuan Klien dapat penyakit pengalaman pengetahuan dimana

berhubungan mengetahui tentang pasien pasien dapat membuat


penyakitnya. pilihan informasi terapi
dengan kurang
Kriteria Hasil: 2. Berikan informasi 2. Mungkin ketakutan yan
informasi tentang
Klien dapat bahwa penyakit tidak tidak dibicarakan.
penyakitnya
mengidentifikasi ditularkan secara
hubungan tanda dan seksual.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 15


gejala proses penyakit 3. Berikan informasi 3. Memiliki tentang
dengan kriteria: dan dorong informasi dan
- Klien mengatakan pertanyaan dan memahami implikasi
pemahaman tentang tingkat dialog tindakan lanjut sesuai
proses penyakitnya. tentang masalah dengan afek
- Kelien dapat penampilanseksual.
mengidentifikasi 4. Diskusiakan 4. Menurunkan resiko
hubungan tanda dan perlunya terapi tidak tepat.
gejala proses pemberitahuan pada
penyakit perawat kesehatan
- Melakukan lain tentang diagnosa
perubahan pola
hidup.
- Berpartisispasi
dalam program
pengobatan.

5 Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi keluaran 1. Diuresis cepat dapat


terhadap Dapat memperhatikan dengan hati-hati tiap menyebabkan

kekurangan hidarasi yang adekuat jam. Perhatikan kekurangan volume


tidak terjadi keluaran 100-200 cairan karena ketidak
volume cairan
kekurangan volume ml/jam. cukupan jumlah
berhubungan
cairan. natrium diabsorpsi
dengan
Kriteria hasil: dalam tubulus ginjal.
kateterisasi
- Tanda-tanda vital
sistotomi stabil 2. Dorong pengeluaran 2. Klien dibatasi
- Nadi perifer teraba pemasukan oral pemasukan oraldalam
- Pengisian kapiler berdasarkan upaya mengontrol
baik < 3 detik. kebutuhan individu. gejala urinaria
- Membran mukosa hemoragik
lembab. pengurangan cadangan
dan peningkatan resiko
dehidrasi hipovolemia.

3. Awasi Tekanan
3. Menampilkan deteksi
darah, nadi dengan
dini atau intervensi

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 16


sering evaluasi hipovolemik sistemik.
pengisisan kapiler
dan membaran
mukosa oral.
4. Tingkatkan tirah 4. Menurunkan kerja
baring dengan kepala jantung, memudahkan
tinggi. homeostatis sirkulasi.
5. Awasi elektrolit 5. Bila pengumpulan
khususnya Natrium cairan terkumpul di
Kalium area ekstraseluler,
natrium dapat
mengikuti perpindahan
menyebabkan
hiponatremia.
6. Berikan caiiran IV 6. Menggantikan
(garam fual kehilangan cairan dan
hipertonik) seuai Natrium untuk
kebutuhan. mencegah atau
memperbaiki
hipovolemi.

Post Operasi
1 Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji nyeri, 1. Nyeri tajam, intensitas
berhubungan Setelah dillakukan danperhatikan lokasi dengan dorongan

dengan asuhan keperawatan intensitas (0-5). berkemik/pasase urine


selama 3x24 jam nyeri sekitar kateter
terputusnya
hilang dan terkonntrol. menunjukan spasme
kontinuitas
Kriteria Hasil: blass, pendekatan supra
jaringan
- Klien tampak pubik (biasanya
rileks dan tidak menurun setelah 48
gelisah jam)
- Klien tidak 2. Berikan tindakan 2. Menurunkan tegangan
mengeluh nyeri. kenyamanan (masase otot, memfokuskan

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 17


- Skala nyeri 0 dari terapeutik) dan kembali perhatian dan
1-5. aktifitas terapeutik, dapat meningkatkan
penggunaan teknik respon koping.
relaksasi termasuk
latihan napas dalam,
visualisasi, pedoman
imajinasi.
3. Berikan analgesik 3. Mengurangi nyeri.
seuai indikasi

2 Perubahan Tujuan: 1. Awasi pemasukan 1. Indikator


eliminasi urine Klien dapat berkemih dan pengeluaran keseimbangan cairan

berhubungan dengan jumla normal cairan. dan kebutuhan


tanpa rretensi. penggantian pada
dengan prosedure
Kriterian Hasil: irigasi kandung kemih,
pembedahan
- BAK tidak sakit awasi pentingnya
- Tanpa retensi perkiraan kehilangan
darah dna secara akurat
mengkaji haluran urine.
2. Observasi drainase 2. Perdarahan tidak umum
kateter. terjadi setelah 24 jam
pertama.
3. Evaluasi waran, 3. Untuk mengidentifikasi
konsisteniurine. diskrasia darah adalah
Contoh: masalah pembekuan
- merah terang sistemik.
dengan bekuan
darah.
- peningkatan
viskositas warana
keruh gelap
denganbekuan darah.
- perdarahan dengan
tidak ada bekuan
darah.
4. Inspeksi balutan/luka 4. Perdarahan dapat

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 18


drain. dibuktikan atau
disingkirkann dalam
jaringan perineum.
5. Awasi tanda-tanda 5. Dehidrasi
vital, perhatikan danhipovolemia
peningkatan nadi dan memerlukan intervensi
pernapasan, cepat untuk mencegah
penurunan tekanan berlanjut ke syok.
darah, diaforesi,
kelambatan
pengisian kapiler dan
membranmukosa
kering.
6. Dorong pemasukan 6. Membilas ginjal atau
cairan 3000 ml/hari kandung kemih dari
kecuali kontrol bahan terapi dapat
indikasi. mengakibatkan
intoksikasi cairan bila
tidak seimbang.
7. Kolaborasi dengan 7. Berguna dalam
lab, evaluasi kehilangan
pemeriksaansesuia darah atau kebutuhan
indikasi; Hb, penggantian.
Ht,jumlah sel darah
merah.
3 Kurang Tujuan: 1. Kaji implikasi 1. Memberikan dasar
pengetahuan Dalam waktu 6 x 24 prosedur dan pengarahan dimana

berhubungan jam klie dapat harapan masa depan. pasien dapat membuat
memahami tentang pilihan informasi.
dengan kurang
penyakitnya. 2. Tekanan perlunya 2. Meningkatkan daasar
informasi tentang
Kriteria hasil: nutrisi yang baik pengarahan dan
penyakitnya
- Klien mengatakan dorong konsumsi mencegah komplikasi,
pemahaman buah, meningkatkan menurunkan resiko
tentang proses diet tingi serat. perdarahan pasca
penyakit operasi.
- Klien dapat 3. Diskusikan 3. Meningkatkan tekanan

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 19


mengidentifikasi pembatasan aktifitas abdominal yang
hubungan tanda awal contonya meenempatkan stress
dan gejala proses menhindari pada kandung kemih
penyakit. mengangakat berat, dan prostat
- Melakukan latihan keras dan menimbulkan resiko
perubahan pola lain-lain. perdarahan
hidup. 4. Instrukisikan 4. Melatih kemandirian
- Berpartisipasi perawatan kateter dan kompresi dalam
dalam program bila ada. perawatan diri.
perawatan.
4 Resiko Tujuan: 1. Pertahankan sistem
terjadinyainfeksi Tidak terjadi infeksi kateter steril: berikan

berhubungan Kriteria hasil: perawatan kateter


- Tidak ada tanda- reguler dengan sabun
dengan adanya
tanda infeksi dan air berikan salp
luka terbuka
(rubor, dolor, antibiotik disekitar
kalor, tumor, sisi kateter.
fungsiolaesa). 2. Awasi tanda-tanda
vital, perhatikan
demam ringan,
menggigil, nadi dan
pernapasan cepat.
3. Obsrvasi drainase
dan luka kateter
suprapubik.
4. Ganti balutan dengan
sering membersihkan
dan mengeringkan
kulit sepanjang
waktu.
5. Kolaborasi, dan
berikasn terapi
sesuuai dengan
indikasi.
5 Resiko terhadap Tujuan: 1. Awasi frekuensi atau 1. Perubahan pada
tidak efektifnya Tidak ada gangguan kedalaman pernapasan, otot
pada sistem pernapasan, catatat aksesoris pernapasan

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 20


bersihan jalan pernapasan. kemudahan dan atau adanya ronchi
nafas Kriteria hasil: bernapas, auskultasi atau mengi diduga

berhubungan - Tidak ada sputum bunyi napas, selidiki adanya retensi sekret.
- Tidak ada ronchi kegelisahan, dipsneu,
dengan prosedure
- Frekuensi nafas terjadinya cyanosis.
anestesi
normal 18-22 2. Tinggikan kepala 30- 2. Memudahkan drainase
x/menit. 40O (head up), atur sekret, kerja
posisi klien dehghan pernapasan dari
semi folwer. ekspansi paru.
3. Dorong medan, bila 3. Mobilisasi sekret untuk
pasien mampu membersihkan jalan
napas dan membantu
mencegah komplikasi
pernapasan.
4. Kolaborasi 4. Membantu
pemberian O2. menudahkan untuk
mendapatkan O2.

10. Pencegahan
Menurut penelitian, risiko terkena pembesaran terkena pembesaran prostat jinak (BPH)
dapat dicegah melalui konsumsi makan yang kaya akan serat dan protein, serta rendah
lemak, hindari juga konsumsi daging merah. Berikut ini juga contoh-contoh makanan
dengan kadar serat tinggi:
- Kacang hijau
- Beras merah
- Gandum
- Brokoli
- Kubis
- Lobak
- Bayam
- Apel
Berikut ini contoh-contoh makanan dengan kadar protein tinggi :
- Ikan
- Telur
- Kacang kedelai

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 21


- Susu rendah lemak
- Dada ayam

B. Diet atau Nutrisi pada Pasien BPH


Pembesaran prostat jinak BPH :
Study penelitian telah menguji hubungan antara faktor diet dengan resiko BPH. Faktor-faktor
berikut terkait dengan penurunan resiko dalam study epidemiologi:
- Membatasi atau menghindari produk hewani dan minyak nabati: beberapa study telah
melihat kaitan antara asupan total daging dan produk hewani yang tinggi (terutama daging
sapi dan produk susu) dengan BPH. The Health Professionals Follow-Up Study menemukan
bahwa konsumsi yang lebih tinggi dalam total protein, protein hewani, asam lemak tak
jenuh ganda, dan minyak nabati semuanya terkait dengan BPH
- Asupan produk kedelai : bukti epidemiologi menunjukan bahwa pria Asia memiliki risiko
lebih rendah terkena penyakit prostat dari pada pria barat : perbedaannya tampak terkait
sebagian dengan asupan tinggi isoflavon yang ditemukan dalam makanan Asia, khususnya
produk kedelai.
- Asupan energi yang lebih rendah : beebrapa penelitian telah menunjukan hubungan antara
asupan kalori yang lebih tinggi dengan risiko yang
C. Terapi Komplementer pada Pasien BPH
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaikai gejala
akibat obstruksi prostat, tetapi data farmakologi tentang kandungan zat aktif yang mendukung
mekanisme kerja obat fitofarmaka sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai: anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone
dinding globulin (SHBG), Inhibisi Basic Fibroblas Growth Factor dan epidermal growt factor,
menghancurkan metabolisme prostaglandin, efek anti inflammasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat kandungan ini banyak terdapat pada buah manggis
yang dapat mencegah pembesaran prostat.

D. Aspek Legal Etik Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 22


BAB III
KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Usia : 81 Th
Jenis Kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Cerai mati

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 23


Pekerjaan : Buruh
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : Kp. Muara Rt/Rw 014/002, Ds.Sukarame, Kec.Sukarame,
Kab. Tasikmalaya

2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri saat berkemih
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengkajian pada hari jum’at tanggal 8 mei 2015 jam 15.30 wib
P: Klien mengeluh sakit pada saat berkemih, dan sering berkemih namun sedikit-sedikit.
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: nyerimenjalar ke area pubis
S : Skala nyeri 3 dari 0-5
T : Nyeri dirasakan saat brekemih.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Dari pernyataan klien, klien mengalami penyakit BPH sudah sejak 4 tahun yang lalu
namun gejalanya hilang timbul. Sebelumnya klien hanya mengatasi penyakitnya dengan
ramuan tradisional yaitu menggunakan air godokan daun sirkak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang dialami klien.

6. Riwayat psikososial dan spiritual


Orang yang terdekat dengan pasien adalah keluarganya yaitu anaknya. Interaksi dalam
keluaraga sangat baik, dampak penyakit pasien terhadap keluarga yaitu keluarga dan klien
merasa cemas terhadap kondisi klien, klien tampak ingung , klien tampak kooperatif.
Kondisi soiritual klien selalu berdoa untuk kesembuhannnya dan melakukan sembahyang
secara mandiri.

7. Pola Aktivitas Sehari-hari


No. Aktivitas Sebelum sakit Saat sakit
1. Pola Nutrisi

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 24


a. Makan
 Frekuensi 2 x sehari 3 x sehari
 Porsi 1 porsi habis ½ porsi

 Alergi makanan Tidak ada Tidak ada

 Gangguan Tidak ada Anoreksia


Tidak ada Tinggi garam
 pantangan
b. Minum
± 5-6 gelas/hari 3-4 gelas sehari
 Frekuensi
± 500-600 cc ± 400-500 cc
 Jumlah
Air putih, teh,jamu Air putih
 Jenis
Tidak ada Tidak ada
 Gangguan
2 Pola Eliminasi
a. BAB
 Frekuensi 1 kali sehari 1 kali sehari
 Konsistensi Lembek Lembek

 Warna Kuning Kuning

 Bau Khas Khas

b. BAK
± 3-4 kali sehari >10 kali sehari
 Frekuensi
- -
 Jumlah
Kuning Kuning
 Warna
Tidak ada Nyeri saat kemih
 Gangguan
Tidak ada Tidak ada
 Alat bantu
3 Pola Istirahat dan Tidur
a. Tidur siang Tidak tentu ±1 jam
b. Tidur malam ±7-8 jam ±7-8 jam
c. Gangguan Tidak ada Tidak ada
4 Personal Hygiene
a. Mandi 4 x sehari Washlap
b. Gososk gigi 2 x sehari Belum
c. Keramas 2 x seminggu Belum
d. Gunting kuku Apabila dirasa Belum
panjang
5 Pola Aktivitas Kemandirian Mandiri Dibantu keluarga

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 25


8. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
GCS : 15
E4 : Refleks
V5 : Orientasi baik
M6 : Menurut perintah
c. Tanda-tanda Vital :
Tekanan Darah : 210/80 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 370C
d. Pengkajian Fisik
1) Sistem Kardiovaskuler
 Inspeksi : mukosa bibir tidak sianosis, lembab, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik
 Palpasi : dak teraba kardiomegali dan tidak teraba massa, P : 83 x/menit
 Perkusi : bunyi perkusi normal.
 Auskultasi : BJ S1-S2(lub-dup), mur-mur dan gallop (-), irama reguler
2) Sistem Pernafasan
- Inspeksi : dada simetris, tidak ada cuping hidung, tidak ada retraksi
dinding dada
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
- Perkusi : bunyi perkusi normal.
- Auskultasi : tidak ada secret, bunyi napas normal.
3) Sistem Pencernaan
 Inspeksi : bibir lembab, bersih, mukosa mulut lembab, mual muntah (-), bentuk
perut datar, asites (-), warna kulit anikterik, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), ttidak
teraba massa, pembesaran hati(-).
 Auskultasi : BU 10x/menit
 Perkusi : bunyi timpani

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 26


 Palpasi : tidak teraba massa, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
4) Sistem Endokrin
Tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid
5) Sistem Perkemihan
Adanya peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada saat BAK, urin keluar menetes,.
6) Sistem Integumen
 Inspeksi : kebersihan baik, warna sawo matang, lesi (-), turgor kulit > 2
detik(elastisitas menurun faktor degeneratif), bentuk kuku simetris, sianosis (-),
rambut bersih, uban (+), allopesia (-).
 Palpasi : turgor kulit menurun >2 detik untuk kembali ke semula ketika
ditekan
 Perkusi :-
 Auskultasi : -
7) Sistem Persarafan :
 N. Olfaktorius : Fungsi penciuman baik, klien dapat membedakan bau.
 N. Optikus : Klien dapat melihat objek dengan baik.
 N. Okulomotoris : Klien dapat menggerakan bola mata kesegala arah.
 N. Troklearis : Klien dapat menggerakan pupil saat diberi cahaya.
 N. Trigeminus : Klien dapat mengunyah dengan baik.
 N. Abdusen : Klien mampu menggerakan bola mata.
 N. Facialis : Klien mampu mengerutkan dahi.
 N. Auditorius : Klien dapat mendengar suara dengan baik.
 N. Glosofaringeus : Klien mampu berbicara dengan baik.
 N. Vagus : Klien mampu menelan dengan baik.
 N. Assesorius : Klien mampu menoleh ke kanan dan ke kiri.
 N. Hipoglosus : Klien dapat menggerakan dan menjulurkan lidah.
8) Sistem Muskuloskeletal :
 Ekstermitas atas : Dalam batas normal.
 Ekstermitas bawah : Dalam batas normal.
9) Sistem Pancaindra : Dalam batas normal.
9. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan laboratorium : 02-04-2015

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 27


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode Interpretasi
HEMATOLOGY
HO1 Hemoglobin 13,8 P:12-16 ; L:14-18 g/dl Auto Normal
H14 Hematokrit 39 P:35-45; L:40-50 % Analyz
H15 Jml Leukosit 4900 Dws: 5.000-10.000 /mm3 er
Bayi:7000-17.000
H22 Trombosit 217.000 ‘150.000-350.000 /mm3
KARBOHIDRAT
K46 Glukosa 116 100-110 mg/dl -
FAAL GINJAL
K04 Ureum 27 15-45 mg/dl Urease Normal
kinetik
UV
K05 Kreatinin 1,16 P:0,5-0,9; L:0,7- mg/dl Kinetik Normal
1,20 Jaffe
ELEKTROLIT
K27A Natrum, Na 145 135-145 mmol/L ISE Normal
K28A Kalium. K 4,0 3,5-5,5 mmol/L ISE Normal
K29A Kalsium, Ca 1,22 1,10-1,40 mmol/L ISE Normal
b. Hasil Pemeriksaan Radiologi
Cor dan pulmo tidak tampak kelainan
c. Hasil USG Abnomen
Ginjal Kanan :
Ukuran tidak membesar, kontur normal, parenkin normal, parekim normal, intensitas
gema normal. Batas tekstur parekin dengan central echocomplek normal. Tampak lesi
kistik ukuran 0,65 x 0,6 cm di pole tengah. Tidak tampak bayangan
hiperkholik/massa. Sistem pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdieteksi.
Ginjal Kiri :
Ukuran tidak membesar, kontur normal, parekin normal, intesitas gema normal. Batas
tekstur perekin dengan central echocomplek normal. Tampak lesi kistik ukuran 0,97 x
0,89 cm di pole tengah. Tidak tampak bayangan hiperholik/massa. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Ureter tidak terdeteksi.
Vesika Urinaria :
Tampak kolaps.
Prostat :

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 28


Membesar, kontur lobulated,ukuran 5,36 x 5,37 x 7,85 cm, volume 126,35 gram,
tekstur relatif homogen, indentasi 3,16 cm.
Kesan :
 Pembesaran kelenjar prostat
 Simple cyst kedeua ginjal
d. Therapi/pengobatan
1. Ceftiriaxone 2 x 19 gr.
2. RL 20 tetes/menit.
2.1. Analisa Data
No. Data Intervensi Data Masalah

1. Ds: Hiperplasia Prostat Gangguan


pemenuhan
- Klien mengatakan
eliminasi urine.
sering berkemih. Penyempitan lumen uretra

- Klien mengatakan urin


Respon obstruksi
yang keluar sedikit-
sedikit.
Gangguan pemenuhan
Do:
eliminasi urine.
- Klien tampak ragu-
ragu untuk berkemih.
- Frekuensi berkemih
meningkat
- Nyeri tekan pada
kandung kemih.
2. Ds : Hiperplasia prostat Perubahan pola
eliminasi urine;
- Klien mengeluh nyeri
Nyeri miksi
saat berkemih.
Penyempitan lumen uretra
- Klien mengeluh sering
berkemih namun
sedikit- sedikit Respon iritasi
Do :
- Klien tampak sesekali
meringis. Perubahan pola eliminasi
- Dari hasil pemeriksaan urine Nyeri miksi

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 29


USG terdapat kesan :
Pembesaran kelenjar
prostat dan Simple cyst
kedua ginjal
Di Ginjal kanan
tampak lesi kristik
ukuran 0,65 x 0,6 cm
di poli tengah. Di
ginjal kiri tampak lesi
kristik ukuran 0,97 x
0,89 cm di pole tengah
3. Ds : Hiperplasia prostat Ansietas
- Klien mengatakan
bingung akan tindakan
Penyempitan lumen uretra
pembedahan
- Klien mengatakan
takut dan merasa Respon iritasi
cemas akan tindakan
pembedahan.
Do : Perubahan pola eliminasi
- Klien bertanya-tanya urine Nyeri miksi

akan tindakan operasi


- Tanda-tanda vital:
Tindakan pembedahan
- Tekanan Darah:
respon psikologis: koping
210/80 mmHg
maladaptif.
- Nadi: 83x/menit
- Respirasi: 22x/menit
- Suhu: 37oC Kecemasan

B. Daftar Diagnosa

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 30


1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine, obstruksi urertra
sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra. (NANDA, NIC, NOC, 2011.
Halaman 939. Kode diagnosa 00016).
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ginjal. (NANDA, NIC, NOC, 2011.
Halaman 939. Kode diagnosa 00016).
3. Ansietas berhubungan dengan pronogis pembedahan, tindakan invasif diagnostik
(NANDA, NIC, NOC, 2011. Halaman 45. Kode diagnosa 00146).

intervensi.doc

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 31


F. CATATAN PERKEMBANGAN
Tangga
NO Dx Catatan Perkembangan Pelaksana
l
1 9 Mei 1 S : Klien mengatakan ferkuensi berkemih sudah tidak terlalu sering Anisa
2015 O: Frekuensi berkemih berkurang. Setyawati
A: Ganguan pemenuhan eliminasi.
P : Lanjutkan intervensi pemberiaan adergik.
I : Memberikan terapi sesuai dengan prosedur.
E : Frekuensi berkemih berkurang.
R : Pantau pengeluaran urine setiap 6 jam.

2 9 Mei 2 S : Klien mengatakan nyeri masih ada pada daerah perut bagian bawah. Anisa
2015 O : Skala nyeri 3 darai 0-5 Setyawati
A : Nyeri Miksi
P : Berikan terapi sesuai denga program
I : Memberi Cefotaxim Na
E : Nyeri berkurang
R: Kaji ulang faktor-faktor yang menyebabkan nyeri.
3 9 Mei 3 S :Kien mengatakan bingung akan tindakan operasi Anisa
2015 O : Klien tampak bertanya-tanya. Setyawati
TTV:
TD: 130/80 mmHg
N : 80x/menit

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 32


R: 22 x/menit
S: 37oC
A : Cemas Teratasi
P : siapkan intevesi pelaksanaan bedah
I : memberikan informasi mnegenai prosedur bedah
E : klien tampak tenang.
R : kaji ulang faktor yang memicu kecemsan.

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. PENDAHULUAN
Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia yang selanjutnya disingkat BPH
merupakan penyakit tersering kedua penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia.1,2
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses
penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon
Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah
yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar.
Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60 persen, tetapi
gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat
pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejala-
gejalanya.4,5,6.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko terjadinya BPH yaitu usia, riwayat
keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola makan tinggi lemak hewani, olah
raga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, aktifitas seksual.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 33


B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan rancangan kasus
kontrol. Pada penelitian ini populasi studi adalah semua penderita yang ditemukan di rumah
sakit Dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang yang terpilih untuk masuk ke
dalam kelompok kasus atau kelompok kontrol. Besar sampel yang digunakan yaitu 52 sampel
kasus dan 52 sampel kontrol
C. HASIL
Rerata umur subjek penelitian adalah 65,90 ± 9,1 untuk kelompok kasus,sedangkan pada
kelompok kontrol rerata umur responden sebesar 56,85 ± 9,1. Proporsi riwayat keluarga
responden pada kelompok kasus 59,6% (31 responden) lebih besar daripada kelompok kontrol
19,2% (10 responden). Proporsi konsumsi makanan berlemak pada kelompok kasus memiliki
frekuensi yang tinggi sebesar 53,8% (28 responden) sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok kontrol yaitu 44,2% (23 responden. Proporsi aktifitas seksual responden dalam 1
minggu pada kelompok kasus dan kelompok kontrol paling banyak pada frekuensi 1 kali dalam
seminggu. Pada kelompok kasus 40,4 % (21 responden) lebih kecil daripada kelompok kontrol
51,9 % (27 responden). Frekuensi rendah dalam mengkonsumsi makanan berserat pada
kelompok kasus sebesar 76,9 % (40 responden) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
kontrol sebesar 34,6 % (18 responden).
Proporsi pada kelompok kasus yang kurang berolahraga sebesar 67,3 % (35 responden)
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 40,4 % (21 responden). Riwayat
penderita Diabetes Mellitus (DM) dengan proporsi sebesar 32,7 % (17 responden) dijumpai
pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol sebesar 7,7 % (4
responden). Responden memiliki kebiasaan merokok dengan proporsi pada merokok sebesar
84,6 % (44 responden) sedangkan pada kelompok kontrol proporsi merokok sebesar 44,2 % (23
responden) dan 55,8 % (29 responden). Proporsi riwayat kebiasaan minum-minuman beralkohol
pada kelompok kasus sebesar 34,6 % (18 responden) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok
kontrol sebesar 21,2 % (11 responden). Hasil analisis bivariat risiko untuk terkena BPH dengan
kategori umur _ 50 tahun 4,566 kali lebih besar dibandingkan kategori umur < 50 tahun dan
hasil analisis bermakna secara statistik pada 95% CI : 1,537-13,565 dan nilai p = 0,004.
Riwayat keluarga berpengaruh terhadap terjadinya BPH dengan OR = 6,2 (95% CI = 2,560-
15,016 ; p = 0,0001). Riwayat obesitas dimasa lalu menunjukkan bahwa riwayat obesitas bukan
sebagai fator risiko dimana Odds Rasio yang didapatkan 1,784 dan tidak bermakna secara

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 34


statistik dengan nilai p = 0,156 (95% CI = 0,799-3,987). Mengkonsumsi makanan berlemak
bukan merupakan faktor risiko terjadinya BPH dengan odds ratio (OR) sebesar 1,471 dengan 95
% CI = 0,679-3,185 dan secara statistik tidak bermakna dengan nilai p = 0,327. Aktivitas
seksual yang melakukan hubungan seksual > 1 kali/minggu dan melakukan hubungan seksual _
1 kali/minggu tidak memberikan pengaruh terhadap kejadian BPH dengan nilai OR = 1,185 ;
nilai p = 0,320 dan 95% CI = 0,528-2,662. Mengkonsumsi makanan berserat dengan frekuensi
rendah didapatkan OR = 6,296 pada 95% CI = 2,660-14,905. Risiko terkena BPH dengan
aktifitas berolahraga < 3 kali perminggu selama 30 menit adalah 3,039 kali lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki yang melakukan aktifitas _ 3 kali perminggu selama 30 menit
dengan 95% CI = 1,363-6,775. Laki-laki dengan riwayat penyakit Diabetes Mellitus memiliki
risiko 5,829 kali lebih besar untuk terkena BPH dan hasilnya bermakna secara statistik pada
95% CI =: 1,803-18,838 dengan nilai p = 0.001. Kebiasaan merokok _ 12 batang perhari
mempunyai risiko lebih besar terkena pembesaran prostat jinak dibandingkan laki-laki yang
bukan perokok. Besar risiko 6,935 (95% CI = 2,733-17,596) dan secara statistik bermakna
dengan nilai p = 0,0001. Kebiasaan minum-minuman beralkohol tidak memberikan pengaruh
terhadap kejadian BPH dengan nilai OR = 1,973 ; nilai p = 0,126 dan 95% CI = 0,821-4,744.
Hasil analisis secara multivariat pada penelitian ini menunjukkan 4 variabel yang terbukti
berpengaruh terhadap kejadian pembesaran prostat jinak yaitu variabel umur (OR adjusted =
6,24 ; 95% CI =1,71-22,99), riwayat keluarga (OR adjusted = 5,28 ; 95% CI = 1,78-15,69), pola
makan-makanan berserat (OR adjusted = 5,35 ; 95% CI =1,91-14,99), gaya hidup merokok (OR
adjusted = 3,95 ; 95% CI =1,34-11,56). Tingkat risiko laki-laki yang mempunyai umur _ 50
tahun, riwayat keluarga, konsumsi makanan rendah serat, kebiasaan merokok memiliki tingkat
risiko untuk mengalami kejadian BPH sebesar 93,27 %.
D. PEMBAHASAN
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap terjadinya BPH

Laki-laki yang memiliki umur _ 50 tahun memiliki risiko sebesar 6,24 dibanding dengan
laki-laki yang berumur < 50 tahun. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai
menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah menderita BPH sebesar 5,28
kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah
menderita BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen yang
menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 35


berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek
biologic plausibility dari asosiasi kausal. Laki-laki dengan frekuensi yang rendah dalam
mengkonsumsi makanan berserat memiliki risiko 5,35 lebih besar untuk terkena BPH
dibandingkan dengan yang mengkonsumsi makanan berserat dengan frekuensi tinggi. Diet
makanan berserat diharapkan mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar dan akan
memberikan lingkungan yang akan menekan berkembangnya sel-sel abnormal. Kebiasaan
merokok mempunyai risiko 3,95 lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki
kebiasaan merokok. Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.
Faktor risiko yang tidak terbukti berpengaruh terhadap terjadinya BPH
Analisis bivariat menunjukkan riwayat obesitas tidak mempunyai risiko terkena BPH
disebabkan karena recall bias (bias mengingat) riwayat kegemukan yang pernah dialami
responden. Berat badan responden didasarkan atas persepsi atau perkiraan responden bukan
dari hasil pengukuran.Frekuensi makanan tinggi lemak jenuh bukan merupakan faktor risiko
karena biasa informasi dimana responden melakukan perkiraan yang tidak tepat dalam
menentukan makanan yang dikonsumsi, dan adanya keterbatasan ingatan pada responden
karena usia. Aktifitas seksual bukan merupakan faktor risiko terhadap kejadian BPH
disebabkan adanya bias informasi, dikarenakan responden kurang kerjasama sehingga
menjawab asal saja atau tidak tahu dan lupa. Kebiasaan berolahraga dilihat dari seberapa kali
responden berolahraga dalam seminggu dan waktu yang dibutuhkan dalam berolahraga
sehingga memungkinkan adanya bias responden dimana responden melakukan perkiraan yang
tidak tepat dalam menentukan berapa kali berolahraga dalam seminggu.Adanya riwayat
penyakit DM tidak terbukti sebagai faktor risiko terjadinya BPH, dikarenakan proporsi yang
hampir sama antara kelompok kasus dan kontrol. Minum-minuman beralkohol bukan
merupakan faktor risiko karena adanya biasinformasi dimana responden melaka ukan perkiraan
yang tidak tepat dalam menentukan jumlah minum-minuman beralkohol dan adanya
kecenderungan untuk tidak mengakui pernah minum-minuman beralkohol.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap terjadinya BPH adalah Umur >50 tahun
(OR adjusted = 6,24 ; 95% CI : 1,71-22,99), riwayat keluarga (OR adjusted =5,28 ; 95% CI :
1,78-15,69), kurangnya makan-makanan berserat (OR adjusted = 5,35 ;95% CI : 1,91-14,99),
kebiasaan merokok (OR adjusted = 3,95 ; 95% CI : 1,34-11,56). Faktor risiko yang tidak
terbukti berpengaruh terhadap kejadian BPH adalah obesitas, konsumsi makanan berlemak,

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 36


aktivitas seksual, aktifitas berolahraga, riwayat penyakit. Diabetes Mellitus, kebiasaan minum-
minuman beralkohol.

Berdasarkan simpulan tersebut maka disarankan bagi Dinas Kesehatan untuk meningkatkan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai faktor risiko, tanda, gejala, pencegahan dan
pengobatan BPH. Melakukan kegiatan monitoring prevalensi BPH, dilaksanakan secara
berkesinambungan. Bagi masyarakat disarankan untuk melaksanakan pola hidup sehat, lebih
waspada terhadap adanya faktor risiko terhadap kejadian BPH terutama bagi laki-laki yang
berumur lebih dari 50 tahun, adanya keluhanyang mengarah ke penyakit BPH perlu
diwaspadai.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Hiperplasia prostat atau BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran progresif
dari kelemjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika. Terdapat tanda
dan gejala khusus pada pasien dengan BPH yaitu:
 Keluahan pada saluran kemih bagian bawah
 Gejala pada saluran kemih bagian atas
 Gejala diluar saluran kemih
Dalam laporan kassus pada pasien BPH diruangan 3B RSUD DR.Soekardjo pada Tn. H
didapatkan 3 diagnosa preoperasi yaitu gangguan pemenuhan eliminasi urine berhubungan
dengan retensi urine, obstruksi urertra sekunder dari pembesaran prostat dan obstruksi uretra,
kemudian nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ginjal, dan ansietas berhubungan
dengan pronogis pembedahan, tindakan invasif diagnostik.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui
tentang Asuhan Keperawatan pada pasiendengan gangguan sistem perkemihan dengan kasus

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 37


BPH dan dapat memberikana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang mengalami
BPH.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 12. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: salemba
Medika.

Purnomo B, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sugeng Seto.

Corwin,Elizabeth J. 20009. Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Wilkison, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: dignosis NANDA, intervensi NIC,
kriteria hasil NOC. Ed.9. Jakarta: EGC.

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus BPH 38

Anda mungkin juga menyukai