Pencapaian terkait data yang dijabarakan dalam buku ini, lebih mengarah pada kekerasan
yang terjadi semata-mata hanya dilontarkan pada kaum muslim secara komrehensif sedangkan
konflik kekerasan yang tidak proporsional seperti kekerasan politik itu lebih mengara pada
kelompok non muslim. Disatu sisi kita sebagai penikmat buku ahmad t kuru ini, seakan diajak
berkencan dengan kekerasan sesungguhnya hanya dipantik dan lahir dari islam itu sendiri tanpa
menyisipkan sedikit konflik barat yang selama ini besar pengaruhnya terhadap konflik yang
terjadi berbagai Negara yang ada di dunia umumnya.
Dalam penjajahan dan pendudukan barat misalnya, konflik yang sebenarnya dipicu oleh
colonial barat semestinya yang menjadi bahan acuan dalam memberikan deskripsi terkait dengan
konflik kekerasan yang mendunia, antara barat dan timur, seharusnya dilihat dari bentuk sebab
akibat sesuatu itu terjadi. Sebuah contoh kecil dari pendapat Frants fanon bahwa kolonialisme
prancis tidak meninggalkan banyak pilihan selain menggunakan kekerasan bagi masyarakat al
jazair untuk melawan kolonialisme prancis demi mempertahankan eksistensi sebagai manusia
dan martabat Negara tersebut. Mohammad ayub juga menyatakan bahwa kolonialisme baratlah
yang mempopulerkan kaum islamis radikal dengan membuat ulama pasif tersingkir dimata
pemuda muslim, yang memandang bahwa islamis yang gagah dan berani melawan kolonialisme
dan pendudukan barat. Seperti yang terjadi di arab Saudi, membentuk kelompok salafi yang
konon merupakan sebuah kelompok garis keras.
Sehingga dengan ini kiranya kita sebagai akademisi islam tentu tidak serta merta
mengonsumsi kajian keislaman apapun itu terlebih terkait dengan konflik yang saat ini sering
jadi perbincangan public diseluruh dunia yakni terorisme.