Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana Orientalisme dan Politik Tribal Berperan Penting Di Dunia Saat Ini?

(Untuk pertemuan: Senin, 27 September 2021)

Dosen Pengampu : Teguh Santosa, MA.

Nama : Fryadiva Meshia Sihabudin

NIM : 11201130000006

Kelas : Hubungan Internasional 3C

“Orientalism is a way of coming to terms with the Orient that is absed on the Orient’s special
place in European Western experience.” – Edward Sais (1979:1)

Pembahasan Orientalism secara sederhana dikenal sebagai teori Postkolonial berisikan


ilmu kepentingan untuk menguasai bangsa lain di luar bangsa barat. Kajian ini pertama kali
dikemukakan oleh Edward Sais. Secara terminologis, Orientalisme terdiri dari dua kata yaitu;
Oreiental yang berarti ‘ketimuran’ dan Isme yang berarti ‘paham’. Lebih dalam mengenai
paham Orientalism tidak bisa diartikan secara idealis. Hal ini didasari karena di dalamnya
terdapat rencana kekuasaan yang dilakukan oleh pihak barat terhadap bangsa timur.

Kajian Orientalism yang semakin tersebar luas pada awalnya dilakukan para colonial
secara negosiasi dengan penguasa timur. Hal ini dilakuak Amerika Serikat kepada Afrika. Pada
akhirnya pemikiran Orientalisme membuat banga timur sebagai kaum pinggiran. Singkatnya
pihak barat sebagai ‘Center’ dan selainnya disebut ‘others’. Sering dipahami bahawasanya
bangsa barat memandang rendah bangsa timur.

Dampak postkolonial terasa dalam berbagai aspek seperti; sosial, politik, ekonomi,
budaya, hingga yang paling penting memasuki permasahalan identitas. Sering kali bangsa barat
memandang perbedaan dengan timur sebagai dominan, persemakmuran, wilayah
perlindungan. Sehingga muncul perasaan Superioritas oleh barat, dan inferioritas untuk bangsa
diluar Eropa atau barat. Puncak terjadinya Orientalisme terjadi sekitar abad ke-19 dan ke-20,
disebut pula sebagai masa keemasannya.

Guru besar filsafat Islam di Universitas Al-Azhar, Mahmud Hamdy Zaqzuq dalam
bukunya menjelaskan kajian Orientalisme pada tahun 1984. Buku terjemahan yang berjudul
Orientalisme dan Latar belakangnya ini mengkaji tiga pembahasan menarik. Diantaranya yaitu
pandangan sekilas terkait pekembangan dan pertumbuhan Orientalisme, Sikap positif dan
negative Orientalisme, terakhir yaitu bagaiaman sebetulnya sikap seoarang muslim dalam
menghadapi gerakan Orientalisme.

Dalam konteks timur khususnya ajaran agama Islam, Mahmud Hamdy juga
menjelaskan berbagai syarat yang biasa dilakukan untuk penyebaran paham Orientalisme ini.
Pertama yang paling penting adalah para Colonizer harus mampu mempelajari Bahasa bangsa
timur. Dalam hal ini pemerintah revolusi Paris berhasil membuat sekolah Bahasa Timur, dan
menerbitkan berbagai buku-buku ilmiah melalui Silvestre de Sascy (yang nantinya akan
menjadi tokoh Orientalis dizamannya). Kedua, mengatahui segala macam kekufuran dan kajian
pembedanya satu dengan lain. Terakhir adalah bangsa barat harus mampu membedakan
dalih/bantahan yang biasa digunakan umat islam, tujuannya adalah untuk bisa mematahkan
bantahan tersebut.

Mahmud Hamdy juga menjelaskan bahwasanya terdapat berbagai macam jenis


Orientalis. Ia membaginya kedalam dua gambaran umum, yaitu Fanatis dan Relistis.
Singkatnya Mahmud mengambil kesimpulan bahwa tidak semua kelompok Orientalis selalu
dipandang buruk. Beberapa peneliti barat yang memang pada dasarnya memiliki sikap objektif
dan tidak memihak siapapun.

Pembahasan Orientalisme yang membuat pihak barat seakan memandang rendah


bangsa timur memiliki keselaran dengan istilah politik tribal (suku). Politik Tribal sangat
penting untuk dikaji karena memiliki urgensi yang nyata terjadi diberbagai negara termasuk
Indonesia. Amy Chua dalam karyanya yang berujudul Political Tribes: Group Instinct and the
Fate of Nations mengatakan bahwasanya naluri tribalisme ini semakin terbuka lebar karena
adanya panggung demokrasi.

Politik Tribal menjadi sangat sulit disadari keberadaan dan akibatnya oleh berbagai
pihak. Tribal erat dengan sebuah istilah Market-dominant minority yang berperan sebagai
penguasa diwilayah suatu bangsa tertentu. Permasalahan yang biasanya memicu dalam sudut
pandang Tribalisme ini ialah keadaan dimana kaum Minoritas disuatu bangsa mampu
menyaingi atau mendominasi.

Pada umumnya pembagian kelas atau strata klasfikasi tribal didasari oleh suku, ras atau
agama. Terbukti ketika terpilihnya Obama sebagai president Amerika Serikat, menimbulkan
rasa kekhawatiran atau terancam warga kulit putih dan pada awalnya menimbulkan Tindakan
intimidasi. Akan tetapi lebih penting dari itu, Tribalisme sangat terasa pada bidang ekonomi
suatu bangsa. Hal ini didasari karena keyakinan mereka yang menyatakan bahwa kekayaan
merupakan tonggak atau pusat bagaimana suatu kelompok mampu memiliki kekuasaan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa kajian Orientalisme berhubungan dengan Politik
Tribal. Hal ini didasari karena bagaimana bentuk kemurkaan bangsa barat apabila keadaan
ekonomi dikuasai atau dipegang oleh mereka para minoritas (dalam hal ini berarti bangsa
timur, atau diluar barat). Kekhawatiran ini juga dipicu karena banyak terjadi pemberontakan.

Amy Chua memaparkan bahwasanya mereka yang berperan sebagai market-dominant


minority berperang sebagai pihak atau alasan utama berbagai konflik ketegangan diseluruh
negara. Serta Tribalisme menjadi sebuah insting kuat dan paling dalam yang dimiliki oleh
setiap manusia. Dalam skala Internasional, Tribalisme meliputi ketegangan berbagai suku dan
pihak politik terkait pertentangan kekuasaan.

Politik Tribal juga sangat terasa relavan di Indonesia, dimana akan selalu menimbulkan
sengketa untuk memperebutkan dominasi penguasaan ekonomi. Indonesia sendiri sebagaimana
dipaparkan Amy Chua dihuni oleh 3% kaum china sebagai minoritas yang mampu menguasai
>70% keadaan ekonomi. Tentu hal ini mengalahkan para mayoritas dan menimbulkan
kekhawatiran atau tribalisme didalamnya.

Pada akhirnya penting untuk kita saat ini memahami dua pembahasan utama dalam
tulisan ini, yaitu Orientalisme dan Politik Tribal. Dengan kita memiliki wawasan kedua hal ini,
kedepannya akan memiliki pertimbangan bukan hanya pada aspek Intoleransi, atau politik pada
biasanya. Hal ini juga merupakan bentuk pembelajaran atas kejadian Amerika Serikat yang
salah dan kurang tepat mengambil Tindakan pada perang Vietnam diawal tahun 2000an lalu.

REFERENSI

Chua, Amy. 2018. Political Tribes: Group Instinct and the Fate of Nations. New York:

Hall, Stuart. 1996. Introduction: Who Needs ‘Identity’? dalam Stuart Hall dan Paul Du Gay,
(eds),Question of Cultural Identity. London: Sage Publication.

Maufur, Mustolah. 1995. Orientalisme: Serbuan Ideologis dan Intelektual. Jakarta: Pustaka

Penguin Press.

Ratna. Prof. Dr. Nyoman Kutha. 2004. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Said, Edward. 1978. Orientalism. London: Penguin.

Wellek, Rene. Warren, Austin. 1956. Theory of Literature. New York: A Harvest Book.

Zaqzuq, Mahmud Hamdy. 1984. Orientilisme dan Latar Belakang Pemikirannya. Diterbitkan
oleh: Fa. Al-Muslimun dan diterjemahkan oleh: Luthfie Abdullah Ismail.

Anda mungkin juga menyukai