Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH EKONOMI PUBLIK DAN ANALISIS KEBIJAKAN

DOSEN: Dr. Vid Adrison, S.E., M.A.

ANALISIS KEBIJAKAN
STUDI KASUS: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN (PERMENDAG)
NOMOR 57 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN HARGA ECERAN TERTINGGI
(HET) BERAS

DISUSUN OLEH:

SARAH GHANIA 2006551581

MAGISTER PERENCANAAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
a. Tujuan Kebijakan
Tujuan dari diterbitkannya kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57
Tahun 2017 Tentang Penatapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras yang kemudian disingkat
adalah untuk menjaga stabilitas dan kepastian harga beras serta keterjangkauan harga beras di
konsumen. Adapun latar belakang pemerintah menerbitkan kebijakan ini adalah karena harga beras
masih rentan mengalami fluktuasi dan cenderung terus meningkat terutama pada saat terjadi
kelangkaan beras sehingga hal tersebut berakhir dengan inflasi pada perekonomian.

b. Sistem Insentif Kebijakan


Sistem insentif dari kebijakan ini adalah punishment berupa sanksi administratif berupa
pencabutan izin usaha oleh pejabat penerbit izin, sanksi tersebut akan dilakukan setelah diberikan
peringatan tertulis paling banyak dua kali oleh pejabat penerbit izin.

c. Stakeholders
Stakeholder yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung adalah stakeholders yang
terlibat dalam pola distribusi perdagangan beras. Secara umum pola distribusi perdagangan beras
di Indonesia adalah sebagai berikut:
Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Eceran – Konsumen
Kriteria pedagang besar umumnya adalah pedagang yang memiliki ribuan ton stok beras,
mempunyai armada angkutan yang banyak, memiliki gudang penyimpanan hingga memiliki
penggilingan berskala besar. Kelompok yang termasuk pedagang besar antara lain: pedagang besar
terdiri dari distributor, subdistributor, agen, pedagang pengepul, pedagang grosir, eksportir, dan
importir. Sedangkan kelompok pedagang eceran terdiri dari supermarket/swalayan dan pedagang.
Adapun dampak dari adanya kebijakan ini dapat mempengaruhi perilaku dari masing-masing
stakeholder. Untuk lebih jelasnya mengenai dampak kebijakan penetapan HET bagi setiap
stakeholders dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Identifikasi Biaya dan Manfaat Masing-Masing Stakeholder


No Stakeholder Perilaku Identifikasi Biaya Identifikasi Keterangan
Manfaat
1 Petani Menjual gabah Potensi adanya - Tidak
dengan harga kerugian karena Langsung
rendah terdapat tekanan
dari pelaku usaha
untuk menekan
harga gabah
sehingga pelaku
usaha bisa menjual
beras sesuai dengan
No Stakeholder Perilaku Identifikasi Biaya Identifikasi Keterangan
Manfaat
HET yang
ditetapkan
2 Penggilan Potensi Penggilangan kecil - Langsung
padi skala berhentinya tidak mampu
kecil kegiatan mendapatkan
operasional keuntungan jika
menjual beras
sesuai dengan
aturan HET karena
tidak akan menutup
biaya produksi
3 Penggilangan Menjual beras Berkurangnya Masih Langsung
padi skala sesuai dengan insentif karena mampu
besar aturan HET margin produksi bersaing
yang telah dan Harga Eceran sehingga
ditetapan Tertinggi (HET) masih
beras yang menipis mendapatkan
keuntungan
4 Pedagang Potensi Dikenakan sanksi Mendapatkan Langsung
Eceran terjadinya pasar administratif berupa keuntungan
gelap pencabutan izin karena
usaha oleh pejabat menjual
penerbit izin beras di atas
harga HET
5 Konsumen Daya beli - Adanya Langsung
konsumen kepastian
terjaga harga
terutama
pada saat
terjadi
kelangkaan
beras

d. Analisis
1. Ketentuan HET berdasarkan Permendag No 57 Tahun 2017
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 57 Tahun 2017 menetapkan Harga Eceran
Tertinggi (HET) berdasarkan jenis beras yaitu HET beras medium dan HET beras premium pada 8
wilayah besar di Indonesia. Beras medium adalah adalah jenis beras yang memiliki spesifikasi
derajat sosoh minimal 95%, kadar air maksimal 14% dan butir patah maksimal 25%. Sedangkan
beras premium adalah jenis beras yang memiliki spesifikasi derajat sosoh minimal 95%, kadar air
maksimal 14% dan butir patah maksimal 15%. Adapun pembagian HET tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2. Ketentuan HET berdasarkan Permendag No 57 Tahun 2017

No Wilayah HET Medium (Rp / HET Premium (Rp /


Kg) Kg)
1 Jawa, Lampung, 9.450 12.800
Sumatera Selatan
2 Sumatera, kecuali 9.950 13.300
Sumatera Selatan
3 Bali dan Nusa Tenggara 9.450 12.800
Barat
4 Nusa Tenggara Timur 9.950 13.300
5 Sulawesi 9.450 12.800
6 Kalimantan 9.950 13.300
7 Maluku 10.250 13.600
8 Papua 10.250 13.360
Sumber : Kementerian Perdagangan

2. Sturuktur Pasar Gabah - Beras di Indonesia


Struktur kepengusahaan beras di Indonesia terbagi ke dalam tiga sektor yaitu:
• Hulu : benih, pupuk, obat dan sarana produksi
• On-farm : Aktivitas budidaya padi di sawah
• Hilir : usaha pemrosesan padi dan perdagangan beras
Bentuk integrasi yang paling umum terjadi pada struktur kepengusahaan beras adalah sektor
on-farm dengan sektor hilir. Umumnya, para petani mendominasi kegiatan hulu dan on-farm
sedangkan semakin hilir peranannya akan semakin berkurang, begitupula dalam keputusan
penentuan harga jual (gabah maupun beras). Di Indonesia, struktur kepengusahaan beras umumnya
banyak didominasi pada kegiatan pasca produksi yang dicerminkan dengan keterlibatan banyak
pelaku dalam proses bisnisnya. Pengambilan kepurusan harga akan sangat tergantung dari interaksi
dari sektor hulu-hilir dimana semakin panjang keterlibatan banyak pihak dalam produksi akan
berimplikasi pada pergerakan harga jual beras yang terdapat di pasar.
Di level petani tercipta kondisi pasar persaingan sempurna yang tercermin dari melimpahnya
komoditas pertanian yang homogen. Kondisi sebaliknya terjadi di level pedagang, para pedagang
pengumpul/tengkulak yang jumlahnya relatif sedikit cenderung membentuk pasar oligopoli
sehingga mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga. Secara umum, struktur pasar gabah
dan beras tidak kompetitif atau termasuk dalam struktur pasar oligopsoni, oligopoli dan
monopolistik.Struktur pasar tersebut memungkinkan petani dan konsumen pada posisi yang lemah
dan pengusaha penggilingan dan pedagang beras pada posisi dominan untuk mempengaruhi harga
pasar. Adapun, struktur pasar gabah-beras secara umum dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1 Struktur Pasar Gabah-Beras di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik,2020.

3. Dampak Kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun


2017 Terhadap Keseimbangan Pasar.
Pada tahun 2016, harga rata-rata beras medium adalah sekitar Rp 10.944/ kg sedangkan
harga rata-rata beras premium adalah Rp 13.500-14.200/kg. HET yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk jenis beras medium berkisar antara Rp 9.450-10.250 dan untuk jenis
beras premium berkisar antara Rp 12.800 – 13.600. Hal tersebut mencerminkan bahwa
HET yang ditetapkan oleh pemerintah berada di bawah rata-rata harga keseimbangan pasar.
Dampak dari penetapan HET dibawah harga keseimbangan pasar adalah terjadinya excess
demand pada pasar beras medium karena permintaan lebih tinggi dibandingkan penawaran. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

S
S

E
E Pk0
Pk0
HET
HET

Excess demand D D

Q0 Q0

Gambar 2 Gambar 3
HET Beras Medium HET beras Premium
Di Indonesia, pangsar pasar beras medium adalah sebesar 75% dari total beras nasional.
Dengan adanya kebijakan HET yang ditetapkan pemerintah menyebabkan penggilingan
padi dan pedagang beras lebih memilih untuk memproduksi beras premium karena biaya
produksi dari beras medium dan premium tidak jauh berbeda sehingga dengan melakukan
migrasi produksi beras medium ke beras premium dianggap masih memberikan insentif
margin diatas biaya produksi. Dampak dari banyaknya pelaku usaha yang beralih dari
memproduksi beras medium ke beras premium adalah pasokan beras medium yang
perlahan berkurang hingga menyebabkan kelangkaan beras medium. Tingginya permintaan
akan beras medium dan terjadinya kelangkaan beras medium menyebabkan harga beras
medium perlahan terkerek naik, hingga saat ini harga beras medium di pasar ritel Indonesia
secara konsisten selalu berada diatas harga HET. Harga beras medium masih diperdagangkan
dengan kisaran harga rata-rata Rp11.550-Rp11.800/kg pada hampir seluruh pasar di semua
provinsi. Sementara untuk beras premium rata-rata diperdagangkan di kisaran harga Rp12.600-
Rp13.050 / kg atau mendekati harga HET untuk beras premium. Dampak dari hal tersebut adalah
adanya potensi timbulnya pasar gelap yang menjual beras medium dengan harga yang lebih tinggi
dibanding HET beras medium namun dibawah harga beras premium untuk memenuhi kelebihan
permintaan beras medium. Sedangkan pada pasar beras premium tidak terjadi kelangkaan beras
karena selain harga beras premium dijual mendekati harga HET, permintaan beras premium tidak
sebesar beras medium.

4. Dampak sistem insentif kebijakan terhadap perubahan perilaku ke arah yang diinginkan
untuk mencapai tujuan kebijakan
Dalam Permendag No 57 Tahun 2017 telah ditetapkan bahwa bagi pelaku usaha yang tidak
menjual beras sesuai dengan ketentuan HET yang telah ditetapkan maka akan dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan izin usaha oleh penerbit izin, hal ini dilakukan agar semua pelaku
usaha mentaati kebijakan ini. Namun pada faktanya, harga beras terutama harga beras medium
masih berada diatas harga HET. Harga beras sesuai dengan HET hanya terdapat di pasar-pasar
induk, sedangkan jika beras tersebut sudah didistribusikan ke hilir maka harga beras dipastikan
akan naik. Faktor-faktor yang menyebabkan pelaku usaha masih menjual beras diatas harga HET
diantaranya:
• Ongkos produksi untuk beras medium masih tinggi, hal ini disebabkan salah satunya oleh harga
gabah di tingkat petani. Harga gabah di tingkat petani saat ini adalah sekitar Rp 5000, sedangkan
jika beras medium ingin dijual di tingkat HET maka harga gabah diestimasikan sekitar Rp 4000.
Hal tersebut menyebabkan sulitnya implementasi harga beras medium sesuai dengan HET yang
ditetapkan karena akan memberatkan pelaku usaha.
• Sulitnya monitoring pedagang terutama di pasar tradisonal sehingga pengawasan yang
dilakukan pemerintah belum maksimal dan berimplikasi pada terabaikanya kebijakan HET.
• Panjangnya rantai ditribusi pedangangan beras menyebabkan pergerakan harga semakin ke hilir
akan semakin meningkat
Harga beras medium yang masih berada diatas harga HET mengindikasikan bahwa punishment
berupa sanksi administratif dari kebijakan ini belum mampu mendorong pelaku usaha untuk
mentaati kebijakan tersebut.

5. Dampak kebijakan tersebut terhadap economic efficiency dan equity


Ditetapkannya Permendag No 57 Tahun 2017 tentang Harga Eceram Tertinggi (HET) beras
berdampak pada economic efficiency dan equity. Economic efficiency mengacu pada konsep pareto
efisien dimana ada better off dan worse off yang diterima oleh salah satu pihak. Tujuan ditetapkannya
kebijakan HET adalah untuk menjaga kestabilan harga beras dan daya beli konsumen, karena selama ini
harga beras sering kali “liar” yang tercermin dengan jatuhnya harga beras ketika hasil panen berlimpah
dan meroket saat ketersediaannya terbatas. Oleh karena itu, adanya HET akan lebih memberikan
kepastian harga kepada konsumen terutama pada kondisi kelangkaan yang seringkali menyebabkan
harga beras menjadi sangat tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai dampak kebijakan Permendag No
57 Tahun 2017 terhadap economic efficiency dan equity dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Kesejahteraan Pelaku Usaha

A
B
C
D
E

Kesejahteraan Konsumen

Struktur pasar gabah dan beras yang bersifat tidak kompetitif dimana para pedagang
pengumpul/tengkulak yang jumlahnya relatif sedikit cenderung membentuk pasar oligopoli
sehingga mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga. Struktur pasar tersebut
memungkinkan petani dan konsumen pada posisi yang lemah dan pengusaha penggilingan dan
pedagang beras pada posisi dominan untuk mempengaruhi harga pasar. Sebelum adanya kebijakan
HET dimana kekuatan pedagang dalam mempengaruhi harga lebih dominan maka social walfare
yang terbentuk berada di titik A atau B dimana kesejahteraan pelaku usaha lebih besar besar
disbanding dengan kesejahteraan konsumen. Adanya kebijakan HET akan mempengaruhi
economic efficiency dan equity dimana terjadi pergeseran dari titik A ke titik C sehingga
kesejahteraan antara pelaku usaha dan konsumen lebih seimbang. Adapun better off dan worse off
yang diterima antara lain:
• Beter off yang terjadi akibat adanya kebijakan tersebut adalah meningkatnya kesejahteraan (net
walfare) konsumen karena dapat menikmati harga beras yang lebih stabil terlebih saat kondisi
dimana terjadi kelangkaan beras.
• Worse off yang terjadi akibat adanya kebijakan tersebut adalah berkurangnya net walfare dari
pelaku usaha karena kekuatan pedagang untuk mempangaruhi harga pasar akan berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Antaranews. 2021. Tak Dinikmati Petani, Pemerintah Perlu Evaluasi Kebijakan Harga Beras. Diakses
dari: https://www.antaranews.com/berita/2001141/tak-dinikmati-petani-pemerintah-perlu-evaluasi-
kebijakan-harga-beras
Badan Pusat Statistik. 2020. Distribusi Perdagangan Komoditas Beras Tahun 2020. Badan Pusat
Statistik: Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2020. Profil Komoditas Beras. Badan Pusat Statistik: Jakarta
Bisnis.com. 2016. Pasokan dan Harga Beras: Ini Data di Awal Bulan. Diakses dari:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160202/99/515115/pasokan-dan-harga-beras-ini-data-di-awal-
februari-2016
Budiyanti, Eka. 2017. Dampak Kebijakan Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Komoditas Gula.
Majalah Info Singkat DPR RI: Jakarta
Detik.com. 2020. Biang Kerok Harga Beras Medium Di Atas HET. Diakses dari:
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4998208/biang-kerok-harga-beras-medium-di-
atas-het/2
Katadata. 2017. Dampak Aturan HET: Pasokan Langka, Pedagang Pilih Jual Beras Premium. Diakses
dari : https://katadata.co.id/inside/2017/09/27/dampak-aturan-het-pasokan-langka-pedagang-pilih-
jual-beras-premium
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 57 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras

Anda mungkin juga menyukai