Anda di halaman 1dari 16

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA

Sudi Mardianto, Yana Supriatna dan Nur Khoiriyah Agustin

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161

ABSTRACT

Rice and unhusked rice marketing systems are highly correlated with farmers’ income. The
paper discusses rice and unhusked rice marketing patterns in Indonesia and observes the function of each
channel in details. Food marketing system is affected by the government policy, but how the government
intervenes in a
market is still debatable. Types and targets of the government’s intervention in market mechanism are
different between the developing and developed countries. Currently the consumers’ preference changes from
purchasing rice as a commodity to rice as a product. It should satisfy the following criteria, namely
containing certain nutrients, low glucose content, and organic product. The consumers’ preference change
results in rice marketing patterns, which are segmented into income groups. At farm level, however, unhusked
rice and rice marketing patterns do not change significantly. The paper describes marketing patterns in three
regions in Indonesia during the controlled price (New Order) period and free market era. Rice policy in the
country is highly correlated with Bulog. Thus, role of and results achieved by Bulog are presented.
Key words : unhusked rice, rice, marketing, government’s role

ABSTRAK

Sistem pemasaran gabah dan beras memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan tingkat pendapatan
petani. Makalah ini mengkaji tentang pola pemasaran gabah dan beras di Indonesia untuk melihat secara
lebih
mendalam fungsi dari masing-masing tingkatan perdagangan gabah dan beras. Sistem pemasaran
pangan tidak terlepas dari peranan pemerintah, namun bagaimana peranan pemerintah dalam suatu pasar
seharusnya masih menjadi polemik. Bentuk dan sasaran intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar
tersebut bervariasi antara negara maju dengan negara berkembang. Dewasa ini mulai terjadi perubahan
preferensi konsumen yang tidak lagi sekedar membeli beras sebagai komoditas, namun mulai bergeser ke
arah beras yang dipandang sebagai produk, yakni yang mengandung nutrisi tertentu, kandungan glukosa yang
rendah dan proses produksi yang tidak menggunakan bahan kimia. Perubahan preferensi konsumen tersebut
berdampak terhadap pola pemasaran beras yang tersegmentasi menurut kelas-kelas pendapatan konsumen.
Berkaitan dengan pola pemasaran gabah dan beras, hingga saat ini pola pemasaran gabah dan beras di
tingkat petani tidak mengalami perubahan yang berarti. Untuk membuktikan hal tersebut, maka diuraikan
perkembangan pola pemasaran di tiga daerah di Indonesia pada periode harga terkendali (Orde Baru)
dan periode pasar bebas. Kebijakan perberasan di Indonesia juga sangat terkait dengan Bulog, sehingga
peranan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh Bulog relevan untuk disajikan.
Kata kunci : gabah, beras, pemasaran, peranan pemerintah

PENDAHULUAN Rendahnya pendapatan petani dise-


babkan oleh beberapa kebiasaan yang tidak
tepat, khususnya dalam penyimpanan
Secara umum pendapatan yang diteri- padi. Sebagian petani ada yang langsung
ma petani belum memadai dibanding dengan menjual seluruh hasil panennya dan membeli
jerih payah yang telah dikeluarkannya dalam bentuk beras atau menyimpan sebagian,
ditam- bah dengan risiko kegagalan panen. se- dangkan sebagian lain dijual atau
Tingkat pendapatan yang diterima petani dikonsumsi sendiri seluruhnya. Pola
bergantung pada berbagai faktor yang penyimpanan gabah
mempengaruhi pro- duktivitas lahan. Beberapa yang dipilih petani, berkaitan dengan
indikator menun- jukkan bahwa di beberapa beberapa
daerah banyak pe- tani yang belum menikmati hal seperti tingkat harga gabah yang
hasil jerih payah- nya secara memadai. berlaku di pasaran, kemampuan penanganan
pasca pa- nen, dan kebutuhan uang kontan
untuk keper- luan sehari-hari termasuk untuk
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 :membiayai
116 - 131 usahataninya.

116
Disamping masalah tersebut di atas, dalam pemasaran pangan, ditemui beberapa
salah satu sumber rendahnya harga jual ga- bentuk dari yang cukup ekstrim dengan keter-
bah yang diterima petani adalah panjangnya libatan secara langsung dalam operasional,
mata rantai pemasaran gabah. Hasil studi awal seperti di negara Afrika tahun 1960-an, sampai
menunjukkan bahwa tingkatan perdagangan yang hanya sebatas dalam bentuk pembinaan
gabah terdiri dari pedagang tingkat desa, pe- dan penciptaan iklim yang mendorong tercip-
dagang tingkat kecamatan, pedagang tingkat tanya pemasaran pangan yang sehat.
kabupaten dan pedagang besar yang akan Pangan merupakan komoditas yang
memproses gabah menjadi beras dan men- vital dan sangat strategis karena merupakan
jualnya ke konsumen. Oleh karena itu, untuk kebutuhan dasar yang pertama dibutuhkan
membantu petani mendapatkan harga yang oleh setiap manusia. Oleh karena itu peme-
lebih layak perlu dilakukan suatu kajian ten- nuhan kebutuhan pangan tidak dapat ditunda-
tang pola pemasaran beras untuk melihat se- tunda. Sementara itu komoditas pangan atau
cara lebih mendalam fungsi dari masing-ma- hasil pertanian pada umumnya mempunyai
sing tingkatan perdagangan gabah. karakteristik khusus karena produksinya dipe-
ngaruhi oleh faktor musim.
Peran Pemerintah Dan Perkembangan Dengan berbagai pertimbangan bah-
Sistem Pemasaran wa masalah pangan memiliki kekhususan dari
sisi kebutuhan, produksi, dan pasar, maka pe-
Sistem pemasaran merupakan bagian
merintah berupaya untuk ikut berperan dalam
yang penting dari mata rantai barang sejak
pemasaran pangan. Cukup menarik untuk
diproduksi sampai ke tangan konsumen. Sis-
mengkaji bagaimana perkembangan sistem
tem pemasaran juga dapat menentukan efi-
pemasaran dan peran pemerintah dalam
siensi pasar suatu tata niaga barang termasuk
pemasaran pangan sejalan dengan semakin
pangan. Pemasaran yang menimbulkan biaya
berkembangnya pasar pangan itu sendiri. Hal
tinggi akan berdampak bukan saja mengurangi
ini menarik mengingat pasar pangan secara
surplus produsen, tetapi juga akan membebani
alamiah akan mengalami perkembangan seja-
konsumen. Dalam pemasaran pangan, terda-
lan dengan semakin bergesernya pola per-
pat berbagai variasi dalam jumlah agen-agen
ekonomian dari agraris ke arah pola perekono-
atau panjangnya rantai pemasaran, dari yang
mian yang semakin dicirikan oleh pola industri.
sederhana dengan rantai yang pendek sampai
ke pemasaran yang melibatkan mata rantai Secara empiris ditemukan bahwa sis-
yang panjang. tem pemasaran pangan di beberapa negara
juga mengalami pergeseran termasuk pula
Pola pemasaran pangan atau hasil
peran pemerintah di dalamnya. Bila dikaitkan
pertanian pada umumnya selalu mengalami
dengan era perdagangan bebas dan pasar
perubahan dan perkembangan seiring dengan
global serta pergeseran perekonomian ke arah
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
industri, maka mengkaji pergeseran sistem pe-
pada struktur produksi dan konsumsi. Pola pe-
masaran dalam pasar pangan sangat relevan
masaran pangan hasil pertanian juga mempu-
sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi
nyai kaitan erat dengan perkembangan ekono-
pasar dalam rangka menciptakan dan mem-
mi, karena pemasaran pangan merupakan
pertahankan mekanisme pasar pangan yang
salah satu subsistem dalam perekonomian se-
sehat.
cara keseluruhan. Sistem pemasaran yang
efisien sangat dibutuhkan pada pasar barang Bagaimana semestinya pemerintah
hasil pertanian dalam rangka meningkatkan ni- memposisikan dirinya dalam suatu pasar ma-
lai tambah dan surplus produsen maupun kon- sih menjadi polemik, paling tidak pada tingkat
sumen. teori ekonomi formal khususnya dalam hal
peranan intervensinya pada efisiensi pasar.
Peran pemerintah dalam pemasaran
Mekanisme pasar yang gagal dalam mencipta-
pangan berbeda antara satu negara dengan
kan kondisi full employment pada aliran eko-
negara lain. Hal ini dapat disebabkan oleh
nomi Keynesian, telah memberikan salah satu
perbedaan kepentingan maupun tujuan dalam
alasan perlunya instrumen intervensi pemerin-
penanganan pasar pangan dalam negeri. Apa-
tah dalam mekanisme pasar. Baik negara ma-
bila dilihat dari intensitas peran pemerintah
ju maupun negara yang sedang berkembang

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

117
umumnya menggunakan intervensi pemerintah keberhasilan negara-negara Asia dalam me-
untuk mempengaruhi pasar dengan berbagai ngelola perekonomian adalah berkat upaya
variasi bentuk dan sasarannya. Di negara ka- pemerintah dengan memperluas dan mencip-
pitalis maju, peranan pemerintah yang domi- takan pasar guna mendorong pertumbuhan
nan muncul karena sesuai dengan kebutuhan dan menciptakan sumber daya ekonomi baru
untuk membangun kembali negara-negara serta disiplin dalam menggunakan kewena-
Eropa yang menjadi korban Perang Dunia II. ngannya sehingga terhindar dari government
Peran pemerintah juga diharapkan sebagai failure.
fine tuning dalam perekonomian dengan mela- Dalam pasar pangan, peran pemerin-
kukan koordinasi investasi dan tabungan agar tah ada kalanya sengaja dilakukan untuk
tercapai kondisi full-employment, perluasan melindungi kepentingan produsen maupun
sistem kesejahte-raan sosial, serta tugas stabi- konsumen, menjamin stabilitas keamanan atau
lisasi. meningkatkan ketahanan pangan dan mendo-
Sementara itu untuk negara-negara rong pertumbuhan ekonomi. Namun keterli-
yang sedang berkembang, investasi pemerin- batan pemerintah dalam pasar pangan juga
tah biasanya untuk melindungi industri yang dapat disebabkan oleh karena perubahan pa-
baru lahir (infant industry) sebagai strategi da faktor eksternal, sehingga pemerintah me-
substitusi impor antara lain dalam bentuk pro- mandang perlu untuk terlibat guna penyesuai-
teksi maupun subsidi. Peran pemerintah dalam an perubahan yang terjadi.
mekanisme pasar juga diharapkan sebagai Perubahan pemasaran pangan menu-
penjaga keseimbangan makro dan penyedia rut Kim (1986) juga terjadi secara dinamis.
jasa dan barang publik serta sebagai koor- Tekanan pada sistem pemasaran tradisional
dinasi dalam mengupayakan sinergisme alo-
kasi sumber daya ekonomi sehingga dapat mendorong terjadinya perubahan untuk me-
membentuk transfer yang efektif untuk mengu- nyesuaikan dengan sistem pemasaran yang
bah sumber daya potensial menjadi sumber dibutuhkan dalam perkembangan ekonomi
daya efektif (Indrawati, 1997). modern. Faktor-faktor yang kemungkinan ber-
pengaruh dalam perkembangan sistem pema-
Di sisi lain, keberatan terhadap inter- saran yang lebih kompleks meliputi mening-
vensi pemerintah dalam perekonomian antara katnya komersialisasi produk, adopsi ilmu dan
lain disebabkan karena sifat lembaga pemerin- teknologi yang makin tinggi, meningkatnya
tah yang kaku sehingga daya penyesuaian spesialisasi perusahaan dan tenaga kerja,
pasar terhadap permasalahan menjadi hilang. pemisahan secara geografis produksi dan kon-
Secara umum kritik terhadap intervensi peme- sumsi, meningkatnya jumlah penduduk dan
rintah yang berpotensi menimbulkan dampak urbanisasi, perubahan kebiasaan makan dan
negatif didasari oleh anggapan bahwa motivasi daya beli, serta perubahan mobilitas konsu-
pemerintah diragukan baik ketulusannya, kebi- men, dan peran pemerintah. Inovasi merupa-
jakan maupun superioritasnya. Disamping itu, kan hal yang penting dalam pemasaran ter-
kelompok ahli ekonomi kelembagaan masih utama di negara-negara maju dan telah mam-
mempercayai bahwa kelembagaan pasar di- pu membentuk metode baru, struktur dan or-
anggap masih superior dibanding institusi lain ganisasi dalam produksi serta aktivitas ekono-
termasuk pemerintah dalam penentuan alokasi mi lain termasuk pemasaran. Di antara metode
sumber daya. Campur tangan pemerintah juga baru dalam pemasaran yang sudah dilakukan
dianggap mengganggu kemampuan individual di negara-negara maju, ada tiga hal yang sa-
untuk mengembangkan potensi produktifnya ngat menonjol dalam inovasi yang membantu
untuk memaksimumkan keuntungan. meningkatkan efisiensi pemasaran secara ke-
Di luar kedua sisi yang masih menjadi seluruhan, yaitu: pemakaian kontainer standar
polemik tersebut, Bank Dunia telah mengemu- secara luas, penerapan secara luas metode
kakan perlunya syarat dasar untuk keberha- swalayan di tingkat eceran, dan penggunaan
silan intervensi pemerintah yaitu dengan men- komputer secara luas.
ciptakan mekanisme kelembagaan yang mam- Kim (1986) mencatat bahwa perbe-
pu menghasilkan kriteria kinerja yang jelas daan yang mendasar dalam sistem pemasaran
untuk menentukan intervensi yang bersifat antara negara-negara maju dengan negara-
selektif. Salah satu faktor yang mendukung negara yang sedang berkembang adalah da-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

118
lam hal keberadaan sistem suplai dalam perta- program pemerintah untuk perkembangan
nian, upah tenaga kerja, tingkat pendapatan pemasaran harus ditekankan pada perbaikan
konsumen, tingkat urbanisasi, latar belakang infrastruktur, dan reformasi institusi untuk
budaya termasuk kebiasaan makan dan seba- memperlancar fungsi perdagangan besar.
gainya. Hasil penelitian FAO terhadap bebera-
pa negara Asia menemukan bahwa paling
Tahap III : Pendapatan konsumen per tahun
tidak ada tiga tingkat perkembangan struktur antara US$ 600 – US$ 850
pemasaran yang terjadi dalam pembangunan
ekonomi yaitu (Sapuan dan Djanuwardi, 1997): Kondisi pada tahap ini dicirikan oleh
meningkatnya rata-rata konsumsi daging, ikan,
buah dan sayuran yang biasanya mencapai
Tahap I : Dengan rata-rata pendapatan kon- 45-50 persen dari total
sumen per tahun kurang dari US$ pengeluaran untuk
250 (diperhitungkan pada tahun pangan. Pada tahap ini supermarket
dasar 1972) dan jaringan toko-toko terpadu berperan
Pada tahap ini fungsi perdagangan penting pada penjualan pangan eceran.
besar dan eceran sering masih menjadi satu, Sementara itu, karena adanya jalinan
dan spesialisasi dalam perdagangan besar operasional langsung antara usaha tani
jarang dijumpai. Pada kondisi ini kebijaksa- komersial dan supermarket, atau lembaga
naan pangan yang ditangani pemerintah ada- pembeli besar lainnya seperti industri
lah pendistribusian pangan utama yang murah pangan, maka peran perdagangan besar
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. secara relatif mulai menurun. Pada tahap ini
juga dicirikan oleh semakin populer- nya
makanan instant, karena konsumen se- makin
Tahap II :Dengan rata-rata pendapatan kon-
membutuhkannya, tanpa harus mem- buang
sumen per tahun antara US$ 400 –
banyak waktu untuk mempersiapkan makanan.
US$ 600
Kebijaksanaan pemerintah dalam pemasaran
Pada tahap ini, pertanian komersial pada tahap ini adalah memberikan segala
skala besar mulai berkembang dengan spe- kemudahan aturan yang mungkin dan insentif
sialisasi pertanaman dan dengan penjualan tinggi bagi pengusaha yang ingin bertindak
tunai. Pasar perdagangan besar di kota sebagai agen inovasi.
memainkan peranan besar dalam pemasaran
Secara grafis perkembangan dalam
pangan karena konsumen semakin terpisah
perdagangan pangan eceran dan perdaga-
dari produsen. Supermarket dan jaringan toko-
ngan besar dalam perkembangan ekonomi di
toko mulai tampak, sedangkan peranan wa-
negara yang sedang berkembang dapat dilihat
rung eceran mulai berkurang. Kebijakan dan
pada Gambar 1.

Saham
100 Tahap I Tahap II Tahap II I

Pasar
Tradisional
eceran

50

Warung/
Kaki lima
Jaringan pa-
sar eceran
dan hype r-
Supermarket market
0

Gambar 1. Perubahan Perdagangan Pangan Eceran dan Perdagangan Besar Menurut Perkembangan Ekonomi

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

119
Dari gambaran mengenai perubahan agribisnis (Simatupang, 1995). Pertama, stra-
pasar eceran dan perdagangan besar tersebut tegi pemasaran tradisional yang berdasarkan
menunjukkan bahwa dengan semakin berkem- konsep manipulasi preferensi konsumen (pre-
bangnya perekonomian yang ditandai dari ference manipulation) tidak efektif lagi dan ha-
pergeseran mulai tahap I ke tahap II dan III, rus diganti dengan strategi baru yang disebut
maka proporsi atau andil pasar tradisional dengan pemenuhan preferensi konsumen
eceran dan warung/kaki lima semakin menge- (preference discovery). Hal ini berarti produsen
cil. Sementara itu supermarket dan jaringan (agribisnis) harus mampu mengungkap secara
pasar eceran dan hypermarket proporsinya rinci atribut dari produk yang dihasilkan de-
semakin besar. ngan atribut tersebut. Kedua, penentuan atri-
but produk yang beragam dan rinci menuntut
adanya konsistensi atau jaminan kualitas pro-
Perubahan Preferensi Konsumen duk dari proses produksi pada seluruh tahapan
Banyak teori yang menyatakan bahwa kegiatan agribisnis mulai dari hulu (petani)
perubahan tingkat pendapatan dan pendidikan hingga hilir (agro-industri/eksportir).
telah mendorong perubahan preferensi kon- Adanya perubahan preferensi konsu-
sumen terhadap produk (khususnya pangan) men tersebut, tentu saja berpengaruh cukup
yang akan dibeli (Streeter et al., 1991; besar terhadap pola pemasaran produk per-
Barkema, 1993; Drabenstott, 1994 dalam tanian. Informasi produk dengan atribut ter-
Simatupang, 1995). Kalau dulu (tradisional), tentu harus secara jelas dapat diketahui oleh
atribut utama yang mencirikan preferensi kon- konsumen dan hal ini dapat dilakukan melalui
sumen hanyalah : jenis, kenyamanan, stabi- kemasan tertentu, yang selain untuk menjaga
litas harga dan nilai komoditas, maka dewasa kualitas produk juga untuk menarik konsumen.
ini konsumen telah pula menuntut tambahan Produk yang sudah dikemas dan memiliki atri-
atribut produk yang lebih rinci, seperti kualitas but spesifik yang dikehendaki oleh konsumen
(komposisi bahan baku), kandungan nutrisi dengan tingkat pendapatan tertentu, pada
(lemak, kalori, kolesterol, dan sebagainya), umumnya akan dipasarkan pada tempat yang
keselamatan (kandungan aditif, pestisida, dan tertentu pula, seperti misalnya supermarket.
sebagainya), aspek lingkungan (apakah pro- Oleh karena itu, perubahan preferensi konsu-
duk tersebut dihasilkan dengan usahatani dan men, baik secara langsung atau tidak lang-
proses pengolahan produk yang tidak meng- sung, akan mendorong perubahan pola pema-
ganggu kualitas dan kelestarian lingkungan saran suatu produk, khususnya produk perta-
hidup). Dengan perkataan lain, dewasa ini, nian.
pada umumnya konsumen tidak lagi membeli
komoditas, melainkan membeli produk. Seba- Pola pemasaran beras saat ini juga
gai contoh, dewasa ini konsumen pada umum- telah tersegmentasi, antara beras untuk kon-
nya tidak lagi sekedar membeli beras (komodi- sumen berpendapatan menengah ke atas dan
tas), melainkan beras yang mengandung nutri- konsumen berpendapat rendah. Konsumen
si tertentu, kandungan glukosa yang rendah, berpendapatan menengah ke atas pada
dan proses produksinya tidak menggunakan umumnya akan membeli beras pada tempat-
tempat yang khusus memasarkan beras de-
bahan kimia (beras organik).
ngan atribut tertentu, seperti warna beras, ra-
Perubahan preferensi konsumen dari sa, kepulenan dan lain-lain. Sementara untuk
komoditas ke produk tidak hanya berlangsung masyarakat berpendapatan menengah ke ba-
di negara-negara maju (luar negeri), tetapi wah pada umumnya akan mendatangi pasar-
juga di dalam negeri. Disamping itu, sebagian pasar tradisional yang pada umumnya menjual
dari atribut produk tersebut merupakan keha- beras dengan kualitas menengah ke bawah.
rusan yang ditetapkan oleh hukum/peraturan Menurut Natawidjaja (2000), ada dua hal yang
negara konsumen (biasanya atribut yang ber- menyebabkan terjadinya perbedaan harga be-
hubungan dengan kesehatan manusia). Kondi- ras, sehingga mendorong beras untuk ditrans-
si ini diperkirakan akan terus berlangsung dan portasikan dari satu daerah ke daerah lainnya,
meluas dengan cepat, seiring dengan globali- yaitu (a) perbedaan jumlah ketersediaan be-
sasi. Perubahan preferensi konsumen ke arah ras, sehingga beras dikirim dari daerah surplus
atribut produk yang lebih banyak dan rinci ke daerah defisit; dan (b) perbedaan preferensi
menimbulkan dua implikasi penting terhadap

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

120
dan daya beli masyarakat, sehingga beras dusif akan mendorong peningkatan produksi,
yang berkualitas bagus dikirim ke daerah distribusi, pengembangan produk, dan insentif
konsumen dengan daya beli dan selera tinggi, yang proporsional bagi pelaku tataniaga, dan
untuk ditukar tambah dengan beras yang ber- kesejahteraan petani. Berkaitan dengan pola
kualitas lebih rendah dan lebih murah. pemasaran gabah dan beras, hingga saat ini
pola pemasaran gabah dan beras di tingkat
petani tidak mengalami perubahan yang ber-
Perkembangan Pola Pemasaran Komoditas arti. Terlepas dari keunikan pola pemasaran
Beras dan Gabah gabah dan beras di berbagai daerah di Indo-
Kinerja pemasaran memegang pera- nesia, namun ada satu hal yang secara prinsip
nan sentral dalam pengembangan komoditas sama, yaitu rentannya posisi tawar petani da-
pertanian. Perumusan strategi dan program lam menjual gabah dan beras. Dengan kondisi
pengembangan pemasaran yang kondusif dan tersebut petani selama ini lebih berperan
efisien akan memberikan kontribusi positif sebagai penerima harga, sementara pembuat
terhadap beberapa aspek, yaitu : (a) mendo- harga dominan dilakukan oleh para pedagang
rong adopsi teknologi, peningkatan produkti- gabah dan beras. Untuk membuktikan hal ini,
vitas dan efisiensi, serta dayasaing komoditas berikut akan diuraikan perkembangan pola
pertanian, (b) meningkatnya kinerja dan efekti- pemasaran gabah dan beras di berbagai dae-
vitas kebijakan pengembangan produksi, khu- rah di Indonesia, mulai dari jaman Orde baru
susnya kebijakan yang terkait dengan program hingga saat ini.
stabilisasi harga keluaran, dan (c) perbaikan
perumusan kebijakan perdagangan domestik
dan internasional (ekspor dan impor) secara Periode Harga Terkendali (Orde Baru)
lebih efektif dan optimal. Pada era Orde Baru, stabilitas
Terdapat sejumlah faktor (intrinsik dan harga beras merupakan salah satu
eksternal) yang berpengaruh terhadap kinerja kebijakan yang utama. Terjadinya
pemasaran produk pertanian. Secara intrinsik, ketidakstabilan harga gabah dan beras
faktor yang berpengaruh diantaranya adalah dapat dillihat dari dua sisi yang berbeda
struktur pasar, tingkat integrasi pasar, dan yaitu: (i) ketidakstabilan antar musim,
margin pemasaran. Bentuk pasar yang me- yaitu musim panen dan musim paceklik
ngarah kepada pasar monopoli akan berpe- dan (ii) ketidakstabilan antar tahun,
ngaruh terhadap tingkat kompetisi yang akan karena pengaruh iklim seperti
berdampak terhadap pembentukan harga, kekeringan atau kebanjiran dan
transmisi harga, dan bagian harga yang dite- fluktuasi harga beras di pasar
rima petani. Secara implisit, struktur pasar internasional yang keduanya relatif sulit
akan berdampak terhadap kinerja integrasi diramalkan. Dengan demikian dapat
pasar dan nilai margin pemasaran. Faktor dikatakan bahwa stabilitas harga
eksternal yang berpengaruh pada hakekatnya melewati batas musim dan tahun.
adalah terkait dengan kebijakan pemerintah, Ketidakstabilan harga antar musim ter-
seperti pengembangan infrastruktur pemasa- kait erat dengan pola panen, yaitu panen raya
ran (fisik dan kelembagaan), program stabili- yang berlangsung pada bulan Pebruari – Mei
sasi harga output, perpajakan dan redistribusi, (60-65% dari total produksi nasional), panen
kebijakan pengembangan produk dan pengo- musim gadu pertama yang berlangsung antara
lahan hasil pertanian, dan lain-lain. Juni – September (25 – 30%) dan sisanya
Pemahaman terhadap deskripsi, per- panen antara bulan Oktober – Januari (5-
masalahan, serta perspektif dari faktor internal 15%). Bila harga gabah dan beras
dan eksternal yang berpengaruh terhadap ki- dilepas sepenuhnya kepada mekanisme pasar,
nerja pemasaran produksi pertanian ini dinilai maka harga gabah dan beras akan jatuh
bermanfaat dalam mendorong peningkatan pada musim panen raya dan meningkat tajam
produksi dan pendapatan petani. Kinerja pe- pada musim paceklik (Oktober – Januari).
masaran yang kondusif akan mendorong Ketidak- stabilan harga tersebut, dapat
adopsi teknologi dan bagian harga yang dite- memukul produ- sen pada musim panen, dan
rima petani. Kebijakan pemerintah yang kon- sebaliknya mem- beratkan konsumen pada
musim paceklik. Disamping itu juga akan
berakibat luas pada kondisi ekonomi makro
khususnya pening- katan inflasi. Pada saat itu,
berbagai
DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana instrumen kebijakan
Supriatna, dan digunakan
Nur Khoiriyah Agustin untuk
mengamankan har-
121
ga gabah dan beras. Instrumen kebijakan ter- Dari keenam saluran pemasaran
sebut, dapat digolongkan ke dalam dua ting- tersebut di atas, hasil penelitian menunjukkan
katan yaitu tingkat usahatani dan tingkat pa- bahwa saluran pertama ternyata yang paling
sar. Di tingkat usahatani, kebijakan yang ter- banyak dilakukan (24,17%), kemudian saluran
penting adalah berupa subsidi harga output kedua (22,05%), saluran ketiga (18,18%),
(jaminan harga dasar), subsidi harga input saluran keempat (17,23%), saluran kelima
(benih, pupuk, pestisida) dan subsidi bunga (13,62%) dan saluran keenam (4,74%). Na-
kredit usahatani. Di tingkat pasar, kebijakan mun apabila dicermati lebih jauh, ada satu hal
yang dilaksanakan berupa manajemen stok yang menarik dari hasil studi kasus di Kabu-
dan monopoli impor oleh Bulog, penyediaan paten Karawang tersebut, yaitu tidak terlibat-
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk nya KUD dalam pola pemasaran gabah dan
operasionalisasi pengadaan beras oleh Bulog, beras. Hal ini mungkin disebabkan karena
kredit pengadaan pangan bagi koperasi (KUD) harga gabah yang ada di pasaran lebih tinggi
dan operasi pasar oleh Bulog saat harga beras dari harga dasar yang ditetapkan oleh peme-
tinggi. rintah. Bagi KUD dan Dolog tidak ada insentif
Adanya kebijakan stabilisasi harga untuk melakukan pembelian gabah dan beras
tersebut, tentu saja berpengaruh cukup besar petani. Para petani lebih memilih untuk men-
terhadap pola tataniaga dari komoditas gabah jual gabah dan beras langsung ke pasar yang
dan beras. Satu kondisi yang unik pada saat itu menawarkan harga lebih tinggi.
adalah peranan KUD yang cukup besar dalam Berkaitan dengan pola pembayaran,
membantu petani untuk mendapatkan harga hasil penelitian menunjukkan adanya perbe-
gabah dan beras sesuai dengan harga dasar, daan pada musim panen dan musim paceklik.
khususnya pada saat musim panen raya. Pada musim panen, umumnya petani mau
Berbagai variasi pola pemasaran gabah dan menerima penundaan pembayaran karena pe-
beras di berbagai daerah akan diuraikan tani mempunyai gabah yang berlebih sedang-
berikut ini. kan pedagang jumlahnya terbatas. Untuk mu-
sim paceklik, kondisinya berkebalikan dimana
jumlah gabah yang dikuasai petani terbatas,
Pola Pemasaran Gabah Beras di Jawa sementara pedagang yang membutuhkan cu-
Barat kup banyak sehingga petani mempunyai posisi
Hasil studi Sidik dan Purnomo (1991) tawar yang tinggi baik untuk meminta pemba-
yang dilakukan di Kabupaten Karawang me- yaran secara tunai. Marjin keuntungan perda-
nunjukkan sekurang-kurangnya ada enam pola gangan beras/gabah di Kabupaten Karawang
pemasaran gabah/beras yang banyak dilaku- cukup efisien dengan kisaran antara 1,33
kan oleh petani dan pelaku pasar lain. Pola persen – 16,12 persen. Cukup efisiennya pola
pemasaran yang pertama adalah petani  pemasaran tersebut diduga disebabkan kare-
pedagang/penggilingan  pedagang besar na tingkat persaingan antar pedagang yang
Tanjung Priok  pengecer  konsumen; cukup besar.
kedua, petani  pedagang/penggilingan 
pedagang besar Cipinang  pengecer 
konsumen; ketiga, petani  pedagang tingkat Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Jawa
desa  pedagang tingkat kecamatan/kabu- Timur
paten  pedagang besar Cipinang  Berbeda dengan di Jawa Barat, hasil
pengecer  konsumen; keempat, petani  studi Agusman (1991) yang dilakukan di Ka-
pedagang tingkat kecamatan/kabupaten  bupaten Ngawi, Jawa Timur, menunjukkan
pedagang besar Cipinang  pengecer  rantai pemasaran gabah dan beras yang relatif
konsumen; kelima, petani  pedagang/peng- lebih seragam. Pada musim panen hasil per-
gilingan  pedagang kabupaten  pedagang tanaman pada MH dan MK I, pola pemasaran
besar Bogor  pengecer Bogor  konsumen; yang umum terjadi adalah petani  pengu-
dan keenam, petani  pedagang tingkat desa yang luar daerah dan lokal  pedagang besar
 pedagang kabupaten  pedagang besar luar daerah/lokal  Dolog dan pengecer 
Bogor  pengecer Bogor  konsumen. konsumen. Untuk musim panen hasil perta-
Secara skematis keenam saluran pemasaran naman MK II, pola pemasaran hampir serupa,
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. hanya bedanya tidak dijual ke Dolog karena

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

122
Pedagang Tanjung
(1)
Petani Penggiling Priok

(2) Pedagang Pengecer


Petani Penggiling Jakarta

(3) Pedagang Pedagang


Petani Penggiling Tk.II Cipinang

(4)
Petani Konsumen

(5) Pedagang
Petani Penggiling

Penge-
Johar Bogor cer Bogor

(6) Pedagang
Petani Penggiling

Gambar 2. Saluran Pemasaran Gabah dan Beras yang Umumnya Digunakan oleh Petani Responden di
Kabupaten Karawang

harga di pasar bebas sudah lebih tinggi dari apabila menjual ke KUD dan Dolog, pada saat
harga dasar (Gambar 3). harga di pasar lebih tinggi dari harga dasar.
Hal yang menarik dari hasil kajian ini
adalah, walaupun Dolog masuk dalam rantai Pola Pemasaran Gabah dan Beras di
pemasaran namun jumlah yang masuk ke Sulawesi Selatan
Dolog relatif kecil, yaitu hanya 5,83 persen,
sementara yang dijual langsung ke konsumen Hasil studi Purnomo (1991) yang dila-
mencapai 77,83 persen. Hal ini setidaknya kukan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan
menunjukkan bahwa tingkat harga gabah dan mengungkapkan bahwa ternyata tidak seluruh
beras di pasaran sebagian besar selalu berada petani menjual padinya ke pasar. Hasil studi
di atas harga dasar, sehingga Dolog dan KUD menunjukkan sekitar 17,50 persen petani tidak
tidak ada insentif untuk melakukan pembelian. menjual gabahnya, sedangkan sisanya men-
Dari sisi petani atau pedagang juga akan rugi jual gabahnya ke pasar. Dari 82,50 persen
petani yang menjual gabahnya ke pasar, ada

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

123
Pedagang
Lain
G
Pedagang Penguyang
Pemberi Luar Penguyang
Modal Daerah Lokal
G G
G G
G Penggilingan
B/G Petani

Pihak lain B B
B

Pedagang Lokal

Memproses
Jadi Beras
Keluar
Daerah
B B

Konsumen
DOLOG Pasar Bebas

Keterangan:
B = Beras
G = Gabah

Gambar 3. Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

sekitar 35,83 persen petani yang memilih men- Gabah yang telah dibeli oleh peda-
jual ke pedagang, kemudian 40,84 persen gang pada akhirnya dijual ke penggilingan
petani lebih memilih menjual gabahnya lang- yang sesudah terkumpul cukup kemudian digi-
sung ke penggilingan, dan hanya 5,83 persen ling untuk dijadikan beras. Beras hasil penggi-
petani yang menjual gabahnya ke KUD. Kecil- lingan tersebut kemudian dijual kembali ke
nya jumlah petani yang menjual gabahnya ke KUD (25,80%), pedagang besar di Pare-Pare
KUD disebabkan karena harga pembelian (45%) dan pedagang besar di Ujung Pandang
KUD umumnya lebih rendah daripada harga (67,75%). Hasil pembelian KUD dari penggili-
pedagang. Adanya petani yang tetap menjual ngan yang sebanyak 25,80 persen tersebut,
gabahnya ke KUD lebih disebabkan karena 88,89 persen dijual ke Dolog dan 11,11 persen
petani yang bersangkutan mempunyai pinja- dijual ke pedagang besar di Ujung Pandang.
man baik dalam bentuk saprodi atau uang Beras yang dibeli oleh pedagang di Pare-Pare
tunai ke KUD, untuk menjaga hubungan dan dan Ujung Pandang kemudian sebagian dijual
kemudahan apabila di lain waktu membutuh- ke konsumen dan sebagian lagi dijual antar
kan bantuan modal. pulau (Gambar 4).

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

124
Petani

Pedagang Peggilingan KUD

Ujung
Pare-Pare DOLOG
Pandang

Antar Pulau

Gambar 4. Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan

Pemasaran Gabah dan Beras pada Periode cara tebasan atau melalui pedagang pengum-
Pasar Bebas pul masih tetap berlangsung (Gambar 5).
Kelembagaan pemasaran yang diharapkan
Usaha untuk meningkatkan kesejah- lebih efisien pada periode pasar bebas ter-
teraan petani melalui kebijakan harga dan nyata tidak terjadi. Jalur pemasaran gabah dan
insentif pasar lainnya akan efektif apabila pe- beras tetap panjang seperti pada periode
tani terkait langsung kepada pasar sehingga pasar terkendali. Perbedaannya mungkin ha-
mereka dapat menangkap adanya insentif ter- nya terletak pada semakin berkurangnya pe-
sebut. Terkaitnya petani kepada pasar meru- ran KUD dan Bulog. Berdasarkan Inpres No.7
pakan hal penting untuk berbagai keputusan tahun 2001 tentang Penetapan Kebijakan Per-
petani dalam menentukan jalan usahataninya. berasan, insentif bagi KUD dengan menetap-
Menurut Ellis (1992), petani di negara berkem- kan perbedaan harga pembelian oleh Dolog
bang seringkali terpisahkan dari pasar kompe- antara KUD dengan non KUD sudah tidak ada
titif karena adanya bagian dari hasil usahatani lagi. Harga dasar pembelian peme-rintah yang
yang dikonsumsi (motif subsisten) maupun ditetapkan dalam Inpres No.9 tahun 2001,
praktek-praktek penjualan dengan pedagang hanya menyebutkan bahwa harga dasar
yang kurang transparan, misalnya melalui sis- pembelian pemerintah oleh Bulog di gudang
tem tebasan atau mekanisme non pasar lain- Bulog sebesar Rp 1.519/kg gabah kering pa-
nya. nen (GKP) atau Rp 2.470/kg beras, dengan
Dalam periode pasar bebas, ternyata persyaratan tertentu.
pola pemasaran beras tidak berubah secara Namun demikian, hasil penelitian Pus-
signifikan. Hasil kajian Natawidjaja (2001) dan litbang Sosek Pertanian (2000) menyebutkan
Rusastra et al. (2003) menunjukkan bahwa bahwa pasar penjualan padi dari petani di
kebiasaan petani untuk menjual gabahnya se- pedesaan telah berjalan efisien. Kesimpulan

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

125
PETAN I

Penebas Pedagang Pengumpul KUD

P edagang Penampungan
(Kilang/Penggillingan Padi)

Dolog/Bulog

Pedagang Pasar Induk/


Besar Kota

Toko/Kios
Pengecer

KONSUMEN

Gambar 5. Saluran Tata Niaga Padi dari Petani Sampai ke Konsumen

tersebut diambil dengan melihat banyaknya Kesimpulan dari studi Puslitbang So-
pedagang dan tidak adanya barrier to entry sek Pertanian (2003) tersebut selintas mem-
sehingga petani memiliki banyak pilihan dalam perlihatkan keadaan pasar yang baik
menjual. Margin keuntungan yang diperoleh bagi petani, namun ada beberapa hal yang
oleh pedagang besar dan pengecer relatif kecil perlu dipertanyakan lebih lanjut mengingat
dengan kisaran antara 9-21 persen (Tabel 1). studi tersebut dilakukan pada tingkat mikro dan
Hasil studi tersebut juga menyebutkan bahwa menggunakan analisis statis. Beberapa hal
pedagang pengumpul (tengkulak) dan pene- yang perlu dikaji lebih mendalam adalah sam-
bas telah ikut membantu memberikan kemu- pai sejauh mana harga yang diterima petani
dahan kepada petani dalam memasarkan hasil mengikuti perkembangan harga di
panennya. tingkat
konsumen dan apakah ada
kemampuan peda- gang mengatur marjin
keuntungan yang dite-
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

126
Tabel 1. Marjin Pemasaran Beras di Lima Kabupaten Contoh, 1999/2000 (Rp/kg)

Tingkat petani
Pasca
Kabupaten Pengecer GKP Eq. Proses Transport Profit*)
panen
beras
Agam 2.000 218
2.500 1.168 136 110 36
(100,0) (10,9)
Sidrap 1.455 165
1.850 800 100 90 40
(100,0) (11,3)
Majalengka 1.727 205
2.200 1.350 109 90 69
(100,0) (11,9)
Klaten 1.545 330
2.100 1.000 75 90 60
(100,0) (21,4)
Kediri 1.455 124
1.700 800 (100,0) 73 30 18 (8,5)
Sumber: PSE, 2001
*) Profit = harga di pengecer – harga di tingkat petani – biaya proses – biaya pasca panen – biaya transport
- Persentase merupakan rasio terhadap harga beras di tingkat pengecer
- Konversi GKP ke beras 15%

Tabel 2. Hubungan Marjin Tata Niaga Beras dengan Fluktuasi Harga di Pasar Konsumen

Jumlah
Provinsi responden Keterangan
(orang)
Sumatera Utara, Lampung, Bali, 5 Marjin tata niaga di daerah ini adalah sekitar Rp 44 – 68
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dari setiap Rp 100 yang dibayar konsumen. Pada saat
Utara harga sedang cenderung naik marjin tersebut cenderung
naik pula sekitar Rp 5 – 21 untuk setiap kenaikan harga
Rp
100, demikian pula pada saat harga konsumen sedang
cenderung turun, marjin turut berkurang Rp 14 – 33 setiap
terjadi penurunan harga Rp 100 di pasar konsumen.
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa 7
Timur, Sumatera Barat, Marjin tata niaga di daerah ini adalah sekitar Rp 37 –
Sumatera Selatan, Kalimantan 67 dari setiap Rp 100 yang dibayar konsumen. Pada
Selatan, Sulawesi Selatan saat harga sedang cende-rung naik marjin tersebut
cenderung ikut naik sekitar Rp 6 – 32 untuk setiap
kenaikan harga Rp
100, namun pada saat harga kon-sumen sedang
Sumber: Natawidjaja, 2001. cenderung turun, marjin tata niaga “tidak pernah ikut
berkurang”.
rima? Hasil studi Natawidjaja (2001) menun- Perilaku pedagang ini menunjukkan
jukkan bahwa para pelaku tata niaga di seba- adanya kekuatan monopsonistik karena mere-
gian besar provinsi-provinsi penghasil beras ka memiliki aksesibilitas dan informasi
utama nasional mampu meningkatkan marjin yang cepat ke pasar konsumen. Dengan
keuntungan yang diterimanya pada saat terjadi pengua- saan pasar ini, para pelaku tata niaga
kenaikan harga di pasar konsumen dengan dapat meneruskan risiko-risiko fluktuasi pasar
cara menangguhkan kenaikan harga yang di- pada tingkat di bawahnya dan akhirnya sampai
terima pada harga yang seharusnya dibayar ke petani sebagai penerima residual dari risiko
ke petani. Sebaliknya, pelaku tata niaga ini tersebut tanpa memiliki kemampuan untuk
juga mampu menjaga marjin keun-tungan menolak ataupun menghindari. Keadaan ini
yang sama walaupun pada saat harga di ting- memperlihatkan adanya keterpisahan
kat konsumen sedang turun, dengan cara petani
mempercepat penurunan harga beli pada pe- dari pasar, karena pemain pasar
tani sehingga risiko pasar dibebankan seluruh- sesungguh- nya adalah para pedagang sebagai
nya pada petani (Tabel 2). pelaku tata niaga yang berhadapan langsung
dengan kon- sumen. Pada kondisi seperti ini,
insentif pasar
DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

127
dan usaha untuk mensejahterakan petani me- belian hasil panen dengan harga dasar yang
lalui kebijakannya tidak akan efektif dirasakan lebih tinggi dari harga pasar diimbangi dengan
petani karena akan lebih banyak dinikmati oleh penyediaan dana murah kredit likuiditas. Untuk
para pelaku tata niaga. mengendalikan harga beras saat paceklik
yang lebih murah dari harga pasar, pemerintah
juga memberikan jaminan atas kerugian yang
Tugas Dan Peran Bulog Dalam Tataniaga timbul dari operasi tersebut. Demikian pula
Beras dengan upaya menjaga stabilitas harga do-
Tugas yang diberikan kepada Bulog mestik. Selain dengan operasi pasar juga
merupakan implementasi kebijakan harga se- disediakan instrumen monopoli impor, guna
perti yang diusulkan Mears (1982) meliputi (1) memeratakan stok antar daerah. Bulog juga
menyangga harga dasar yang cukup tinggi membangun jaringan pergudangan di daerah
untuk merangsang produksi, (2) perlindungan produsen dan konsumen yang tersebar di
harga maksimum yang menjamin harga yang sekitar 1.500 lokasi gudang dengan kapasitas
layak bagi konsumen, (3) perbedaan harga sekitar 3,5 juta ton (Saifullah, 2001).
yang layak antara harga dasar dengan harga Meskipun Bulog sukses dalam menja-
maksimum agar merangsang perdagangan, lankan tugas yang diberikan pemerintah,
dan (4) hubungan harga yang wajar antara namun kritik terhadap hasil yang dicapai akibat
harga domestik dengan harga internasional. kebijakan tersebut juga muncul. Kritik tersebut
Untuk mencapai tujuan di atas, paket antara lain berupa dampak yang timbul berupa
instrumen kebijakan yang diambil adalah: (1) kesejahteraan petani padi yang belum banyak
menetapkan harga dasar, (2) melakukan pem- meningkat, yang tercermin dari nilai tukar
belian gabah dan beras hasil produksi pada petani yang masih rendah akibat pengendalian
masa panen, (3) memberikan tambahan gaji harga beras konsumen yg ketat.
dalam bentuk beras kepada PNS dan TNI/ Dalam suatu kebijakan, konflik akan
Polri, (4) melakukan operasi pasar dengan selalu muncul antar tujuan yang sangat sulit
menambah pasokan beras ke pasar umum dihindari oleh Bulog. Dari tugas yang diberikan
pada saat paceklik dan di daerah defisit pemerintah, Bulog selalu menghadapi potensi
(general price subsidy), (5) mengisolasi pasar konflik yang muncul karena tujuan yang ber-
beras domestik dari pengaruh pasar beras beda antara kepentingan produsen dan konsu-
dunia melalui monopoli impor beras hanya men. Situasi ini akan cukup besar di masa
oleh Bulog, serta (6) mendistribusikan beras mendatang karena instrumen kebijakan yang
ke berbagai daerah dan menetapkan harga mampu meredam konflik akan semakin menu-
jual beras yang berbeda antar daerah untuk run. Oleh karenanya fokus tujuan kebijakan
merangsang perdagangan swasta. Dari segi perberasan menjadi sangat penting dan konflik
pembiayaan, operasi Bulog juga didukung oleh antar tujuan yang akan dicapai harus dimini-
kredit murah yang berasal dari kredit likuiditas malkan sesuai dengan kemampuan pemerin-
Bank Indonesia. tah untuk meredam konflik tersebut.
Keberhasilan Bulog dalam melaksana-
kan tugas yang diberikan pemerintah tersebut
sangat erat hubungannya dengan paket instru- Hasil Yang Dicapai Oleh Bulog
men kebijakan yang bersifat terintegrasi. Untuk Pandangan terhadap efektivitas peran
setiap tujuan yang akan dicapai dalam kebi- Bulog dalam melakukan stabilisasi harga
jakan perberasan, pemerintah menyediakan gabah dan beras ternyata cukup beragam.
satu atau beberapa instrumen kebijakan yang Menurut Dew (1999) dalam Saifullah (2001),
saling terkait. Konflik antar tujuan kebijakan efektivitas pengendalian harga produsen dan
perberasan yang akan dicapai juga diantisipasi stabilitas harga konsumen sampai tahun 1998
dengan memberikan instrumen pendukung- sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh
nya. Dew, selama 20 tahun (1973–1997) menun-
Secara tegas pemerintah menugaskan jukkan bahwa hanya 10 kali dalam 240 bulan
Bulog untuk melakukan pembelian hasil panen (4%) harga gabah yang jatuh di bawah harga.
petani. Namun pemerintah juga menyediakan Sedangkan di Philipina jumlahnya mencapai
outlet bagi hasil pengadaan tersebut. Pem- 72 kali dalam 279 bulan (26%). Untuk
menga-
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

128
mankan harga dasar, antara tahun 1985-1997, Bahri (2003) menunjukkan hal yang seba-
Bulog melakukan pembelian hasil petani liknya. Hasil kajian menunjukkan bahwa harga
sekitar 5,8 persen dari produksi nasional. Di beras bulanan ternyata lebih sering berfluk-
daerah produsen utama seperti Jawa dan tuasi pada era stabilisasi Bulog, dibandingkan
Sulawesi Selatan, penyerapan tersebut men- dengan era sesudahnya. Selama periode
capai sekitar 6,6 – 11,9 persen dari produksi 1980-1997, rata-rata nilai coefficient of varia-
setempat. tion (CV-angka pengukur volatilitas), se-besar
Pada masa panen raya, petani selalu 4,2 persen, sementara selama periode 1999-
menghadapi persoalan klasik berupa mening- 2001 nilainya hanya sebesar 3,9 persen.
katnya jumlah suplai hasil panen yang men- Untuk harga gabah, hasil analisis Rosner dan
dorong turunnya harga produsen. Tanpa ada Bahri (2003) menunjukkan bahwa selama
tambahan penyerapan hasil panen melalui periode 1980-1997 rata-rata nilai CV di Jawa
pengadaan, yang sekaligus sebagai instrumen sebesar 15,1 persen, sementara untuk periode
harga dasar, harga produsen akan semakin 1999-2002 sebesar 11,3 persen. Hal ini me-
tertekan. Dalam pasar beras yang tertutup, nunjukkan bahwa harga beras/gabah selama
maka harga dasar atau harga pembelian beras masa pasar terbuka jauh lebih stabil diban-
oleh Bulog merupakan harga patokan bagi dingkan dengan masa monopoli impor. Kondisi
pedagang. Apabila harga beli pedagang tidak ini juga menunjukkan bahwa di era Orde Baru,
menguntungkan bagi petani mereka dapat Bulog-pun tidak mampu melakukan stabilisasi
menjual ke Bulog pada harga dasar. Penye- harga beras ketika terjadi perubahan iklim
rapan Bulog tidak dibatasi sepanjang persya- (kekeringan) yang meluas di seluruh wilayah
ratan kualitas memenuhi. tanah air, seperti yang terjadi pada tahun
1987, 1994 dan 1998.
Di sisi lain, stabilitas harga konsumen
juga terjaga. Pada periode 1985-2001 fluktuasi Pada saat pemerintah masih mengen-
harga beras juga dapat dikendalikan dan jauh dalikan harga beras dengan memberikan hak
lebih rendah dari fluktuasi harga beras dunia. monopoli impor kepada Bulog, harga beras di
Koefisien variasi di pasar domestik sekitar 5,54 pasar domestik tidak terkait dengan harga di
persen, sedangkan di pasar dunia sekitar 8,63 pasar internasional (Malian, 2000). Dengan
persen (Saifullah, 2001). Perhitungan di atas sistem nilai tukar rupiah yang mengambang
masih sejalan dengan analisis yang dilakukan terkendali (managed floating exchange rate
oleh Dew (1999) yang menunjukkan bahwa system), harga beras di pasar domestik ka-
stabilitas harga beras domestik antara 1972- dang-kadang lebih murah dari harga paritas
1996, mencapai 4 kali lebih stabil impor, namun dalam waktu-waktu tertentu juga
daripada dunia yaitu fluktuasinya hanya 6 berlangsung sebaliknya (Erwidodo et al.,
persen diban- ding 22 persen di pasar dunia. 1999). Dalam periode itu, ketahanan
pangan nasional hanya bertumpu pada Bulog
Saifullah (2001) lebih lanjut menyata-
dengan dukungan kemudahan impor, sehingga
kan bahwa dalam perspektif jangka panjang,
tanpa disadari telah menyimpan kelemahan
perkembangan harga beras domestik juga
funda- mental dalam penyediaan pangan,
mengikuti perkembangan harga beras dunia.
utamanya tekanan dari sisi produksi (Surono,
Fluktuasi harga beras domestik yang lebih be-
1999). Ketika nilai tukar rupiah melemah pada
sar dari harga dunia pada tahun 1998-2001
tingkat yang sangat parah, ketahanan pangan
terutama disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar
terse- but mengalami guncangan yang hebat
rupiah yang sangat besar bersamaan dengan
berupa kenaikan harga beras di pasar
pembukaan pasar beras domestik dari pasar
domestik. Namun penurunan harga beras di
beras dunia. Dalam kurun waktu 1985-2001,
pasar dunia yang terjadi seiring dengan
harga nominal beras domestik rata-rata men-
penguatan nilai tukar rupiah kembali
capai Rp 1.017 per kg, sedangkan harga pari-
menurunkan harga beras di pasar domestik,
tas impor sekitar Rp 1.024 per kg. Artinya
yang selanjutnya menye- babkan penurunan
stabilitas yang dilakukan dalam pasar domes-
harga jual gabah di tingkat petani.
tik tidak menyebabkan distorsi harga yang ber-
lebihan sehingga tidak merugikan konsumen. Keberhasilan pengendalian harga di
tingkat produsen dan konsumen, serta penye-
Namun hasil kajian Rosner dalam De- diaan stok beras yang cukup antar waktu dan
partemen Pertanian (2002) serta Rosner dan

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

129
antar daerah memberikan kontribusi yang be- kan terjadinya hambatan dan inefisiensi. Perlu
sar dalam pertumbuhan ekonomi secara lang- dipikirkan untuk terbentuknya suatu sistem
sung maupun secara tidak langsung akibat cadangan pangan nasional yang merupakan
stabilitas ekonomi dan sosial yang diciptakan. jaringan stok pangan antar daerah (dan antar
Kontribusi sektor perberasan dalam pertum- musim) yang dapat dengan mudah dimobili-
buhan ekonomi memang mengalami penu- sasi untuk operasi pasar pada saat terjadinya
runan sejalan dengan membesarnya kontribusi kondisi kekurangan pangan di suatu tempat.
sektor lain. Namun peranannya dalam mencip- Hal ini lebih baik dari pada mengimpor, me-
takan stabilitas ekonomi dan sosial masih akan ngingat berdasarkan perhitungan ketersedia-
tetap besar untuk waktu yang masih lama. an beras nasional per tahun, sebenarnya ma-
sih tersedia sejumlah cadangan pangan yang
cukup untuk diperdagangkan di pasar domes-
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN tik.
Dengan adanya keterpisahan petani
Sejalan dengan keadaan perekono- dari pasar, segala insentif pasar dan usaha-
mian yang semakin berkembang, sistem pe- usaha mensejahterakan petani yang dilakukan
masaran pangan yang terjadi saat melalui kebijakan harga tidak akan secara
ini juga telah mengalami pergeseran. Kondisi efektif dirasakan petani karena akan lebih ba-
sistem pemasaran pangan yang terjadi saat ini nyak dinikmati oleh para pelaku tata niaga,
juga mencerminkan adanya suatu perubahan khususnya para pedagang. Untuk meningkat-
yang perlu direspon dengan penyesuaian peran kan kesejahteraan petani sebaiknya dilakukan
pemerintah secara terus menerus dalam rang- melalui mekanisme kebijakan yang dapat lang-
ka menjamin tetap terciptanya pasar pangan sung dinikmati kepada petani dan keluarganya
yang efisien. tanpa mengintervensi mekanisme pasar.
Untuk mengantisipasi dan menyesuai-
kan dengan kondisi yang telah berubah, ada DAFTAR PUSTAKA
berbagai pilihan dikaitkan dengan peran peme-
rintah dalam sistem pemasaran dengan kon-
sekuensi atas pilihan yang diambil. Akan tetapi Agusman. 1991. Upaya Meningkatkan Pendapatan
paling tidak pilihan tersebut secara nyata petani Melalui Identifikasi Saluran Pema-
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pasar saran Gabah dan Beras. Majalah Pangan,
dan juga mampu untuk mengakomodasikan No.10 Vol.III, Oktober. Bulog. Jakarta.
kemajuan dalam pergeseran sistem pemasa- Barkema, A.D. 1993. Reaching Consumers in the
ran yang terjadi. Dalam hal ini, untuk mening- Twenty - First Century: The Short Way
katkan efisiensi pemasaran, maka peran pe- Araound the Barn. American Journal of
merintah yang menonjol adalah dalam fungsi Agricultural Economics 75 (5): 1126-1131.
“pembinaan” di samping fungsi pengaturan Departemen Pertanian, 2002. Keragaan dan Kebi-
yang tetap melekat. Dalam fungsi pembinaan jakan Perberasan Indonesia. Departemen
maka peran pemerintah antara lain dapat dila- Pertanian. Jakarta.
kukan dalam bidang pengembangan penelitian Drabenstott, M. 1994. Industrialization: Steady
th
dan orientasi lapangan dalam hal penyimpa- Current or Tidal Wave? Choice 4 Quarter:
nan, pelatihan-pelatihan manajemen, pemasa- 4-8.
ran, teknologi penyimpanan, pemrosesan dan Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing
lain-lain yang harus dilakukan secara terpadu Countries. Cambridge: Cambridge Univer-
lintas sektor. Namun dalam tahap tertentu sity Press.
pemerintah dapat berperan sebagai penyeim- Erwidodo, A.H. Malian, C. Muslim, S. Mardianto dan
bang dalam pemasaran untuk mencegah tim- A.K. Zakaria. 1999. Pengkajian Penga-
bulnya monopoli dan oligopoli. manan Harga Dasar Gabah dan Penera-
pan Kebijakan Tarif Impor Beras. Laporan
Dalam era penerapan otonomi daerah, Studi Kebijakan, PSE, Bogor.
yang harus dihindarkan adalah munculnya
kebijakan-kebijakan yang membebankan ber- Indrawati, S.M. 1997. Aspek Kelembagaan dan
Fungsi Pemerintah. Paper pada Seminar
bagai pungutan dan retribusi pada arus lalu- Nasional Pendayagunaan Aparatur Ne-
lintas produk pertanian yang bisa menyebab- gara.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 23 No. 2, Desember 2005 : 116 - 131

130
Kim Sung-Hoon. 1986. An Overviews of Food kerja sama Puslitbang Sosek Pertanian
Marketing Development in Asia. dengan Bappenas/USAID/DAI. Bogor.
Malian, A.H. 2000. Implikasi Ekonomi Penerapan Saifullah, A. 2001. Peran Bulog Dalam Kebijakan
Tarif Impor dalam Perdagangan Beras di Perberasan Nasional. Dalam A. Suryana
Indonesia, hal. 55 - 68. Jurnal Sosio Eko- dan S. Mardianto (Ed). Bunga Rampai
nomika, Vol. 6, No. 1, Juni 2000 Ekonomi Beras. LPEM-FEUI. Jakarta.
Mears, L. 1982. Era Baru Ekonomi Perberasan Sapuan dan B. Djanuwardi. 1997.
Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. Pergeseran Sistem Pemasaran Pangan
Natawidjaja, R.S. 2001. Dinamika Pasar Beras dan Peran Pe- merintah. Agro
Domestik. Dalam A. Suryana dan S. Ekonomika, No.2, th. XXVII, Oktober.
Mardianto (Ed). Bunga Rampai Ekonomi PERHEPI. Jakarta.
Sidik, M. dan S. Purnomo. 1991. Peningkatan
Beras. LPEM-FEUI. Jakarta. Pendapatan Petani di Kabupaten Kara-
Purnomo, S. 1991. Identifikasi Saluran Pemasaran wang, Jawa Barat Melalui Identifikasi Sa-
Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani luran Pemasaran. Majalah Pangan, No.10
(Studi Kasus Kabupaten Sidrap, Sulawesi Vol.III, Oktober. Bulog. Jakarta.
Selatan). Majalah Pangan, No.10 Vol.III, Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian
Oktober. Bulog. Jakarta. Sebagai Strategi Agribisnis dan Pemba-
Puslitbang Sosek Pertanian. 2000. Food Policy ngunan Pertanian dalam Era Globalisasi.
Support. First Round Findings. Kerjasama Pidato Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti
antara Puslitbang Sosek Pertanian dengan Utama pada Pusat Penelitian Sosial
Bappenas, USAID dan DAI. Tidak dipubli- Ekonomi Pertanian, Bogor.
kasikan. Streeter, D.H., S.T. Sonka, and M.A. Hudson. 1991.
Rosner, P. dan S. Bahri. 2003. Stabilitas Harga Information Technology, Coordination and
Beras Selama dan Setelah Bulog. Deve- Competitiveness in the Food and Agri-
lopment Alternative Inc. Mimeo. Tidak Di- business Sector. American Journal of
publikasikan. Agricultural Economics 73(5): 1465-1471.
Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi, T. Surono, S. 1999. Arah Kebijakan Perberasan
Sudaryanto. 2003. Struktur Pasar dan Nasional di Masa Datang. Makalah pada
Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Seminar Future Direction of Indonesia Rice
Policy di Jakarta, 9 Maret 1999. Biro
Kompetitor Utama. Laporan Penelitian,
Perencanaan Departemen Pertanian, Ja-
karta.

DINAMIKA POLA PEMASARAN GABAH DAN BERAS DI INDONESIA Sudi Mardianto, Yana Supriatna, dan Nur Khoiriyah Agustin

131

Anda mungkin juga menyukai