DISUSUN OLEH
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Penulis juga berterima kasih kepada
Bapak Rachman Achdiat selaku dosen mata kuliah Hukum dan Komunikasi yang
telah membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Analisis Kasus Hukum dan Komunikasi Dalam Media Cetak”.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan
Komunikasi. Selain itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan
memperluas wawasan tentang hal yang tak boleh disampaikan dalam media cetak
di Indonesia.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi beberapa ahli hukum, istilah delik pers sering dianggap bukan
suatu terminologi hukum. Karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab
Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan yang disebut delik pers
bukanlah delik yang semata-mata dapat ditunjukan kepada pers, melainkan
ketentuan yang berlaku secara umum untuk semua warga negara
Indonesia. Akan tetapi jurnalis dan pers merupakan kelompok pekerjaan
yang definisinya berdekatan dengan usaha menyiarkan, mempertunjukan,
memberitakan, dan sebagainya, maka unsur-unsur delik pers dalam KUHP
itu akan lebih sering ditujukan kepada jurnalis dan pers. Hal ini
disebabkan hasil pekerjaannya lebih mudah tersiar, terlihat atau terdengar
di kalangan khalayak ramai dan bersifat umum.
BAB II
ANALISIS CONTOH KASUS
A. Kasus Supratman
Judul berita dan gambar yang ditentukan dan dimuat oleh terdakwa di
Harian Rakyat Merdeka tersebut diatas, telah diedarkan dan dibaca oleh
masyarakat umum. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 137 ayat (1) KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam beberapa judul berita yang Supratman buat, dia mengetahui bahwa
Megawati tidak pernah menjadi lintah darat atau penghisap darah dan
tidak pernah memakan manusia seperti Sumanto. Megawati adalah
Presiden dan bukan bupati. Judul-judul yang dibuat terdakwa adalah suatu
penghinaan.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kasus-
kasus yang berkaitan dengan pers biasa disebut delik pers. Istilah delik
pers sebenarnya bukan merupakan terminology hukum, melainkan
hanya sebutan atau konvensi dikalangan masyarakat, khususnya
praktisi dan engamat hukum, untuk menamai pasal-pasal KUHP yang
berkaitan dengan pers.
Terdapat dua jenis pers, yaitu delik aduan dan delik biasa. Delik
aduan, berarti kasus pers baru muncul hanya apabila ada pihak yang
mengadukan kepada pihak kepolisian akibat suatu pemberitaan pers.
Jadi, selama tidak ada puihak yang mengadu pers tidak bisa digugat,
dituntut dan diadili. Delik Biasa, berarti kasus pers itu muncul dengan
sendirinya tanpa didahului dengan munculnya pengaduan dari pihak
yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers.
Delik biasa, terutama berkaitan dengan lembaga kepresiden.
Artinya, tanpa pengaduan dari pihak mana pun, kalau suatu
pemberitaan pers dianggap melakukan penghinaan terhadap presiden
atau wakil presiden, maka aparat kepolisian secara otomatis akan
memrosesnya secara hukum. Menurut Luwarso, hal itu karena
kejahatan terhadap martabat negara, sehingga demi kepentingn umum,
perbuatan penghinaan itu perlu ditindak tanpa memerlukan adanya
suatu pengaduan. Jabatan mereka sebagai presiden tidak
memungkinkan mereka bertindak sebagai pengadu. Penghinaan
terhadap penguasa atau badan umum juga tergolong delik pers biasa.
B. Saran
Dalam bidang penyiaran berita cetak ada etika, delik, kode etik dan
KUHP yang mengatur. Delik di atur dalam kode etik jurnalistik,
wartawan harus senantiasa mengingat batasan batasan dalam
menyiarkan berita jangan sampai dalam sebuah berita ada usur
kepemihakan yang bisa menimbulkan penghinaan yang berujung
pelanggaran delik. Wartawan harus senaniasa mengikuti kaidah
jurnalstik.
Menurut Luwarso, terdapat dua unsur yang harus dipenuhi supaya
seorang wartawan dapat dimintai pertanggungjawaban dan dituntut
secara hukum, yaitu :
a. Apakah wartawan yang bersangkutan mengetahui sebelumnya
isi berita dan tulisan dimaksud.
b. Apakah wartawan yang bersangkutan sadar sepenuhnya bahwa
tulisan yang dimuatnya dapat dipidana.
Kedua unsur ini harus dipenuhi. Apabila kedua unsur ini tidak
terpenuhi, maka wartawan tersebut tidak dapat dituntut atau diminta
pertanggungjawabannya secara hukum.
DAFTAR PUSTAKA