DOSEN PENGAMPU:
Dr. K.A Rahman, S.Ag, M.Pd.I
Mengkaji hadits ke-16, dari Abu Hurairah r.a “sesungguhnya seseorang bertanya
kepada Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam: (Ya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam )
nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Dia menanyakan hal itu berkali-kali.
Maka beliau bersabda: Jangan engkau marah”
Secara umum, hadits ini mengingatkan kepada kita agar menjadi orang yang tidak mudah
untuk tersulut amarah akan hal-hal yang seharusnya bisa kita selesaikan dengan tenang dan
menemukan solusi bersama-sama. Tentunya akan lebih indah dan lebih baik apabila kita bisa
menjadi orang yang murah senyum dan menghindari sifat mudah marah.kitapun bisa
menyampaikan sesuatu hal dengan cara yang lembut dan menyejukkan tanpa harus dibarengi
dengan amarah yang menggebu-gebu.
Dengan mengendalikan amarah, kita bisa menjadi orang yang lebih baik. Kita bisa
mengendalikan amarah dengan melapangkan hati, karena hati yang lapang biasanya tidak akan
mudah merasa tersinggung dan marah.Selanjutnya adalah dengan berwudhu seperti kata
nabi,”syaiton itu di ciptakan dari api, api itu kalah dengan air”.
Amarah cendrung datang dari syaiton. Jika ingin mengalahkannya, maka cepat-cepatlah
berwudhu. Insyaallah setelah berwudhu mulailah merasa tenang lagi. Karena amarah itu
menutup kebenaran. Maka Rasulullah SAW bersabda:
ُك ْال َجنَّة َ الَ تَ ْغ
َ َضبْ َول
Artinya: "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga." (HR Ath-Thabrani).
4. Menulis narasi atau kesan tentang ayat yang menggugah pribadi pada juz yang dibaca
Pada saat membaca ayat ini beserta terjemaahannya, saya menyadari bahwasanya jual-
beli dan riba adalah dua hal yang berbeda. Saya sendiri adalah orang yang sering melakukan
praktek jual-beli barang fashion. Namun sesungguhnya saya sangat menghindari jual-beli dengan
cara yang riba. Dari ayat ini, jual-beli seharusnya memang akan menghadapkan penjual dengan
keuntungan dan kerugian, untuk itu penjual diharapkan lebih bijak dalam memperdagangkan
suatu barang agar kedua belah pihak (penjual dan pembeli sama-sama diuntungkan.
Jual-beli yang hanya menguntungkan sebelah pihak atau pedagang dengan menjual
barang atau jasa dengan kebohongan, prtambahan bunga dan cicilan yang tidak masuk akal, dan
merugikan pembeli bisa tergolong kedalam hal yang riba.
Dari ayat ini, saya memahami bahwa Allah SWT sangat mengharamkan dan tidak
menyukai sesuatu yang berbau riba. Untuk itu kita harus lebih jeli dalam melakukan suatu
transaksi, peminjaman, penggadaian dan sebagainya karena bisa saja tergolong riba. Hal-hal ini
bahkan sudah umum dilakukan dikalangan masyarakat. Tentunya, adalah suatu hal yang
menggugah bagi saya setelah mencermati ayat ini.