Anda di halaman 1dari 5

Teori tentang Hakikat Manusia

Pendekatan Freud pada hakikat manusia dapat dilihat dalam lima topikutama. Dasar
asumsi yang pertama adalah materialisme.Freud mengakui adanya suatu perbedaan antara
kondisi-kondisi kejiwaan dan kondisi-kondisi fisiologis, sistem saraf, namun hal itu hanyalah
perbedaan dalam bahasa saja, bukannya dualism dua substansi (jiwa dan tubuh). Banyak
(meski tidak semua) filsuf sekarang setuju bahwa untuk berbicara mengenai kondisi-kondisi
kesadaran (pemikiran, harapan, dan emosi) tidak harus terikat dengan dualism metafisis dan
tidak ada alasan untuk menolak teori bawah sebagai dasar jiwa manusia seperti postulat
Freud. Setelah usahanya yang berani mengawali percobaan mengidentifikasi sebuah dasar
fisiologis bagi semua kondisi kejiwaan (dalam Proyek Menuju Sebuah Psikologi Ilmiah),
Freud berpikir bahwa teori tersebut beranjak terlalu jauh pada waktu itu. Maka dari itu,
selama sisa hidupnya ia meninggalkan dasar fisik psikologi untuk pengembangan masa depan
ilmu dan ternyata penelitian dalam bidang ini telah membawa kemajuan yang besar akhir-
akhir ini. Namun, ia tidak menyangkal bila postulatnya mengenai semua kondisi dan proses
kejiwaan yang rumit seperti ini memiliki beberapa dasar fisiologis.

Dasar asumsi kedua adalah sebuah penerapan ketat determinisme prinsip bahwa setiap
kejadian selalu memiliki penyebab bagi realitas kejiwaan. Pemikiran dan kebiasaan yang
mula-mula diasumsikan tidak signifikan, untuk memahami sebuah pribadi seperti keseleo
lidah, tindakan yang keliru, mimpi dan gejala-gejala neurotic ditolak Freud dengan
menyatakan bahwa hal ini muncul karena pembatasan yang diakibatkan pikiran-pikiran
tersembunyi manusia. Ia berpikir bahwa hal-hal ini sangan signifikan, dinyatakan dalam
bentuk-bentuk tersamar yang masih ada sisi-sisi yang masih tak dapat diketahui. Bahwa
sseseorang berpikir, bertingkah laku, atau berkata bukanlah sesuatu yang bersifat kebetulan:
segala sesuatu pada prinsipnya dapat dijelaskan oleh sesuatu yang ada dalam jiwa orang
tersebut. Tampaknya, teori ini menolak kebebasan berkehendak karena ketika kita mengira
sedang bebas memilih dengan sempurna (bahkan mungkin secara arbitrer). Freur tetap yakin
bahwa masih ada penyebab-penyebab yang tak diketahui yang membatasi pilihan kita. Ada
sebuah kemiripan paralel yang menarik dengan Marx disini, kedua pemikiran ini sama-sama
percaya bahwa isi kesadaran kita jauh dari “kebebasan” yang sempurna dean secara unik
“rasional” karena dibatasi oleh penyebab-penyebab yang secara normal tidak kita sadari. Jika
Marx menyatakan bahwa penyebab itu merupakan hakikat sosial dan ekonomi manusia, maka
Freud berpendapat bahwa penyebab itu bersifat individual dan psikologis yang berakar pada
dorongan-dorongan biologis kita.
Dasar asumsi ketiga dan mungkin keistimewaan yang paling berbeda dari teori Freud
yaitu kondisi kejiwaan bawah sadar muncul dari asumsi kedua. Namu, kita harus berhati-hati
agar dapat memahami konsep bawah sadar ini dengan tepat. Ada banyak kondisi-kondisi
kejiwaan, contohnya ingatan akan pengalaman atau fakta-fakta khusus yang tidak terus-
menerus kita sadari, namun dapat dipanggil kembali ke dalam kesadaran ketika dibutuhkan.
Ini disebut Freud “pra-sadar” (artinya sesuatu yang siap menjadi sadar). Istilah “bawah sadar”
dipakai untuk menunjukkan keadaan yang tidak dapat menjadi sadar dalam keadaan normal.
Pendapatnya mengenai hal ini bahwa jika kita tidak dapat berdampingan dengan yang
menjadi perhatian kesadaran, namun ia tetap memiliki sesuatu yang tidak dapat kita buka
dengan pengetahuan biasa. Analogi yang dekat dengan hal ini adalah jiwa seperti sebuah
gunung es yang mengambang di atas air, naya sebagian kecil saja yang muncul di atas
permukaan air, namun sebagian besar bagiannya tersembunyi di bawah permukaan air,
namun sebagian besar bagiannya tersembunyi di bawah permukaan air, dan tidak dapat kita
lihat dari atas. Freud bergembira mengetahu proses-informasinya terlibat dalam usaha kita
untuk menyadari objek, kita tidak menyadari proses-proses yang ada di dalam pikiran kita,
namun psikologi dapat dapat menjadikannya sebagai penjelasan terbaik mengenai fakta-fakta
persepsi (dan kesalahan persepsi).

Sejauh ini kita hanya melihan dimensi deskriptif bawah sadar, namun konsep Freud
juga melibatkan dinamika dalam hakikat kita. Untuk menjelaskan teka-teki fenomena
manusia seperti histeria yang melumpuhkan, tingkah neurotic, pemikiran obsessional, dan
mimpi, Freud mempostulasikan eksistensi ide-ide yang diisi secara emosional dalam bagian
alam pikiran bawah sadar yang secara misterius menggunakan pengaruh atas apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan seseorang. Hasrat-hasrat atau ingatan-ingatan bawah
sadar dapat menyebabkan orang melakukan sesuatu yang tidak dapat mereka jelaskan kepada
orang lain, bahkan kepada diri mereka sendiri secara rasional. Beberapa keadaan bawah
sadar mungkin sebelumnya disadari (seperti pengalaman-pengalaman emosional yang
traumatis), namun telah ditekan karena menjadi telalu menyakitkan untuk dihadapi. Namun
dorongan-dorongan tertinggi kehidupan kejiwaan kita sudah ada sejak lahir dan beropearsi
secara tak sadar sejak masa bayi.

Freud memperkenalkan sebuah konsep pikiran baru yang sifat struktural dalam
teorinya pada tahun 1920-an yang tidak serupa dengan perbedaan antara sadar, prasadar, dan
bawah sadar yang digunakannya sampai saat itu. Dalam fase akhir ia membedakan tiga
sistem yang disebutnya “apparatus jiwa”. Id berisi semua dorongan instingtual yang mencari
pemuasan langsung, seperti seorang anak kecil yang dikendalikan oleh “prinsip
kesengangan”;Ego berisi kondisi kejiwaan yang sadar, berfungsi menerima dunia nyata dan
memutuskan bagaimana bertindak menjembatani antara dunia dan id, dan dikendalikan oleh
“prinsip realitas”. Apa pun yang dapat disadari terdapat di dalam ego (meskipun ia juga
terdiri atas unsur-usnur yang masih tidak sadar), sedangkan segala sesuatu yang terdapat
dalam id secara permanen bawah sadar. Superego diidentifikasikan sebagai sebuah bagian
khusus jiwa yang berisi kesadaran hati nurani dan norma-norma moral yang diperoleh dari
orang tua dan orang lain yang mempengaruhinya semasa kanak-kanak; meskipun kesadaran
dimiliki ego dan superego, berbagai jenis kesadaran melalui pengorganisasian psikologis
tertentu, ia juga dikatakan memiliki sebuah hubungan intim dengan id sehingga dapat
berkonfrontasi dengan ego dalam aturan dan larangan seperti yang diberikan oleh orang tua
yang keras. Kekuatan represi terjadi di dalam ego dan superego, dan secara khusus mereka
bekerja secara tak sadar. Ego tua yang miskin memiliki tugas yang sulit ketika mencoba
mendamaikan konflik keinginan-keinginan id dan superego; dan sering memnerikan fakta-
fakta mengenai dunia nyata yang tidak dapat membantu apa-apa. Ini adalah gambaran
dramatis Freud mengenai kondisi manusia yang selamanya dikepung oleh masalah-masalh
eksternal dan konflik-konflik internal.

Ada yang menarik, teori tiga struktur jiwa pada teori akhir Freud paralel dengan teori
hakikat manusia Plato. Id jelas-jelas berhubung an secara erat dengan Hasrat atau keinginan,
namun tidak begitu jelas bagaimana ego dan superego berhubungan dengan Rasio dan Roh
Plato. Dalam fungsinya untuk mengetahui realitas, ego tampaknya mirip dengan Rasio,
namun Rasio bagi Plato juga memiliki fungsi moral yang diberikan Freud pada superego.
Selain itu, unsur roh dalam teori Plato tampaknya menunjukkan sebuah fungsi moral dalam
situasi ketika perasaan tertutupi oleh keinginan-keinginan (lihat Bab 5).

Naluri atau "dorongan-dorongan" membentuk asumsi dasar keempat teori Freud.


Naluri atau dorongan-dorongan ini adalah penggerak dasar kekuatan-kekuatan aparatus jiwa
dan semua "energi" dalam pikiran kita sepenuhnya berasal darinya saja. Freud menggunakan
semacam bahasa mekanis atau elektrik pada hampir semua tulisannya sebagai akibat
pengaruh penelitian ilmiah dan teori psikofisik pada karya awalnya Proyek yang di dalamnya
ia telah menjadi pelopor tulisan tentang aliran-aliran listrik yang mengisi neuron neuron
dalam otak. Modelnya bagi dorongan-dorongan kejiwaan tampak seperti tombol-tombol
mesin atau tabung udara katrol hidrolik. Bagaimanapun, klasifikasi psikologisnya mengenai
naluri, merupakan salah satu bagian teorinya yang paling spekulatif, berubah-ubah, dan tidak
pasti. Meskipun ia yakin bahwa kita dapat membedakan sejumlah besar naluri yang tak
terhitung, ia berpikir bahwa naluri-naluri ini dapat dicari asalnya dari beberapa naluri da sar
yang masing-masing naluri dasar tersebut dapat saling dikom binasikan atau diganti dalam
cara yang bermacam-macam.

Tentu saja, Freud yakin bahwa naluri dasar tersebut adalah hakikat seksual manusia
dan ia menjadi terkenal karena melacak banyak tingkah laku manusia kembali pada
pemikiran dan keinginan seksualnya yang sering direpresi ke dalam bawah sadar. Meskipun
begitu, sangat keliru bila kita menginterpretasikan bahwa ia mencoba menjelaskan semua
fenomena kemanusiaan dengan istilah-istilah seks. Yang benar adalah ia menunjukkan
pengaruh seksualitas atas hidup manusia ternyata lebih luas dan ini tidak pernah disadari
pendahulu-pendahulunya. Ia mengklaim bahwa eksistensi seksuali tas pertama kali bermula
sejak manusia lahir dan faktor-faktor sek sual ini kemudian memainkan peranan yang krusial
dalam neurosis orang dewasa. Namun, Freud selalu yakin bahwa pada akhirnya terdapat satu
naluri atau kelompok naluri lagi yang lain. Pada awal fasenya, ia membedakan antara apa
yang ia sebut naluri-naluri "pemeliharaan-diri", seperti rasa lapar dengan naluri erotik
("libido"). Ia melihat sadisme sebagai manifestasi agresif seksualitas yang terbalik. Namun,
dalam karyanya yang kemudian ia ubah klasifikasi nya, ia menempatkan libido dan rasa lapar
dalam satu dasar, yaitu naluri "Kehidupan" (Eros) dan menaruh sadisme, agresi, dan
destruksi-diri ke dalam naluri "Kematian" (Thanatos). Dalam bahasa yang lebih populer,
dualitas cinta dan rasa lapar diganti dengan cinta dan benci.

Asumsi dasar kelima dalam teori Freud adalah catatan perkembangan karakter
manusia individual. Hal ini bukan hanya sekadar kebenaran yang tak dapat disangkal lagi
bahwa kepribadian bergantung pada pengalaman yang sama seperti warisan tradisi turun
temurun. Freud memulainya dari penemuan Breuer yang menyatakan bahwa pengalaman-
pengalaman traumatik tertentu dapat, meskipun tampaknya sudah dilupakan, berlanjut
menjadi pengaruh yang buruk pada kesehatan jiwa seseorang. Puncak perkembangan teori
psikoanalitis menggeneralisasi hal ini dan menekankan beberapa hal penting dan krusial bagi
karakter orang dewasa yang bersumber dari masa bayi dan kanak-kanak awal. Lima tahun
pertama rapa merupakan saat di mana dasar kepribadian individu diletakkan. Jadi, orang tidak
dapat mengerti dengan penuh kepribadiannya, sampai ia tahu secara krusial fakta-fakta
mengenai masa kanak-kanaknya.
Freud menghasilkan teori yang sangat detail mengenai standar umum tahap-tahap
perkembangan psikoseksual setiap anak. Teori teorinya yang khusus mengenai hal ini lebih
mudah diuji dengan observasi dibandingkan sisa teorinya yang lain. Freud menawarkan
konsep seksualitas lebih luas yang meliputi sejenis kesenangan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh. Ia melihat bahwa bayi mendapat kepuasan pertama kali dari mulutnya (tahap
oral) dan kemudian dari akhir proses rempuan pencernaan (tahap anal). Anak laki-laki dan pe
kemudian menjadi tertarik kepada organ seksual laki-laki (tahap phallic). Anak laki-laki
sewaktu kecil dapat merasakan do rongan-dorongan seksual pada ibunya dan merasa takut
dikebiri oleh ayahnya ("kompleks Oedipus"). Hasrat yang terarah pada ibu dan permusuhan
pada ayahnya kemudian dalam keadaan yang nor mal terepresi. Dari usia lima tahun sampai
pubertas (periode "persembunyian"), seksualitas kurang terlihat. Hal ini terlihat kembali dan-
jika semuanya berjalan dengan lancar, namun seringkali ti dak-mencapai ekspresi "genital"
yang penuh pada waktu dewasa. Freud melihat pada saat anak laki-laki mengalami kompleks
Oedi pus, anak perempuan tumbuh dengan "rasa cemburu pada penis", namun karena
beberapa alasan yang masih misterius ia tidak pernah menjelaskan seksualitas feminin seperti
ia menjelaskan seksualitas laki-laki. Pada akhir kariernya Freud, seorang praktisi professional
yang telah menangani banyak masalah-masalah psikologis wanita, membuat sebuah
pernyataan yang cukup mengejutkan dalam tulisannya: “Kehidupan seskual wanita dewasa
merupakan sebuah benua yang gelap bagi psikologi”.

Anda mungkin juga menyukai