Anda di halaman 1dari 17

Himbauan Kemdiknas Dikti di Masa Orientasi

Mahasiswa Baru 2011/2012


Kementerian Pendidikan Nasional melalui surat edaran ke Pimpinan Perguruan Tinggi
Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan seluruh Koordinator PTS bernomor
1016/E/T/2011 tertanggal 15 Juli 2011. Dikti menghimbau dalam pelaksanaan orientasi
mahasiswa baru yang akan berlangsung untuk tahun ajaran 2011/2012. Hal ini
dimaksudkan untuk menyiapkan Generasi Muda yang jujur, cerdas, peduli,
bertanggungjawab, dan tangguh, dalam agenda Orientasi Mahasiswa Baru di Perguruan
Tinggi tahun ajaran 2011/2012.

Himbauan tersebut antara lain.

1. Masa Orientasi wajib diisi dengan peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap


Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD NRI 45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang
dilaksanakan dengan berbagai metoda yang menyenangkan.

2. Masa Orientasi wajib diisi dengan kegiatan yang membangun karakter mahasiswa
terutama yang mampu memotivasi belajar dengan suasana akademik baru di perguruan
tinggi, menumbuhkan budaya akademik yang menunjang pengembangan kejujuran,
kecerdasan, kepedulian, menanamkan tanggung jawab sebagai peserta didik dan
ketangguhan sebagai insan Indonesia yang memiliki beragam bahasa dan budaya.

3. Masa orientasi ini juga harus mampu mendekatkan keakraban antara mahasiswa
baru dengan mahasiswa yang sudah berada di dalam kampus, agar terjadi transfer
pengetahuan tentang unit kegiatan mahasiswa, kreativitas mahasiswa, dan organisasi
kemahasiswaan yang resmi di dalam kampus.

Masa Orientasi, Siapa Bilang Banyak


Jeleknya?
Posted on 10 Agustus 2012 by Redaksi in Budaya, Nanggroe with 0 Comments
Oleh Teuku Ibnu
Sina
BARU-baru ini saja kejadian heboh terjadi disalah satu SMA di Jakarta, dimana telah terjadi
kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada juniornya. Atau kalau kita mau sedikit melihat
kebelakanga (flashback) ada banyak kasus serupa yang terjadi yang umumnya dilakukan oleh senior
kepada para juniornya saat masa orientasi, terutama saat masa mahasiswa.

Disini timbul pertanyaan, apakah sebegitu pentingnya masa orientasi terhadap mahasiswa baru?

Mungkin pertanyaan tersebut sering muncul dari benak pikiran para calon mahasiswa baru (Maba)
seiring kelulusan dan diterimanya mereka di sebuah universitas dan mendengar akan ada kegiatan
orientasi atau ospek di awal kegiatan mahasiswa baru tersebut.

Rasa cemas sesungguhnya timbul dari diri-diri mereka tentang kegiatan orientasi itu sendiri, bahkan
rasa cemas itu membuat mereka untuk bertanya lebih jauh kepada teman-teman terdekat mereka
yang lolos di universitas yang sama atau bahkan senior-senior yang mereka kenal di kampus
tersebut. Umumnya mereka ingin mengetahui apa saja konten-konten acara yang ada pada masa
orientasi yang dilakukan oleh panitia. Karena ketakutan muncul jika ada unsur kekerasan pada masa
orientasi yang nantinya dapat berdampak buruk bagi peserta orientasi.

Namun sesungguhnya, masa orientasi memiliki banyak kebermanfaatan melalui bentuk nilai-nilai
yang ditanamkan. Itulah yang saya rasakan saat mengikuti kegiatan orientasi saat pertama kali
menginjakkan kaki di universitas. Beberapa manfaat dari masa orientasi diantaranya:
Pertama, masa orientasi merupakan masa penyesuaian yang kelak akan ditempuh selama
perkuliahan. Seperti yang kita ketahui, ada pola belajar yang berbeda diantara masa-masa sekolah
SMA dengan jenjang kuliah. Jika saat sekolah dulu, kita terbiasa “disuap” oleh guru dengan materi-
materi pembelajaran, namun situasi berbeda akan kita temukan saat berada di bangku perkuliahan.
Pola pengajaran dosen itu sesuka hati, artinya jika mahasiswa paham atau tidak, tidak terlalu menjadi
persoalan bagi si dosen. Untuk itu, mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri karena ilmu
diperkuliahan itu akan banyak didapatkan saat dia dapat mengeksplorasi ilmu yang dipelajari, baik
dalam bentuk belajar mandiri, kelompok, ataupun eksperimen yang dilakukan.

Oleh karena itu, salah satu nilai yang coba ditanamkan pada masa orientasi itu adalah transisi
metode belajar dari masa sekolah ke masa kuliah.

Kedua, masa orientasi merupakan masa interaksi, baik dengan teman seangkatan yang notabene
sama-sama mahasiswa baru atau dengan mahasiswa lama (senior). Masa orientasi merupakan
langkah dan sarana awal baik mahasiswa baru untuk dapat mengenal teman-temannya yang
diharapkan dari interaksi tersebut membuat mereka dapat solid sebagai kesatuan.
Di samping itu, peran para senior yang berlaku sebagai panitia cukup signifikan sehingga mahasiswa
baru dapat mengenal senior-senior mereka yang nantinya akan menjadi panutan mereka selama
berkuliah.

Efek jangka panjang yang diharapkan yakni kesolidan tersebut dapat terus dipertahankan hingga
nantinya ada bentuk kebanggaan dan hubungan (link) karena pernah bersama dalam satu sivitas
akademika. Oleh karena itu, nilai kesolidan sebagai sebuah kesatuan coba ditanam disini.

Ketiga, masa orientasi merupakan masa dimana mahasiswa baru mengenal lingkungan kampusnya
dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Ada banyak unsur yang terlibat dalam dunia kampus,
seperti dosen, karyawan, dan lainnya.
Diharapkan masa orientasi dapat menjadi masa perkenalan bagi para mahasiswa baru dengan unsur-
unsur yang terlibat di dalamnya. Sehingga, nantinya nilai interkasi, komunikasi, dan kepedulian
sesama juga diharapkan dapat muncul dari dalam diri para mahasiswa baru tersebut.

Masih banyak lagi manfaat-manfaat yang saya rasa berguna selama masa orientasi mahasiswa baru.
Bahkan pada masa itu ingin saya rasakan tiap tahunnya, yakni dalam kapasitas sebagai panitia.
Selama komitmen panitia dalam masa orientasi tidak melenceng dari nilai-nilai kemanusiaan, maka
kesan buruk yang melekat pada masa orientasi dapat dihapuskan. Dan juga koordinasi birokrasi
kampus, seperti dekanat maupun rektorat, tetap harus dijalin.

Karena orientasi sesungguhnya adalah bentuk penurunan penanaman nilai-nilai yang diharapkan
oleh birokrasi kampus melalui organisasi kemahasiswaan. Makanya dari itu, untuk menghindari hal-
hal buruk selama proses orientasi, peran birokrasi kampus sangat sakral dalam berjalannya masa
orientasi sesuai yang diharapkan.[]

Oleh : Akhmad Sudrajat


S etiap memasuki tahun pelajaran baru, pada umumnya hampir di setiap sekolah

menyelenggarakan kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS), yang wajib diikuti oleh


setiap calon siswa. Secara teoritik, kegiatan Orientasi Sekolah memang memiliki tujuan
yang positif, yakni membantu para calon siswa untuk mengenal dan memahami
lingkungan sekolahnya yang baru, baik lingkungan fisik, seperti : ruang kelas, tempat
ibadah, laboratorium dan fasilitas belajar lainnya, maupun lingkungan sosio-psikologis,
seperti guru-guru, teman dan iklim serta budaya yang dikembangkan sekolah, sehingga
diharapkan para calon siswa dapat segera mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru di sekolahnya.
Tetapi, mari kita lihat realita praktiknya! Hingga saat ini, pada beberapa sekolah masih
ditemukan kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang masih terjebak dalam praktek
perpeloncoan, yang kerapkali mengabaikan aspek-aspek kemanusiaan, seperti
mewajibkan para calon siswa untuk mengenakan atribut dan membawa berbagai
kelengkapan yang “aneh-aneh”. Jika melanggar ketentuan-ketentuan yang “aneh-aneh”
itu, mereka harus siap-siap menerima sanksi tertentu, bahkan mungkin ada pula yang
disertai dengan pemberian hukuman yang bersifat fisik.
Boleh jadi, akibat dari praktek Orientasi Sekolah semacam itu bukannya menjadikan
para calon siswa terpahamkan dan dapat memperoleh well adjustment, namun malah
mungkin justru sebaliknya, keruntuhan harga diri dan kerusakan mental yang mereka
dapatkan! Tentu saja, hal ini merupakan awal yang buruk bagi kelangsungan belajar
siswa ke depannya.
Jika merujuk pada pemikiran Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snook (1999), praktek
orientasi semacam itu sudah menunjukkan ciri-ciri dari sekolah berbahaya (dangerous
school)
Kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) pada dasarnya merupakan sebuah proses
pembelajaran dan apabila dikaitkan dengan beberapa prinsip pembelajaran modern
yang saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, seperti pembelajaran
menyenangkan,pembelajaran humanistik, pembelajaran demokratis, dan sejenisnya,
maka model orientasi yang bercirikan pengingkaran hak-hak martabat kemanusiaan
seperti di atas agaknya menjadi sangat kontradiktif dan kontraproduktif.
Oleh karena itu, sudah waktunya perlu dilakukan evaluasi terhadap praktik Orientasi
Sekolah semacam itu untuk segera digantikan dengan model-model kegiatan Orientasi
Sekolah yang lebih humanis. Kegiatan orientasi bukanlah ajang untuk menunjukkan
superioritas senior terhadap yunior, dan bukan pula ajang untuk melampiskan motif-
motif destruktif yang terselubung. Tetapi justru merupakan upaya untuk menyambut
hangat dan penuh kecintaanterhadap para calon siswa agar mereka merasa betah
sekaligus memiliki kebanggaandan keyakinan bahwa dia benar-benar telah memilih
sekolah yang tepat bagi dirinya.
Lantas, seperti apakah Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang humanis itu ?
Kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang humanis setidaknya memiliki beberapa
ciri, diantaranya adalah :
 Memandang calon siswa sebagai sosok manusia utuh dengan segenap potensi
kemanusiaan yang dimilikinya, yang patut dihargai dan dihormati keberadaannya. Oleh
karena itu, alangkah lebih baiknya jika masa orientasi ini digunakan pula sebagai moment
untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi potensi-potensi yang dimiliki calon siswa untuk
dikembangkan lebih lanjut.
 Pembimbingan dilakukan dalam suasana hubungan kemitraan yang sejajar dan
penuh keakraban, baik antara calon siswa dengan calon siswa, maupun calon siswa dengan
warga sekolah lama, termasuk dengan para guru.
 Reinforcement perilaku yang lebih mengedepankan pemberian ganjaran (reward) dan
sedapat mungkin menghindari bentuk hukuman fisik maupun psikis (punishment).
 Metode kegiatan dikemas secara kreatif dalam bentuk dinamika kelompok yang
menyenangkan dan lebih mengedepankan pada aktivitas para calon siswa.

Memang bukanlah hal yang mudah untuk mengganti model kegiatan orientasi ke arah
yang lebih humanis, apalagi jika kesalahkaprahan dalam praktek kegiatan orientasi
sudah berlangsung sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Akan tetapi kita
percaya bahwa dengan komitmen, kesadaran dan kecerdasan dari seluruh warga
sekolah kiranya bukan hal yang mustahil untuk dapat mewujudkannya.

MASA orientasi sejatinya adalah masa perkenalan mahasiswa baru dengan kehidupan


perkuliahan yang bisa dibilang cukup berbeda dengan kehidupan sekolah semasa SMA,
SMP atau SD yang telah mereka lalui. Masa orientasi atau yang lebih akrab disebut
orientasi pengenalan kampus (ospek) ini difasilitasi pihak kampus dan biasanya
melibatkan mahasiswa senior sebagai panitianya. Melihat esensi dan tujuannya, ospek
sangatlah diperlukan oleh mahasiswa baru. Di ospek inilah mahasiswa baru
berkesempatan untuk mempelajari hal-hal baru yang berlaku di bangku kuliah seperti
sistem pengisian rencana studi, sistem penilaian akademik fakultas dan jurusan, hingga
berbagai unit kegiatan mahasiswa yang ada di kampus.  
Namun beberapa tahun terakhir esensi dari ospek yang dilaksanakan mulai
dipertanyakan semenjak muncul kasus perploncoan yang berkedok masa orientasi. Di
beberapa kampus, masa orientasi dimanfaatkan oleh mahasiswa senior untuk mengerjai
dan menindas juniornya. Tidak selalu berupa tindakan fisik, tapi juga melalui tugas-tugas
yang tidak lazim dengan tujuan mempersulit mahasiswa baru dan menjatuhkan mental
mereka. Sebut saja kasus di kampus praja IPDN dan kampus-kampus lain yang sudah
terkenal dengan perploncoannya. Hal inilah yang kemudian membuat beberapa
kalangan masyarakat terutama para orangtua menentang adanya masa orientasi.
 
Sebagai mahasiswa yang pernah menjadi panitia masa orientasi, saya merasakan
bahwa sesungguhnya masa orientasi diadakan guna membekali mahasiswa baru untuk
menghadapi kehidupan perkuliahan yang akan mereka jalani selama kurang lebih empat
tahun. Pada masa orientasi ini, panitia dan pihak kampus menyusun berbagai acara
yang memiliki nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada mahasiswa baru. Nilai-nilai yang
ditanamkan itu antara lain kepedulian, kesolidan, dan tanggung jawab. Tugas-tugas
yang diberikan pun memiliki esensi tersendiri seperti esai tentang plagiarisme,
autobiografi, life plan dan tulisan mengenai passion mereka. Tugas-tugas tersebut
nantinya akan berguna bagi mahasiswa baru untuk menjalani perkuliahan. Tanpa masa
orientasi, mahasiswa baru akan kaget dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
beradaptasi.
 
Jika masa orientasi yang dilaksanakan sesuai dengan esensinya dan tujuannya, maka
tidak akan ada lagi kasus-kasus perploncoan yang tidak hanya merugikan mahasiswa
namun juga pihak kampus karena nama baiknya dapat tercemar. Para orangtua juga
tidak perlu khawatir anak-anaknya akan dikerjai dan ditindas, sebaliknya mereka akan
mendukung kegiatan orientasi kampus sepenuhnya.
 
Masa orientasi masih diperlukan, tapi tidak dengan perploncoan.
 

Mahasiswa baru UI gelar ospek


Marieska Harya Virdhani
Selasa,  3 September 2013  −  14:19 WIB
Ilustrasi. (Sindophoto)
Sindonews.com - Para mahasiswa baru (Maba) Universitas Indonesia (UI), masih menjalani masa
orientasi, atau ospek jurusan di fakultas masing-masing. Salah satunya yakni mahasiswa baru di
Vokasi UI.

Humas Masa Bimbingan Vokasi Akuntansi (MBVA) Anissa Noviandhini mengatakan, sejauh ini setiap
mahasiswa baru diberikan sejumlah tugas yang harus dibuat. Salah satunya membuat nama diri
atau name tag.

"Tugasnya biasa-biasa saja, paling name tag angkatan, terus Maba UI harus cari tahu arti
filosofi name tag itu," ujar mahasiswi Vokasi Akuntansi ini, Selasa (03/09/2013).

Anissa menilai, dari segi karakter, mahasiswa baru sedang menunjukan kekompakan dalam
mengerjakan tugas. Selain itu, kata dia, para mahasiswa baru masih dalam tahap belajar berpikir
politik.

"Ada saja mahasiswa yang manja, tapi ada juga yang sudah mulai kelihatan intelektualnya tentang
pemikiran politiknya," jelasnya.
Perlu diketahui, MBVA telah berlangsung sejak 2 September 2013 kemarin, selama dua minggu
kedepan. Anissa berpesan agar mahasiswa baru harus bisa mengimplementasikan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian.
 

   Orientasi Pengenalan Kampus atau biasa dikenal dengan


singkatan OSPEK adalah sebuah serangkaian acara yang mutlak diikuti setiap
mahasiswa baru yang akan memulai aktivitas belajarnya sebagai civitas di
sebuah Universitas sebagai bentuk pengenalan serta pembentukan karakter dari
seorang siswa menjadi mahasiswa. Di Universitas Indonesia sendiri OSPEK
terdiri dari tiga tingkatan, yang pertama OSPEK di
tingkat Universitas, Fakultas dan Jurusan.

OSPEK di tingkat Universitas mengajak mahasiswa baru untuk meorientasikan


lingkungan, seluruh aktivitas, Fasilitas, Unit Kegiatan Mahasiswa, Rektor dan
jajaran Universitas Indonesia serta mengenalkan secara garis besar tiap-tiap
Fakultas yang ada di Universitas Indonesia.

                 Mulai dari Welcoming MABA 3 Agustus 2012 di Balairung Universitas


Indonesia jadwal OSPEK sudah ditentukan hingga akhir puncak kegiatan masa
bimbingan di tingkat Jurusan fakultas masing-masing. Setiap suatu acara yang
diselenggarakan pasti memiliki esensi untuk pesertanya, OSPEK tingkat
Universitas yang diberi nama OKK (Orientasi Kehidupan Kampus) Tahun ini
mengangkat tema ‘Aku Manusia’ dimaksudkan agar kita sebagai civitas
academik Universitas Indonesia dapat merasakan kepekaan sosial di sekitar
lingkungan kehidupan kita. Sebagai Mahasiswa yang notabennya adalah penerus
generasi bangsa sudah semestinya kita dapat membaur dengan masyarakat
merasakan dan mendengarkan keluh kesah mereka, apalagi Univesitas
Indonesia dengan sebutan almamater kuning diharapkan masyarakat Indonesia
untuk dapat mewakili mereka menyampaikan aspirasi agar dapat menjadi satu
suara rakyat.

                Kegiatan OKK ini terselenggara pada tanggal 11 Agustus 2012 di


Balairung UI dengan menghadirkan pembicara-pembicara hebat seperti, WaMen
Daerah tertinggal, Dahlan Iskan (Menteri BUMN), Pak Raden (Tokoh di
Film Unyil) dan lain sebagainya. OKK ini memiliki tugas Individu (Membuat
Nametag OKK, Biografi Inspiratif, Kuisoner, Resume kegiatan OKK dan UKM,
Baksos buku dan Mengahafal 5 lagu perjuangan untuk menumbuhkan nilai-nilai
perjuangan mahasiswa seperti Genderang UI, Hitam Putih, Totalitas Perjuangan,
Buruh Tani, Darah Juang). Selain tugas Individu ada juga tugas kelompok
dengan tujuan memperkenalkan setiap Mahasiswa Baru Universitas Indonesia
dari berbagai departemen karena kelompok OKK ini bebas tidak ditentukan
dapat memilih anggota kelompok sendiri dengan persyaratan dari 5 anggota
kelompok 2 anak harus beda fakultas. Setiap mahasiswa giat mencari kelompok
lewat Media jejaring sosial FB dan Twitter yang sebelumnya belum kita kenal
dan temui. Dan pada akhirnya bertemulah saya dengan kelompok OKK yang
kece-kece, mereka adalahJihan (Perumasakitan), Tisa (Periklanan), Andika
(Adm. Fiskal), Aulia (Sastra Arab).

                          Di Tingkat Fakultas, untuk ospek di tingkat fakultas baru


tahun ini diadakan oleh departemen karena biasanya yang harus diikuti MaBa
hanyalah OSPEK Universitas dan jurusan. Tapi banyak keuntungan dari
diadakannya penambahan OSPEK tingkat  fakultas ini yaitu kita dapat mengenal
teman-teman satu fakultas yang notabennya setiap hari bertemu di satu gedung
perkuliahan walaupun kuantitas waktu OSPEK nya juga bertambah lama.

Dan… puncak OSPEK yang mulai membuat Mahasiswa Baru kebingungan adalah
Masa Bimbingan (MaBim) tingkat Jurusan atau departemen. Tugas yang begitu
banyak serta dikejar deatline dengan konsekuensi yang harus ditanggung
membuat kita harus pandai membagi waktu kuliah dan mengerjakan tugasnya,
tapi itu merupakan tantangan sendiri untuk kita dalam membagi waktu
beberapa hari yang lalu.

Di Ospek tingkat fakultas ini juga ada tugas Individu dan kelompoknya,
kelompok kecil saya di Mabim jurusan ini bener-bener kece dan kompak, mereka
adalah Rodi, Cattleya, Dita,   Susan, Atik, Fuzi, Nadhila (Perumasakitan)
Agung, Rini (Fisioterapi),Rei (Okupasi Terapi) Seneng bisa kenal mereka
mulai dari awal kita ngerjain tugas kelompok mereka udah kelihatan kalau
friendly banget dan punya karakteristik masing-masing yang unik. Thanks for
your opportunity guys!! I love you’l so much ..

       Hari ini tanggal 22 September 2012 merupakan puncak Masa Bimbingan
(Mabim) sekaligus penutupan dan akhir kegiatan Ospek selama KAMABA 2012.
22 September 2012 Merupakan hari membahagiakan sekaligus menyedihkan
jika harus mengingat awal-awal pantangan yang benar-benar harus kita ikuti
agar tidak melanggar dan mendapat hukuman dari kakak senior, mulai dari tidak
boleh naik lift walaupun kelas ada di lantai 6, tidak boleh makan di kantin, harus
hormat dengan senior, wajib memakai nametag dan jakun selama di dalam
gedung perkuliahan dan lain sebagainya. Peraturan-peraturan sebagai MaBa
inilah yang pada akhirnya membuat kita rindu akan  Masa-masa Bimbingan yang
membuat kita kurang tidur karena tugasnya yang sulit dikerjakan dan
membutuhkan waktu lama. Apalagi kalau pernah dapat hukuman dari senior
karena melanggar pantangan yang sudah ditentukan pasti semua akan teringat
dan terkenang sampai kapanpun.

Unforgettable! Satu kata untuk MaBim Vokked 2012. Kakak-kakak panitia bener-
bener mempersiapkan segalanya hingga terlaksananya acara yang membuat
kita semua (MABA 2012) bergumam positif, salut sama mereka! Satu Kegiatan
yang harus dipersiapkan setiap kelompok dalam acara Puncak Mabim ini adalah
Perform Video Klip, acara ini benar-benar menguras tenaga karena latihan untuk
mempersiapkannya hingga larut malam bersama kakak mentor kita (kelompok
10) yang bai dan selalu setia yaitu Kak Riva dan Kak Ryan. Tapi ternyata itu
semua bukanlah kesia-siaan belaka karena saat 10 kelompok sudah tampil
menunjukan penampilan terbaiknya di PUSGIWA (Pusat Kegiatan Mahasiswa),
kelompok 10 lah ternyata juara tunggal dalam acara ini. Yey!

Go OT go OT go go go aww!! Okupasi Terapi menjadi juara! Alright itu


tandanya kita harus menunjukkan tidak selalu yang sedikit  jumlah angkatannya
tidak dapat menjadi juara!

Masa orientasi kehidupan kampus menjadi tantangan awal yang tak lepas bagi
mahasiswa baru. Di Universitas Indonesia, kegiatan orientasi studi dan pengenalan
kampus (ospek) terbagi atas ospek universitas, fakultas, dan jurusan. Ospek
universitas dan fakultas telah selesai, kini para mahasiswa baru berhadapan
dengan ospek jurusan masing-masing.

Mahasiswa baru pun belum bisa bernapas lega dan tenang. Mereka harus mengikuti
serangkaian kegiatan ospek jurusan dari senior-senior jurusan yang
bersangkutan. Warna-warni ospek jurusan telah terasa sejak hari pertama
masuk perkuliahan semester ganjil pada 2 September lalu, salah satunya di
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

Mahasiswa baru memakai nametag (label nama) dan atribut lain sesuai jurusan


masing-masing. Setiap atribut menandakan ciri khas jurusan,
seperti nametagberbentuk bendera merah putih berarti mahasiswa baru berasal dari
jurusan Sastra Indonesia. Permainan warna ikut mendukung asal jurusan sang
mahasiswa baru.
Mahasiswa baru jurusan Sastra Jerman tengah berkumpul dengan para seniornya (Dok: pribadi)

Jessi, Dika, dan Yuki adalah mahasiswa baru jurusan Sastra


Jepang. Mereka memakai atribut ospek jurusan yang menarik. Atribut ospek dari
jurusan Sastra Jepang, antara lain nametag dan bando. Nametag berbentuk kipas
bertuliskan nama panggilan yang terpampang cukup besar.
Sementara styrofoam (plastik busa) dibentuk bulat dan ditengah-tengah ditempel
kertas warna merah—menjadi bendera Jepang lalu disematkan pada bando.

Waktu menunjukkan jam istirahat siang, perbincangan seputar ospek terasa


menyenangkan di bawah pohon rindang. Pandangan mata berbaur dengan
pemandangan danau UI yang terbentang antara FIB UI dan Fakultas Teknik UI.
Ketiga mahasiswa baru jurusan Sastra Jepang tersebut tak malu-malu
mengungkapkan unek-unek terkait ospek yang dijalani.

Malu dan capai

Pandangan sebelum dan sesudah ospek yang dijalani sebagai mahasiswa baru
memiliki makna sendiri bagi Jessi, Dika, dan Yuki. Bagi Jessi, sebelum ospek, ia
merasa takut dan seram. Hal ini dikarenakan beberapa teman sudah mewanti-
wanti bahwa ospek bagi mahasiswa baru di perguruan tinggi sangat sulit.
(Ki-ka) Yuki, Dika, dan Jessi, mahasiswa baru jurusan Sastra Jepang UI (Dok: pribadi)

Hal-hal yang tidak menyenangkan seperti dibentak-bentak atau dimarahi


senior kerap terjadi. Cara penyampaian para senior yang tidak
simpatik menjadi beban mental bagi mahasiswa baru. Salah sedikit
langsung dikomentari senior. Mau tidak mau, mahasiswa baru pun seakan
tunduk dengan apa saja yang diperintahkan senior.

“Pemberitaan tentang ospek yang habis-habisan bak pelampiasan senior sempat


takut dan seram, tetapi saya rasa ospek yang seperti itu sudah tidak boleh lagi
sekarang. Ospek ya jalani saja,” kata Jessi yang berdomisili di Depok.

Berbeda dengan Jessi, Dika mengira ospek di perguruan tinggi sekarang sudah


tidak ada lagi seiring pemberitaan terkait kasus-kasus ospek yang banyak
bernilai negatif. Ia tidak menyangka ada ospek sesulit ini. Berbagai perlengkapan
ospek dan atribut perlu dipersiapkan dengan matang.

“Saya harus menyiapkan segala macam atribut yang telah ditentukan. Begitu repot
dan sibuk. Bahkan waktu menyiapkan perlengkapan ospek bisa seharian penuh—
dari pagi sampai malam hari,” ungkap Dika yang bertempat tinggal di Bekasi.

Yuki (nama panggilan), mahasiswa baru asal Samarinda ini memberi tanggapan
kritis. Ia berpendapat pandangan terkait ospek berhubungan dengan mutu
perguruan tinggi bahwa semakin berkualitas perguruan tinggi maka ospek
yang dijalani juga semakin susah. Ospek tiap perguruan tinggi berbeda-beda,
terkadang iri melihat teman-teman di perguruan tinggi lain yang menjalani ospek
begitu mudah dan tidak terkesan repot.
“Kesan pertama mengikuti ospek begitu lelah dan capai. Pembuatan atribut ospek yang
salah kerap dikomentari senior lalu dibentak-bentak. Tenaga dan waktu telah habis di
kampus. Rasa capai mendera tatkala perkuliahan dan kegiatan ospek hari itu selesai,” tutur
Yuki.

Pada awalnya, atribut ospek yang dikenakan membuat rasa malu. Nametag,


bando, dan tulisan belakang berisi kalimat “Saya tidak mengerjakan tugas
dengan baik dan benar” menjadi beban tersendiri. Tapi semakin beradaptasi jadi
biasa saja, tidak malu lagi. Tebersit pikiran pasti senior-senior pada waktu
menjadi mahasiswa baru mengalami ospek serupa.

Perbandingan ospek itu sulit dan repot juga tergantung dari perguruan tinggi, fakultas, dan
jurusan mahasiswa baru tersebut.

“Rasa kesal dan iri melihat jurusan lain dengan atribut ospek hanya nametag saja. Di
sisi lain, ada rasa bersyukur dengan ospek jurusan yang tengah dijalani
dibandingkan ospek jurusan lain yang terlihat sangat sulit, baik atribut yang dipakai
maupun tugas-tugas yang diberikan senior,” tambah Yuki.

Seru dan bangga

Di balik rasa malu, capai, dan lelah yang dirasakan mahasiswa baru selama
menjalani ospek terdapat keseruan dan manfaat yang tidak sia-sia. Jessi, Dika, dan
Yuki mengungkapkan hal senada.

Berbagai atribut dan tugas-tugas dari senior cukup membuat lelah, tapi tetap seru. Hal ini
dikarenakan saat menjalani ospek bisa menambah solidaritas teman-teman satu
angkatan, bukan hanya diri sendiri saja yang lelah.

Dika dan Yuki menuturkan ospek bisa mempererat hubungan antara senior dan
junior. Salah satu tugas yang diberikan selama ospek jurusan,
yaitu mewawancaraiteman-teman seangkatan dan para senior, baik senior yang
masih kuliah maupun yang telah lulus.

Hasil wawancara ditulis di dalam scrapbook. Scrapbook yang berisi data-data hasil


wawancara dengan teman-teman seangkatan dan senior dibuat menarik sesuai yang
ditentukan senior. Rasa beban dan segan sekaligus seru terasa saat mewawancarai para senior
Scrapbook yang berisi hasil wawancara dengan teman-teman seangkatan dan para senior (Dok: pribadi)

“Melalui wawancara, kami bisa kenal para senior. Untuk mewawancarai


para senior memerlukan upaya yang tak mudah, kami harus mencari
sendiri senior-senior. Ada pula senior yang membuat janji bertemu maupun
senior yang langsung menyapa dengan ramah,” tambah Jessi.

Menurut Dika, ospek tetap seru meski tugas-tugas dari senior datang silih-berganti. Ospek
menjadi pengalaman tak terlupakan sekaligus bahan obrolan seru kepada teman-teman
sesama SMA dulu.

“Ada rasa bangga setelah mengikuti ospek sebab pengalaman ospek menjadi suatu
kenangan memasuki dunia perkuliahan,” ungkap Yuki.

Manfaat yang diperoleh saat ospek telah berakhir dirasa berkesan di dalam diri
mahasiswa baru. Rasa persahabatan antara teman-teman seangkatan dengan
senior semakin baik. Relasi dengan para senior jadi lebih menyenangkan.

Tak ada rasa segan-segan dan malu lagi jikalau menyapa para senior. Jalinan hubungan
baik dengan senior selama ospek ternyata mempermudah komunikasi.

Jika ada hal-hal yang diperlukan terkait organisasi, perkuliahan, maupun berbagai informasi
acara dan lowongan kerja pun tidak ragu menghubungi senior.
TERINGAT dalam benak saya saat mengantar teman yang masuk kuliah di
sebuah perguruan tinggi, setahun yang lalu. Kebetulan waktu itu, sebagai
mahasiswa baru, teman saya itu akan mengikuti satu program kampus,
yakni Orientasi Pengenalan Kampus (Ospek). Detakan jarum jam masih
menunjukan pukul 06.50 WIB. Meskipun dalam keadaan yang dipastikan
masih sangat sunyi dari kesibukan warga, namun di sepanjang jalan
menuju ke fakultas terlihat sesak berjejal-jejal dipenuhi oleh para senior
yang siap sedia sebagai panitia Ospek.
Lingkungan kampus terlihat hijau bak pasukan tentara dengan almamater
yang begitu seragam sedang berjaga-jaga di jalan lingkaran kampus.
Mereka melihat saya dengan penuh tatapan tajam dan menyeramkan,
yang lebih menambahkan mereka naik pitam ketika saya memasuki area
yang sedang mereka kuasai dengan kendaraan roda dua tanpa mematikan
mesin kendaraan.
Peristiwa ini mengingatkan memory lama yang tersimpa dalam file fikiran
saya. Beberapa tahun yang lalu saya hampir perang mulut dengan
mahasiswa ilmu tanah karena mereka menghalangi saya masuk ke jalan
yang sama dengan senjata Ospek di tangan dan wajah arogansinya,
padahal ketika itu saya juga seorang mahasiswa yang menjadi panitia
Ospek di kampus yang berbeda.
Bagi dunia pendidikan, Ospek layaknya sebuah tradisi yang melembaga
sejak dulu sampai sekarang. Publik juga tahu bagaimana pentingnya
Ospek sebagai penunjang mengenal lingkungan kampus tahap awal.
Konsep awal Ospek hanya memperkenalkan mahasiswa baru dengan
kampus agar mereka siap memasuki lingkungan pendidikan baru dengan
serangkaian program dan tugas-tugas aneh, serta segudang sanksi yang
harus mereka dapatkan jika jelas melanggar tata tertib Ospek.
Sejak 1995 kasus Ospek mulai merambah ke media publik disebabkan
banyaknya korban yang terus berjatuhan. Bahkan, baru-baru ini, di Malang,
dikabarkan seorang siswi meninggal dunia ketika mengikuti masa orientasi
siswa (MOS) yang merupakan adiknya Ospek. Ketika peristiwa ini terjadi,
pihak Kemendikbud malah menyatakan yang harus bertanggung jawab
kepala sekolah (Tribunnews, 23/7/2013). Ospek pun harus ganti-ganti baju
untuk memulihkan citranya yang mulai tercemar dalam perspektif
masyarakat.
Sebenarnya cukup banyak tulisan di media massa yang membahas
buruknya kinerja pelaku Ospek. Pro-kontra Ospek masih terus
diperdebatkan sampai sekarang. Jika Ospek dijalankan sesuai konsep
tidak ada yang perlu dipermasalahkan bahkan akan memberikan dampak
yang positif bagi peserta Ospek itu sendiri. Pada prakteknya, Ospek hanya
menjadi ajang ekspresi implusi kekerasan dan jati diri praksis pendidikan,
kerap kali ospek meniru pola militeristik kekerasan pada sistem pendidikan
Indonesia.
 Alasan hapus ospek
Alasan Banyak pihak yang menutut Ospek harus dihapuskan dalam sistem
pendidikan Indonesia. Namun tidak kalah juga pihak yang menyuarakan
agar Ospek terus dilestarikan dan semakin ditingkatkan. Ada beberapa
alasan yang mereka sertakan sebagai landasan harus dihapusnya Ospek.
Pertama, Ospek hanya melestarikan budaya feodal dengan mewajibkan
peserta untuk menghormati senior dan menuruti segala tindak tanduk
mereka. Hal ini terkesan untuk memuaskan para senior yang “sok
berkuasa” dan menganggap rendah mahasiswa baru. Kedua, Ospek
sebagai upaya menanam kedisiplinan dengan menerapkan beragam
hukuman dan bentakan sebagai bentuk militerisme kampus. Ini adalah
benturan prinsip mahasiswa yang katanya anti militerisme di lingkungan
kampus dan masyarakat, tetapi malah melestarikan militerisme dari waktu
ke waktu.
Ketiga, pelaksanaan Ospek di dunia kampus hanya berkisar dua sampai
tiga hari. Dalam waktu yang singkat ini mahasiswa baru akan diberikan
pencerahan dan nilai-nilai baru dalam keadaan tertekan, tentu sangat tidak
efektif di tinjau dari faktor psikologi. Mahasiswa yang kurang tidur atau
kelelahan karena mengerjakan setumpuk tugas sungguh tidak memiliki
kesiapan maksimal untuk menerima informasi baru.
Keempat, pengadaan atribut yang aneh meruapakan suatu pemborosan
waktu dan uang semata, terkadang tidak sebanding dengan nilai-nilai yang
ditanam dalam serangkaian aneka atribut tersebut. Lima, Thorndike,
seorang ahli psikologi pembelajaran menyatakan, hukuman tidak efektif
untuk meniadakan suatu perilaku tertentu. Demikian juga hukuman dan
sanksi pada saat Ospek tidak akan efektif membuat seorang mahasiswa
menghilangkan perilaku-perilaku buruknya.
Keenam, kekuasaan sangat dekat dengan kekerasan, karena itu tidak
heran jika panitia yang berkuasa dengan derajatnya lebih tinggi dari
mahasiswa baru melakukan berbagai tindakan menakutkan dan
menyulitkan terhadap fisik maupun psikologi mahasiswa baru.
Ketujuh, Ospek dijadikan sebagai sarana balas dendam yang pernah
dialami senior atas perlakuan kakak kelas waktu dulu yang seakarang
mungkin sudah mendapatkn porsi kerja dalam instasi pemerintahan atau
swasta. Sikap dan rasa belas dendam akan terus dibayangi oleh orang
yang pernah disakiti atau dikerjain. Namun sayang, ospek adalah program
legal sehingga memberi peluang balas dendam bagi adik leting kuliahnya,
terutama mahasiswa baru.
Delapan, media Ospek memang terbukti menjadi panggung keakraban
mahasiswa baru dengan senior. Perlu diingat, keakraban akan muncul
dalam diri setiap mahasiswa saat meraka mulai beraktifitas di dunia
kampus, jadi tidak perlu memaksakan meraka dengan suatu penderitaan
untuk mengenal senior dalam waktu yang singkat ini.
Sembilan, setiap orang memiliki kondisi psikologi yang berbeda, sehingga
perlakuan Abang senior terhadap adik leting kadang cenderung membuat
mental mereka tertekan. Bisa saja mereka akan trauma psikologis yang
akan membuat mereka terganggu secara kejiwaan. Memang dalam ajang
Ospek jarang hal ini terjadi, tapi paling tidak akar yang menjurus ke arah
tersebut harus dicabut.
Sepuluh, kenangan Ospek akan menciptakan romantisme ketika curhat
beberapa waktu setelah Ospek, namun setiap orang tidak ingin mengalami
Ospek untuk beberapa kali. Hal ini merupakan bukti setiap orang tidak
menginginkan Ospek terjadi dalam tatanan hidup mereka. Lontarkan
pertanyaan kepada peserta Ospek tentang kesan Ospek, tentu mereka
punya cara pandang masing-masing.
Saat ini beberapa kampus sedang gencar melaksanakan Ospek, termasuk
di IAIN Ar-Raniry yang dikenal dengan sebutan orientasi pengenalan
akademik (Opak). Satu solusi penulis, hal yang menyenangkan akan terus
diingat oleh setiap orang dalam setiap langkah hidupnya. Karena itu, tidak
ada yang salah dari konsep Ospek, namun berikan yang terbaik bagi
mahasiswa baru bukan menekan mental dengan berbagai dalih, seperti
warna baru Ospek dengan pendekatan edukatif dan religi.
Samsul Bahri, Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah,
IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: samsulbahribk@gmail.com

http://aceh.tribunnews.com/2013/09/07/10-alasan-mengapa-ospek-harus-dihapus

Anda mungkin juga menyukai