Anda di halaman 1dari 22

Demokrasi Elektoral dan Masyarakat Sipil di Jepang

(Studi Kasus: Peran Media Sosial Twitter dalam Kampanye Constitutional Democratic
Party terhadap Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu tahun 2017)
Mata Kuliah: Politik di Asia Timur
Pengajar: Ali Muhyidin S.Sos., M.A.
Dr. Julian Aldrin Pasha Rasjid M.A.
Meidi Kosandi S.IP., M.A., Ph.D.

Erisa Sofia Rahmawati 1706979940


Nadia Lara Cindy 1706979991
Rosyana Marsella 1706980015
Salma Azizah Firani 1706980021
Tiara Ayu Wulanjani 1706051924

Pendahuluan
Latar Belakang
Jepang merupakan salah satu negara yang berada di kawasan Asia Timur yang didirikan
oleh Kaisar Jimmu di abad ke-7 SM. Meskipun dalam segi fisik luas wilayah Jepang lebih kecil
dari negara lain yang berada di kawasan Asia Timur, namun Jepang mampu mempertahankan
posisinya di kancah internasional. Dapat dikatakan bahwa semenjak tragedi bom di hiroshima dan
nagasaki, Jepang menjadi “macan asia” karena bisa bangkit dari keterpurukan itu. Saat ini pun
Jepang menjadi salah satu negara maju yang dijadikan contoh negara-negara di sekitarnya, terlebih
dari segi teknologinya. Dalam mencapai prestasi-prestasinya, Jepang memiliki kapabilitas yang
tidak luput dari pengaruh aktor-aktor politik di dalamnya, salah satunya adalah pemerintah. Bentuk
negara Jepang sendiri adalah monarki-konstitusional dimana kekuasaan Kaisarnya dibatasi. Sistem
pemerintahan yang dianutnya adalah parlementer layaknya di negara Inggris. Dari hal ini dapat
dilihat bahwa kaisar hanya sebagai simbol kepala negara dan perdana menteri merupakan kepala
pemerintahan. Hal tersebut pun sudah diatur sejak adanya konstitusi tahun 1947, yang mencakup
prinsip kedaulatan rakyat, hormat terhadap hak asasi manusia, penolakan peran serta kemandirian
tiga badan pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Perdana Menteri di Jepang tidak dipilih

1
secara langsung oleh rakyat, namun ia ditunjuk langsung oleh parlemen. Parlemen di Jepang
sendiri terdiri dari dua kamar atau bikameral. Anggota parlemen di Jepang dipilih langsung oleh
rakyat melalui pemilu.
Pemilu terakhir yang dilaksanakan Jepang adalah pemilu di tahun 2017 untuk memilih
anggota parlemen. Pemilu di tahun 2017 ini, merupakan pemilu yang dipercepat satu tahun lebih
awal dari waktu yang seharusnya dilaksanakan yaitu pada tahun 2018. Hal ini pun dijelaskan dalam
pernyataan Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang 2012-2017. Keputusan mempercepat waktu
pemilu dikatakan merupakan sebuah pertaruhan besar karena belum ada sejarah Perdana Menteri
melakukan percepatan pemilihan umum selama dua kali di satu masa jabatan. Pada saat itu, Abe
mengalami tekanan yang cukup berat mulai dari tokoh-tokoh politik hingga masyarakat Jepang.
Oleh karena itu, Abe memutuskan untuk mempercepat pemilu. Tekanan itu muncul karena pada
saat masa menjabat, Abe dipenuhi skandal korupsi dan nepotisme yang ada di dalam kabinet
sehingga menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat Jepang. Hal ini juga dibuktikan
bahwa dalam media massa Jepang tingkat kepercayaan publik pada Abe saat itu di bawah angka
50%1. Selain itu, faktor lain percepatan pemilu 2017 di Jepang adalah provokasi dari militer Korea
Utara. Masyarakat jepang sangat khawatir akan keamanan Jepang seiring adanya peningkatan
nuklir dan rudal di Korea Utara. Pemicu kekhawatiran yang semakin tinggi terjadi karena pada
saat peluncuran kedua rudal balistik tersebut mengarah ke Jepang sebanyak dua kali. Rudal
pertama 15 September 2017 yang diluncurkan jatuh dekat dengan perairan Jepang hingga memicu
sirine keamanan di Jepang menyala. Sedangkan rudal kedua melewati langit Jepang dan berujung
kembali dekat dengan perairan Jepang yang memicu keresahan bagi masyarakat sekitar 2. Maka
dari itu adanya keresahan di tengah masyarakat karena dapat menembus pertahanan mereka, Abe
berupaya menawarkan jaminan kepada masyarakat dalam hal menjaga keamanan bagi masyarakat
Jepang. Selain itu, percepatan pemilu juga dilakukan karena terpecahnya partai oposisi terbesar di
Jepang, yaitu partai Demokrat. Terpecahnya partai Demokrat membuat Yuriko Koike, Gubernur
Tokyo membentuk partai baru beraliran konservatif bernama Partai Harapan, yang saat itu dinilai
berpotensi mencegah Shinzo Abe mempertahankan mayoritasnya dalam parlemen. Anggota-

1
Saba Azis. “Japan Snap Elections” https://www.aljazeera.com/news/2017/10/japan-snap-elections-
171018100325909.html (akses 10 November 2019).
2
Veronika Yasinta. “Jelang Pertemuan AS Korea Utara, Kenapa Jepang Justru Khawatir?”.
https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/internasional/read/2018/03/29/11595001/jelang-pertemuan-
as-korea-utara-kenapa-jepang-justru-khawatir (akses 10 November 2019).

2
anggota partai harapan adalah orang-orang yang berhaluan konservatif, hal ini ditunjukan oleh
Koike yang menolak orang-orang berhaluan lebih liberal untuk bergabung menjadi anggota Partai
Harapan. Orang-orang yang berhaluan lebih liberal yang ditolak oleh Partai Harapan kemudian
membentuk partai baru bernama Constitutional Democratic Party (CDP). 3
Karena pemilu yang dimajukan satu tahun yakni pada tahun 2017, partai-partai politik di
Jepang harus mencari strategi bagaimana cara untuk memperoleh dukungan atau suara dari
Masyarakat. Salah satu cara yang dinilai efektif adalah menggunakan media sosial. Hal ini juga
didukung oleh Amandemen Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik Jepang pada tahun 2013
yang mengesahkan kampanye pemilihan menggunakan internet khususnya media sosial. 4 Salah
satu media sosial yang digunakan secara aktif dalam kampanye pemilu 2017 adalah Twitter.
Twitter dinilai sebagai platform yang efektif untuk berkampanye, karena informasi yang
disebarkan tidak hanya diterima oleh followers dari akun Twitter yang menyebarkan informasi,
akan tetapi dapat diterima oleh berbagai masyarakat termasuk mereka yang bukan followers dari
akun Twitter tersebut. Hal ini dikarenakan Twitter memiliki fitur seperti retweet, like dan trending
yang dapat muncul di timeline siapa saja dan kapan saja tanpa melihat apakah dia mengikuti akun
tersebut atau tidak.5 Penggunaan Twitter sebagai sarana kampanye ini juga dimaksudkan untuk
menjaring pendukung baru. Hal ini dilakukan oleh partai-partai politik di Jepang pada pemilu
tahun 2017 khususnya partai baru seperti Constitutional Democratic Party (CDP). Untuk
mempertahankan eksistensinya sekaligus untuk memperoleh kursi di parlemen, CDP memerlukan
dukungan suara dari masyarakat. Oleh karena itu, CDP menggunakan strategi kampanye melalui
media sosial khususnya Twitter untuk menyebarkan informasinya selama masa kampanye yang
berkaitan dengan calon-calon legislatif yang diajukan partai, visi dan misi, program kerja, bahkan
aktivitas-aktivitas partai selama masa kampanye. Dengan menggunakan Twitter sebagai platform
untuk berkampanye, diharapkan CDP mampu memperoleh dukungan suara dan memperoleh kursi
di Parlemen.

Rumusan masalah

3
Rich, M. (2017). “Japan Election Vindicates Shinzo Abe as His Party Wins Big”. New York Times.
4
Mitsuo Yoshida dan Fujio Toriumi. (2018). “Analysis of Political Party Twitter Accounts’ Retweeters During Japan’s
2017 Election”, International Conference on Web Intelligence (WI).
5
Mitsuo Yoshida dan Fujio Toriumi. (2018). “Information Diffusion Power of Political Party Twitter Accounts During
Japan’s 2017 Election”, Springer Nature Switzerland AG. hal. 334-335

3
Twitter digunakan secara masif selama masa kampanye pemilu di Jepang tahun 2017. Salah
satu partai yang aktif untuk menggunakan Twitter adalah CDP. CDP menggunakan Twitter sebagai
salah satu sarana untuk berkampanye dan ajang mencari dukungan suara. Mereka menyebarkan
informasi mengenai partai, program-program kerja, visi dan misi hingga update informasi terbaru
terkait kegiatan dan aktivitas partai selama masa kampanye. Hasil pemilu 2017 menunjukan bahwa
CDP mampu mengalahkan Partai Harapan dan menjadi partai kedua yang memperoleh suara
terbesar dalam pemilu tahun 2017. CDP menjadi menarik untuk dibahas karena partai yang baru
terbentuk ini ternyata berhasil meraih suara cukup banyak hingga mampu menempati posisi kedua,
padahal CDP merupakan partai yang baru terbentuk yang berisi orang-orang yang pernah ditolak
oleh Partai Harapan. Oleh karena itu Makalah ini akan menganalisis bagaimana penggunaan
Twitter oleh partai CDP sebagai sarana untuk berkampanye dan mencari dukungan suara. Secara
spesifik, penulis akan menganalisis bagaimana jaringan yang terbentuk pada kampanye CDP di
pemilu ke-48 Jepang tahun 2017 dengan para pengguna media sosial di Jepang. Selain itu kami
juga akan menganalisis bagaimana pengaruh kampanye CDP lewat aplikasi Twitter terhadap
partisipasi politik masyarakat dalam pemilu di Jepang tahun 2017.

Tinjauan Pustaka
Tim penulis telah melakukan kajian terhadap beberapa literatur berupa artikel jurnal
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai peranan sosial media sebagai media
kampanye dalam suatu partai politik. Literatur Pertama, di sebuah artikel jurnal yang dituliskan
oleh Douglas Hagar pada tahun 2014 yang berjudul Campaigning Online: Social Media in the
2010 Niagara Municipal Elections, menyatakan bahwa media sosial bisa memiliki peranan
kontribusi yang efektif dan strategis untuk mencapai keberhasilan dalam politik. Peranan media
sosial disini dapat mempermudah kandidat calon dalam suatu pemilihan untuk berinteraksi secara
dua arah maupun lebih dekat untuk mendengarkan aspirasi dari para konstituen (pemilih) tanpa
mengkhawatirkan batasan-batasan yang ada. Adanya kampanye dalam media sosial (twitter,
instagram, facebook,dsb), ini membawa pada keefektivan waktu, biaya, dan tenaga karena dapat
mengurangi intensitas kampanye dengan media cetak layaknya baliho, televisi, dan lain
sebagainya.
Literatur kedua, Jepun Vs. Malaysia: Strategi Kempen Pilihan Raya Umum 2017 dan 2018
yang ditulis oleh Asmadi Hassan, Rohayati Paidi dan M. Danial Azman pada Juli 2019 dalam

4
Jebat: Malaysian Journal of History, Politics and Strategic Studies. Dalam artikel ini
membandingkan strategi dari dua partai besar Malaysia, yakni Barisan Nasional dan Pakatan
Harapan dengan dua partai besar Jepang, Parti Liberal Demokratik dan Parti Perlembagaan
Demokratik, yang dimana masing-masing partai menggunakan media sosial dalam kampanye
politiknya. Konten-konten yang dimuat dalam media sosial itu biasanya menyampaikan agenda
terkait kritikan, kecaman, pujian maupun manifesto dari tiap partai. Alasan kedua negara ingin
menggunakan media sosial sebagai jalan kampanye politik bukan semata-mata mengikuti
perkembangan trend, namun strategi ini sudah disahkan dan dimuat dalam Undang-Undang dari
masing-masing negara. Dari adanya kampanye dalam media sosial ini dinyatakan bahwa konten-
konten terkait isi kampanye dapat tersebar luas dengan cepat dan mudah. Namun, dampak negatif
yang secara implist disampaikan adalah munculnya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
untuk menyerang tandingannya, entah itu berita bohong maupun hal lainnya.
Literatur ketiga berjudul How Did Mass Media Influence the Voters' Choice in the 1993
General Election in Japan? A Study of Agenda-Setting yang ditulis oleh Toshio Takeshita dan
Shunji Mikami dalam Keio Communication Review No. 17 tahun 1995. Artikel ini membahas
mengenai peran media dalam pemilu tahun 1993 di Jepang. Argumen dalam artikel ini adalah,
Media selain digunakan untuk berkampanye, juga digunakan untuk menyebarkan sekaligus
menekankan isu-isu politik. Penggunaan media ini berpengaruh terhadap partisipasi politik
pemilih pada pemilu tahun 1993, dimana pemilih memiliki penekanan isu politik yang sama
dengan partai-partai politik di Jepang. Pemilih akan berpartisipasi dengan memilih partai politik
di Jepang berdasarkan kesamaan penekanan isu politik yang dibawa. Namun sayangnya artikel
jurnal ini hanya membahas media yang digunakan dalam kampanye sebatas televisi, hal ini dapat
dipahami bahwa pada tahun 1993, penggunaan media sosial belum semasif sekarang.
Literatur keempat berjudul Japan’s 2014 General Election: Political Bots, Right-Wing
Internet Activism, and Prime Minister Shinzo Abe’s Hidden Nationalist Agenda yang ditulis oleh
Fabian Schafer, Stefan Evert, dan Philipp Heinrich dalam Big Data Volume 5 Number 4, 2017.
Artikel ini membahas mengenai analisis terhadap 542.584 tweet yang dikumpulkan sebelum dan
sesudah pemilu Jepang tahun 2014. Argumen dari artikel ini adalah terdapat partisipasi politik
yang cukup masif melalui twitter dengan menggunakan fitur retweeting dan merepost informasi
berisi pesan, aktivitas politik, dan isu-isu politik selama pemilu tahun 2014. Namun hal ini juga
terjadi dengan adanya peran Shinzo Abe dan agenda nasionalisnya yang terselebung yaitu

5
membuat pasukan pendukung online terbear yang melibatkan organisasi-organisasi atau platform-
platform resmi selama masa kampanye sehingga membentuk sebuah semi ruang publik online di
dalam media sosial yang mendukung Shinzo Abe dan Partainya yaitu Liberal Democratic Party
(LDP).
Berdasarkan literatur tersebut, makalah ini berusaha untuk mengisi jarak (gap) atau
kekosongan di antara literatur-literatur tersebut dengan membahas mengenai penggunaan media
sosial terkhusus Twitter dalam Kampanye partai-partai politik di Jepang khususnya Constitutional
Democratic Party terhadap Partisipasi Politik di Pemilu Jepang tahun 2017.

Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka tersebut, maka
pertanyaan penelitian yang akan kami jawab dalam makalah ini adalah
“Bagaimana jejaring yang terbentuk dalam kampanye CDP di Twitter dan pengaruhnya
terhadap partisipasi politik di Pemilu Jepang tahun 2017?”

Landasan Teori
Teori SMPPM (The Social Media Political Participation Model)
The Social Media Political Participation Model adalah teori yang menjelaskan mengenai
hubungan positif dalam penggunaan sosial media untuk berpolitik terhadap partisipasi politik.
Artinya semakin intens sosial media digunakan maka akan semakin meningkatkan partisipasi
politik. Partisipasi politik sendiri merupakan suatu tindakan bagaimana masyarakat membentuk,
mengaktivasi, dan mengimplementasi tujuan partisipasi baik sebelum maupun setelah situasi
perilaku (Knoll.et all, 2018:2). Dalam artian ini, partisipasi politik juga dapat didefinisikan sebagai
cara masyarakat untuk memberikan pengaruh dalam hasil politik. Knoll, Matthes, dan Heis dalam
teorinya membagi proses komunikasi menjadi empat tahap yaitu pre-exposure, exposure,
reception, dan behavioral situation. Penjabaran mengenai empat tahap tersebut dapat dilihat
sebagai berikut:
a. Tahap pre-exposure
Melihat motivasi dari masyarakat dalam menggunakan sosial media. Motivasi ini dapat
beragam berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pengalaman hidup. Ketertarikan pada dunia
politik juga dapat menjadi salah satu faktor pendukung dari tahapan ini.

6
b. Tahap exposure
Dalam hal ini masyarakat pengguna media sosial mendapatkan paparan berita-berita atau
informasi politik. Masyarakat melihat hal-hal ini baik dari profil kandidat langsung, visi
dan misi, program kerja, isu-isu politik, maupun berita lainnya.
c. Tahap reception
Dalam tahapan ini masyarakat mulai menyerap apa informasi yang disampaikan media.
Masyarakat juga mulai dapat merasakan relevansi antara apa yang mereka baca di media
dengan apa yang ada dipikiran dan pribadi mereka.
d. Tahap behavioral situation
Dalam hal ini, masyarakat telah terpengaruh oleh informasi yang mereka telah baca. Pada
tahap ini masyarakat melakukan tindakan setelah banyak menerima informasi. Tindakan
yang dilakukan berupa partisipasi politik dalam hal memilih kandidat dalam sebuah
pemilihan umum.

Pembahasan
Pengaruh Media Sosial dalam Kampanye Politik
Keramaian ide, gagasan, diskusi dan perdebatan saat ini secara bebas terjadi di media
sosial. Bagi kalangan orang-orang yang terdidik, kampanye menggunakan media sosial lebih
efektif dibandingkan dengan baliho atau spanduk. Dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat
berpengaruh bagi orang lain. Dalam media sosial tidak lagi berlaku one man one vote, tetapi satu
orang bisa memiliki kekuatan setara puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan lebih orang. Kelebihan
dari media sosial yaitu efektif sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran berbagai ide, termasuk
isi kampanye via media sosial, berlangsung amat cepat dan hampir tanpa batas. Di Twitter,
misalnya, hanya dengan melakukan cuitan, informasi dapat tersebar luas ke seluruh followers,
begitu seterusnya dengan cara kerja seperti multi-level marketing.
Kekuatan merupakan karakteristik dari media sosial. Karena media sosial sarana untuk
komunikasi dimana setiap individu saling mempengaruhi, dengan kata lain setiap orang memiliki
pengaruh ke sekelilingnya. Media sosial tidak memiliki pengaruh signifikan untuk kampanye yang
sifatnya mobilisasi. Sehingga media sosial hanya berpengaruh signifikan bagi politikus yang
bekerja sepanjang waktu. Bukan pekerjaan instan lima tahun sekali. Mereka yang intens
menyebarkan ide-ide dan berdiskusi dalam bidang tertentu secara mendalam sepanjang waktu dan

7
mendapat hasilnya saat pemilu. Oleh karena itu, media sosial tidak cocok untuk politisi “kosong”,
tapi hanya bagi mereka yang punya kemampuan berpikir dan berdialektika. Media sosial juga tidak
cocok bagi yang egois, melainkan bagi mereka yang memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Hanya politisi yang memiliki simpati dan empati
terhadap permasalahan rakyat yang akan menuai simpati dan empati publik. 6 Setiap kampanye di
media sosial bisa merupakan kebalikan dari kampanye di dunia nyata. Apabila di dunia nyata
kampanye begitu berisik namun tanpa bukti nyata, di media sosial kampanye yang dilakukan terasa
bermakna. Selain itu, media sosial dapat jadi solusi dalam meminimalkan ketidakadilan. Media
sosial dapat menjadi penyeimbang media massa yang tidak lagi mampu mempertahankan
independensi dan keadilannya.

Jejaring Twitter CDP yang terbentuk selama masa Kampanye


Pada pemilihan umum di tahun 2014, terjadi perpecahan oposisi terbesar (DPJ, Isihin (JIP)
dan Partai Komunis Jepang (JCP). Ishihin terpecah menjadi dua kubu, salah satu kubu itu pun
kemudian bergabung dengan DPJ dan membentuk partai baru, Partai Demokrat (Raharjo, 2018).
Di tahun 2017, Yukio Edano bersama dengan mantan anggota partai LDP kemudian membentuk
Partai Baru, yakni Partai Demokrat Konstitusional Jepang atau CDP. CDP yang dipimpin oleh
Yukio Edano menempati posisi kedua dengan mendapatkan 19,88% suara dengan perolehan kursi
sebanyak 55 kursi. Kesuksesan kedua partai ini tidak terlepas dari strategi kampanye yang mereka
lakukan salah satunya melalui Twitter. Semenjak amandemen UU Pemilihan di Jepang di tahun
2013, beberapa partai politik resmi melakukan kampanye dengan menggunakan media sosial.
Adapun akun twitter resmi dari partai CDP adalah @CDP2017 dengan jumlah followers saat masa
kampanye sebesar 191.011 followers. 7 Berikut adalah data dari akun twitter @CDP2017 selama
masa kampanye. Dari data ini, dapat kita lihat bahwa CDP menggunakan twitter lebih masif
dibanding dengan partai-partai lainnya yang ditunjukan dengan banyaknya tweet, perolehan
retweets serta followers yang lebih besar dibanding partai-partai lainnya.

6
Kompas.com. 29 Maret 2014. “Media Sosial dalam Kampanye Politik. Melalui
https://nasional.kompas.com/read/2014/03/29/1153482/Media.Sosial.dalam.Kampanye.Politik?page=all (diakses
pada 11/11/2019 pukul 19.30 WIB).
7
Mitsuo Yoshida dan Fujio Toriumi. (2018). “Information Diffusion Power of Political Party Twitter Accounts
During Japan’s 2017 Election”. Springer Nature Switzerland AG. Hal. 334-336

8
Dari akun twitter resmi partai tersebut, akan difokuskan untuk melihat data statistik dari
jumlah tweets dan retweets selama masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara. Grafik
1.1 menunjukkan bahwa pada awal bulan Oktober akun @CDP2017 sangat massive dalam
memposting informasi-informasi kepada pengikutnya, namun seiring berjalannya hari akun ini
mulai mengalami penurunan untuk memposting sampai pada hari pemungutan suara di 22 Oktober
2017 menjadi relatif rendah. Dari jumlah postingan akun @CDP2017 terlihat pada grafik 1.2
relatif mengalami peningkatan bahkan mencapai titik tertinggi dengan perolehan 50.000 retweets.
Hal ini pun juga tidak lepas dari peran banyaknya pengikut akun @CDP2017 sehingga jumlah
tweets yang diretweet selalu mengalami pertambahan. Implikasi yang didapat dari banyaknya
jumlah retweet ini adalah, informasi yang dibagikan oleh akun @CDP2017 akan sampai dan
terlihat kepada orang-orang yang bukan pengikut akun tersebut. Dari hal ini menggambarkan
bahwa terdapat kekuatan penyebaran informasi dari CDP itu sendiri. Dalam grafik 1.3 pun
menampilkan bahwa tingkat akitivitas pengikut dari akun @CDP2017 paling tinggi, termasuk dari
aktivitas untuk me-retweet tweets dari akun @CDP2017.

Grafik 1.1

9
Grafik 1.2

Grafik .1.3
Tingginya angka retweet di akun @CDP2017 berkorelasi positif pada semakin menyebarnya
informasi mengenai CDP di twitter baik kepada pengikut akun CDP maupun kepada mereka
yang tidak mengikuti akun CDP, sehingga informasi yang disebarkan oleh akun CDP semakin
meluas.
Makalah ini menggunakan aplikasi Gephi untuk melihat bagaimana jejaring twitter akun
@CDP2017. Dengan adanya jejaring ini maka akan terlihat bagaimana interaksi dan relasi antara
@CDP2017 dengan pihak-pihak yang terkait selama masa kampanye di pemilu tahun 2017. Akan
terlihat juga seberapa besar hubungan, interaksi, dan relasi yang terbentuk dari akun @CDP2017
selama masa kampanye di pemilu tahun 2017. Sehingga dapat terlihat siapa yang paling
berpengaruh di CDP selama masa kampanye di pemilu tahun 2017. Gephi sendiri merupakan
aplikasi software yang memiliki kemampuan untuk visualiasi dan ekplorasi dalam bentuk grafik
dan jaringan. Dari Gephi ini juga bisa kita gunakan untuk menganaliisis social networking di

10
Twitter, baik itu influencer, buzzer, atau actor-aktor politik dalam dan luar negeri. Kemudian, dari
data yang ditemukan kita bisa melihat dan menganalisis mana saja akun-akun yang paling
dominan, popular, dan cepat dalam melakukan penyebaran informasi. Berikut merupakan data
hasil grabbing:

Gambar 2.1
Dari hasil grabbing data twitter tersebut gambar 2.1 menunjukkan banyak pihak-
pihak yang berpengaruh dalam berjalannya pemilu 2017 Jepang yang dipercepat. Pihak-
pihak yang berpengaruh berasal dari account twitter dengan memiliki lingkaran yang
paling besar yaitu, @QUICPay_PR yang merupakan produk pembayaran tanpa kontak
yang dikembangkan oleh JCB (Japan Credit Bureau). JCB dikenal sebagai salah satu
jaringan kartu kredit terbesar dari Jepang yang sudah bekerjasama dengan 20 negara di
dunia (global.jcb, 2019). Sementara itu, adanya pengaruh dari account twitter milik
@yucho_pay dimana itu merupakan salah satu layanan yang dapat melakukan pembayaran
dari rekening bank dengan mengoperasionalisasikan aplikasi khusus dalam smartphone
para pengguna. Selain itu, layanan tersebut dapat melakukan penarikan tunai rekening bank
pertama di Jepang yang dapat dioperasikan di stasiun kereta. Layanan ini merupakan
layanan yang diluncurkan oleh Japan Post Bank sebagai salah satu bank terbesar di Jepang
yang kegiatannya meliputi banyak aspek jasa. Selain itu, sebagai partai baru tentu saja CDP
memerlukan banyak bantuan dana. CDP yang juga sebagai oposisi melihat adanya
keuntungan yang dihasilkan dari Japan Post Bank sejak diprivatisasi pemerintah tahun
2007 dan dari Japan Credit Bureau (JCB). Sehingga melalui kerja sama dengan Japan Post

11
Bank dan JCB, CDP berharap mendapat dana untuk partai politik. Sebagai timbal balik,
CDP aktif menggunakan Yucho Pay yang merupakan salah satu fitur terbaru yang
dikeluarkan oleh Japan Post Bank dan Quic Pay yang merupakan produk yang
dikembangkan oleh JCB.
Lingkaran besar kedua yang memiliki pengaruh juga dapat dilihat melalui account
twitter yaitu @edanoyukio0531 yang merupakan pemimpin dari partai CDP yang juga
memiliki pengaruh dalam menyebarkan kampanye. Namun, jika dilihat melalui lingkaran
besar ketiga yang merupakan akun twitter @youtube juga memiliki pengaruh dalam
berjalannya kampanye pemilu tersebut. Youtube digunakan oleh CDP untuk menyebarkan
video-video terkait dengan kampanye. Peran youtube terlihat besar karena akun twitter
CDP seringkali membagikan link youtube yang berisi aktivitas-aktivitas atau informasi
terkait CDP dan pemilu selama masa kampanye. Terakhir, akun twitter yang berpengaruh
berasal dari salah satu partai di Jepang, yaitu @jcp_cc yang merupakan partai komunis
jepang dan juga adanya lingkaran pengaruh dari pemimpin partai tersebut yaitu
@shiikazou.

Gambar 2.2
Dalam gambar 2.2 menunjukkan bahwa peranan akun twitter @CDP2017 sangat
besar dan berpengaruh, baik itu untuk pengikutnya dan yang bukan pengikutnya. Lingkaran
kecil di sekeliling itu menandakan bahwa mereka yang sering melakukan interaksi dan
merupakan pengikut sekaligus akun-akun yang berperan untuk menyebarluaskan informasi
dari CDP itu sendiri. Ditunjukkan juga bahwa ada lingkaran dengan tulisan akun twitter
Partai Komunis Jepang, yaitu @jcp_cc. Hal ini menunjukkan bahwa mereka saling

12
melakukan interaksi meskipun dibedakan oleh ideologi. Dalam kenyataan pun, CDP dan
JCP saling beraliansi yang mana JCP mendukung serta memberikan suara votenya untuk
kemenangan JCP. Kedua partai ini tergabung sebagai oposisi dari Liberal Democratic
Party (LDP). Selain itu, hubungan diantara kedua partai dapat dilihat melalui sekitar 71%
banyaknya akun twitter yang melakukan retweet terhadap @jcp_cc juga melakukan hal
tersebut terhadap akun @CPD2017, namun yang melakukan retweet CDP tidak melakukan
retweet kepada JCP. Maka dari itu, dalam gambar 2.2 memperlihatkan hubungan diantara
keduanya dimana lingkaran JCP dalam gambar kecil sedangkan partai CDP dengan
lingkaran yang paling besar sehingga menunjukan empati yang ada hanya diberikan oleh
partai JCP terhadap CDP tidak meluas ke kedua arah ( Yoshida dan Toriumi, 2018).

Gambar 2.3
Adapun dalam gambar 2.3 kembali memperlihatkan bahwa, Yukio Edano sebagai
pemimpin dari partai CDP memiliki peran yang cukup besar dalam kampanye pemilu 2017
di Jepang. Dimana dalam lingkaran besar tersebut banyak lingkaran kecil yang merupakan
akun-akun twitter pengikut dari akun @edanoyukio0531 yang banyak membahas
mengenai jalannya pemilu tersebut dengan melakukan retweet, like, dan reply terhadap
tweet yang dilakukan oleh Edano. Dari gambar tersebut pula memperlihatkan adanya
hubungan yang terjalin antara Edano dengan pemimpin partai JCP, yaitu Kazuo Shii
melalui jejaring akun twitter. Dilansir dari tokyoreview.net menyebutkan bahwa memang

13
Partai CDP sebagai partai baru mendapatkan dukungan dari adanya aliansi bersama JCP
dalam rangka memenangkan pemilu Jepang 2017.

Pengaruh Kampanye CDP di Twitter terhadap Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu
Tahun 2017
Constitutional Democratic Party (CDP) merupakan partai yang baru terbentuk dan
membutuhkan banyak suara untuk memperoleh kursi di Parlemen. CDP menggunakan twitter
sebagai salah satu media untuk berkampanye. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa CDP aktif
menulis tweet untuk membagikan berbagai informasi mengenai partainya serta calon-calonnya
dalam pemilu 2017 di Jepang. Aktifnya CDP dalam melakukan kampanye di Twitter berkorelasi
positif dengan tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu tahun 2017. Partisipasi politik
disini diartikan sebagai tindakan seseorang untuk memilih partai atau calon dalam sebuah pemilu,
dalam konteks ini adalah tindakan masyarakat untuk memilih CDP dalam pemilu tahun 2017.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa tingkat partisipasi politik di Jepang cenderung rendah
pada pemilu tahun 2017 hanya sekitar 53,68%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah
satunya adalah adanya angin Topan Lan pada saat pelaksanaan pemilu tahun 2017. Angin topan
lan ini menjadi penghambat bagi masyarakat untuk pergi memilih. Pada pemilu 2017 juga terdapat
peningkatan drastis dari pemilih dikarenakan usia minimal untuk memilih diturunkan dari 20 tahun
menjadi 18 tahun.8 Tingkatan partisipasi politik ini sebenarnya tidak berbeda jauh pada pemilu
2014. Lesunya tingkat partisipasi ini memberikan peluang bagi para partai oposisi untuk
memberikan gairah dan untuk memobilisasi para pemilih salah satunya lewat media sosial seperti
twitter pada pemilu tahun 2017. Salah satu trik yang dilakukan adalah bagaimana memobilisasi
pemilih yang tidak puas terhadap Liberal Democratic Party (LDP) yang memiliki mayoritas kursi
di parlemen pada pemilu tahun 2014. Hal ini dilakukan dengan menaikan isu-isu yang
kontroversial dan bertolak belakang dengan LDP seperti menolak kenaikan pajak. Potensi untuk
memobilisasi ketidakpuasan merupakan unsur penting dalam demokrasi Jepang khususnya pada
pemilu 2017. Trik lainnya adalah dengan membangun network diantara elit-elit atau pihak-pihak
yang berpengaruh seperti dalam bidang bisnis, ekonomi, media dan sebagainya. 9

8
Rich, M. (2017). Japan Election Vindicates Shinzo Abe as His Party Wins Big. New York Times.
9
Alisa Gaunder. (2019). RESOLVED: Japan Needs A Two-Party System. Debating Japan Vol. 2 Issue 7.

14
Hal tersebut yang juga dilakukan oleh CDP. CDP berusaha untuk memobilisasi pemilih
terutama mereka yang berusia 18 tahun atau usia remaja yang aktif bermain sosial media twitter
dan mereka yang tidak puas terhadap pemilu sebelumnya. Berbagai informasi disebarkan oleh
CDP lewat akun twitternya untuk memperoleh suara dan dapat mengkonversikannya sebagai kursi
di parlemen. Kampanye di Twitter yang dilakukan oleh CDP ternyata memberikan hasil yang
cukup memuaskan. Dapat dilihat bahwa CDP berhasil meraup 19,88% suara dan perolehan kursi
sebanyak 55 kursi. CDP menempati posisi kedua pemenang pemilu tahun 2017. Sebagai sebuah
partai baru, hal ini merupakan batu loncatan yang cukup memuaskan. Perolehan ini memperkuat
CDP sebagai sebuah partai oposisi. Secara garis besar dapat dilihat bahwa partisipasi politik
masyarakat secara umum dalam pemilu jepang tahun 2017 memang rendah. Akan tetapi secara
spesifik, partisipasi politik masyarakat dalam memilih CDP di pemilu 2017 cukup tinggi. Hal ini
merupakan pengaruh dari adanya kampanye lewat twitter yang dilakukan oleh CDP untuk
memobilisasi pemilih yang berusia muda dan pemilih yang memiliki rasa ketidakpuasaan terhadap
parlemen hasil pemilu 2014.

Analisis teori
Teori The Social Media Participation Model adalah teori beragumen bahwa semakin intens
penggunaan sosial media maka akan semakin meningkatkan partisipasi politik di kalangan
masyarakat. Berdasarkan teori ini, terdapat empat tahap, yaitu tahap pra-exposure, tahap exposure,
tahap reception, dan tahap behavioral situation. Dalam memahami tahapan-tahapan tersebut, kita
dapat melihatnya dengan mengamati penggunaan media sosial khususnya Twitter oleh masyarakat
Jepang dalam kampanye politik tahun 2017.
Di Jepang sendiri, Twitter menjadi salah satu platform media sosial yang paling populer
atau banyak digunakan. Twitter terus berkuasa di Jepang, hampir sekitar 64 persen pengguna atau
34 juta orang yang masuk ke platform tersebut. Hal ini membuat Jepang menjadi salah satu negara
yang menduduki peringkat tertinggi di dunia dalam penggunaan Twitter. Penggunaan media sosial,
khususnya di Jepang mulai masif sejak terjadinya gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011 lalu.
Pada saat itu, komunikasi mengalami gangguan sebab banyak jaringan telepon yang rusak. 10 Sejak

10
eMarketer Editors. (2018). “Japan Is One of the World’s Strongest Markets for Twitter”. Retrieved from
emarketer.com: https://www.emarketer.com/content/japan-is-one-of-the-strongest-markets-in-the-world-for-
twitter.

15
saat itu, maka masyarakat Jepang mulai memanfaatkan dan mengembangkan jaringan sosial
sebagai sarana komunikasi, salah satunya ialah menggunakan media sosial Twitter. Sejak saat itu
penggunaan Twitter di Jepang mulai meningkat dan menjadi negara kedua dengan pengguna
Twitter terbanyak di dunia. 11

Tingginya penggunaan Twitter di Jepang salah satunya ialah disebabkan oleh fitur-fitur
yang disediakan. Twitter memungkinkan orang Jepang untuk dapat lebih vocal dalam
mengemukakan pendapat. Menurut Kiyo Yamauchi seorang peneliti penggunaan Twitter di
Jepang, orang Jepang cenderung merasa tidak nyaman mengekspresikan peraaan atau pendapat di
depan umum. Dengan menggunakan Twitter, mereka tidak diharuskan menggunakan nama asli
mereka. Hal ini memungkinkan orang untuk terhubung dengan orang lain yang tertarik dengan
topik yang sama. Terlebih, sekitar tahun 2016, Twitter mengubah pengaturan mereka dengan tidak
lagi menampilkan tweet dengan menggunakan urutan kronologis, melainkan berdasarkan tweet
yang relevan terlebih dahulu.12 Berdasarkan teori SMPPM, hal ini merupakan tahap pre-exposure,
dimana dijelaskan bahwa motivasi penggunaan media sosial khususnya Twitter oleh masyarakat
Jepang didorong oleh beberapa faktor seperti keinginan dari individu untuk mencari tahu informasi
terkait pemilu 2017 seperti informasi mengenai partai, visi-misi partai, calon-calon yang diajukan
oleh partai, dan informasi-informasi lain yang terkait dengan kegiatan kampanye. Rasa ingin tahu
ini yang menjadi motivasi bagi masyarakat untuk menggunakan twitter. Dalam kasus ini
masyarakat menggunakan twitter dengan motivasi untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka terkait
dengan aktivitas kampanye partai CDP. CDP melalui akun Twitter resminya, @CDP2017 kerap
mengunggah tweet selama masa kampanye sampai dengan hari pemungutan suara. Akun Twitter
CDP terbilang cukup masif dalam menyebarkan informasi-informasi kepada pengikutnya. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah tweet yang diunggah selama masa kampanye. Jika dilihat berdasarkan
teori SMPPM, tahap ini merupakan bagian dari tahap exposure, dimana masyarakat mulai terpapar
informasi-informasi dari unggahan-unggahan di media sosial. Dalam hal ini, partai CDP
memanfaatkan media sosial Twitter untuk menyebarkan berbagai macam informasi mengenai visi
misi partai, program kerja, aktivitas partai, dan informasi lainnya terkait kegiatan partai. Tidak

11
Wang, S. (2019, May 16). How Twitter Became Ubiquitous in Japan. Retrieved from Bloomberg.com:
https://www.bloomberg.com/news/articles/2019-05-16/how-twitter-became-ubiquitous-in-japan
12
ibid

16
sampai disitu, tweet yang diunggah oleh akun tersebut mendapatkan banyak retweets dari
masyarakat. Retweets tersebut tidak hanya berasal dari pengikut akun tersebut saja melainkan juga
berasal dari luar pengikut akun tersebut. Selain itu juga dapat dilihat dari hasil data yang
didapatkan melalui software GEPHI dimana menunjukan adanya interaksi dan aktivitas yang
tinggi pada akun @CDP2017 dengan akun-akun lain. Hal ini menunjukan bahwa terdapat
penyebaran informasi yang sangat masif. Apabila dilihat dari teori SMPPM, tahap ini dapat
dikatakan sebagai tahap reception. Masyarakat tidak hanya lagi menerima informasi saja,
melainkan juga memberikan tanggapan dari informasi tersebut, terlihat dari tingginya angka
retweets dan interaksi yang dilakukan oleh akun @CDP2017 terhadap akun-akun lain. Hal ini
membuktikan bahwa masyarakat telah menyerap informasi yang ada dan mulai merasakan
relevansi antara apa yang dibaca di media dengan apa yang dirasakan sehingga mulai memberikan
reaksi terhadap informasi-informasi yang ada. Selain itu masyarakat juga akan memiliki
penekanan isu yang sama dengan CDP, semisal salah satu isu yang dibawa oleh CDP adalah
mengenai penolakan pajak maka followers maupun bukan followers yang terpapar oleh tweet-
tweet CDP semakin lama akan semakin memiliki fokus isu yang sama. Maka, apa yang mereka
baca di media akan memiliki relevansi dengan apa yang mereka pikirkan, yaitu sama-sama
menolak kenaikan pajak.

Masifnya penyebaran informasi melalui media sosial Twitter oleh CDP tersebut
memancing banyak reaksi dari kalangan masyarakat, salah satunya melalui banyaknya retweets
yang dilakukan oleh masyarakat. Banyaknya retweets tersebut mendorong semakin tersebarnya
informasi-informasi yang diberikan oleh CDP melalui unggahannya di Twitter sehingga informasi
yang diberikan oleh akun CDP semakin meluas. Informasi-informasi yang disebarkan oleh CDP
tersebut pada akhirnya dapat membuahkan hasil, CDP berhasil meraup 19,88 persen suara dan
memperoleh kursi sebanyak 55 kursi. Ini menunjukan bahwa partisipasi politik masyarakat dalam
memilih CDP di Pemilu tahun 2017 ini cukup tinggi. Hal ini merupakan pengaruh dari
dilakukannya kampanye melalui media sosial Twitter yang dilakukan oleh CDP. Ini menunjukkan
adanya kekuatan penggunaan media sosial dalam penyebaran informasi. Berdasarkan teori
SMPPM, tahap ini merupakan tahap behavioral situation. Masyarakat telah terpengaruh oleh
informasi yang mereka baca, dalam hal ini ialah informasi yang disebarkan oleh CDP kemudian
melakukan tindakan setelah banyak menerima informasi, yaitu meningkatkan partisipasi politik

17
masyarakat dalam hal ini untuk memilih CDP dalam Pemilu 2017, yang notabene masih
merupakan partai baru.

Untuk mempermudah melihat bagaimana pengaruh twitter terhadap tahapan partisipasi


politik masyarakat dalam pemilu di Jepang tahun 2017, maka akan disajikan dalam tabel berikut:

Pre-Exposure Rasa ingin tahu masyarakat terkait informasi-informasi yang


dibagikan oleh CDP lewat akun twitternya @CDP2017.

Exposure Masyarakat mendapatkan informasi terkait dengan aktivitas partai


CDP lewat tweet dari akun twitter resmi CDP.

Reception Masyarakat mulai terpapar informasi kemudian melakukan


retweets terhadap tweet yang dibuat oleh CDP. Masyarakat juga
memiliki fokus isu yang sama dan relevansi terhadap isu dengan
CDP seperti menolak kenaikan pajak.

Behavioral Situation Masyarakat melakukan tindakan yaitu berpartisipasi dalam pemilu


dengan memilih CDP.

Dari penjabaran tersebut dapat dilihat bahwa twitter memiliki pengaruh terhadap partisipasi politik
masyarakat dalam pemilu 2017. Dimana semakin tinggi tingkat intensitas penggunaan twitter
maka akan berkorelasi positif dengan jumlah tweet, jumlah followers, dan jumlah retweets.
Artinya peran twitter sebagai sarana penyebaran informasi cukup tinggi. Tingginya peran dari
twitter berpengaruh pada tingginya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam memilih CDP di
pemilu 2017, dimana sebagai partai baru CDP mampu memperoleh suara kedua terbanyak dan
menempati posisi sebagai partai oposisi terbesar. Dapat disimpulkan bahwa semakin intens
penggunaan twitter maka semakin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakat. Hal ini sesuai
dengan argumen dari Teori SMPPM yaitu semakin intens penggunaan sosial media maka akan
semakin meningkatkan partisipasi politik.

Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan-pemaparan diatas, maka dapat kita lihat bahwa terdapat
pengaruh positif penggunaan media sosial terhadap berbagai faktor dalam kehidupan masyarakat,

18
salah satunya ialah dalam kehidupan politik. Meningkatnya penggunaan media sosial
memungkinkan semakin mudahnya menyebarkan informasi-informasi. Semakin mudahnya
penyebaran informasi tersebut dimanfaatkan oleh banyak pihak dengan berbagai kepentingan,
salah satunya ialah partai politik. Dalam hal ini, salah satu partai politik Jepang memanfaatkan
media sosial dalam melakukan kampanyenya untuk Pemilu tahun 2017. Penggunaan media sosial
ini bukan tanpa alasan. Penggunaan media sosial sebagai media kampanye dilakukan karena
melihat tingginya tingkat penggunaan internet di Jepang. Selain itu pemilihan media sosial Twitter
juga bukan tanpa alasan, pasalnya Jepang berada pada peringkat kedua dalam hal penggunaan
media sosial Twitter. Berdasarkan hal tersebut, partai CDP melihat sebuah peluang untuk
memanfaatkan media sosial untuk melakukan mobilisasi massa dengan menyebarkan berbagai
informasi. Hal ini terbukti efektif dengan melihat banyaknya retweets yang didapatkan dari
unggahan-unggahan di Twitter tersebut dan tingginya aktivitas akun resmi CDP dengan akun-akun
lain. Dengan meningkatnya tingkat interaksi tersebut, memungkinkan informasi yang disebarkan
akan semakin meluas sehingga informasi-informasi tersebut dapat mempengaruhi semakin banyak
orang. Tersebarnya informasi-informasi tersebut kemudian dapat mempengaruhi masyarakat
dalam pilihan politiknya. Hal ini dapat kita lihat dengan tingginya suara partai CDP yang masih
merupakan partai baru dalam Pemilu tahun 2017. Ini membuktikan bahwa, media sosial memiliki
kekuatan dalam menyebarkan informasi dan mempengaruhi perilaku masyarakat, seperti dalam
pilihan politknya.

19
Daftar Pustaka

Alisa Gaunder. (2019). “RESOLVED: Japan Needs A Two-Party System”. Debating Japan Vol.
2 Issue 7.

M, Rich.. (2017). “Japan Election Vindicates Shinzo Abe as His Party Wins Big”. New York Times.

Yoshida, Mitsuo.,Toriumi, Fujio. (2017). “Analysis of Political Party Twitter Accounts’


Retweeters During Japan’s 2017 Election”. International Conference on Web
Intelligence (WI).

Yoshida, Mitsuo.,Toriumi, Fujio. (2018). “Information Diffusion Power of Political Party Twitter
Accounts During Japan’s 2017 Election”. Social Informatics 10th International
Conference Rusia. Switzerland: Springer Nature.

Fackler, Martin. (2014). “Calling Early Elections in Jaoan, Abe Rolls the Dice on the Economy”
https://www.nytimes.com/2014/11/19/world/asia/prime-minister-shinzo-abe-calls-for-
early-elections-in-japan.html (diakses pada 8/11/2019 pukul 21:38 WIB).

Knoll, Johannes, dkk. (2018). The social media political participation model: A goal systems
theory perspective dalam Convergence: The International Journal of Research into New
Media Technologies Vol. 20 No. 10.

Kompas.com. 29 Maret 2014. Media Sosial dalam Kampanye Politik. Melalui


https://nasional.kompas.com/read/2014/03/29/1153482/Media.Sosial.dalam.Kampanye.P
olitik?page=all (diakses pada 11/11/2019 pukul 19.30 WIB).

News.Okezone.com. (2014). Tingkat Kepercayaan Merosat Pemilu Jepang Dipercepat melalui


https://news.okezone.com/read/2014/11/13/18/1065024/tingkat-kepercayaan-merosot-
pemilu-jepang-dipercepat (diakses pada 9/11/2019 pukul 21:00 WIB).

QuicPay, https://www.global.jcb/en/products/payment-solution/quicpay/index.html. (akses 9


November 2019)

Japan Post Bank, https://www.jp-bank.japanpost.jp/en/ir/financial/pdf/en2019_10.pdf

20
Kompas.com. (2018). Jelang Pertemuan AS Korea Utara, Kenapa Jepang Justru Khawatir?
Melalui https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/internasional/
read/2018/03/29/11595001/jelang-pertemuan-as-korea-utara-kenapa-jepang-justru
khawatir (diakses 10/11/2019 pukul 10:25 WIB).

Fahrey, Rob. (2017). Election 2017: Possible Outcomes. Melalui https://www.tokyoreview.


net/2017/10/election-2017-possible-outcomes/ (diakses 11/11/2019 pukul 10:59 WIB).

Aljazeera.com (2017). “Japan Snap Elections” melalui


https://www.aljazeera.com/news/2017/10/japan-snap-elections-171018100325909.html
(akses 10 November 2019)

Hagar, Doughlas. (2014). “Campaigning Online: Social Media in the 2010 Niagara Municipal
Elections” dalam Canadian Journal of Urban Research Vol. 23 Issue 1. California
University.

Hassan, Asmadi., Paidi, Rohayati., M. Danial Azman. (2019). “Jepun Vs. Malaysia: Strategi
Kempen Pilihan Raya Umum 2017 dan 2018” dalam Jebat: Malaysian Journal of History,
Politics & Strategic Studies Vol. 46 No. 1.

Takeshita, Toshio., Mikami, Shunji. (1995). “How Did Mass Media Influence the Voter’s Chice
in the 1993 General Election in Japan?: A Study of Agenda Setting” dalam Keio
Communication Review No. 17.

Pekkanen, Robert J. et.al. (2018). Japan Decides 2017: The Japanese General Elections.
Switzerland: Palgrave Macmillan.

Fabian Schafer, Stefan Evert, dan Philipp Heinrich. (2017). “Japan’s 2014 General Election:
Political Bots, Right-Wing Internet Activism, and Prime Minister Shinzo Abe’s Hidden
Nationalist Agenda”. Big Data Volume 5 Number 4, 2017.

eMarketer Editors. (2018, July 31). Japan Is One of the World’s Strongest Markets for Twitter.
Retrieved from emarketer.com: https://www.emarketer.com/content/japan-is-one-of-the-
strongest-markets-in-the-world-for-twitter

21
Wang, S. (2019, May 16). How Twitter Became Ubiquitous in Japan. Retrieved from
Bloomberg.com: https://www.bloomberg.com/news/articles/2019-05-16/how-twitter-
became-ubiquitous-in-japan

22

Anda mungkin juga menyukai