Anda di halaman 1dari 2

NAMA : Rizki Aliza Nazarudin

NIM : E1111211006
PRODI : Ilmu Hubungan Internasional
MATA KULIAH : Tata Kelola Jepang Ekonomi Politik Internasional
KELAS : B Reguler A
DOSEN PENGAMPU : Adibrata Iriansyah , S.IP, MA

Dominasi Satu Partai di Jepang


Dalam panggung politik Jepang, tidak ada partai yang memiliki sejarah, kekuatan, dan
kontroversi yang sebanding dengan Partai Demokrat Liberal (Liberal Democratic Party). Sejak
pendiriannya pada tahun 1955, LDP telah menjadi pilar politik yang dominan di Jepang,
membentuk landasan bagi stabilitas politik dan ekonomi di negara tersebut. Namun, di balik
kesuksesannya, partai ini juga menghadapi tantangan dan kritik yang signifikan. Demokrat Liberal
(LDP) yang sudah lama berkuasa memiliki makna sejarah, tidak hanya bagi para ilmuwan politik
namun juga bagi masyarakat Jepang, dan mungkin juga bagi negara- negara tetangganya di Asia
dan Amerika Serikat. LDP membanggakan dirinya sebagai partai politik paling sukses yang
beroperasi dalam sistem demokrasi sejak pertengahan abad ke-20. Partai ini memegang kekuasaan
hampir terus menerus sejak pembentukannya pada tahun 1955, kurang dari tiga tahun setelah
berakhirnya pendudukan AS. Di Dewan Perwakilan Rakyat, LDP mengumpulkan rekor yang luar
biasa: partai tersebut tidak pernah kalah dalam satu pemilu pun selama lebih dari setengah abad,
hingga tanggal 30 Agustus 2009, ketika Partai Demokrasi Jepang (Democracy Party of Japan)
meraih kemenangan yang telak.
Partai Demokrat Liberal Jepang didirikan pada tahun 1955 sebagai hasil dari
penggabungan tiga partai besar pada saat itu: Partai Demokrat, Partai Liberal, dan Asosiasi
Independen. Dalam periode pascaperang, Jepang mengalami transformasi politik dan ekonomi
yang mendalam, dengan LDP memegang kendali atas banyak inisiatif reformasi. Di bawah
pimpinan tokoh-tokoh seperti Kakuei Tanaka dan Yasuhiro Nakasone, LDP membawa Jepang
melalui periode pertumbuhan ekonomi yang spektakuler dan memperkuat kemitraannya dengan
Amerika Serikat. Sejak awal, LDP telah dikenal dengan pandangan konservatifnya terhadap
kebijakan dalam banyak hal, termasuk dalam hal keamanan nasional, hubungan luar negeri, dan
ekonomi. Partai ini memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan ekonomi "Abenomics"
yang diperkenalkan oleh mantan perdana menteri Shinzo Abe, yang bertujuan untuk
menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi Jepang. LDP juga sering kali mendorong kebijakan
yang mendukung aliansi militer dengan Amerika Serikat, terutama dalam konteks meningkatnya
ketegangan regional dengan negara-negara seperti Korea Utara dan Tiongkok.
Meskipun dominannya di politik Jepang, LDP tidak luput dari kritik dan kontroversi. Salah
satu kritik yang paling sering muncul adalah koneksi erat antara LDP dan kepentingan korporat
besar, yang beberapa kritikus klaim telah menciptakan kecenderungan untuk kebijakan yang
menguntungkan perusahaan besar sementara mengabaikan kepentingan rakyat biasa. Selain itu,
LDP juga dituduh terlibat dalam beberapa skandal politik yang melibatkan korupsi dan
penggelapan dana. Meskipun menghadapi tantangan, LDP tetap menjadi kekuatan dominan dalam
politik Jepang. Namun, di tengah pergeseran demografis, perubahan sosial, dan dinamika
geopolitik yang kompleks, partai ini dihadapkan pada tekanan untuk beradaptasi dan
mengembangkan visi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Jepang modern. Pemimpin masa
depan LDP akan diuji dalam upaya mereka untuk mempertahankan relevansi partai sambil
menavigasi tantangan dalam negeri dan luar negeri.
Kemunculan Partai Demokrat (DPJ) pada tahun 1998 memperlihatkan pergeseran dalam
politik Jepang. DPJ, yang didirikan oleh beberapa mantan anggota LDP dan partai oposisi lainnya,
mampu menarik perhatian masyarakat dan menjadi ancaman serius bagi dominasi LDP. Dengan
memposisikan diri sebagai oposisi terhadap LDP, DPJ menunjukkan kekuatannya dalam politik.
Keberhasilan DPJ dalam meraih mayoritas kursi di Majelis Tinggi pada pemilihan tahun 2004
meningkatkan spekulasi mengenai kemungkinan LDP kehilangan kekuasaan sekali lagi. Spekulasi
ini semakin diperkuat oleh serangkaian skandal dan tindakan yang tidak etis yang melibatkan
politisi LDP, yang merusak citra partai konservatif terbesar di Jepang, terutama selama masa
kepemimpinan Shinzo Abe. Hal ini memberikan dorongan bagi DPJ untuk mengukuhkan
posisinya dalam politik Jepang. Puncaknya terjadi pada pemilihan tahun 2009, di mana LDP, di
bawah kepemimpinan Taro Aso, menderita kekalahan yang memalukan. Dengan hanya
menyisakan 119 kursi di Majelis Rendah, LDP kalah telak dari DPJ yang memenangkan mayoritas
kursi dengan 308 suara dari 480 di Majelis Rendah. Aso, yang saat itu menjabat sebagai perdana
menteri dan ketua partai, dengan jujur mengakui kekalahan LDP dari DPJ. Kekalahan ini menandai
akhir dari era dominasi panjang LDP dalam politik Jepang, sementara DPJ muncul sebagai
kekuatan baru yang mengubah peta politik Jepang.

Anda mungkin juga menyukai