Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Rizki Aliza Nazarudin

NIM : E1111211006
PRODI : Ilmu Hubungan Internasional
MATA KULIAH : Kajian Terorisme
KELAS : A Reguler A
DOSEN PENGAMPU : Ratu Zahirah Lutfie S.IP, M.Si

UJIAN TENGAH SEMESTER

SOAL
1. Apa yang anda pahami tentang :
a. Terorisme
b. Radikalisme
2. Terorisme bukanlah ideologi atau nilai-nilai itu sendiri, melainkan sebuah strategi,
instrument dan alat untuk mencapai tujuan. Bagaimana pendapat anda, adanya tindakan
aksi terorisme yang dikaitkan dengan agama?
3. Secara garis besar ada dua faktor penyebab seseorang terlibat dalam radikalisme dan
terorisme, yaitu, faktor internal dan faktor eksternal.
a. Sebutkan dan jelaskan kedua faktor tersebut!
b. Bagaimana cara agar seseorang tidak terlibat paham radikal dan aksi terorisme?
4. Menurut anda, apakah langkah yang di lakukan pemerintah Indonesia dalam
menanggulangi paham radikalisme sudah efektif? Jika belum, bagaimana agar dapat
mencegah dan menghambat paham radikalisme di masyarakat?
5. Menurut James Lutz dan Brenda Lutz, “terorisme melibatkan tujuan dan motif politik”,
Dalam aksinya tidak segan untuk melakukan berbagai cara demi mencapai perubahan
politik yang mereka inginkan. Dengan menggunakan tindak kekerasan kelompok radikal
memaksa suatu pemerintahan, untuk melakukan yang mereka inginkan. Hal ini
bertentangan dengan ajaran agama yang kita yakini. Berkaitan dengan hal tersebut,
tuliskan ayat atau dalil dalam kitab suci anda yang menyatakan tentang perintah untuk
patuh/taat kepada pemimpin(pemerintah)! Kemudian bagaimana pemahaman Anda
tentang ayat tersebut?
6. Dunia maya telah mengubah pola dan peta radikalisme. Kelompok teroris saat ini
memanfaatkan media internet dalam aksinya. Radikalisme dan terorisme diantaranya
melalui media internet, memang telah semakin naik jumlahnya. Tetapi radikalisme dan
terorisme tetap bisa kita musnahkan.Salah satu jalannya, BNPT sejak tahun 2015,
mencanangkan gerakan "Damai di Dunia Maya". Sebagai individu dan juga
seorang mahasiswa, apakah yang dapat anda lakukan untuk turut serta dalam mengatasi
penyebaran paham radikal di dunia maya?

JAWABAN:
1. Berikut pemahaman saya terkait terorisme dan radikalisme:
Menurut saya radikalisme dan terorisme saling berketerikatan satu sama lain.
a. Terorisme, berasal dari kata teror (terrere) yang berarti sebuah aksi dimana aksi
tersebut dapat membuat seseorang merasa ketakutan dan terintimidasi hingga
bergetar. Terorisme ini bukanlah suatu ideologi atau nilai, namun merupakan sebuah
strategi, instrumen atau alat untuk mencapai tujuan tertentu. Aksi terorisme ini
memiliki ciri dasar yaitu menggunakan “kekerasan” dan bersifat mengancam, maka
dari itu terkadang aksi terorisme digunakan untuk kepentingan politik ataupun
ekonomi, karena melalui aksi tersebut diharapkan dapat membuat target operasinya
takluk dan ketakutan sehingga keinginan pelaku teror dapat terpenuhi. Target dari
tindakan yang berlandaskan terorisme ini biasanya meliputi negara, masyarakat atau
kelompok bahkan individu. Di dalam internalnya, umumnya anggota yang tergabung
dalam kelompok terorisme di didik dengan kekerasan.
b. Radikalisme, berasal dari kata radix yang berarti akar atau mendasar. Radikalisme
biasanya terikat pada keyakinan atau pendekatan yang sifatnya ekstrem terhadap
suatu ideologi, biasanya dalam konteks politik, agama, atau sosial budaya.
Radikalisme sering kali mencakup pemikiran atau tindakan yang di luar norma,
namun tidak selalu berujung pada kekerasan (hal inilah yang membedakan
radikalisme dengan terorisme). Umumnya, orang- orang yang melakukan tindakan
radikalisme ini memiliki tujuan untuk mengubah atau merusak suatu tatanan.
Fenomena radikalisme yang sering kita jumpai biasanya di indahkan dengan balutan
agama. Namun, sesungguhnya hal tersebut tidak pernah berkaitan dengan nilai-nilai
suatu agama, mereka mengatas namakan sebuah agama hanya sebagai bentuk jebakan
manipulasi saja agar pelaku mudah mencari orang atau anggota yang bisa di kontrol
untuk melaksanakan aksi.

2. Menurut saya tindakan radikalisme ataupun terorisme yang dikaitkan dengan agama
adalah bentuk dari penistaan agama, karena tindakan terorisme tersebut sangat melanggar
norma, bersifat kekerasan dan terror yang notabennya sangat buruk sehingga dapat
mempengaruhi persepsi publik terhadap agama tertentu. Sesuai dengan statement yang
terkandung di dalam soal yaitu “Terorisme bukanlah ideologi atau nilai-nilai itu sendiri,
melainkan sebuah strategi, instrument dan alat untuk mencapai tujuan.” Dapat saya
sampaikan bahwa agama hanya dijadikan komponen (kedok) yang “memperindah”
tindakan terorisme itu sendiri, agar mereka dapat mempengaruhi atau memanipulasi
orang-orang yang menyaksikan tindakan teror tersebut dari jauh sehingga diharapkan
aliran sesat tersebut dapat terus mengalir dan berkelanjutan.

3. Berikut yang saya pahami:


a. Dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang tergabung ke dalam radikalisme:
 Faktor Internal: merupakan faktor yang mempengaruhi dari dalam diri individu
tersebut.
- Pemahaman terkait ideologi yang ekstrim (tidak lazim), biasanya faktor ini
muncul ketika seorang individu mempelajari dan menyelami (secara dalam)
suatu buku atau suatu ilmu yang tidak terjamah publik secara umum, sehingga
mindset individu tersebut terkontaminasi dan lahir ide-ide di luar nalar.
Pemahaman yang ekstrem terhadap suatu ideologi politik, agama, atau sosial
bisa menjadi faktor internal yang mendorong seseorang menuju radikalisme
atau terorisme. Misalnya, interpretasi agama yang radikal atau keyakinan
politik yang ekstrem.
- Krisis Identitas, menurut saya orang-orang yang mengalami krisis identitas
tidak akan menemukan “kepuasan” dalam hidup, bisanya mereka
mendalami semua keyakinan yang ada untuk menemukan “jati dirinya”,
dari proses ia mencari inilah dapat menimbulkan potensial yang dapat
membuatnya menjadi paham radikal.
 Faktor Eksternal: merupakan faktor yang mempengaruhi dari luar diri individu
tersebut.
- Propaganda, adanya propaganda dari oknum radikal bisa saja memanipulasi
pikiran seorang individu maupun suatu kelompok. Umumnya propaganda
radikal di selimuti nilai-nilai agama sebagai umpan agar seseorang bisa
termanipulasi.
- Kondisi Ekonomi yang Buruk, ada sebuah statement yaitu “menghalalkan
segala cara agar kebutuhan atau keinginan dapat terpenuhi”. Seorang individu
ataupun kelompok dapat dengan mudah terkontaminasi oleh radikalisme jika
sedang mengalami kondisi ekonomi yang buruk, karena dalam kondisi ini
umumnya orang akan berpikiran “uang adalah segalanya” sehingga akan
mudah terimingi-imingi.

4. Ada beberapa strategi yang telah di terapkan oleh Indonesia untuk menanggulangi
penyebaran paham radikalisme. Sesuai dengan yang sudah saya eksplor di jurnal yang
berjudul “Strategi Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi Pengaruh Ideologi
Transnasional Radikal di Media Sosial” karya tulis oleh Ihsanul Religy Utami & Gonda
Yumitro adalah sebagai berikut:
a. Cyber Security Strategy, sebagai respon terhadap konten negatif di media sosial,
pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika dan
Komunikasi Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, telah mengusulkan
regulasi untuk penanganan dari hulu maupun hilir. Kebijakan di industri hilir
didasarkan pada pengelolaan konten negatif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik No. 19 Tahun 2016. Penerapan kebijakan ini
melibatkan tindakan pemblokiran konten negatif serta situs atau platform yang terkait
dengan radikalisme.
b. Strategi Edukasi Sebagai Penguatan Literasi Media Sosial, salah satu langkah
awal yang diambil oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan
relawan adalah menyebarkan konten yang bersifat positif dan mempromosikan narasi
damai melalui media sosial. Selain itu, mereka juga berperan dalam mengedukasi
masyarakat tentang risiko dan bahaya radikalisasi.
c. Penegakan Hukum UU ITE, UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 merupakan perubahan
dari UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Perubahan undang-undang ini diharapkan dapat
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, sehingga mereka merasa lebih aman
saat menggunakan internet dan media sosial. Dengan adanya perubahan ini,
diharapkan konten-konten yang berpotensi menimbulkan konflik seperti SARA,
radikalisme, dan pornografi dapat dikurangi melalui kebijakan yang telah ditetapkan.
Perlindungan hukum terhadap masyarakat terhadap penyebaran berita bohong dan
paham radikalisme diatur dalam Pasal 40 ayat (2) UU ITE, yang menegaskan bahwa
pemerintah bertanggung jawab melindungi ketertiban umum dari akibat
penyalahgunaan informasi elektronik, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
peraturan perundang-undangan. Upaya pemblokiran atau pemutusan akses sebagai
cara untuk mencegah penyebaran berita bohong merupakan salah satu langkah dalam
menjalankan kewajiban pemerintah dalam melindungi hukum masyarakat.

Sumber: Utami, Religy, Ihsanul & Yumitro, Gonda. (2023). Strategi Pemerintah
Indonesia Dalam Mengatasi Pengaruh Ideologi Transnasional Radikal di Media
Sosial. Jurnal Sosial Politik Vol.6 No.1

Menurut saya strategi tersebut sudah cukup efektif, karena pemerintah Indonesia dengan
cermat membatasi akses media internet mengingat teknologi canggih sudah merajalela di
era sekarang, dan seperti yang kita tahu bahwa teknologi dapat digambarkan seperti
pedang bermata dua, yang artinya di satu sisi bisa membantu dan mempermudah manusia
namun di sisi lain bisa menjadi hal yang dapat merusak dan berbahaya jika tidak
digunakan dengan bijak. Langkah ini menurut saya juga sudah tepat, karena media sosial
tidak bisa kita batasi penggunanya, maksudnya adalah anak kecil hingga orang tua,
bahkan orang tidak berakal hingga orang berwawasan tinggi pun bisa mengaksesnya.
Maka dari itu, pembatasan akses dari media internet merupakan langkah yang tepat. Hal
ini dapat kita lihat, sejak 3 tahun terakhir isu terorisme dan radikalisme di Indonesia
sudah jarang terlihat.
5. Al Qur'an Surat An-Nisa ayat 59
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َاِط ْيُعوا الَّرُسْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َفِاْن َتَناَز ْعُتْم ِفْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِاَلى ِهّٰللا َو الَّرُس ْو ِل ِاْن ُكْنُتْم‬
‫ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِوْيًل‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Ayat ini menegaskan pentingnya ketaatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan pemimpin
yang diberi wewenang (ulil amri) di antara umat Islam. Ketika terjadi perselisihan atau
perbedaan pendapat dalam hal-hal agama atau urusan umat, maka disarankan untuk
merujuk kepada Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah sebagai sumber hukum yang utama.
Ini menekankan pentingnya menjadikan Al-Qur'an dan sunnah sebagai pedoman utama
dalam menyelesaikan perbedaan pendapat, dengan keyakinan bahwa Allah dan hari
kemudian adalah lebih utama dan lebih baik dalam penyelesaian masalah.

6. Sebagai seorang mahasiswa yang hidup di era teknologi dan terbiasa dalam bersosial
media, saya pikir sangat bisa untuk berpartisipasi dalam mencegah penyebaran aliran
radikalisme. Bijak dalam menggunakan media sosial adalah salah satu upaya untuk
berpartisipasi, kemudian juga kita bisa menumbuhkan rasa waspada terhadap
radikalisme, jadi ketika kita menyadari ada postingan atau media yang menunjukkan
isi yang telah terkontaminasi dengan paham radikal, dapat langsung di laporkan. Kita
juga bisa untuk membantu mengedukasi melalui media seperti twitter (atau X), tiktok
dan sebagainya, karena akses untuk mem-viralkan sesuatu pada zaman ini terhitung
cukup mudah. Misalnya, membuat thread twitter (atau X) tentang radikalisme
awareness.
Namun, di sisi lain menurut saya justru mahasiswa memiliki potensi yang cukup besar
untuk terkontaminasi oleh paham radikal, karena sepengalaman saya, pengalaman
dosen pengajar serta dari berita yang ada, tidak sedikit adanya mahasiswa yang
terpapar oleh paham radikal. Maka dari itu, bergaul dengan teman sebaya dan orang-
orang yang tepat juga bisa menjadi upaya seorang mahasiswa untuk mencegah paham
radikal, karena pergaulan merupakan hal yang krusial khususnya bagi mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai