Anda di halaman 1dari 9

TOLERANSI IMUN & AUTOIMUNITAS

 Toleransi Imun
 Definisi :
- system imun tdk bereaksi pd antigen diri sendiri + normalnya system imun akan
bereaksi thd mikroba.
- tidak adanya respons terhadap antigen yang dicetuskan oleh terpaparnya limfosit
pada antigen tersebut.
 Pentingnya (manfaat) :
- antigen diri biasanya menginduksi toleransi dan kegagalan toleransi-diri adalah
penyebab yang mendasari timbulnya penyakit autoimun.
 Toleransi Limfosit T
1) Sentral
 Toleransi sentral adalah mekanisme toleransi hanya pada antigen diri yang berada
dalam organ limfoid generatif yaitu, sumsum tulang dan timus.
 Mekanisme utama toleransi sentral pada sel T adalah kematian sel T imatur dan
pembentukan sel T regulator CD4+.
 Seleksi negatif adalah mekanisme utama toleransi sentral. Proses seleksi negatif
mempengaruhi sel T CD4+ dan sel T CDS+ yang reaktif terhadap diri sendiri, yang
mengenali peptida diri yang disajikan oleh molekul MHC kelas II dan kelas I MHC.
 Sebagian sel T CD4+ imatur yang mengenali antigen diri dalam timus dengan afinitas
tinggi tidak akan mati tetapi justru berkembang menjadi sel T regulator dan
selanjutnya memasuki jaringan perifer.
2) Perifer
 Dipicu ketika sel T matur mengenali antigen diri di jaringan perifer, menimbulkan
inaktivasi fungsional (anergi) atau kematian sel tersebut, atau pada waktu limfosit
reaktif terhadap antigen diri ditekan oleh sel T regulator.
 Penting untuk mencegah respons sel T terhadap antigen diri yang tidak terdapat
dalam timus, dan juga dapat merupakan mekanisme cadangan untuk mencegah
autoimunitas dalam situasi di mana toleransi sentral tidak sempurna.
 Pengenalan antigen tanpa kostimulasi yang memadai akan menghasilkan anergi
atau kematian sel T, atau membuat sel T sensitif terhadap penekanan oleh sel T
regulator.
 Dua sinyal untuk menginduksi proliferasi dan diferensiasi menjadi sel efektor dan
memori: Sinyal 1 adalah selalu antigen dan sinyal 2 adalah kostimulator yang
diekspresikan oleh sel penyaji antigen (APC), biasanya merupakan bagian dari
respons imun alami terhadap mikroba (atau terhadap sel inang yang rusak).
 Ada tidaknya kostimulasi merupakan faktor utama yang menentukan apakah sel T
akan diaktifkan atau menjadi toleran.
 ANERGI
- Menunjukkan pada ketidaktanggapan fungsional yang berlangsung lama yang dipicu ketika
selsel ini mengenali antigen diri.
- Sel anergi dapat bertahan hidup, tetapi tidak mampu merespons antigen.
- Dua mekanisme yang bertanggung jawab untuk induksi anergi yang dapat dijelaskan
dengan baik adalah sinyal abnormal oleh kompleks TCR dan pengmman sinyal
penghambatan dari reseptor selain kompleks TCR :
1) Ketika sel T mengenali antigen tanpa kostimulasi, kompleks TCR kehilangan
kemampuannya untuk mengirimkan sinyal aktivasi. Contoh kasus, berkaitan dengan
aktivasi enzim (ligase ubiquitin) yang memodifikasi protein sinyal dan menjadikan
mereka sasaran untuk penghancuran intraseluler oleh protease.
2) saat pengenalan antigen diri, sel T dapat mernilih untuk mengikat salah satu reseptor
penghambatan yang merupakan keluarga CD28, yaitu cytotoxic T lymphocyte-associated
antigen 4 ( CTLA-4, atau CD152) atau programmed death protein 1 (PD-1).

 Regulasi Respons Sel T oleh Reseptor Penghambatan


 Fungsi CTLA-4 : diekspresikan sementara pada sel T CD4+ aktif dan secara terus menerus
oleh sel T regulator.
- Menghentikan aktivasi sel T yang memberikan respons dan juga memperantarai
fungsi supresif sel T regulator.
- Bekerja dengan memblok dan menghilangkan molekul B7 dari permukaan APC,
sehingga mengurangi kostimulasi dan mencegah aktivasi sel T
- Memberikan sinyal penghambatan kepada sel T.
- CTLA-4, yang terlibat dalam menghentikan respons sel T, juga mengenali
kostimulator B7 yang sama yang mengikat CD28 dan memulai aktivasi sel T.
- CTLA-4 memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk B7 daripada CD28. Sehingga kadar
B7 rendah (seperti yang biasanya diharapkan ketika APC menyajikan antigen diri),
reseptor yang cenderung diikat adalah CTLA-4 yang mempunyai afinitas lebih tinggi,
tetapi ketika kadar B7 tinggi (pada infeksi), reseptor pengaktifan CD28, yang
afinitasnya lebih rendah, diikat lebih banyak.
 PD 1
- Diekspresikan pada sel T CD4+ dan CDS+ setelah distimulasi antigen.
- Memiliki immunoreceptor tyrosinebased inhibitory motif (ITIM) khas untuk reseptor
yang Memberikan sinyal penghambatan.
- Menghentikan respons sel T pada antigen diri dan juga pada infeksi kronis, terutama
infeksi virus.
 Penekanan lmun oleh Sel T Regulator
- Sel T regulator berkembang di timus atau di jaringan perifer setelah mengenali antigen diri
dan menekan aktivasi limfosit spesifik untuk antigen diri tersebut yang dapat berbahaya.
- Sel T regulator mengekspresikan faktor transkripsi disebut FoxP3, yang diperlukan untuk
perkembangan dan fungsi sel tersebut. Mutasi gen yang menyandi FoxP3 pada manusia
atau tikus menyebabkan penyakit autoirnun multiorgan sistemik, menunjukkan pentingnya
sel T regulator FoxP3+ untuk pemeliharaan toleransi-diri.
- Sitokin transforming growth factor beta (TGF beta) berperan dalam pengembangan sel T
regulator, dengan merangsang ekspresi faktor transkripsi FoxP3. Sel dapat menghasilkan
TGF-beta, tetapi sumber TGF-beta untuk merangsang sel T regulator dalam tirnus atau
jaringan perifer belum dapat ditentukan.
- Sel T menghasilkan sitokin IL-2 yang mempunyai dua peran yang berlawanan:
1) Meningkatkan respons imun dengan merangsang proliferasi sel T
2) Menghambat respons imun dengan menjaga sel T regulator fungsional
- Sel T regulator dapat menekan respons imun melalui beberapa mekanisme :
1) Sebagian sel regulator memproduksi sitokin (rnisalnya, IL-10, TGF-beta) yang
menghambat aktivasi lirnfosit, sel dendritik, dan makrofag.
2) Sel regulator mengekspresikan CTLA-4, yang, seperti yang dibahas sebelumnya, dapat
menghambat atau menghilangkan molekul B7 yang dibuat oleh APC sehingga APC ini
tidak mampu memberikan kostimulasi melalui CD28 dan mengaktifkan sel T.
3) Sel T regulator, berdasarkan tingginya ekspresi reseptor IL-2, dapat mengikat dan
memakai faktor pertumbuhan sel T yang penting ini, sehingga mengurangi
ketersediaan sitokin tersebut untuk sel T yang memberikan merespons.

 Autoimunitas
 Definisi :
- Respons imun thd antigen jar. Sendiri yg disebabkan o/ gagalnya self tolerance sel
B/T atau keduanya.
- system imun dapat menyerang sel dan jaringan sendiri
- kegagalan toleransi dalam sel T helper dapat mengakibatkan autoimunitas
 Sebagian penyakit autoimun bersifat spesifik-organ, yang hanya mengenai satu atau sedikit
organ, atau sistemik, yang merusak berbagai jaringan serta mempunyai manifestasi klinis yang
luas.
 Kerusakan jaringan pada penyakit autoimun dapat disebabkan oleh autoantibodi terhadap
antigen diri atau oleh sel T autoreaktif terhadap antigen diri.
 Faktor utama pada perkembangan autoimunitas adalah gen kerentanan yang diturunkan serta
pemicu lingkungan, misalnya infeksi.
 Rangsangan lingkungan dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan serta peradangan dan
mengaktifkan limfosit autoreaktif shg menyebabkan berkembangnya sel T efektor dan
autoantibodi yang bertanggungjawab untuk penyakit autoimun.
 Beberapa faktor: penyakit autoimun pada manusia biasanya bersifat heterogen dan
multifaktorial; antigen diri yang menjadi pemicu sekaligus target dari penyakit autoimun
seringkali tidak diketahui; dan penyakit ini akan bermanifestasi klinis lama setelah reaksi
autoimun diawali
 Penyakit autoimun lebih sering diderita o/ wanita karena pengaruh hormone shg
mengakibatkan wanita mempunyai 10x lebih banyak resiko terkena autoimun. Ex : LES (lupus
eritematosus sistemik)

Faktor-faktor yang menimbulkan kegagalan toleransi-diri dan perkembangan automunitas


mencakup (1) penurunan gen kepekaan penyakit yang dapat mematahkan jalur toleransi yang
berbeda dan (2) infeksi dan perubahan jaringan yang dapat memajankan antigen diri dan
mengaktifkan APC dan limfosit di dalam jaringan.

6 Kriteria Autoimun :

1. Autoantibodi / sel T autoreaktif dgn spesifitas utk organ yg terkena penyakit


- Contohnya pd penyakit endokrin autoimun
2. Autoantibodi dan sel T ditemukan di jar. cedera
- Pada penyakit endokrin, LES dan glomerulonefritis
3. Ambang autoantibodi / respons sel T menunjukkan aktivitas penyakit
- Hanya pad penyakit autoimun sistemik akut dgn kerusakan jar yg progresif cepat.
- Contoh : LES, vasculitis sistemik, penyakit antiglomerulus membrane basal
4. Penurunan respons autoimun memberikan perbaikan penyakit
5. Transfer antibody / sel T ke pejamu sekunder menyebabkan autoimun pd resipien
- Transfer transplasental IgG autoreaktif selama kehamilan trisemester terakhir
- Contoh : Grave neonates, miastenia gravis neonates, lulus kulit neonatus
6. Imunisasi dgn autoantigen dan induksi respons autoimun menyebabkan penyakit

Antibodi yg Tumpang Tindih

- Kecenderungan terjadinya lebih dari satu jenis penyakit autoimun pd satu individu
- Penderita tiroiditis autoimun menunjukkan insiden yg lebih tinggi utk menderita
animea pernisiosa
- Penderita tiroiditis dan tirotoksikosis terjadi pd penderita anemia pernisiosa

Faktor Genetik pada Autoimunitas

- Penyakit autoimun cenderung terjadi di antara keluarga serta angka kejadian


penyakit yg sama akan lebih tinggi pd kembar monozigot dibanding pd kembar
dizigot
- Beberapa penyakit autoimun terkait dgn lokus HLA (terutama alel kelas II / HLA- DR-,
-DQ)

Faktor Imun yang Berperan pada Autoimunitas

a. Sequestered antigen
- Adalah antigen sendiri yg tidak terpajan dgn sel B/T karena letak anatominya
- Normalnya, sequestered antigen dilindungi + tdk ditemukan utk dikenal sistem imun
- Perubahan anatomic akibat perti inflamasi (infek/kerusakan iskemia/trauma)
menyebabkan perubahan struktur self antigen shg dpt memajankan sequestered
antigen dgn sistem imun yg normalnya tdk terjadi

Mekanisme terjadinya Penyakit Autoimun

1. Gangguan Pemisahan Antigen pd Organ tertentu


- 1 mata rusak akibat trauma maka terjadi pengeluaran antigen dari mata masuk ke
aliran sistemik dan masuk ke limfoid.
- Dapat menimbulkan mata yg satunya juga rusak
- Contoh : symphatetic opthalmia
2. Gangguan seleksi negative pada timus
- Kelainan pada jari timus
- Mutase gen
- Contoh : APECED (autoimmune polyendocrinopathycandidiasis ectodermal
dystrophy) akibat mutase gen AIRE (autoimmune regulatory gene)
- Pasien bisa mengalami banyak penyakit autoimun sekaligus
3. Antigen patogen mirip dengan antigen self
- Sistem imun mengaktifkan respon thd patogen tapi ternyata antigen pd patogen
mirip dgn antigen self shg setelah patogen tereliminasi, sistem imun merasa masih
harus mengeliminasi patogen tadi.
- Contoh : infeksi streptococcus grup A  antibody terbentuk tp ketika infeksi
mereda Ag jantung yg mirip streptococcus shg terjadi reaksi silang thdp protein
jantung yg mirip
- Virus rabies – DM 1
- Demam rematik akut Kita menghasilkan Ab yg nempel ke streptococcus tp Ag
4. Ag self dipresentasikan pd saat yg sama dgn patogen
- Ag sel dipresentasikan o/ APC pd saat bersamaan dgn adanya patogen
-
5. Inflamasi meningkatkan paparan Ag self pada sistem imun (epitope spreading)
- Sel yg rusak meningkatkan paparan Ag shg meningkatkan terjadinya penyakit
autoimun

Penyakit Autoimun

1. Spesifik pd Organ Tertentu : hanya merusak organ tertentu


- Diabetes tipe 1 : terkena pancreas, yg rusak : sel beta pankreas
- Multiple sclerosis : terkena myelin pd SSP
- Goodpastures syndrome : yg diserang ginjal
- Hashimotos disease (tiroiditis) : tiroid
2. Sistemik
- Rheumatoid arthritis
- Scleroderma
- Systemic lupus erythematosus (SLE)
- Sindroma Sjogren

Penyakit Autoimun

1. Sistemik
a. Systemic lupus erythematosus (SLE)
- kegagalan untuk mempertahankan toleransi-diri, yang menyebabkan produksi
autoantibodi dalam jumlah besar yang dapat merusak jaringan baik secara langsung
maupun dalam bentuk endapan kompleks imun.
- patogenesis SLE merupakan gabungan dari faktor genetik dan lingkungan
1) Faktor genetic
 Hubungan keluarga
 Risiko lebih tinggi utk terkena SLE s.d. 20% dari sepupu pertama
 Hubungan dgn HLA
 Nilai resiko relative (odds ratio) dgn HLA-DR2 / HLA-DR3 = 2-5
 Gen-gen lain
2) Faktor lingkungan
 Sinar UV
 Sinar matahari menyebabkan munculnya lesi SLE.
 Mengisap sigaret
 Hormone seks
 SLE 10x lebih sering terjadi di perempuan.
 Penggunaan obat kontrasepsi oral yang mengandungi estrogen dan
progesteron dosis tinggi tidak memengaruhi frekuensi atau
keparahan ruam penyakit, yang menggambarkan bahwa faktor
selain hormon yang mungkin menentukan peningkatan risiko
penyakit pada wanita.
 Obat-obatan
 Prokainamid dan hidralazin dapat menyebabkan penyakit mirip SLE,
walaupun biasanya tidak menyebabkan glomerulonefritis. Obat-
obat ini menyebabkan demetilasi DNA, yang dapat memengaruhi
pemaparan berbagai gen yang terlibat pada perkembangan
autoimunitas, atau kemampuan DNA mengaktifkan sel tuan rumah.
- Secara klinis, tidak dapat diramalkan, penyakit yang mereda dan kambuh dengan
permulaan akut atau berangsur-angsur yang dapat menjangkiti hampir semua organ
di badan.
- Terutama mengenai :
1) Kulit
 erupsi yang khas jenis eritematosa atau makulopapular di atas
eminensi malar dan jembatan hidung (pola kupu-kupu/butterfly
pattern).
 Pemajanan terhadap matahari (sinar UV) mengaktifkan eritema
(disebut fotosensitivitas), dan ruam yang serupa mungkin terdapat
di semua tempat pada ekstremitas dan tubuh, paling sering di area
yang terpajan matahari.
2) Ginjal
3) Membran serosum
4) Sendi
 Pembengkakan dan sebukan sel mononukleus yang tidak spesifik pada
membrane sinovia. Erosi, membran dan destruksi tulang rawan sendi,
seperti pada RA, sangat jarang terjadi.
5) Jantung
- Berhubungan dengan berbagai macam autoantibodi, termasuk yang klasik adalah
antibodi antinukleus (an tinudear antibody/AN A).
- Banyak tumpang tindih dengan penyakit autoimun lain (RA dan polimiositis)
- SLE lebih sering dan parah pada penduduk Amerika berkulit hitam, menjangkiti 1 di
antara 245 wanita di kelompok tersebut. Permulaan penyakit biasanya terjadi pada
dekade kedua atau ketiga dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada anak.
- Abnormalitas Imunologi pada SLE : (ttg unsur imun innate + adaptif)
1) IF-1
 Sel dendritic plasma sitoid (penghasil IFN alpha) pada penderita SLE
juga menghasilkan IFN-α dalam jumlah yang sangat besar.
2) Isyarat TLR
 TLR yang mengenal DNA dan RNA, khususnya TLR9 yang mengenal
DNA dan TLR7 yang mengenal RNA, menghasilkan isyarat yang
mengaktifkan sel B yang khas untuk antigen diri jenis inti sel.
3) Kegagalan toleransi sel B
 Adanya cacat baik toleransi sentral maupun perifer, yang
menghasilkan frekuensi sel B autoreaktif yang lebih tinggi daripada
orang sehat.
- Manifestasi :
 Ruam menyerupai kupu-kupu di wajah, demam, nyeri dan
pembengkakan pada satu atau lebih sendi perifer (tangan dan
pergelangan tangan, lulut, kaki, pergelangan kaki, siku, bahu), nyeri
dada karena pleuritis dan fotosensitivitas.
b. Artritis Reumatoid
- Penyakit inflamasi kronik dan sistemik yang menjangkit banyak jaringan tetapi pada
dasarnya menyerang sendi dan menyebabkan synovitis proliferatif nonsupuratif
yang seringkali berkembang mengakibatkan kerusakan tulang rawan, sendi dan
tulang di bawahnya dan berakibat artritis yang disertai kehilangan fungsi.
c. Sindrom Sjogren
- Sindrom Sjogren adalah suatu penyakit inflamasi yang terutama menjangkiti
kelenjar saliva dan lakrimal, dan menyebabkan kekeringan mulut dan mata.
- Suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh reaksi sel T CD4+ terhadap antigen
yang tidak diketahui pada sel epitel dukus kelenjar eksokrin.
- Suatu kesatuan klinikopatologis yang ditandai oleh kekeringan mata
(keratoconjunctivitis sicca) dan kekeringan mulut (zerostomis), yang diakibatkan
oleh reaksi imunologik yang destruktif terhadap kelenjar lakrimal dan kelenjar
saliva. Penyakit ini terjadi secara terpisah (bentuk primer), juga dikenal sebagai
sindrom sicca, atau lebih sering berhubungan dengan penyakit autoimun lain
(bentuk sekunder).
- penderita sindrom Sjogren primer mempunyai autoantibodi terhadap antigen
ribonukleoprotein (RNP), SS-A (Rho) dan SS-B(La)
- Pewarisan HLA kelas 11 tertentu merupakan faktor predisposisi pembentukan
autoantibodi spesifik terhadap RNP.
- Penyakit tersebut diyakini disebabkan oleh reaksi autoimun dari sel T terhadap satu
atau lebih antigendiri yang tidak diketahui, yang terpapar pada kelenjar tersebut,
atau reaksi imun terhadap antigen yang berasal dari virus yang menginfeksi jaringan.
d. Sklerosis Sistemik (Skleroderma)
- kelainan imunologi yang ditandai oleh fibrosis eksesif pada berbagai jaringan,
penyakit vascular obliteratif, disertai adanya autoimunitas, terutama produksi
autoantibodi multiple.
- Digolongkan ke dalam dua kelompok berdasarkan perjalanan klinisnya :
 Skleroderma difus, diawali terjadinya lesi kulit yang luas, dan
berkembang cepat serta mengenai visera secara dini.
 Skleroderma terbatas, mengenai kulit dengan kelainan relative
ringan, sering terbatas pada jari tangan dan wajah. Lesi pada visera
terjadi kemudian, sehingga penyakit ini umumnya berjalan cukup
Iambat. Tampilan klinis ini juga disebut sindrom CREST karena sering
terdiri dari kalsinosis, fenomena Raynaud, dismotilitas esofagus,
sklerodaktili, dan telangiektasia.
 (umumnya disebut skleroderma) ditandai oleh fibrosis progresif
yang rnengenai kulit, saluran gastrointestinal dan jaringan lain.
 Jejas endotel dan penyakit vaskular biasanya ditemukan pada lesi
SS, yang menyebabkan iskemia kronik, tetapi pathogenesis dari jejas
vaskular tidak diketahui.
 Tumpang tindih yang luas antara SS dan RA, SLE dan
dermatomiositis.
 SS adalah kelainan pada kulit, Hampir semua penderita
menunjukkan fenomena Raynaud, suatu kelainan vaskular yang
berciri vasospasme arteri yang reversible.
 khas tangan menjadi putih pada pajanan terhadap suhu dingin,
menggambarkan vasospasme, diikuti dengan perubahan menjadi
kebiruan karena iskemia dan sianosis lebih parah.
 Akhirnya, warna berubah menjadi merah karena terjadi vasodilatasi
relatif. Pengendapan kolagen yang progresif menyebabkan atrofia
tangan, dengan kekakuan yang meningkat dan berangsur terjadi
imobilisasi sempurna dari sendi.
2. Spesifik
a. Goodpasture’s syndrome
- Penyakit autoimun yang secara primer mengenai paru dan ginjal. Sindrom ini terdiri
atas glomrulonefritis yang bersifat progresif cepat.
- Autoantibodi menyebabkan kerusakan jaringan dengan mengikat epitop reaktifnya
pada membran basalis.
- Penyakit tersebut merupakan bentuk klasik dari reaksi hipersensitivitas tipe II dari
Gell dan Coombs yaitu reaksi antigen-antibodi.
- Komponen dasar dari membran basalis adalah kolagen tipe IV. Antibodi bereaksi
dengan region terminal carboxyl dari rantai alpha-3 kolagen tipe IV yang terdapat di
seluruh tubuh.
- Sindrom ini hanya melibatkan membran basalis alveolus dan glomerolus karena
aksesibilitas antigen dan paparan rantai alpha-3 yang yang lebih besar pada alveolus
dan glomerolus.
- Diperlukan peningkatan permeabilitas kapiler untuk ikatan antibodi pada membran
basal alveolus.
- Terdapat hubungan yang kuat antara HLADR2 dengan Goodpasture’s syndrome.
- Goodpasture’s syndrome merupakan penyakit autoimun akibat pembentukan
antibodi anti-glomerular basement membarane (GBM) yang ditandai dengan
perdarahan alveolar paru dan necrotizing glomerulonephritis.

Anda mungkin juga menyukai