Anda di halaman 1dari 7

BHINNEKHA TUNGGAL IKA: KHASANAH MULTIKULTURAL

INDONESIA DI TENGAH KEHIDUPAN SARA

Gina Lestari
Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada
Jl. Bulak Sumur Yogyakarta
email: ginalestari0907334@gmail.com

Abstract: High degree of diversity in Indonesia is an axis that easily burned by confrontation of
identity (tribes, religion, and race). That’s why comprehensive understanding regarding Indonesian
diversity is needed. Study about culture diversitynot only gives us comprehensive picture but more
to that, it can raise dialogue about Indonesia unity in diversity. Multiculturalism was given, but
Bhinneka Tunggal Ika (unity in diversity) was heritage that need to be preserved.

Keywords : Bhinneka Tunggal Ika, multicultural

Abstrak:Tingkat keragaman bangsa Indonesia yang tinggi merupakan sumbu yang mudah tersulut
oleh konfrontasi- konfrontasi SARA. Oleh karena itu, butuh sebuah penelaan konfrehensif berkaitan
dengan ciri kebhinekaan Indonesia. Suatu kajian tentang keanekaragaman budaya bukan hanya
memberikan gambaran komprehensif namun lebih dari itu,dapat menumbuhkan dialog persepsi
kerukunan SARA ditengah kehidupan berbangsa. Multikulturalisme merupakan given dari Tuhan,
namun Bhineka Tunggal Ika merupakan titipan dari nenek moyang kita yang harus di jaga dan
dilestarikan.

Kata Kunci: Bhineka Tunggal Ika, Multikultural

Negara Indonesia adalah salah satu negara perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal
multikultur terbesar di dunia, hal ini dapat terlihat ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal
dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indo- antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup
nesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas. tajam.
“Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin
etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing- pada masyarakat Indonesia diikat dalam prinsip
masing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal
“aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”. dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”,
Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indo- yang mengandung makna meskipun Indonesia
nesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan.
kultur, dan multi agama yang kesemuanya Hal ini merupakan sebuah keunikan tersendiri bagi
merupakan potensi untuk membangun negara bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu
multikultur yang besar “multikultural nation- kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa
state”. Keragaman masyarakat multikultural dan bernegara yang harus diinsafi secara sadar.
sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan Namun, kemajemukan terkadang membawa
memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana berbagai persoalan dan potensi konflik yang
yang dikemukakan oleh Nasikun (2007: 33) bahwa berujung pada perpecahan. Hal ini menggam-
kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak barkan bahwa pada dasarnya, tidak mudah
dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung
secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan oleh kesadaran masyarakat multikultural.Terlebih,
adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia adalah masyarakat
perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta yang paling majemuk di dunia, selain Amerika

31
32 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015

Serikat dan India. Sejalan dengan hal tersebut, diabaikan dan secara rasional harus diakui adanya.
Geertz (dalam Hardiman, 2002: 4) mengemukakan Founding Father bangsa menyadari bahwa
bahwa Indonesia ini sedemikian kompleksnya, keragaman yang dimiliki bangsa merupakan realitas
sehingga sulit melukiskan anatominya secara yang harus dijaga eksistensinya dalam persatuan dan
persis. Negeri ini bukan hanya multietnis (Jawa, kesatuan bangsa. Keragaman merupakan suatu
Batak, Bugis, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), kewajaran sejauh disadari dan dihayati
melainkan juga menjadi arena pengaruh keberadaannya sebagai sesuatu yang harus disikapi
multimental (India, Cina, Belanda, Portugis, dengan toleransi. Kemajemukan ini tumbuh dan
Hindhuisme, Buddhisme, Konfusianisme, Islam, berkembang ratusan tahun lamanya sebagai warisan
Kristen, Kapitalis, dan seterusnya). dari nenek moyang bangsa Indonesia. Hefner (dalam
Negara yang memiliki keunikan multientis Mahfud, 2009: 83) memaparkan bahwa:Pluralisme
dan multimental seperti Indonesia dihadapkan pada kultural di Asia Tenggara, khususnya Indonesia,
dilematisme tersendiri, di satu sisi membawa In- Malaysia, dan Singapura sangatlah mencolok, terdapat
donesia menjadi bangsa yang besar sebagai hanya beberapa wilayah lain di dunia yang memiliki
multicultural nation-state, tetapi di sisi lain pluralisme kultural seperti itu. Karena itulah dalam
merupakan suatu ancaman. Maka bukan hal yang teori politik Barat dasawarsa 1930-an dan 1940-an,
berlebihan bila ada ungkapan bahwa kondisi wilayah ini, khususnya Indonesia dipandang sebagai
multikultural diibaratkanseperti bara dalam sekam “lokus klasik” bagi konsep masyarakat majemuk/
yang mudah tersulut dan memanas sewaktu- plural (plural society) yang diperkenalkan ke dunia
waktu. Kondisi ini merupakan suatu kewajaran Barat oleh JS Furnivall.
sejauh perbedaan disadari dan dihayati Pandangan Hefner yang mengatakan bahwa
keberadaannya sebagai sesuatu yang harus Indonesia merupakan “lokus klasik” (tempat
disikapi dengan toleransi. Namun, ketika perbedaan terbaik/ rujukan) bagi konsep masyarakat
tersebut mengemuka dan menjadi sebuah majemuk bukan sesuatu yang berlebihan. Hal ini
ancaman untuk kerukunan hidup, hal ini dapat terlihat dari keberagaman yang dimiliki Indonesia
menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan sebagai bangsa yang unik dimana hanya beberapa
sikap yang penuh toleransi. Menyoal tentang wilayah saja di dunia yang dianugrahi keistime-
rawan terjadi konflik pada masyarakat multikultur waan ini. Telaah mengenai keberagaman sebuah
seperti Indonesia, memiliki potensi yang besar bangsa kemudian dikenal dengan konsep
terjadinya konflik antarkelompok, etnis, agama, dan multikultural. Banyak ahli mengemukakan bahwa
suku bangsa. Salah satu indikasinya yaitu mulai konsep multikultural pada dasarnya merupakan
tumbuh suburnya berbagai organisasi konsepharmoni dalam keragaman budaya yang
kemasyarakatan, profesi, agama, dan organisasi tumbuh seiring dengan kesederajatan diatara
atau golongan yang berjuang dan bertindak atas budaya yang berbeda.Harmoni ini menuntut setiap
nama kepentingan kelompok yang mengarah pada individu untuk memiliki penghargaan terhadap
konflik SARA (suku, agama, ras dan antar kebudayaan individu lain yang hidup dalam
golongan). komunitasnya. Dalam masyarakat multikultur,
setiap individu maupun masyarakat memiliki
INDONESIA: MULTICULTURAL NATION kebutuhan untuk diakui (politics of recognition)
STATE yang menuntut terciptanya penghargaan tertentu
secara sosial. Multikultural dapat diartikan sebagai
Indonesia adalah suatu negara multikultural keragaman atau perbedaan terhadap suatu
yang memiliki keragaman budaya, ras, suku, agama kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
dan golongan yang kesemuanya merupakan Menurut Bhiku Parekh (dalam Azra 2006: 62)
kekayaan tak ternilai yang dimiliki bangsa Indo- mengatakan bahwa Masyarakat multikultural
nesia. Selo Soemardjan (Alfian, 1991: 173) adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa
mengemukakan bahwa pada waktu disiapkannya macam komunitas budaya dengan segala
Republik Indonesia yang didasarkan atas Pancasila kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi
tampaknya para pemimpin kita menyadari realitas mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk
bahwa ditanah air kita ada aneka ragam organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan.
kebudayaan yang masing-masing terwadahkan di Sejalan dengan pandangan tersebut, Musa
dalam suatu suku. Realitas ini tidak dapat Asy’arie (dalam Mahfud, 2005: 103) mengatakan
Lestari dkk, Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan Sara 33

bahwa “multikulturalisme adalah kearifan untuk Indonesia membawanya. Keadaan ini bisa dibawa
melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas pada jalur yang menjadikannya suatu kekayaan
fundamental dalam kehidupan bermasyarakat”. dan kekuatan bangsa, namun bisa pula dibawa
Kearifan akan tumbuh jika seseorang membuka pada jalur yang akan menjadi pemecah belah dan
diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan penyulut konflik di masyarakat. Banyak para pakar
melihat realitas plural sebagai kepastian hidup yang yang tertarik untuk mengamati kemajemukan
kodrati.Kearifan dapat tumbuh baik dalam bangsa Indonesia, sehingga muncul berbagai
kehidupan diri sebagai individu yang multidimen- pandangan yang beragam dalam menyikapi
sional maupun dalam kehidupan masyarakat yang identitas Indonesia dan keadaannya yang
lebih kompleks. Dengan demikian, muncul suatu multikultur. Penulis mencoba memaparkan
kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas berbagai pandangan para ahli yang membahas
dinamika kehidupan adalah suatu keniscayaan yang tentang konsep Indonesia sebagai bangsa yang
tidak bisa ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan. multikultur. Berkaitan dengan hal tersebut,
“Multikulturalisme adalah landasan budaya Amirsyah (2012: 51) memandang bahwa
yang terkait dengan pencapaian civility (keadaban), kemajemukan masyarakat sebagaimana yang ada
yang amat esensial bagi terwujudnya demokrasi di Indonesia adalah suatu keniscayaan yang tidak
yang berkeadaban, dan keadaban yang demokratis mungkin disangkal. Tidak ada cara lain bagi bangsa
(Azra, 2004)”. Kedalam atau civility yang ini kecuali dengan berkomitmen kuat merawat
dikemukakan oleh Azra sejalan dengan pendapat keragaman menjadi sebuah kemungkin dan tidak
yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (Tilaar, mentolelir segala bentuk tindakan yang dapat
2007: 33) yang menyatakan bahwa “kebudayaan menghancurkan tatanan masyarakat majemuk.
Indonesia merupakan puncak-puncak budaya dari Kemungkinan munculnya benih-benih
masing-masing suku bangsa. Puncak-puncak percekcokan pada masyarakat multikultur sangat
kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan rawan terjadi jika masyarakat multikultur
unsur-unsur budaya lokal yang dapat memperkuat menyikapi perbedaan sebagai suatu pemisah dan
solidaritas nasional”. Solidaritas nasional terbentuk menimbulkan sifat ke-kita-an (yang lain bukan
dari keadaban yang tumbuh dan berkembang dalam bagian dari kita). Masyarakat yang hidup ribuan
kehidupan masyarakat. tahun dalam keadaan yang multikultur tidak berarti
Dengan pencapaian civility (keadaban) di telah immune terhadap kemungkinan-kemung-
masyarakat, maka akan terbentuk suatu kekuatan kinan gesekan konflik etnis, budaya, agama, sosial,
solidaritas nasional. Pengembangan wawasan politik dan ekonomi. Pengalaman lama hidup
multikultural sebagaimana telah dipaparkan di atas dalam perbedaan ternyata tidak cukup untuk
mutlak harus dibentuk dan ditanamkan dalam suatu menanamkan rasa bangga akan perbedaan dan
kehidupan masyarakat yang majemuk. Jika hal memandangnya sebagai suatu kekayaan bangsa.
tersebut tidak ditanamkan dalam suatu masyarakat Menyikapi hal tersebut, Azyumardi Azra (dalam
yang majemuk, maka kemajemukan akan Budimansyah dan Suryadi, 2008: 31) memandang
membawa pada perpecahan dan konflik. Indone- bahwa pembentukan masyarakat multikultural
sia sebagai bangsa yang multikultural harus Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for
mengembangkan wawasan multikultural tersebut granted atau trial and error. Harus diupayakan
dalam semua tatanan kehidupan yang harmonis. secara sistematis, programatis, integrated dan
Menurut Djaka Soetapa (Sopates dkk, 1998: 108) berkesinambungan. Salah satu strategi penting itu
“...kemajemukan itu juga dapat menjadi bencana adalah pendidikan multikultural yang dapat
bagi bangsa Indonesia, karena kemajemukan dapat berlangsung dalam setting pendidikan formal atau
menjadi sumber dan potensi konflik yang dapat informal, langsung atau tidak langsung.
mengganggu dan bahkan mengancam kesatuan dan Keragaman sebagai rahmat dari Tuhan tidak
persatuan bangsa”. lepas dari tantangan yang sering kali muncul di
tengah kehidupan masyarakat. Menyikapi
DILEMA MULTIKULTURAL BANGSA perbedaan dengan intoleransi, memperdebatkan
INDONESIA perbedaan-berbedaan, mempertentangkan orang
lain yang tidak sama dengan dia, dan bahkan
Keadaan Indonesia yang multikultur akan melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang
sangat bergantung pada bagaimana masyarakat memicu konflik masal. Hal ini sangat rentan terjadi
34 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015

pada masyarakat Indonesia yang dihadapkan pada Falsafah lima jari merupakan contoh
perubahan dan kebebasan era globalisasi. Will sederhana optimisme perbedaan yang bisa menjadi
Kymlicka (2002:289) memandang bahwa “suatu potensi besar untuk melakukan pekerjaan seberat
masyarakat yang dilandasi keragaman yang sangat apapun. Bahkan diharapkan bisa merubah suatu
luas sulit untuk tetap bersatu kecuali apabila tantangan menjadi sebuah peluang. Untuk
anggota masyarakat itu menghargai keragaman mewujudkan hal tersebut, masyarakat harus
itu sendiri, dan ingin hidup di sebuah negeri dengan memiliki pandangan yang kuat tentang persatuan
beragam bentuk keanggotan budaya dan politik”. dan kesatuan-Raya. Kaelan (dalam Bestari,
Sejalan dengan pendapat tersebut, Wingarta 2012:71) mengemukakan bahwa “pandangan hidup
(2012:28) memaparkan bahwa munculnya konflik Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhineka
horisontal yang diwarnai SARA sebagaimana Tunggal Ika harus merupakan asas bangsa
terjadi di Ambon, Poso, Sampit merupakan cermin sehingga tidak boleh mematikan keanekara-
dari bopeng-bopengnya pemaknaan dari Sasanti gaman”.Sejalan dengan hal tersebut, Winataputra
Bhineka Tunggal Ika. Para pendiri bangsa (2012: 6) mengemukakan bahwa “Pilar-pilar
(founding fathers) saat itu sadar betul, bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara kebangsaan
kemerdekaan Indonesia dibangun di atas Indonesia, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
beragamnya suku bangsa, agama, adat-istiadat, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI (Kemko Kesra:
sosial budaya, bahasa serta kebiasaan yang sangat 2010) perlu ditransformasikan secara fungsional
multikultur. dalam berbagai ranah kehidupan bermasyarakat
Konflik bernuansa SARA akhir-akhir ini dan bernegara”. Untuk mentransformasikan
banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Empat pilar kebangsaan tersebut, dibutuhkan
Kebanyakan kasus yang terjadi dipicu oleh kesadaran dari masyarakat dan didukung oleh
tindakan seorang atau kelompok tertentu yang kebijakan pemerintah yang mendukung terciptanya
intoleran yang kemudian dibawa pada kelom- Bhineka Tunggal Ika. Aeni (2012: 87)
poknya yang lebih luas dengan mengatasnamakan memaparkan bahwa kebijakan yang ditempuh
latar belakang ras, suku, agama, dan budaya. Haris adalah menbangun kesejahteraan berbangsa dan
(2012:52) mengatakan bahwa “akibat lebih jauh bernegara di atas ke-Bhinneka Tunggal Ika-an
terjadinya konflik horisontal yang dipicu oleh dalam rangka mewujudkan kehidupan rakyat yang
kecemburuan sosial, ego daerah, ego suku, ego sejahtera, rukun, aman, damai, saling menghormati,
agama, dan lainnya. Kesadaran untuk hidup demokrasi dalam menghadapi globalisasi yang
bersama secara damai sesuai makna Bhineka mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa
Tunggal Ika mulai luntur”. Akibat ego seorang demi terwujudnya stabilitas nasional yang mantap
atau segelintir orang kemudian dibawa menjadi ego dan tangguh.
kelompok dan golongan tertentu muncul konflik Peran kebijakan harus didukung dengan
besar yang membawa bencana bagi semua pihak kesadaran sehingga kesejahteraan berbangsa dan
termasuk pihak yang tidak terlibat. Namun bernegara dapat terwujud. Jika hal ini sudah
demikian, tantangan keragaman yang dimiliki disadari bersama, maka gesekan-gesekan konflik
bangsa Indonesia memiliki optimisme tersendiri yang bernuansa SARA di masyarakat akan bisa
untuk menjadi sebuah potensi bukan bibit konflik. diatasi dan bahkan mengubah kemungkinan konflik
Sejalan dengan hal tersebut, Sujanto (2009: 4) tersebut menjadi suatu peluang untuk hidup saling
memandang bahwa tentang keragaman dan melindungi dalam kerukunan. Dalam modul
keberbedaan (kemajemukan) ini. Tuhan pun telah Konsep Wasantara Lemhannas RI (Winataputra,
menggambarkan pada diri manusia dengan lima 2012:2) dikemukakan bahwa Persinggungan
jari tangan yang saling berbeda, yang kalau boleh unsur-unsur SARA secara positif diharapkan juga
saya sebut ‘sebagai falsafah lima jari’. Fitrah dapat meningkatkan mutu kehidupan masing-
keragaman jari itupun diciptakan dengan masing- masing unsur, bermanfaat bagi masing-masing
masing ciri, fungsi dan peran dari tiap-tiap jari. pihak baik secara individu maupun kelompok.
Apabila kelima jari itu disatukan (bersatu) akan Selain itu, masing-masing pihak memiliki
terbangun suatu kekuatan yang sangat luar biasa keunggulan dalam hal tertentu dari pihak yang lain,
yang dapat menyelesaikan semua pekerjaan sehingga dengan berinteraksi akan terjadi hubungan
seberat apapun yang ada di muka bumi ini. yang saling menguntungkan.
Lestari dkk, Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan Sara 35

BHINNEKA TUNGGAL IKA CIRI MULTI- Sebagai kalimat bijak, Bhinneka Tunggal
KULTURALISME BANGSA Ika memiliki kekuatan besar untuk mempersatukan
perbedaan. Namun, hal ini harus didukung oleh
Keberagaman budaya Indonesia dilengkapi kesadaran kita sebagai masyarakat Indonesia yang
oleh keragaman lain yang ada pada tatanan hidup mampu mewujudkan kalimat bijak tersebut dalam
masyarakat baik perbedaan ras, agama, bahasa, bingkai kesatuan tanah air dalam pangkuan Ibu
dan golongan politik yang terhimpun dalam suatu Pertiwi. Dibagian pertama modul Wasantara
ideologi bersama yaitu Pancasila dan Bhineka Lemhannas RI 2007 (Sujanto, 2009:1)
Tunggal Ika. Kansil dan C. Kansil (2006: 25) menjelaskan bahwa: “Bhinneka Tunggal Ika
mengemukakan bahwa “persatuan dikembangkan adalah semboyan pada lembaga negara Republik
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dengan Indoneisa yang ditetapkan berdasarkan PP No.
memajukan pergaulan demi kesatuan dan 66 Tahun 1951 yang mengandung arti walaupun
persatuan bangsa”. Sehingga Sasanti Bhineka berbeda-beda tetap satu”. Berkaitan dengan hal
Tunggal Ika bukan hanya suatu selogan tetapi tersebut, Sujanto (2009:9) memandang bahwa
merupakan pemersatu bangsa Indonesia. “bangunan wawasan ke-Indonesia-an adalah
Keberagaman bangsa berlangsung selama perwujudan dari keinginan bersama untuk dapat
berabad-abad lamanya, sehingga Indonesia mewujudkan kesatuan/ keesaan, manunggalnya
tumbuh dalam suatu keragaman yang komplek. keberagaman menjadi satu-kesatuan yang
Mahfud (2009:10) berpandangan bahwa pada disepakati yaitu Indonesia”. Sumber asal Sesanti
hakikatnya sejak awal para founding fathers Bhinneka Tunggal Ika sebagai kalimat bijak
bangsa Indonesia telah menyadari akan diambil dari Kitab Sutasoma yang ditulis oleh
keragaman bahasa, budaya, agama, suku dan etnis Empu Tantular pada abad keempat belas.
kita. Singkatnya bangsa Indonesia adalah bangsa Analisis historis di atas menggambarkan
multikultural, maka bangsa Indonesia menganut bahwa masyarakat Indonesia telah menyadari
semangat Bhinneka Tunggal Ika, hal ini kemajemukan, multietnik dan multi-agamanya
dimaksudkan untuk mewujudkan persatuan yang sejak dulu. Kesadaran akan kebhinekaan ini
menjadi obsesi rakyat kebanyakan. Kunci yang kemudian dibangkitkan kembali pada masa
sekaligus menjadi mediasi untuk mewujudkan cita- perjuangan kemerdekaan untuk menggali
cita itu adalah toleransi. semangat persatuan bangsa Indonesia yang ketika
Bhinneka Tunggal Ika sebagai kunci dan itu sedang menanggung penjajahan kolonial.
pemersatu keragaman bangsa Indonesia Penjajahan kolonial memberikan rasa senasib
merupakan ciri persatuan bangsa Indonesia sepenanggungan akan keadaan bangsa yang
sebagai negara multikultur. Sujanto (2009:28) penuh dengan keterbelakangan.Muncul gagasan
memaparkan bahwa “lahirnya Sesanti Bhineka dan gerakan-gerakan perlawanan hingga kongres
Tunggal Ika, berangkat dari kesadaran adanya Sumpah Pemuda pun terlaksana sebagai inisiatif
kemajemukan tersebut. Bahkan kesadaran perlu pemuda Indonesia ketika itu. “Sasanti Bhinneka
adanya persatuan dari keragaman itu terkristalisasi Tunggal Ika yang tertulis pada lambang negara
kedalam ‘Soempah Pemoeda’ tahun 1928 dengan Garuda Pancasila, harus teraktualisasi ke dalam
keIndonesiaannya yang sangat kokoh”. Untuk kehidupan nyata di masyarakat Indonesia dengan
memahami konsep Bhinneka Tunggal Ika yang lebih baik”.
tercetus pada Kongres Sumpah Pemuda, penting Peristilahan Bhinneka Tunggl Ika dalam
kiranya penulis memaparkan konsep Bhinneka bahasa Jawa dapat dimaknai bahwa walaupun kita
Tunggal Ika terlebih dahulu. Sujanto (2009: 9) berbeda-beda, memiliki latar belakang budaya
memaparkan bahwa Sesanti Bhineka Tunggal yang berbeda, berbeda ras, etnis, agama, budaya
Ika, Sesanti artinya kelimat bijak (wise-word) namun kita adalah saudara yang diikat oleh
yang dipelihara dan digunakan sebagai pedoman kedekatan persaudaraan dengan rasa saling
atau sumber kajian di masyarakat. Bhinneka memiliki, menghargai, dan saling menjaga. Dalam
Tunggal Ika adalah kalimat (sesanti) yang tertulis Bhinneka Tunggal Ika tersurat petuah bijak untuk
dipita lambang negara Garuda Pancasila, yang bersatu dalam keberagaman tanpa mempermasa-
berarti berbagai keragaman etnis, agama, adat- lahkan keberagaman, karena dalam keberagaman
istiadat, bahasa daerah, budaya dan lainya yang ditemukan suatu nilai persatuan yang menyatukan
mewujud menjadi satu kesatuan tanah air, satu semua perbedaan. Tarmizi Taher (Syaefullah,
bangsa dan satu bahasa Indonesia. 2007: 193)berpandangan bahwa semboyan
36 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor 1, Pebruari 2015

Bhinneka Tunggal Ika, memberikan pelajaran lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga


agar semua penduduk Indonesia menghayati diri keagamaan, lembaga kepemudaan, agar terbangun
mereka sebagai suatu bangsa, satu tanah air, satu hidup yang rukun, damai, aman, toleran, saling
bahasa dan satu tujuan nasional yaitu terciptanya menghormati, bekerjasama dan bergotong-royong
sebuah masyarakat adil dan makmur berdasarkan dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa.
Pancasila sebagai satu-satunya asas dan pedoman
utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. SIMPULAN
Kesadaran akan perbedaan harus disikapi
seperti tubuh manusia yang ketika salah satu Keragaman dalam masyarakat majemuk
bagiannya sakit yang lainnya akan ikut merasakan. merupakan sesuatu yang alami yang harus
Sebagaimana dikemukakan oleh Richard Falk dipandang sebagai suatu fitrah. Hal tersebut dapat
(dalam Kymlicka, 2002:183) yang memandang dianalogikan seperti halnya jari tangan manusia
bahwa “keragaman masyarakat meningkatkan yang terdiri atas lima jari yang berbeda, akan
mutu hidup, dengan memperkaya pengalaman kita, tetapi kesemuanya memiliki fungsi dan maksud
memperluas sumber daya budaya”. Sejalan tersendiri, sehingga jika semuanya disatukan akan
dengan hal tersebut, “Bagi Bung Karno mampu mengerjakan tugas seberat apapun. Untuk
keragaman etnis masyarakat Indonesia adalah menyadari hal tersebut, Bhinneka Tunggal Ika
suatu given. Hal ini bisa dimengerti karena ia memiliki peran yang sangat penting. Pengem-
sangat dipengaruhi oleh semangat Sumpah bangan multikulturalisme mutlak harus dibentuk
Pemuda, yang dengan ikrar itu menyatakan dan ditanamkan dalam suatu kehidupan
persatuan masyarakat Indonesia” (G. Tan, masyarakat yang majemuk. Jika hal tersebut tidak
2008:44). Keragaman sebagai given (pemberian) ditanamkan dalam suatu masyarakat yang
yang dapat bermakna bahwa keragaman majemuk, agar kemajemukan tidak membawa
merupakan rahmat yang diberikan Tuhan kepada pada perpecahan dan konflik. Indonesia sebagai
bangsa Indonesia untuk dijadikan sebagai modal bangsa yang multikultural harus mengembangkan
yang oleh Falk dianggap sebagai sarana untuk wawasan multikultural tersebut dalam semua
meningkatkan mutu hidup. Sujanto (2009:90) tatanan kehidupan yang bernafaskan nilai-
berpandangan bahwa Sasanti Bhinneka Tunggal nilaikebhinekaan. Membangun masyarakat
Ika yang bermakna persaudaraan atau multikultur Indonesia harus diawali dengan
perseduluran harus disosialisasikan kepada keyakinan bahwa dengan bersatu kita memiliki
seluruh rakyat, melalui lembaga-lembaga yang kekuatan yang lebih besar.
sudah ada seperti lembaga pemerintah, swasta,

DAFTAR RUJUKAN

Azra, A. (2002). Konflik Baru Antar Kekerasan: Peran Pendidikan Kewar-


Peradaban: Globalisasi, Radikalisme ganegaraan. Bandung: Laboratorium
dan Pluralitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
Persada. Pendidikan Indonesia.
Azra, A. (2006). “Pancasila dan Identitas Bestari, P. (2012). “Mengapa Harus Empat Pilar?”
Nasional Indonesia: Perspektif dalam Transformasi Empat Pilar
Multikulturalisme”. Dalam Restorasi Kebangsaan dalam Mengatasi Fenomena
Pancasila: Mendamaikan Politik Konflik dan Kekerasan: Peran
Identitas dan Modernitas. Bogor: Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
Brighten Press. Jakarta: Rineka Cipta. Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan
Aeni, K. (2012). “Peran PKn dalam Pengembangan Universitas Pendidikan Indonesia.
Pendidikan Karakter dan Pengelolaan Model Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2008). PKn
Sosial di Sekolah” dalam Transformasi dan Masyarakan Multikultural.
Empat Pilar Kebangsaan dalam Bandung: Program Studi Pendidikan
Mengatasi Fenomena Konflik dan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia.
Lestari dkk, Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan Sara 37

Hardiman, F. B. (2002). Belajar dari Politik Wingarta. (2012). “Transformasi (Nilai-Nilai


Multikulturalisme. Pengantar dalam Kebangsaan) Empat Pilar Kebangsaan
Kimlicka. (2002). Kewargaan Multi- dalam Mengatasi Fenomena Konflik dan
kultur: Teori Liberal Mengenal Hal-Hak Kekerasan: Peran PKn (Perspektif
Minoritas. Terjemahan oleh Edlina Efmini Kewaspadaan Nasional)” dalam Trans-
Eddin dari Jurnal Multicultural Citizenship: formasi Empat Pilar Kebangsaan dalam
A Liberal Theory of Minority. Jakarta: Mengatasi Fenomena Konflik dan
LP3ES. Kekerasan: Peran Pendidikan
Haris, H. (2012). “Revitalisasi dan Reinterpretasi Kewarganegaraan. Bandung: Labora-
Pendidikan Pancasila: Upaya Mengatasi torium Pendidikan Kewarganegaraan Uni-
Fenomena Konflik Kekerasan Melalui versitas Pendidikan Indonesia.
Sektor Pendidikan” dalam Transformasi Sujanto, B. (2009) Pemahaman Kembali Makna
Empat Pilar Kebangsaan dalam Bhineka Tunggal Ika (Persaudaraan
Mengatasi Fenomena Konflik dan dalam kemajemukan. Jakarta: Sagung
Kekerasan: Peran Pendidikan Seto.
Kewarganegaraan. Bandung: Labora- Winataputra, U. S. (2012). “Transformasi Nilai-Nilai
torium Pendidikan Kewarganegaraan Uni- Kebangsaan untuk Memperkokoh Jatidiri
versitas Pendidikan Indonesia. Bangsa Indonesia: Suatu Pendekatan
Hardiman, F. B. (2002). Belajar dari Politik Pendidikan Kewarganegaraan” dalam
Multikulturalisme. Pengantar dalam Transformasi Empat Pilar Kebangsaan
Kimlicka. (2002). Kewargaan Multikul- dalam Mengatasi Fenomena Konflik dan
tur: Teori Liberal Mengenal Hal-Hak Kekerasan: Peran Pendidikan Kewar-
Minoritas. Terjemahan oleh Edlina Efmini ganegaraan. Bandung: Laboratorium
Eddin dari Jurnal Multicultural Citizenship: Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
A Liberal Theory of Minority. Jakarta: Pendidikan Indonesia.
LP3ES. Kansil, C.S.T. dan S.T Kansil, C. (2006). Modul
Kusumohamidjojo, B. (2000). Kebhinnekaan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Masyarakat Indonesia: Suatu Proble- Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
matik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Syaefullah, A. (2007). Merukunkan Umat
Grasindo. Beragama. Jakarta: Penerbit Grafindo
Mahfud, C. (2005). Pendidikan Multikultural. Khazanah Ilmu.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tan, M. G. (2008). Etnis Tionghoa di Indonesia
Nasikun. (2007). Sistem Sosial Indonesia. (Kumpulan tulisan). Jakarta: Yayasan
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Obor Indonesia.
Tilaar, H. A. R. (2007). Mengindonesiakan
Etnisitas dan Identitas Bangsa Indone-
sia. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai