Anda di halaman 1dari 27

ISU SOSIAL, POLITIK, DAN SOSIAL-BUDAYA DI SEKOLAH DASAR

Disusun untuk Memenuhi Tugas Penelaahan Kebijakan Pendidikan Dan


Kurikulum Sekolah Dasar Di Berbagai Negara

Dosen Pengampu: Dr. Tri Murwaningsih, M.Si

Disusun oleh:

1. ANASTASYA KURNIA DEWI (S032008001)


2. MUHAMMAD AGUS TRI WIBOWO (S032008010)
3. RIKA RAHAYU (S032008017)
4. RIVAN GESTIARDI (S032008018)

PASCASARJANA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah
dan inayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan nikmat kesempatan, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Penelaahan Kebijakan Pendidikan
Dan Kurikulum Sekolah Dasar Di Berbagai Negara” tepat pada waktunya.
Kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa ada bantuan yang
didukung oleh semua pihak, baik yang memberikan konstribusinya secara
langsung maupun tidak langsung. Atas bantuan dan kerjasama yang diberikan
kami sampaikan ucapan banyak terima kasih.
Dalam penyusunan makalah ini, kami berusaha untuk menyajikan materi
dengan lengkap, walaupun demikian kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dalam makalah yang kami sajikan. Maka dari itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini. Kami juga berharap semoga isi yang kami sajikan dalam makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kita semua.

Surakarta, Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1

BAB I .................................................................................................................................. 2

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 2

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3

C. Tujuan ..................................................................................................................... 3

BAB II................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4

A. Isu Sosial di Sekolah Dasar ..................................................................................... 4

B. Isu Politik di Sekolah Dasar .................................................................................. 12

C. Isu Sosial Budaya di Sekolah Dasar ..................................................................... 19

BAB III ............................................................................................................................. 22

PENUTUP ........................................................................................................................ 22

A. Simpulan ............................................................................................................... 22

B. Saran ..................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia dalam konteks Negara berbangsa tidak dapat


dipisahkan dari masalah sosial, politik dan sosial-budaya. Menguasai materi
sosial, politik dan sosial-budaya sebagai bahan pertimbangan guna mengambil
keputusan akademik untuk jenjang sekolah dasar secara utuh sangat diperlukan
dalam lingkup sistem pendidikan nasional. Hal ini disadari bahwa masalah
pendidikan sekalipun pada jenjang pendidikan dasar tidak steril dari pengaruh
sosial, budaya dan politik mengingat proses pendidikan berlangsung dalam
konteks kehidupan masyarakat politik dan masyarakat berbudaya. Aristoteles
yang hidup tiga ratus tahun sebelum Masehi pernah mengatakan bahwa manusia
adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon) bahkan setiap masyarakat
manusia memiliki budaya masing-masing. Proses pendidikan yang baik terjadi
dalam konteks budaya masyarakat yang tidak terlepas dari pengaruh politik
masyarakatnya.
Calon pakar pendidikan dasar perlu mengetahui isu-isu sosial dan sosial-
budaya yang terjadi di Indonesia, sehingga mulai pendidikan tingkat rendah
ditanamkan nilai-nilai sosial dan sosial-budaya. Akhir-akhir ini menjadi keresahan
di berbagai dunia pendidikan terkait penggunaan bahasa yang kasar oleh siswa
maupun mahasiswa, tawuran, pelanggaran lalu lintas, narkoba dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam isu politik yang tidak lepas dari kekuasaan adalah
partisipasi politik. Partisipasi politik terdiri dari berbagai macam baik secara aktif
maupun pasif. Partisipasi politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri
akhir-akhir ini dipengaruhi oleh perkembangan ICT. Dengan mengetahui isu-isu
politik yang sedang berkembang saat ini baik dalam negeri maupun luar negeri
dapat memberikan kepada peserta didik pencerahan secara ilmiah makna dari
“melek politik” dan keberfungsian warga negara dalam sebuah kenegaraan.
Oleh karena itu, pemahaman yang memadai tentang isu-isu sosial, politik
dan sosial-budaya pada sekolah dasar sangat diperlukan. Isu-isu sosial, politik dan
sosial-budaya memiliki kaitan langsung dengan masalah pendidikan dasar karena

2
terkait sangat erat dengan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan dasar dalam
sistem pendidikan nasional. Misalnya, dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
Pergantian kekuasaan membuat kebijakan terkait kurikulum pendidikan dasar juga
berganti.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Apa pengertian isu sosial, politik dan sosial-budaya pada sekolah dasar?
2. Bagaimana sistem sosial, politik dan sosial-budaya pada sekolah dasar?
3. Apa saja contoh isu sosial, politik dan sosial-budaya pada sekolah dasar?

C. Tujuan

Tujuan dibuat makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian dari sosial, politik dan sosial-budaya


pendidikan dasar.
2. Untuk mengetahui system sosial, politik dan sosial-budaya pendidikan dasar.
3. Untuk mengetahui contoh isu sosial, politik dan sosial-budaya pendidikan
dasar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isu Sosial di Sekolah Dasar


1. Pengertian Isu Sosial
Kehidupan manusia dalam makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari isu
sosial. Isu sosial ialah perkara yang mempengaruhi kebanyakan atau kesemua
anggota masyarakat, baik secara langsung mahupun tidak langsung, dan
dianggap sebagai masalah, kontroversi yang berkaitan dengan nilai moral,
atau kedua-duanya (Sapriana & Mahfiroh, 2018). Isu sosial merupakan suatu
masalah atau persoalan yang harus diselesaikan yang berhubungan dengan
nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan (Kurniasih & Ikhsan,
2019). Isu sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat sebagai
suatu kondisi yang tidak diharapkan (Latifah, 2017). Dari pernyataan tersebut
dapat didefinisikan isu sosial merupakan perkara yang harus diselesaikan
yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial yang mempengaruhi anggota
masyarakat.
Dalam masyarakat kontemporer, anak-anak dihadapkan dengan berbagai
situasi yang sering terjadi. Terkait dengan konsekuensi negatif pada
perkembangan sosial dan akademik. Banyak penelitian melaporkan bahwa
fungsi sosial yang optimal mengurangi resiko terlibat dalam isu sosial yang
terjadi di sekolah (Zins, Weissberg et. al., 2014). Selain itu, tampaknya
kompetensi emosional dan sosial menyajikan pola yang relatif stabil melalui
waktu, dari tahun-tahun prasekolah hingga remaja (Abe &Izard, 2009).
Biasanya, masalah perilaku anak-anak berasal dari kurangnya kompetensi
emosional dan sosial dan dikonseptualisasikan sebagai masalah internalisasi
dan eksternalisasi (Buzgar, et al, 2013). Masalah eksternalisasi, termasuk
perilaku agresif, defensif dan hiperaktif, ditampilkan ketika anak tidak dapat
mengendalikan, mengatur diri sendiri atau menghambat perilaku
mengganggu.

4
2. Cara Menganalisis Isu Sosial
Didalam menentukan apakah suatu masalah-masalah problema sosial
atau tidak, sosiologi menggunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran,
yaitu sebagai berikut :
a. Kriteria Utama
Suatu isu sosial, yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran
dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan
sosial. Unsur-unsur yang pertama dan pokok isu sosial adalah adanya
perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi-kondisi nyata
hidupnya. Artinya, adanya kepincangan-kepincangan antara anggapan-
anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dengan apa
yang terjadi dalam kenyataan pergaulan hidup.
b. Sumber-Sumber Sosial dan Masalah Sosial
Pernyataan tersebut diatas sering kali diartikan secara sempit,
yaitu isu sosial merupakan persoalan-persoalan yang timbul secara
langsung dari atau bersumber langsung pada kondisi-kondisi maupun
proses-proses sosial. Jadi, sebab-sebab terpenting maslah sosial haruslah
bersifat sosial. Ukurannya tidaklah semata-mata pada perwujudannya
yang bersifat sosial, tetapi juga sumbernya. Berdasarkan jalan pikiran
yang demikian, kejadian-kejadian yang tidak bersumber pada perbuatan
manusia bukanlah mer upakan maslah sosial.
c. Pihak-Pihak yang Menetapkan Apakah suatu Kepincangan
Merupakan iIsu Sosial atau Tidak
Dalam hal ini para sosiologi harus mempunyai hipotesis sendiri untuk
kemudian diujikan pada kenyataan-kenyataan yang ada. Sikap masyarakat
itu sendirilah yang menentukan apakah suatu gejala merupakan suatu
maslah sosial atau tidak.
d. Perhatian Masyarakat dan Isu Sosial
Suatu masalah yang merupakan manifest social problem adalah
kepincangan-kepincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat

5
diperbaiki, dibatasi atau bahkan dihilangkan. Lain halnya dengan latent
social problem yang sulit diatasi karena walaupun masyarakat tidak
menyukainya, masyarkat tidak berdaya untuk mengatasinya. Di dalam
mengatasi maslah tersebut, sosilogi seharusnya berpegang pada perbedaan
kedua macam masalah tersebut yang didasarkan pada sistem nilai-nilai
masyarakat; sosiologi seharusnya mendorong masyarakat untuk
memperbaiki kepincangan-kepincangan yang diterimanya sbagai gejala
abnormal yang mungkin dihilangkan atau diatasi (George & Goodman,
2010).
3. Contoh Isu Sosial di Sekolah Dasar
Berikut adalah isu sosial yang terjadi di Sekolah Dasar:
a. Bolos Sekolah
Membolos adalah masalah yang secara serius yang akan
mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Selain itu membolos
merupakan bentuk perilaku yang melanggar terhadap peraturan dan tata
tertib yang berlaku. Penyebab dari bolos sekolah adalah peserta didik
belum memahami dengan baik pentingnya menuntut ilmu untuk masa
depannya kelak (Setiawati, 2020). Faktor sekolah yang dapat
menyebabkan perilaku bolos, termasuk iklim sekolah, ukuran kelas, sikap,
kemampuan untuk memenuhi beragam kebutuhan setiap peserta didik,
dan kebijakan disiplin sekolah terkait membolos. Menurut Wilkins (2008)
peserta didik yang bersekolah di sekolah besar mungkin merasa
terisolasi atau teralienasi di lingkungan sekolah mereka, sehingga
untuk menghindari perasaan ini mereka memilih untuk tidak hadir.
Para peserta didik ini tidak merasa nyaman, tidak diinginkan, kurang
dihargai, kurang diterima, atau kurang merasa aman; mereka tidak
memiliki koneksi dengan seseorang yang bisa dipercaya di sekolah.
Dalam ruang kelas yang terlalu besar, beragam kebutuhan peserta didik,
baik itu pengajaran, sosial, atau berbagai lainnya, tidak dapat dipenuhi
secara konsisten dan hubungan peserta didik-guru tidak dapat
dikembangkan.

6
Membolos akan menyebabkan gagal dalam pelajaran,
mengganggu kegiatan belajar teman-teman sekelas dan masih banyak
akibat yang ditimbulkan. Diantara akibat dari membolos yaitu dia akan
bergaul dengan teman-teman yang tidak baik atau terjerumus dalam
pergaulan bebas yang akan menyebabkan banyak lagi kenakalan-
kenakalan remaja yang lain.
Solusi dari permasalah ini sekolah memberikan sanksi keras
kepada anak, misalnya memanggil orang tua peserta didik. Orang tua
peserta didik juga harus senantiasa mengawasi pergaulan anaknya, agar
tidak terdampak pengaruh buruk dari teman untuk membolos. Selain itu,
tugas pihak sekolah dalam membantu menurunkan perilaku
membolos adalah mengusahakan kondisi sekolah hingga nyaman bagi
peserta didik-peserta didiknya. Kondisi ini meliputi proses belajar
mengajar di kelas, proses administratif serta informal di luar kelas. Dalam
lingkungan sekolah, guru memiliki peran penting pada perilaku peserta
didik termasuk perilaku membolos. Jika guru tidak memperhatikan
peserta didiknya dengan baik dan hanya berorientasi pada selesainya
penyampaian materi pelajaran di kelas, peluang perilaku membolos
pada peserta didik semakin besar karena peserta didik tidak
merasakan menariknya pergi ke sekolah.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk memperhatikan
peserta didik sehingga mereka tertarik datang dan merasakan manfaat
sekolah adalah dengan melakukan pengenalan terhadap apa yang
menjadi minat tiap peserta didik, apa yang menyulitkan bagi mereka,
serta bagaimana perkembangan mereka selama dalam proses
pembelajaran. Dengan perhatian seperti itu peserta didik akan
terdorong untuk lebih terbuka terhadap guru sehingga jika ada
permasalahan, guru dapat segera membantu. Dengan suasana seperti itu
peserta didik akan tertarik pergi ke sekolah dan perilaku membolos
yang mengarah pada kenakalan remaja dapat dikurangi. Kegiatan
layanan konseling dapat diselenggarakan baik secara perorangan maupun
kelompok. Secara perorangan layanan konseling dilaksanakan melalui

7
konseling individual, sedangkan secara kelompok melalui konseling
kelompok. Konseling individual ditujukan kepada peserta didik untuk
membantu memperbaiki kebiasaan yang kurang memadai/perilaku
menyimpang (perilaku membolos) agar menjadi perilaku yang lebih baik
lagi di lingkungan sekolah (Busmayaril & Umairoh, 2018).
b. Bullying atau Perundungan
Kata bullying berasal dari Bahasa Inggris yaitu “bully” yang
artinya menggertak atau menggangu. Dalam Bahasa Indonesia, secara
etimologi kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang
lemah. Sejiwa yang menyatakan bahwa bullying adalah situasi dimana
seseorang yang kuat (bisa secara fisik maupun mental) menekan,
memojokkan, melecehkan, menyakiti seseorang yang lemah dengan
sengaja dan berulang-ulang, untuk menunjukkan kekuasaannya. Dalam
hal ini sang korban tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya
sendiri karena lemah secara fisik atau mental (Sejiwa 2018:1). Penyebab
dari bullying umumnya terjadi kepada anak yang kurang bergaul,
sehingga menjadi sasaran perundungan oleh anak yang sombong, merasa
paling kuat. Akibatnya anak korban perundungan dapat menghancurkan
semangat dan motivasi peserta didik dan membuat situasi yang tidak
nyaman untuk belajar di sekolah. Sekolah bukan lagi tempat yang
menyenangkan bagi peserta didik. Selama ini beberapa upaya telah
dilakukan oleh sekolah bagi pelaku pelaku bullying, yaitu pemberian
hukuman sanksi dan panggilan orang tua ke sekolah untuk bekerja sama
memberikan penanganan. Sejauh ini hasil yang dicapai belum maksimal,
karena perubahan sikap dan perilaku pelaku bullying hanya sementara.
Karena mereka kembali mengulang perbuatannya dilain hari. Solusi dari
permasalah ini adalah guru senantiasa waspada dan mendengarkan
keluhan peserta didik, sekaligus memberikan teguran atau aturan yang
jelas tentang ini. Alternatif solusi untuk mengatasi masalah bullying anak
di sekolah salah satunya dengan konseling behavioral. Konseling
behavioral adalah suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional dan kepentingan tertentu”.

8
Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan
bahwa konselor membantu orang (konseli) belajar atau mengubah
perilaku. Konselor berperan membantu dalam proses belajar menciptakan
konvisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat mengubah
perilakunya serta memecahkan masalahnya. Selain itu perlunya
menanamkan sikap sosial peserta didik untuk mencegah peserta didik
melakukan pembulian dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar,
sehingga jika terjadi pembulian segera diketahui oleh guru untuk
mendapatkan penindakan tegas.
c. Perkelahian Antar Peserta Didik
Perkelahian adalah persoalan penting yang harus mendapatkan
perhatian khusus dari semua pihak. Semua pihak harus sadar dan
membuka mata lebar-lebar bahwa peserta didik adalah generasi muda
penerus bangsa yang seharusnya dibina dan disiapkan untuk
menggantikan generasi tua.Selain pemerintah peran keluarga, guru,
masyarakat juga sangat penting dalam menanggulangi perkelahian
antarpeserta didik. Penyebab masalah ini masih ada kaitannya dengan
bullying yang menyebabkan terjadi pertengkaran, atau masalah sepele,
seperti salah paham, menyimpan denda, merasa paling hebat, dan
mendapatkan penghinaan. Akibat dari perkelahian adalah anak enggan
masuk sekolah, mendapatkan sanksi, dan terluka.
Sebagai upaya untuk menanggulangi perkelahian antarpeserta didik
ada beberapa tindakan yangdapat dilakukan yaitu:
1) Upaya Preventif
Yang dimaksud dengan upaya preventif adalah kegiatan yang
dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga
agar kenakalan itu tidak timbul. Upaya preventif lebih besar
manfaatnya daripada upaya kuratif, karena jika kenakalan itu sudah
meluas, amat sulit menanggulanginya. Banyak bahayanya kepada
masyarakat, mengamburkan biaya, tenaga dan waktu, sedang hasilnya
tidak seberapa. Berbagai upaya preventif dapat dilakukan, tetapi garis
besarnya dapat dikelompokkan atas tiga bagian yaitu:

9
a) Di Lingkungan Keluarga
1) Orang tua menciptakan kehidupan rumah tangga yang
beragama
Artinya membuat suasana rumah tangga atau keluarga
menjadi kehidupan yang bertaqwa dan taat kepada Allah di
dalam kegiatan sehari-hari.
2) Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis
Dimana hubungan antara Ayah, Ibu dan anak tidak
terdapat percekcokan atau pertentangan. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan waktu terluang untuk
berkumpul bersama anak-anak misalnya diwaktu makan
bersama. Di waktu makan bersama itu sering keluar ucapan-
ucapan dan keluhan-keluhan anak secara spontan.
3) Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antara ayah,
ibu dan keluarga lainnya di rumah tangga dalam mendidik
anak-anak Perbedaan norma dalam cara mengatur anak-anak
akan menimbulkan keraguan mereka dan pada gilirannya
menimbulkan sikap negatif pada anak dan remaja.
4) Memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak
Kasih sayang yang wajar bukan lah dalam rupa materi
berlebihan, akan tetapi dalam bentuk hubugan psikologis
dimana orang tia dapat memahami perasaan anaknya dan
mampu mengantisipasinya dengan cara-cara eduaktif.
5) Memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan
anak-anak
Memberikan perhatian kepada anak berarti
menumbuhkan kewibawaan pada orang tua dan kewibawaan
akan menimbulkan sikap kepenurutan yang wajar pada anak
didik. Sikap kepenurutan yang wajar itu akan menimbulkan
kata hati pengganti dalam diri anak.
6) Memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan anak
remaja di lingkungan masyarakat.

10
2) Di Lingkungan Sekolah
a) Guru hendaknya memahami aspek-aspek psikis peserta didik
Untuk memahami aspek-aspek psikis murid, guru
sebaiknya memiliki ilmu-ilmu tertentu antara lain: psikologi
perkembangan, bimbingan dan konseling, serta ilmu mengajar (
didaktik – metodik ). Dengan adanya ilmu-ilmu tersebut maka
teknik pemahaman individu murid akan lebih objektif sehingga
memudahkan guru memberikan bantuan kepada murid-muridnya.
b) Mengintensifikasikan pelajaran agama dan mengadakan tenaga
guru agama yang ahli dan berwibawa serta mampu bergaul secara
harmonis dengan guru-guru umum lainnya. Mengintensifikasikan
bagian Bimbingan Konseling di sekolah dengan cara mengadakan
Tenaga ahli atau menatar guru-guru untuk mengelola bagian ini.
c) Adanya kesamaan norma-norma yang dipegang oleh guru-guru
Hal ini akan menimbulkan kekompakan dalam
membimbing murid-murid. Adanya kekompakan itu akan
menimbulkan kewibawaan guru di mata murid-murid, dan
sekaligus memperkecil timbulnya kenakalan.
3) Di Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah tempat pendidikan ketiga setelah rumah dan
sekolah. Ketiganya haruslah mempunyai keseragaman dalam
mengarahkan anak untuk tercapainya tujuan pendidikan.Apabila
salah satu pincang maka yang lain akan turut pincang
pula.pendidikan di masyarakat biasanya diabaikan orang.karena
banyak orang berpendapat bahwa jika anak telah disekolahkan
berarti semuanya sudah beres dan gurulah yang memegang segala
tanggung jawab soal pendidikan.
2) Upaya Pembinaan
Mengenai upaya pembinaan remaja dimaksudkan ialah :
a) Pembinaan terhadap peserta didik yang tidak melakukan
kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat.

11
Pembinaan seperti ini yelah diungkapkan pada upaya preventif
yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.
b) Pembinaan terhadap peserta didik yang telah mengalami tingkah
laku kenakalan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman
karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar mereka tidak
mengulangi lagi kenakalannya.
d. Buang sampah sembarangan
Penyebab buang sampah sembarangan adalah kondisi tidak peka
peserta didik terhadap lingkungan sehingga tidak membuang sampah pada
tempatnya. Akibatnya, sampah berserakan, menimbulkan bau, menjadi
cikal bakal penyakit akibat lingkungan sekolah menjadi kotor. Solusi
untuk permasalahan ini adalah menanamkan sikap peduli lingkungan
kepada peserta didik dan pihak sekolah sanksi tegas kepada peserta didik
yang membuang sampah sembarangan. Upaya menjaga lingkungansekitar
harus bermula dari diri sendiri dengan melakukan hal-hal kecil. Edukasi
kepada peserta didik mengenai permasalahan lingkungan akibat
timbunan sampah diperlukan untuk menumbuhkankesadaran peserta
didik agar mereka lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya. Partisipasi
aktif peserta didik dapat dilakukan dalam budaya membuang sampah pada
tempatnya (Ratnasari, et al., 2019).

B. Isu Politik di Sekolah Dasar


1. Pengertian Isu Politik
Pendidikan dan politik memiliki hubungan yang dinamis. Pendidikan dan
politik berhubungan erat dan saling memengaruhi. Berbagai aspek pendidikan
senantiasa mengandung unsur-unsur politik, begitu juga sebaliknya, setiap
aktivitas politik ada kaitannya dengan aspek-aspek kependidikan. Namun
demikian, tidak semua pihak mengakui dan mendukung hubungan atau
keterkaitan antara politik dan pendidikan. Banyak pihak yang resah dengan
realitas tersebut dan menginginkan upaya-upaya perubahan untuk
meminimalisasi atau mengikis elemen-elemen politik dalam dunia pendidikan.
Mereka menginginkan agar pendidikan dan politik menjadi dua wilayah yang
terpisah. Mereka percaya bahwa pemisahan antara politik dan pendidikan

12
dapat dilakukan untuk membebaskan lembaga-lembaga pendidikan dari
berbagai kepentingan politik penguasa.Menurut Harman (dalam M. Sirozi,
2010: 25), pandangan bahwa pendidikan dan politik merupakan dua hal yang
sama sekali terpisah tidak mengandung kebenaran, baik di negara-negara
industri seperti di Amerika dan Australia maupun di negara-negara
berkembang. Ia percaya bahwa di belahan dunia manapun, politik dan
pendidikan saling terkait dan saling memengaruhi
Tidak berlebihan kiranya bila banyak ahli yang berpendapat bahwa
pendidikan sebagai salahsatu upaya atau sarana untuk melestarikan kekuasaan
negara. Michael W. Apple dalam Tilaar (2003: 145) menjelaskan bahwa
politik kebudayaan suatu negara disalurkan melalui lembaga-lembaga
pendidikannya sehingga dalam pendidikan tersalur kemauan-kemauan politik
atau sistem kekuasaan dalam suatu masyarakat Tentu saja aktivitas politik di
sebuah sekolah dasar yang kecil dalam banyak hal kurang penting
dibandingkan dengan sistem politik di Kementrian Pendidikan. Namun, pada
hakikatnya aktivitas politik pada dua lembaga pendidikan tersebut sama saja
jenisnya.
Sebuah keputusan yang dibuat dalam rapat guru-guru sekolah untuk
mengimplementasikan sebuah program pengajaran baru sama politisnya
dengan sebuah keputusan yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan dalam
rangka mengalokasikan sejumlah dana bantuan untuk sekolah-sekolah
tertentu. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal
yang berhubungan erat dan saling memengaruhi. Dengan kata lain, berbagai
aspek pendidikan senantiasa mengandung unsur-unsur politik, begitu juga
sebaliknya, setiap aktifitas politik ada kaitannya dengan aspek-aspek
kependidikan. Pendidikan pada masa reformasi tidak saja berkaitan dengan
kekuasaan politik di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat lokal
Jadi bagi calon pakar pendidikan dasar perlu memahami isu politik
khususnya terkait partisipasi politik warga negara. Dalam memahami
partisipasi politik dan bentuk partisipasi politik menjadi lebih kuat dalam
memberikan pemahaman kepada siswa maupun pembelajarannya secara tepat
sehingga membentuk warga negara yang partisipatori, kritis, dan bertanggung

13
jawab. Saat ini media massa, elektronik, internet, media sosial telah
memainkan peran penting dalam membentuk sikap politik bagi warga
negaranya, meskipun kebenaran informasi dari media-media yang ada belum
tentu kebenarannya dan kadang menjadi alat politik bagi para pemangku
kepentingan politik. Beck dalam Faulks Keith (2010) memberikan gambaran
proses individualisasi setiap warga negara saat ini tidak tergantung oleh
organisasi maupun perkumpulan-perkumpulan dalam membentuk sikap
politik.
Disinilah peran penting dari calon pakar pendidikan dasar dalam
membentuk sikap politik generasi muda sejak dini sehingga tidak terjadi
skeptis terhadap pemerintahan ataupun ketidakpercayaan terhadap politisi di
negara ini. Sikap skeptis dapat menimbulkan kecenderungan terjadi penurunan
keinginan warga untuk kritis dalam mengawasi lembaga politik. Indonesia
menganut demokrasi langsung yang dapat dilihat dalam pemilihan yang
dilakukan secara langsung baik pemilu maupun pemilihan kepala daerah.
Pemilihan secara langsung sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan
participatory democracy dan memenuhi semua unsur yang diharapkan.
2. Menganalisis Isu Politik
Dalam menganalisis isu politik pendidikan dasar dapat dibagi menjadi
berikut:
a. Politik sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia secara tegas diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945,yaitu pasal 29 termasuk Amandemennya.
Pendidikan menjadi tanggung jawab dan kewajiban negara dan didukung
oleh seluruh rakyatnya. Namun hingga saat ini implementasi amanat
tersebut belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dalam bidang pendidikan,
bahkan dirasakan masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Meskipun
dari sisi pendanaan tahun 2009 pemerintah telah menargetkan anggaran 20
% dari APBN. Setelah pelaksanaan otonomi pendidikan sebagai
konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah maka pengelolaan pendidikan
tidak lagi sentralisasi dari pusat. Saat ini peran pemerintah daerah untuk
memajukan pendidikannya menjadi sangat terbuka. Sistem politik yang

14
berlaku dalam suatu negara senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh negara termasuk kebijakan dalam bidang pendidikan.
Kaitan tersebut terletak pada:
1). perumusan kebijakan
2). proses legitimasi
3). proses penyampaian pada khalayak
4). proses pengkomunikasian
5). proses pelaksanaan
6). proses evaluasi
Perbedaan perumusan kebijakan di negara satu dengan yang
lainnya seringkali disebabkan oleh perbedaan sistem politik yang dianut.
Hal itu juga berlaku pada perbedaan pelaksanaan dan evaluasi pada suatu
negara.
b. Pendidikan Sebagai Wahana Pembangunan Politik
Keterkaitan antara pendidikan dan politik dipahami oleh
masyarakat dalam dua hal. Pertama ada kelompok masyarakat yang
mengatakan bahwa pendidikan adalah pendidikan dan politik adalah
politik atau antara keduanya terpisah. Kedua ada kelompok masyarakat
yang berpendapat bahwa antara keduanya saling berkaitan. pendapat yang
pertama mengasumsikan bahwa mencampuradukkan antara pendidikan
dan politik akan merugikan pendidikan karena didalam politik terdapat
kondisi buruk atau jelek menurut pendapat kelompok masyarakat tertentu.
Pendapat kedua cukup beralasan karena politik tidak dapat hanya dipahami
dalam arti sempit, perlu diingat bahwa politik dalam arti sempit diartikan
sebagian masyarakat sebagai politik dalam percaturan kehidupan
berbangsa dimana didalamnya terdapat persaingan antar kelompok atau
golongan tertentu untuk memperebutkan suatu kedudukan atau posisi yang
diinginkan dengan menghalalkan segala cara. Politik dalam bidang
pendidikan sebenarnya ada, sebuah contoh; seorang kepala sekolah SMK
yang memutuskan kebijakan tentang pola magang bagi siswa-siswanya,
apakah keputusan itu tidak dapat dianggap sebagai sebuah keputusan
politik. Contoh lain adalah peraturan-peraturan tentang pendidikan yang

15
diputuskan pemerintah baik berupa kebijakan atau pedoman sebenarnya
merupakan keputusan politik juga.
Pendidikan bukan sekedar berpengaruh dalam perkembangan
politik tetapi juga ada budaya yang berkembang pada suatu waktu
sehingga menyebabkan bahwa politik dalam pendidikan sangat penting.
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan pentingnya pendidikan bagi
pembangunan politik yaitu sebagai berikut:
1). Pendidikan berlangsung pada lingkup formal, non-formal dan informal
2). Pendidikan melatarbelakangi atau sebagai basic bagi seseorang dalam
kehidupan politik
3). Kondisi politik yang kondusif dapat diciptakan oleh pelaku-pelaku
politik yang professional dan bertanggungjawab.
Aktivitas pendidikan tidak hanya berlangsung pada sekolah-
sekolah formal saja, pada saat ini di masyarakat masih menganggap bahwa
sekolah adalah segalanya bagi pendidikan anak, padahal kondisinya tidak
seperti itu. Pendidikan khususnya pendidikan formal disekolah merupakan
tempat transfer pengetahuan tetapi juga sebagai tempat transfer nilai, nilai
dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan norma_norma dan segala
sesuatu yang baik dimasyarakat. Saat ini banyak siswa sekolah yang
samasekali tidak menaruh hormat pada guru maupun orangtua, hal itu bisa
kita lihat dengan sopan santun mereka, jarang ada anak usia sekolah yang
lewat didepan orangtua kemudian minta permisi karena mereka dengan
cueknya melintas
Pada pendidikan non-formal atau diluar persekolahan pendidikan
politik dapat dilakukan pada aspek penanaman ketrampilan berperilaku
yang baik di masyarakat. Kurikulum dalam pendidikan non-formal
seyogyanya diarahkan untuk transfer nilai juga. Sedangkan pada
pendidikan informal penanaman nilai yang baik sebenarnya banyak terjadi
pada tahap ini. Seorang anak atau siswa sekolah dasar hanya 6-8 jam
berada di sekolah atau pendidikan formal sedangkan sisa waktu yang lain
ada dirumah atau masyarakat. Pendidikan informal terjadi pada keluarga,
masyarakat, organisasi, dan sebagainya.

16
Melalui pendidikan yang baik akan menciptaan politikus yang
bijaksana atau dalam istilah Mochtar Buchori sebagai kearifan yang dapat
dicapai lewat berpikir reflektif. Selanjutnya Mochtar Buchori dalam
Sindhunata (2000:25) menyampaikan syarat manusia menjadi arif yaitu:
1). Pengetahuan yang luas (to be learned)
2). Kecerdikan (smartness)
3). Akal sehat (common sense)
4). Tilikan (insight), mengenal inti hal yang diketahui
5). Sikap hati-hati (prudence, diskrete)
6). Pemahaman terhadap norma-norma kebenaran
7). Kemampuan mencernakan (to digest) pengalaman hidup
3. Isu Politik di Sekolah Dasar
Isu pendidikan yang ditawarkan partai politik beragam klasifikasinya,
namun isu pendidikan yang diangkat memiliki kecenderungan yang sama
antarpartai politik atau antarpeserta kampanye. Diantaranya: penyelenggaraan
pendidikan gratis, peningkatan mutu guru dan tenaga pendidik, pemenuhan
sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan anggaran (Utomo, 2008).
Isu pendidikan yang lazim diangkat dan dituangkan dalam visi misi partai
politik peserta pemilu menunjukan bahwa pendidikan dinilai sebagai
kebutuhan dasar yang dibutuhkan setiap orang. Diharapkan setiap orang dan
kemudahan aksesibilitasnya terhadap pendidikan adalah sebuah kewajiban.
Pendidikan merupakan kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan
martabat bangsa, yang pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan setiap
warga. Kondisi topografi dan demografi Indonesia yang beragam menciptakan
sebaran kebutuhan pendidikan yang berbeda di setiap wilayah. Kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan mendorong pencapaian pendidikan inklusi
dan berkeadilan. Pendidikan inklusi yang digagas pemerintah menekankan
pada kesamaan pemberian layanan pendidikan kepada peserta didik dengan
apapun kondisi peserta didik serta tidak dibatasi dengan adanya keterbatasan
fisik dan mental peserta didik. Salah satu tujuan dari pendidikan inklusi adalah
mewujudkan pendidikan berkeadilan, yaitu pendidikan yang mudah diakses
dan dimanfaatkan oleh setiap warga secara merata dan mudah diakses.

17
Pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang di bidang pendidikan telah
diamanatkan oleh undang-undang dan seiring dinamika perkembangan
kebijakan pemerintah membawa wacana pendidikan gratis tidak hanya
berhenti pada tahap wacana semata. Pendidikan gratis menjadi sebuah
keniscayaan, dan pada kenyataannya di beberapa contoh pemilihan kepala
daerah berhasil memberikan kemenangan kepada parta-partai pengusung tema
pendidikan gratis ini.
4. Solusi Yang Dapat Ditawarkan
Pendidikan bukan alat politik tetapi politik adalah pendidikan dan
sebaliknya pendidikan yang tidak dapat memilih bukan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan negara. (memilih dalam hal ini adalah kebijakan-
kebijakan yang sesuai atau bermanfaat bagi individu warga negara). Di sisi
lain supremasi hukum dapat tercapai lewat pendidikan, pendidikan politik.
Pendidikan adalah metode yang paling fundamental dalam kemajuan sosial
dan reformasi. Reformasi yang dipaksakan akan gagal. Pendidikan merupakan
sarana menumbuhkan demokrasi.
Pola – pola demokrasi dalam pendidikan sebenarnya merupakan salah
satu bentuk pendidikan politik dimana di dalam demokrasi terdapat
musyawarah, saling menghargai pendapat dan sebagainya. Upaya untuk
memperluas dukungan pendidikan terhadap pembangunan politik dapat
dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
1). Menyusun kurikulum yang mampu secara komprehensif memberikan
manfaat bagi peserta didik dalam kehidupan di masyarakat dan politik
nantinya.
2). Menciptakan pola hubungan yang baik antara pendidikan dan politik
tetapi dalam koridorpendidikan bukan sekedar politisasi pendidikan.
3). Membentuk guru yang memiliki kemampuan profesional dan
berkarakter kebangsaansehingga dapat sebagai figure yang baik bagi
anak didik.
Penanaman nilai-nilai yang baik sejak dini sehingga kepribadian anak
dapat terbentuk secara nyata, tidak ada segala sesuatu yang bersifat instant
mampu memberikan hasil yang

18
C. Isu Sosial Budaya di Sekolah Dasar
1. Pengertian Sosial Budaya
Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sosial budaya mencangkup.
a. Segi kemasyarakatan merupakan pergaulangan hidup individu dalam
bermasyarakat yang mengandung nilai-nilai kebersamaan, semisi/sevisi,
setujuan dan solidaritas yang menjadi unsur pemersatu dalam kelompok
sosial.
b. Segi kebudayaan, hakikat budaya menjadi sebuah sistem nilai dari hasil
hubungan manusia dengan cipta, rasa dan karsa yang menumbuhhkan
gagasan-gagasan utama serta kekuatan pendukung dalam penggerak
kehidupan
Jadi sistem sosial budaya merupakan suatu keseluruhan dari unsur-unsur
tata nilai, tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dengan
masing-masing unsur berkerja secara mandiri dan bersama-sama saling
mendukung dalam mencapai tujuan hidup dalam masyarakat.
2. Cara Menganalisis Isu-Isu Sosial-Budaya
Dalam menganalisis isu-isu sosial budaya dapat dilihat dari perspektif
pendekatan.
a. Pendekatan fungisonalisme struktural (stuktural fungsional) yakni
merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di
mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu yang
menekankan pengkajian tentang cara-cara mengorganisasikan dan
mempertahankan sistem. Robert Nisbet menyatakan bahwa
fungsionalisme struktural adalah satu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Dalam fungsionalisme
struktural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan, meski keduanya
biasanya dihubungkan. Kita dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa
memperhatikan fungsinya atau akibatnya terhadap struktur lain.
Pembahasan teori fungsionalisme struktural Parson diawali dengan empat
skema penting mengenai fungsi untuk semua sistem tindakan, skema
tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL (Adaptasi, pencapaian
tujuan atau goal attainment, Integrasi dan latensi).

19
3. Contoh Isu Sosial Budaya Di Sekolah Dasar
a. Globalisasi dan Imbasnya dalam dunia pendidikan
Sebagai pengertian teknologi, globalisasi berarti penguasaan dunia
melalui penguasaan teknologi komunikasi dan informasi, juga teknologi
penghancur lingkungan serta bioteknologi pengancam manusia tanpa
kendali. Dan sebagai pengertian budaya, globalisasi tidak hanya proses
harmonisasi ide-ide dan norma-norma, seperti pluralitas keberagaman,
HAM, namun juga gaya hidup konsumerisme, hedonisme dan pornografi.
Proses seperti ini merupakan gerakan menuju kewarganegaraan dunia
universal yang melampaui batasan negara kebangsaan. Alhasil terjadilah:
- Biaya pendidikan menjadi mahal, sulit dijangkau masyarakat
- Memperlebar gab dalam kualitas pendidikan
- Melahirkan diskriminasi sosial
- Menimbulkan stigamatisasi kearah sosial
Inilah menjadi babak baru kapitalisme yang melucuti makna
pendidikan. Pendidikan yang semua sebagai proses pendewasaan sosial
manusia dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah kini
menjadi ajang mencari laba dan aktivitas mencari keuntungan.
b. Budaya Sekolah
- Masalah lingkungan yang tidak kondusif (Aspek pemikiran,
personal, perencanaan, moralitas hukum, aspek kebijakan).
- Masalah mentalitas/moralitas yang masih rendah ( tidak percaya
diri, tidak jujur dan memanipulasi proses atau hasil, kekerasan dan
perilaku moral
4. Solusi Yang Ditawarkan
Pendidikan memang tidak dapat lepas dari aspek sosial, politik, ekonomi
dan budaya, menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri
tanpa ada kaitannya dengan aspek sosial yang melingkupinya akan berakibat
pada keterasingan pendidikan dalam realitas dunia nyata. Dalam era
Globalisasi, pendidikan menemui tantangannya, hal ini harus disikapi dengan
selalu berbenah dan memegang prinsip-prinsip pendidikan sebagai wahana

20
penyadaran diri dan proses humanisasi tanpa mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan. Sebagai investasi jangka panjang dalam pembangunan,
pendidikan harus menghindarkan dampak negatif yang ditimbulkan laju arus
globalisasi. Yakni dengan menawarkan reparadigmatisasi pendidikan sebagai
upaya preventif, dan harus menjadi tanggung jawab semua komponen anak
bangsa di negeri ini.
Menanggapi munculnya budaya negatif, di segi mentalitas/moralitas,
tawaran merekonstruksi ulang isi kurikulum pendidikan Nasional kita kiranya
menjadi sebuah solusi alternatif. Baik melalui penguatan budaya lokal yang
mencerminkan keluhuran nilai-nilai kemanusiaan /budaya ketimuran, maupun
tawaran kurikulum kejujuran dan anti-korupsi, serta internalisasi pendidikan
nilai/afektif dalam setiap materi pelajaran terutama di tingkat satuan
pendidikan mulai SD hingga SMU, yang merupakan fase-fase pokok
psikologis dalam pembentukan mental-spiritual anak didik.

21
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik simpulan bahwa Isu-isu sosial,
politik dan sosial-budaya merupakan isu yang tidak pernah berhenti baik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara maupun di dalam pendidikan. Maka dari itu
khususnya dalam pendidikan di sekolah dasar perlunya peran guru, orang tua dan
masyarakat dalam menangani isu yang telah berkembang untuk mendapatkan
informasi yang valid sehingga informasi yang diterima diterima dengan baik.

B. Saran
Semoga makalah ini menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua
guru. Jika ada kekurangan dan kesalahan, baik penyajian ataupun penulisan
diharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi kesempurnaan
pada makalah-makalah berikutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang, S., Gedung, E., Sudirman, J. J., & Pusat, S. J. (2014). Isu pendidikan
dalam kampanye politik educational issues in political campaign.
579–587.

Busmayaril, B., & Umairoh, E. (2018). Mengatasi Perilaku Membolo Peserta


Didik Menggunakan Konseling Individual. KONSELI: Jurnal
Bimbingan Dan Konseling (E-Journal), 5(1), 35.
https://doi.org/10.24042/kons.v5i1.2659

Buzgar, R., Dumulescu, D., & Opre, A. (2013). Emotional and social problems in
primary school children: A national screening program. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 78, 250-254.

Eriawaty, E. (2020). Analisis Kritis Isu-isu Pendidikan Indonesia Dalam


Kompetisi Di Kawasan ASEAN. Edunomics Journal, 1(19), 31–37.
Retrieved from https://e-
journal.upr.ac.id/index.php/edu/article/view/1596

H.A.R. Tilaar. (2003). Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang: Indonesia Tera

Keith Faulks. (2010). Sosiologi Politik.Bandung: Nusa Media.

Kurniasih, N. F., & Ikhsan, F. K. (2019). Masalah Sosial Anak Usia Dasar. At-
Ta'lim: Media Informasi Pendidikan Islam, 18(1), 111-136.

Latifah, U. (2017). Aspek perkembangan pada anak Sekolah Dasar: Masalah dan
perkembangannya. Academica: Journal of Multidisciplinary
Studies, 1(2), 185-196.

Machali, Imam. Pendidikan Nasional dalam telikungan Globalisasi. Yogyakarta:


ArRuzz Media & Presma F. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2004.

23
Mukhtar. (2017). Contextualising the Use of Digital Technologies as a Catalyst
for “ Development Education In Indonesia ”: a Policy Perspective.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017.

Nasir, A. (2018). Konseling Behavioral: Solusi Alternatif Mengatasi Bullying


Anak Di Sekolah. Journal of Guidance and Counseling, 72.Ritzer,
George dan Douglas J. Goodman. (2010). Teori Sosiologi Modern
Edisi Keenam. Kencana Prenada Media Group : Jakarta.

Purwanto, N. (2008). Pengaruh Politik Dalam Bidang Pendidikan. Jurnal


Manajemen Pendidikan UNY, (02), 114488.

Rahman, A., & Suharno, S. (2020). Pelaksanaan Pendidikan Politik Melalui


Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
Meningkatkan Kesadaran Politik Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(2), 282.
https://doi.org/10.17977/um019v4i2p282-290

Ranjabar.J.2006.Sistem Sosial Budaya Indonesia.Bogor:Ghalia Indonesia

Ratnasari, A., Asharhani, I. S., Sari, M. G., Hale, S. R., & Pratiwi, H. (2019).
Edukasi Pemilahan Sampah Sebagai Upaya Preventif Mengatasi
Masalah Sampah Di Lingkungan Sekolah. Prosiding Konferensi
Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social
Responsibility (PKM-CSR), 2, 652-659.

Ritonga, M. (2018). Politik dan dinamika kebijakan perubahan kurikulum


pendidikan di Indonesia hingga masa reformasi. Bina Gogik, 5(2), 88–
102.

Sakinah, N., & Bakhtiar, N. (2019). Model Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
Dasar dalam Mewujudkan Generasi Yang Bersih dan Berintegritas
Sejak Dini. El-Ibtidaiy: Journal of Primary Education, 2(1), 39.
https://doi.org/10.24014/ejpe.v2i1.7689

24
Sapriya. (2010). Isu Sosial-Politik dan Sosial-Budaya dalam Pendidikan Dasar.
Studi Pendidikan, 9, 1–30.

Sejiwa. (2018). Bullying : Mengatasi Kekerasan Di Sekolah Dan Lingkungan


Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo

Setiawati, S. M. R. (2020). PERILAKU MEMBOLOS: PENYEBAB, DAMPAK,


DAN SOLUSI. PD ABKIN JATIM Open Journal System, 1(2), 99-
108.

Sindhunata,Editor. (2000), Menggagas Paradigma baru Pendidikan, Yogyakarta:


Kanisius.

Sirozi, M., (2010). Politik Pendidikan, Dinamika Hubungan Antara Kepentingan


Kekuasaan dan Praktek Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Suyomukti, Nurani. Pendidikan Berperspektif Global. Yogyakarta: Al-Ruzz


Media, 2008

Tholani Mokhamad Ishaq (2013). Problematika Pendidikan di Indonesia. Jurnal


Pendidikan; Vol. 1, No. 2; Juli 2013

Zins, J. E., Weissberg, R. P., Wang, M. C., & Walberg, H. J., Eds. (2014).
Building Academic Success on Social and Emotional Learning: What
Does the Research Say? New York: Teachers College Press.

25

Anda mungkin juga menyukai