B. Berduka
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional
dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena
perpisahan, perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement
adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau
masa berkabung (mourning). Berikut ini beberapa jenis berduka menurut
Hidayat (2012) :
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis,
kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan
dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-
olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak
yang mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
di kandungan atau ketika bersalin.
C. Respon Berduka
Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka
seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap seperti
pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang
benar terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi”
atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang
didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat,
diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa
menit atau beberapa tahun.
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat
yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang
sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal.
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon
kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “
kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan
sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan
mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai
dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek
yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi
perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima
fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya.
D. Sifat Kehilangan
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan
yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando : 1984).
E. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan
anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Loss (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan
namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan
masa remaja, lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggota) menderita sakit terminal.
I. Faktor Predisposisi
Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi
rentang respon kehilangan adalah sebagai berikut.
g. Faktor genetik. Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga
dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan
kehilangan.
h. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur
cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani.
i. Faktor mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
dan pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam mengahadapi situasi
kehilangan.
j. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi
kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa
dewasa.
k. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan
rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif
terhadap stres yang dihadapi.
J. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Stresor ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu
sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri,
pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda,
dan lain-lain). Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut.
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. Kehilangan peran dalam keluarga
d. Kehilangan posisi dalam masyarakat
e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f. Kehilangan kewarganegaraan
K. Sumber Koping
Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada
sumber yang tersedia. Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan
bakat mengatasi kedukaan, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi.
Sumber koping lainnya adalah dukungan spiritual, keyakinan positif,
pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber materi dan
sosial, keluarga, kerabat dekat, dan perawat.
L. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering dipakai individu dengan respon
kehilangan antara lain : pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi,
supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intesitas stres yang
dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping
sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai.
B. Pohon Masalah
Gangguan Konsep Diri Efek/Akibat
Core Problem
Berduka
Kehilangan Penyebab/Kausa
D. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang
akan disusun menjadi diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah
penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Berikut ini disebutkan
beberapa diagnosa keperawatan berkaitan dengan kehilangan dan berduka
dalam Hidayat (2012) :
1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang
dirasakan.
2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan.
3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang
dicintai atau memiliki arti besar.
b. Tahap Marah
Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah
secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara :
1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien sebenarnya
tidak ditujukan kepada mereka.
2. Membiarkan klien menangis.
3. Mendorong klien untuk membicarakan kemarahannya.
c. Tahap Tawar-Menawar
Membantu klien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara :
1. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian.
2. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya.
3. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau” atau “seandainya,”
beritahu klien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang
nyata.
4. Membahas bersama klien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa
takutnya.
d. Tahap Depresi
1. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara :
Mengamati perilaku klien dan bersama dengannya membahas
perasaannya.
Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat
risikonya.
2. Membantu klien mengurangi rasa bersalah dengan cara :
Menghargai perasaan klien.
Membantu klien menemukan dukungan yang positif dengan
mengaitkan terhadap kenyataan.
Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
Bersama klien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.
e. Tahap Depresi
Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan
cara :
1. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur.
2. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak
berada pada tahap yang sama pada saat bersamaan.
3. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati.
4. Memberi informasi akuran tentang kebutuhan klien dan keluarga.
F. Implementasi
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi
keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan
berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat.
G. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat
dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan,
reaksi terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang menerima arti
kehilangan.
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 1)
Masalah : kehilangan dan berduka (respon mengingkari terhadap kematian
anak)
Pertemuan : ke-1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sedang duduk di luar kamar jenazah. Klien tampak lemah
dengan kondisi terus-menerus menangis. Klien meluapkan emosi dengan
memarahi dokter dan perawat yang tidak becuh merawat anaknya. Selain
itu, klien sering mengatakan bahwa ialah penyebab dari semua ini, bila
saja ia memiliki biaya yang cukup untuk mengobati anaknya maka ia tidak
akan kehilangan anaknya.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang yang
dicintai.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka.
4. Tindakan keperawatan
a. Memberikan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri kepada klien
c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien
d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk
berinteraksi
f. Mendorong dan memberi kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati
h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap
menerima dan empati.
i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaanya.
b. Kerja
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa
usia Ibu sekarang ?
2. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?...
3. Apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu ? Saya yakin ada yang ingin
Ibu ceritakan …
4. Coba Ibu ceritakan apa yang menyebabkan ibu terus berduka… Apa
yang menyebabkan Ibu merasa bersalah ? … apakah dokter dan
perawat di sini telah membuat kesalahan terhadap anak Ibu ?...
5. Baiklah Ibu, saya paham dengan perasaan Ibu saat ini. Memang wajar
setiap orang akan mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang
disayangi. Kami semua di sini pun ikut bersedih Bu, tetapi semua itu
tidak terlepas dari kehendak Yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya
mampu berserah diri dan menerima semua ini…
6. Ibu ingin minum ? saya ambilkan ya Bu… Bagaimana dengan makan ?
Coba sedikit ya Bu agar Ibu tidak lemas..
7. Wah… bagus sekali Ibu sudah menghabiskan sarapannya…
8. Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu ?
9. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Ada empat hobi yang ibu
kuasai..
10. Ternyata banyak kegiatan yang Ibu bisa lakukan untuk menghalau
kesedihan Ibu…
c. Terminasi
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Ibu
saat ini?
(obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan
sesekali melihat perawat. Klien masih nampak sedih walaupun sedikit
berkurang.
2. Tindak lanjut
Nah Bu, ini sudah 15 menit. Apakah ingin dilanjutkan ? Jadi kita
cukupkan saja dulu perbincangan kita.. Sekarang Ibu istirahat dulu.
Usahakan Ibu makan dan minum ya Bu, supaya tubuhnya tidak lemas..
Kalau nanti ada yang ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya,
Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-
ngobrol lagi sekitar pukul 14.00 WITA? Dan bagaimana kalau nanti
kita membicarakan tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu
nanti ingin mengobrol dimana? Apakah di tempat ini lagi? Baik bu
nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu saya permisi dulu Bu,
terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang dengan saya.
DAFTAR PUSTAKA
Dadang, Hawari. 1997. Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa. Yogyakarta :
Dana Bhakti Prima Yasa
Hidayat, A, Aziz Alimul. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, B., Erb., & Oliver, R. 2004. Fundamental Of Nursing; Consept, Process
And Practice Edisi 4. California : Addison-Wesley Publishing CO.
Mubarak dan Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik
Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : ECG.