Anda di halaman 1dari 15

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI PUSKESMAS

I. PENDAHULUAN

1.1. APOTEKER

 Menurut PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor :


184/MENKES/PER/II/1995 TENTANG PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN
MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER Pasal 1 :

Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

 Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor:


1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK Pasal 1 :

Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.

 Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas,

Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang


kefarmasian baik di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang
masih berkaitan dengan bidang kefarmasian. Pendidikan apoteker dimulai dari
pendidikan sarjana, kurang lebih empat tahun, ditambah satu tahun untuk pendidikan
profesi apoteker. Apoteker di Indonesia bergabung dalam organisasi profesi Apoteker
yang disebut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Seorang apoteker yang baru lulus juga
disumpah seperti dokter. Sumpah itu intinya adalah seorang apoteker harus

1
memanfaatkan ilmunya untuk kebaikan manusia. Seorang apoteker dilarang
menggunakan pengetahuannya untuk merugikan orang lain.

1.2. TUGAS APOTEKER

Tugas Apoteker telah diatur dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN :

1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,

pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri

atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada

pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

6. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani

Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis

Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

7. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan

kesehatan.

8. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan

Kefarmasian.

2
9. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi

obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

10. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan

untukmendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar

Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.

11. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik,

toko obat, atau praktek bersama.

12. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin

untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

13. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

Apoteker.

14. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-

obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.

15. Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan praktik profesi kefarmasian secara

baik.

16. Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional

tentang Pekerjaan Kefarmasian.

17. Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada

fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian.

18. Asosiasi adalah perhimpunan dari perguruan tinggi farmasi yang ada di Indonesia.

19. Organisasi Profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.

20. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.

3
21. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK

adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian

yang telah diregistrasi.

22. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan

kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada Apotek atau

Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

23. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan kepada

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat melaksanakan Pekerjaan

Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.

24. Rahasia Kedokteran adalah sesuatu yang berkaitan dengan praktek kedokteran yang tidak

boleh diketahui oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

25. Rahasia Kefarmasian adalah Pekerjaan Kefarmasian yang menyangkut proses produksi,

proses penyaluran dan proses pelayanan dari Sediaan Farmasi yang tidak boleh diketahui

oleh umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

26. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

1.3. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat

kesehatan.

c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan

d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan

e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga

f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga

4
g. Melakukan pencampuran obat suntik

h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral

i. Melakukan penanganan obat kanker

j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah

k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan

l. Melaporkan setiap kegiatan.

1.4. PENYEBARAN APOTEKER DALAM PROGRAM KESEHATAN

Penyebaran apoteker diutamakan untuk memenuhi kebutuhan program kesehatan dalam


rangka pemerataan pelayanan kesehatan.
Pemenuhan kebutuhan apoteker untuk program kesehatan ditetapkan dengan urutan prioritas
sebagai berikut:
a. Sarana kesehatan Pemerintah.
kebutuhan program kesehatan di lingkungan Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan & Kebudayaan dan HANKAM/ABRI.
b. Sarana lainnya, sesuai yang ditetapkan.
a. Instansi Pemerintah selain yng disebut di atas

b. Sarana kesehatan milik BUMN/BUMD;

c. Industri/Pabrik obat dan kosmetik berskala kecil non PMDN/PMA;

d. Industri Kecil Obat Tradisional;

e. Apotik yang berlokasi di luar Kotif/Kodya/Ibukota Provinsi;

f. Rumah Sakit Swasta di luar Ibukota Provinsi;

g. Pendidikan Tinggi dan Menengah Swasta sebagai Staf Pengajar di bidang farmasi

5
II. PUSKESMAS

2.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang


bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayahkerja.Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu
kecamatan.Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan
keutuhankonsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).

2.2. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat
kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care).Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagaitenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilakuagar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana,


sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan
farmasiklinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat
danpencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana,
prasarana,sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan
yangditetapkan.

Landasan Hukum

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

 Bab I pasal 1

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan


farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,pengelolaan obat,
6
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obatserta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.

 Bab V pasal 42

Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi
yang beredar.

 Bab VI pasal 63

Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan


farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyaikeahlian dan
kewenangan untuk itu.

 Bab X pasal 82

1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja melakukan

pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 63dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidanadenda paling banyak Rp

100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

3. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika

4. Ordonansi Obat Berkhasiat Keras (Sterekwerkende geenesmiddelen

ordonantieStb.1949 /no.419)

5. Kepmenkes No. 125/Kab/B VII/th 1971 tentang Wajib Daftar Obat

6. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

7
UU RI No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan

Bab I pasal 1

Ayat (2) : Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga,

perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan sertafasilitas kesehatan dan

teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat.

Ayat (6) : Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.

2.3. Apoteker Sebagai Tenaga Kefarmasian di Puskesmas

Dasar hukum: Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


“Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Puskesmas adalah
apoteker”

Kompetensi apoteker di Puskesmas sebagai berikut


1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang bermutu

2. Mampu mengambil keputusan secara professional

3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatanlainnya

dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa lokal

4. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal,

sehinggailmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date).

Sedangkan asisten apoteker hendaknya dapat membantu pekerjaan apoteker


dalammelaksanakan pelayanan kefarmasian tersebut.

Prasarana dan Sarana

8
Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :
1. Papan nama “apotek” atau “kamar obat” yang dapat terlihat jelas oleh pasien

2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien

3. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram

danmiligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain

4. Tersedia tempat dan alat untuk mendisplai informasi obat bebas dalam

upayapenyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur,

leaflet,booklet dan majalah kesehatan.

5. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayananinformasi

obat.Antara lain Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi Spesialite

ObatIndonesia (ISO) dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI).

6. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai

7. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria, serum

danvaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai denganperaturan

perundangan yang berlaku.

8. Tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau komputer agarpemasukan

dan pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapatdipantau dengan baik.

9. Tempat penyerahan obat yang memadai, yang memungkinkan untuk

melakukanpelayanan informasi obat.

Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.Perbekalankesehatan
adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untukmenyelenggarakan
kesehatan.Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

9
Rangkaian Tugas Apoteker di Puskesmas

A. Administrasi
Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan dalam rangka
penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaanfarmasi dan
perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudahdimonitor dan
dievaluasi.

Administrasi untuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap
pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu :
1. Perencanaan
2. Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota
3. Penerimaan
4. Penyimpanan mengunakan kartu stok atau computer
5. Pendistribusian dan pelaporan

Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien (umum,
miskin, asuransi), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama 3tahun dan
pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara.

Pengadministrasian termasuk juga untuk:


1. Kesalahan pengobatan (medication error)

2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

3. Medication Record

2.4. Pelayanan Farmasi Klinik

1. Pelayanan Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker

untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturanperundangan yang

berlaku.Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputiaspek teknis dan non teknis

10
yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep,peracikan obat sampai dengan

penyerahan obat kepada pasien.

Penerimaan Resep

Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama dokter, nomor surat izin

praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal,penulisan resep, nama obat,

jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien,umur pasien, dan jenis kelamin pasien

b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara

dan lama penggunaan obat.

c. Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.

d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya tidak

tersedia

Peracikan Obat

Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan menggunakan alat, dengan

memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaanfisik obat

b. Peracikan obat

c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket warna biru untuk obat luar,

serta menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaanobat dalam bentuk larutan

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah untuk obat yang berbeda

untuk menjaga mutu obat dan penggunaan yang salah

Penyerahan Obat

Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :

11
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai

penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaanserta jenis dan jumlah obat.

b. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan,

mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkinemosinya kurang stabil.

c. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya

d. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat

tersebut, antara lain manfaat obat, makanan danminuman yang harus dihindari, kemungkinan

efek samping, carapenyimpanan obat, dll.

2. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak biasa,etis,

bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yangrasional oleh

pasien.Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia,Informasi Spesialite Obat

Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia(IONI), Farmakologi dan Terapi, serta

buku-buku lainnya.Informasi obat jugadapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat

yang berisi :

 Nama dagang obat jadi

 Komposisi

 Bobot, isi atau jumlah tiap wadah

 Dosis pemakaian

 Cara pemakaian

 Khasiat atau kegunaan

 Kontra indikasi (bila ada)

12
 Tanggal kadaluarsa

 Nomor ijin edar/nomor registrasi

 Nomor kode produksi

 Nama dan alamat industry

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :

a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di

waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum

atau sesudah makan.

b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun

sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena

itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama

untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung,

obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

3. Penyimpanan (Kondisi Penyimpanan Khusus)

Beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk memudahkan pengawasan, yaitu.

 Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari

khusus dan terkunci.

 Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin

untuk menjamin stabilitas sediaan.

 Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol disimpan dalam

lemari yang berventilasi baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan peralatan elektronik.

Cairan ini disimpan terpisah dari obat-obatan.

13
4. Monitoring dan Evaluasi

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu

dilakukanmonitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan

pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses penilaiankinerja

pelayanan kefarmasian itu sendiri.

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat

kepadapasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar

perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas selanjutnya.

Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas,

antara lain :

 Sumber daya manusia (SDM)

 Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan,penerimaan

dan distribusi)

 Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining resep,penyiapan

sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yangdisertai informasinya serta

pemantauan pemakaian obat bagi penderita penyakittertentu seperti TB, Malaria dan Diare)

 Mutu pelayanan (tingkat kepuasan konsumen)

14
15

Anda mungkin juga menyukai