Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI SISTEM FIRE ALARM


Fire Alarm system adalah system pendeteksi dini adanya
kebakaran, prinsip dasar terjadinya api terdiri dari tiga unsur material
(benda yang mudah terbakar),adanya unsur panas, adanya unsur oksigen.
Proses pembakaran menghasilkan antara lain asap, panas dan cahaya,
untuk itu terdapat berbagai alat deteksi untuk mengetahui dengan lebih
awal sebelum proses pembakaran tersebut membahayakan.

Ada 3 jenis fire sistem alarm, yaitu sistem fire alarm konvensional,
addressable dan sistem fire alarm semi addressable. Sistem fire alarm
konvensional dirancang dan dibuat untuk gedung-gedung dengan skala
yang kecil. Seperti sekolahan, minimarket, dan perkantoran. Sistem alarm
konvensional ini diaplikasikan di gedung-gedung dengan ruangan yang
lebih simple dan tidak komplek, karena rangkaian instalasi pada fire alarm
ini lebih simple dibandingkan dengan fire alarm full addressable.

Pada Sistem Fire Alarm jenis konvensional tidak memiliki


kemampuan untuk mengirimkan address atau ID yang spesifik. Fire alarm
jenis ini hanya mampu mengirimkan informasi tempat terjadinya bahaya
melalui zona atau loop, tanpa tau detektor mana yang terpicu. Pada sistem
ini detektor terhubung dengan control panel menggunakan kabel. Jika
detektor mendeteksi adanya sinyal kebakaran, berupa asap maupun suhu
yang naik secara signifikan, maka detektor akan mengirimkan sinyal ke
panel dan membunyikan alarm. Contorl panel akan menginformasikan
zona mana di dalam gedung yang telah terjadi kebakaran. Kita bisa
mengatur tiap zona. Misal zona 1 diatur untuk lantai bawah, zona 2 untuk
hall, zona 3 untuk gudang dan seterusnya.

Berbeda halnya dengan full addressable yang dapat


mengidentifikasi dengan tepat detector mana yang berbunyi. Misal di

10
sebuah hotel, kamar nomor 101 yang mendeteksi adanya kebakaran.
Maka detektor di kamar tersebut akan mengirimkan sinyal ke kontrol panel
dan memunculkanya melalui annunciator, bahwa kamar 101 terjadi
kebakaran.

Fire Alarm System Semi Addressable adalah gabungan antara fire


alarm system konvensional dan fire alarm system full addressable dimana
perbedaan utamanya adalah pada pemilihan jenis peralatan fire alarm yang
akan digunakan. Pada Fire Alarm System Semi Addressable menggunakan
panel kontrol fire alarm (MCFA) jenis addressable namun peralatan
pendeteksi seperti smoke detector maupun heat detector nya menggunakan
jenis detector konvensional termasuk peralatan output seperti alarm bell
dan lampu indikator juga menggunakan jenis peralatan yang konvensional.
Nah, untuk menghubungkan antara peralatan fire alarm addressable dan
peralatan fire alarm konvensional tersebut maka ditambahkan fire alarm
modul berupa input module maupun output module sehingga kedua jenis
peralatan fire alarm tersebut bisa saling berkomunikasi dan bekerja sesuai
dengan fungsinya.

3.2. STANDAR PEKERJAAN INSTALASI SISTEM FIRE ALARM


Standar pekerjaan instalasi sistem fire alarm mencakup persyaratan
minimal, kinerja, lokasi, pemasangan, pengujian sistem deteksi alarm
kebakaran untuk memproteksi penghuni, bangunan, ruangan, struktur,
daerah, atau suatu obyek yang diproteksi sesuai dengan standar ini.

Standar ini disiapkan untuk digunakan bersama standar atau


ketentuan lain yang berlaku dimana secara spesifik berkait dengan alarm
kebakaran, pemadaman atau kontrol. Detektor kebakaran otomatik
meningkatkan proteksi kebakaran dengan mengawali tindakan darurat,
tetapi hanya bila digunakan bekerja sama dengan peralatan lain.
Interkoneksi dari detektor, konfigurasi kontrol, suplai daya listrik atau
keluaran sistem sebagai respon dari bekerjanya detektor kebakaran
otomatik diuraikan pada ketentuan atau standar lain yang berlaku. 1.4.

11
Standar ini tidak dimaksudkan untuk mencegah penggunaan metoda atau
peralatan baru apabila dilengkapi dengan data teknis yang cukup, dan
diajukan kepada instansi yang berwenang untuk menunjukkan bahwa
metoda atau peralatan baru itu setara dalam kualitas, efektifitas, ketahanan
dan keamanan sebagaimana disebutkan di dalam standar ini.

3.2.1. Standar Pemasangan

Dalam standar pemasangan detektor harus diproteksi


terhadap kemungkinan rusak karena gangguan mekanis.,
pemasangan detektor dalam semua keadaan harus bebas dari
pengikatannya terhadap sirkit konduktor. Detektor tidak boleh
dipasang dengan cara masuk ke dalam permukaan langitlangit
kecuali hal itu sudah pernah diuji dan terdaftar (“listed”) untuk
pemasangan seperti itu. Detektor juga harus dipasang pada seluruh
daerah bila disyaratkan oleh standar yang berlaku atau oleh instansi
yang berwenang. Setiap detektor yang terpasang harus dapat
dijangkau untuk pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik.
Apabila dipersyaratkan proteksi mencakup secara menyeluruh,
maka detektor harus dipasang pada seluruh ruangan, lobi, daerah
gudang, besmen, ruang di bawah atap di atas langit-langit, loteng,
ruang di atas langit-langit yang diturunkan dan sub bagian lainnya
dan ruang yang dapat dijangkau dan di dalam semua lemari tanam,
saf lif, tangga tertutup, saf “dumb waiter”, dan pelongsor ( chute).

Daerah yang tidak dapat dimasuki dan mengandung bahan


mudah terbakar harus dibuat dapat dimasuki dan diproteksi oleh
detektor-detektor terkecuali :

1. Detektor boleh dihilangkan dari ruang yang mudah terbakar


apabila setiap kondisi berikut dipenuhi :
a. Jika langit-langit melekat langsung ke bagian bawah balok
penyangga dari atap yang mudah terbakar atau dek lantai.

12
b. Jika ruang yang tersembunyi seluruhnya diisi dengan isolasi
tidak mudah terbakar. Dalam konstruksi anak balok yang
padat, isolasi dibutuhkan untuk mengisi hanya ruang dari
langit-langit ke tepi bawah balok atap atau dek lantai. SNI
03-3985-2000 8 dari 165.
c. Jika ruang yang tersembunyi kecil diatas kamar yang
tersedia pada setiap ruang dalam pertanyaan tidak melebihi
4,6 m2 ( 50 ft2 ) luasnya.
d. Dalam ruangan yang dibentuk oleh kerangka a5tau balok
padat dalam didnding, lantai atau langit-langit apabila jarak
antara kerangka atau balok padat kurang dari 150 mm (6
inci).
2. Detektor boleh dihilangkan dari bagian bawah kisi-kisi langit-
langit yang terbuka jika semua kondisi berikut dipenuhi :
a. Bukaan dari kisi-kisi 6,4 mm ( ¼ inci) atau lebih besar dari
dimensi yang terekcil.
b. Tebal dari bahan tidak melebihi dimensi yang terkecil.
c. Susunan bukaan sedikitnya 70 persen dari luas bahan
langit-langit. 4.7.5*. Detektor harus juga disyaratkan
dipasang di bawah tempat bongkar muat terbuka atau teras
dan penutupnya, dan ruang di bawah lantai yang dapat
dimasuki dari bangunan tanpa besmen.
3. Dengan ijin dari instansi yang berwenang, detektor dapat
dihilangkan apabila ditemui kondisi berikut :
a. Ruangan yang tidak dapat dimasuki untuk difungsikan
sebagai; gudang atau jalan masuk untuk orang yang tidak
berwenang dan diproteksi terhadap akumulasi puing yang
terbawa angin.
b. Isi ruangan bukan peralatan seperti pipa uap, jaringan
listrik, saf atau konveyor.
c. Lantai seluruh ruangan rapat.

13
d. Di atas lantai tersebut tidak ada bahan cair mudah terbakar
diproses, dibawa atau disimpan.

Detektor kebakaran penginderaan asap, untuk kepentingan


standar ini, asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang
baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran.

Maksud dan lingkup dari bagian ini adalah menyediakan


standar untuk perletakan dan jarak pemasangan detektor kebakaran
untuk mengindera asap yang ditimbulkan pembakaran suatu bahan.
Detektor asap harus dipasangkan pada seluruh daerah yang
disyaratkan oleh standar ini, atau oleh instansi yang berwenang.

Pada detektor asap jenis pancaran cahaya foto-elektrik,


suatu sumber cahaya dan suatu pengindera peka sinar disusun
sedemikian rupa sehingga sinar dari sumber cahaya tidak secara
normal jatuh ke pengindera peka sinar. Ketika partikel asap masuk
ke lintasan cahaya, sebagian dari cahaya terpencarkan oleh
pantulan dan pembiasan ke sensor ( pengindera ), menyebabkan
detektor itu bereaksi.

Pancaran cahaya foto-elektrik lebih bereaksi terhadap


partikel yang kelihatan (ukuran lebih kecil dari satu mikron) yang
diproduksi oleh kebanyakan api yang tanpa nyala. Reaksinya lebih
kecil terhadap partikel kecil tipikal dari kebakaran yang menyala.
Rekasinya juga kecil terhadap asap yang hitam. Detektor asap
pengaburan cahaya foto-elektrik. Pada detektor asap tipe
pengaburan cahaya foto-elektrik, kerugian transmisi cahaya antara
sumber cahaya dan sebuah pengindera peka-foto dipantau. Apabila
partikel asap dihadirkan pada lintasan cahaya, sebagian cahaya
dipancarkan dan sebagian dikaburkan, ini mengurangi cahaya
mencapai alat penerima, mengakibatkan detektor bereaksi.

Detektor asap yang mempunyai perlengkapan pengaturan di


lapangan kepekaannya, harus mempunyai rentang pengaturan tidak

14
kurang dari 0,6 persen/ ft pengaburan, dan sarana pengaturannya
harus diberi tanda untuk menunjukkan posisi kalibrasi nominal dari
pabrik.

3.2.2. Jarak Pemasangan


Lokasi dan jarak dari detektor asap harus merupakan hasil
dari suatu evaluasi yang didasarkan pada pertimbangan enjinering
ditambah panduan yang dirinci dalam standar ini. Bentuk dan
permukaan langit-langit, ketinggian langit-langit, konfigurasi dari
kandungan, karakteristik pembakaran dari bahan mudah terbakar
yang ada dan ventilasi merupakan beberapa kondisi yang perlu
dipertimbangkan. Apabila dimaksud untuk melindungi terhadap
bahaya kebakaran khusus, detektor dapat dipasangkan dekat pada
bahaya kebakaran dalam posisi dimana detektor akan siap
menangkap asap.
Akibat yang mungkin terjadi dari susunan berlapis-lapis asap
di bawah langit-langit harus pula dipertimbangkan. Detektor tipe
titik. Pada langit-langit rata, jarak antara 9 m ( 30 ft ) dapat
digunakan sebagai pedoman. Dalam semua kasus, rekomendasi
manufaktur harus diikuti. Jarak antara lainnya boleh dipakai
tergantung pada ketinggian langit-langit, kondisi yang berbeda atau
persyaratan reaksi. Apabila suatu jarak antara spesifik dipilih oleh
instansi yang berwenang, dengan pertimbangan enjinering, oleh
apendiks C atau oleh metoda lainnya untuk langit-langit rata, semua
titik pada langit-langit harus mempunyai sebuah detektor di dalam
jarak yang sama dengan 0,7 kali jarak antara yang dipilih. Ini akan
berguna untuk menghitung perletakan di koridor atau daerah yang
tidak beraturan.
Untuk daerah yang berbentuk tidak teratur, jarak antara
detektor boleh lebih besar dari jarak antara yang dipilih, apabila jarak
antara maksimum dari sebuah detektor ke titik terjauh dari SNI 03-
3985-2000 17 dari 165 dinding samping atau pojokan di dalam zona
proteksinya tidak lebih dari 0,7 kali jarak yang dipilih ( 0,7.S ).

15
3.3. STANDAR K3
APD atau Alat Pelindung Diri merupakan suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi tenaga kerja yang berfungsi
untuk memproteksi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di
tempat kerja dan penyakit akibat kerja. Penggunaan alat pelindung diri di
Indonesia seringkali dianggap tidak penting oleh sebagian para pekerja,
karena kesadaran dan kedisiplinan para pekerja masih tergolong rendah.
Meskipun secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh,
akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang
terjadi.

3.3.1 Jenis-Jenis APD

Berikut ini jenis-jenis APD yang wajib ada di tempat kerja:

a. Alat pelindung kepala

Alat pelindung kepala merupakan alat pelindung yang


digunakan untuk melindungi kepala dari risiko benturan, kejatuhan,
terkena benda tajam atau benda keras, terpapar oleh radiasi panas,
api, percikan bahan-bahan kimia, melindungi kepala dari kotoran
debu, melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin- mesin
yang berputar, dan perubahan suhu yang ekstrim. Jenis alat
pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi
atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut (hair cap), dan
lain-lain.

b. Alat pelindung mata dan muka

Alat pelindung mata dan muka merupakan alat pelindung


yang digunakan untuk melindungi mata dan muka dari paparan
bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel kecil, percikan
benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi pengion dan non-

16
pengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau
benda tajam yang dapat merusak mata.

Penggunaan alat pelindung mata dan muka disesuaikan


dengan jenis dan lingkungan pekerjaan, terdiri dari kacamata
pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield),
masker selam, dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face
masker).

c. Alat pelindung telinga

Alat pelindung telinga merupakan alat pelindung yang


digunakan oleh pekerja untuk melindungi alat pendengaran
terhadap kebisingan atau tekanan. Jenis alat pelindung telinga
terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear
muff).

d. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya

Alat pelindung pernapasan berfungsi untuk melindungi


organ pernafasan pekerja dari cemaran bahan kimia,
mikroorganisme, partikulat, kabut (aerosol), uap, gas dan lain
sebagainya.

Alat pelindung pernapasan memastikan udara yang dihirup


oleh seseorang berkualitas baik. Jenis-jenisnya terdiri dari:

 Masker debu (penutup mulut dan hidung)


 Air-line respirator
 Air-supplied suits and hood respirator dengan suplai udara
mengarahkan ke zona pernafasan pekerja
 Re-breather
 Constant Flow Supplied Air Mask Airline Respirator
System & Full Face Gas Mask
 Air-purifyng respirators yang digunakan jika udara cukup
mengandung oksigen tetapi terkontaminasi zat berbahaya.

17
Alat ini memiliki filter, catrigde atau tabung yang dapat
menyaring dan menghilangkan gas dan partikulat
 Tangki selam dan regulator (Self-Contained Underwater
Breathing Apparatus/ SCUBA)
 Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA)
 Canisters or Chemical Cartridge
 Emergency breathing apparatus

e. Alat pelindung tangan

Alat pelindung tangan (sarung tangan) berfungsi untuk


melindungi tangan dan jari-jari tangan dari bahaya bahan kimia
yang mudah terabsorbsi oleh kulit, bahan kimia yang mudah
terbakar, bahan kimia korosif, benda tajam, tersengat listrik, suhu
tinggi dan rendah. Jika sarung tangan terkontaminasi, maka harus
dibersihkan dan dibuang sesegera mungkin.

Pemilihan yang tepat untuk bahan sarung tangan sangat


penting untuk kinerja sarung tangan. Dalam memilih sarung tangan
harus diperhatikan permeabilitas bahan sarung tangan, waktu
pemakaian bahan kimia, suhu bahan kimia, ketebalan bahan sarung
tangan, dan jumlah bahan kimia yang dapat diserap oleh bahan
sarung tangan (efek kelarutan). Bahan sarung tangan sangat
bervariasi misalnya, neoprene yang baik untuk perlindungan
terhadap semua jenis minyak, hidrokarbon alifatik, dan pelarut
tertentu lainnya, tetapi tidak cocok untuk digunakan saat bekerja
dengan hidrokarbon aromatik, hidrokarbon terhalogenasi, keton,
dan pelarut lainnya.

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang


terbuat dari logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis,
karet, dan sarung tangan yang tahan bahan kimia.

f. Alat pelindung kaki

18
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki
pekerja dari  bahaya yang ada di lingkungan kerjanya seperti
tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk
benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan
suhu yang ekstrim, tumpahan bahan kimia berbahaya dan jasad
renik, dan terpleset.
Jenis alat pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada
pekerjaan peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi
bangunan, pekerjaan yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya
listrik, tempat kerja yang basah atau licin, bahan kimia dan jasad
renik, serta bahaya binatang.
g. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi badan
sebagian atau seluruh bagian badan dan pakaian yang dikenakan
pekerja dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim,
pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia,
cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan
mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, zat kimia dan
mikrobiologi.
Jenis alat pelindung tubuh terdiri dari apron, jaket, rompi (Vests),
celemek (Apron/ Coveralls), jas lab, full body suits.
h. Alat pelindung jatuh perorangan
Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak
pekerja agar tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh
atau menjaga pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan
dalam keadaan miring maupun tergantung dan menahan serta
membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.
Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk
pengaman tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali
pengaman (safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat
penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall
arrester), dan lain-lain.

19
3.3.2 APD Bidang Konstruksi
Berikut alat pelindung diri yang digunakan dalam pekerjaan bidang
konstruksi yaitu :
1. Safety helmet, yaitu APD yang berfungsi untuk melindungi
kepala dari bahaya seperti kejatuhan benda-benda, terbentur
benda keras yang dapat membahayakan kepala saat bekerja.
2. Safety shoes, yaitu APD yang berfungsi untuk melindungi kaki
dari bahaya seperti tertimpa bendabenda berat, terkena benda-
benda tajam, tertumpah bahan-bahan kimia yang dapat
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Sarung tangan, yaitu APD yang berfungsi untuk melindungi
tangan dari bahaya pada saat bekerja sehingga terhindar dari
cedera tangan seperti teriris, tergores ataupun terkena bahan-
bahan kimia.
4. Kacamata pengaman, yaitu APD yang berfungsi untuk
melindungi mata dari bahaya yang dapat mengganggu mata
seperti masuknya debu, radiasi, percikan bahan kimia yang dapat
berakibat fatal seperti kebutaan.
5. Penutup telinga, yaitu APD yang berfungsi untuk melindungi
telinga dari bahaya seperti kebisingan pada saat bekerja.
6. Masker, yaitu APD yang berfungsi untuk menyaring udara yang
akan dihirup pada saat bekerja sehingga tidak membahayakan
pernapasan.
7. Pelindung wajah, yaitu APD yang berfungsi untuk melindungi
wajah agar tidak terkena benda-benda berbahaya dan bahan-bahan
kimia.

3.3.3 Tujuan Penggunaan APD


Tujuan penggunaan alat pelindung diri (APD) adalah untuk
melindungi tubuh dari cedera atau bahaya pekerjaan yang dapat
menyebabkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.

20
Sehingga penggunaan alat pelindung diri bermanfaat bukan untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri tetapi juga bagi orang di
sekelilingnya. Berikut ini manfaat penggunaan APD:
1. Mengontrol pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja.
2. Memberikan suasana kerja yang menunjang rasa aman bagi
pekerja. Dengan kondisi lingkungan yang sehat dan nyaman
tersebut bisa meminimalisir kelelahan tenaga kerja yang
merupakan faktor risiko terjadinya kecelakaan kerja.

Penggunaan alat pelindung diri pada pekerja memerlukan


pengawasan yang ketat yang dilakukan oleh pengawas proyek, bila
perlu apabila ada pekerja yang tidak menggunakan APD saat bekerja
maka pengawas bisa memberikan sanksi kepadanya. Hal tersebut
demi terwujudnya lingkungan kerja yang baik.

3.4. STANDAR PENGUJIAN INSTALASI SISTEM FIRE ALARM


3.4.1. Test Megger
Mega ohm meter atau yang biasa disebut megger adalah salah satu
alat ukur yang berfungsi untuk mengukur resistansi insulasi suatu instalasi
atau untuk mengetahui apakah konduktor suatu instalasi memiliki koneksi
langsung, apakah antara fase dengan fase atau dengan nol atau dengan
pembumian.
Biasanya sebelum instalasi listrik dioperasikan, ada langkah yang
harus dipenuhi, yaitu pengujian isolasi. Dalam uji isolasi ini mega ohm
meter atau yang biasa disebut megger digunakan. Tes isolasi ini dilakukan
pada: uji isolasi fase, uji isolasi fase bumi (jika konduktor netral tidak
terhubung ke konduktor bumi), uji isolasi fase netral.
Mega ohm meter atau yang biasa disebut megger memiliki kriteria
pengukuran sebagai berikut : 

21
1. Tegangan alat ukur tersebut umumnya dengan tegangan tinggi arus
searah yang besarnya berkisar antara 500 volt sampai dengan 10.000
volt. 

2. Tegangan megger dipilih berdasarkan pada tegangan kerja suatu


peralatan atau instalasi yang akan diuji. 

3. Besarnya pengujian ditetapkan bahwa harga penahan isolasi minimum


adalah 1000 kali tegangan kerja peralatan yang akan diuji.

3.4.2. Pengujian tes konektviitas terhadap jaringan yang


disederhanakan (Parsial Test)
1. Sisi kabel pada terminal box seluruhnya diposisikan disconnect
2. Dilakukan pengujian konektviitas pada ujung instalasi. Bila
terukur sebagai open-circuit maka pengetesan dilanjutkan pada
tahap selanjutnya. Bila terukur sebagai closed-circuit maka
pengetesan dianggap gagal (terjadi kontak ) dan dicari titik
sambungan kontak dengan cara pengujian masing-masing titik
dengan tahapan area atau lantai perlantai.
3. Ujung kabel yang diuji diposisikan connect, tersambung.
4. Dilakukan pengujian konektviitas pada ujung unit yang diuji.
Bila terukur sebagai closed-circuit maka pengetesan dianggap
berhasil. Bila tetap terukur sebagai open-circuit maka dianggap
kabel terputus dan harus dilakukan pengujian masing-masing
titik.

3.4.3. Pengujian terhadap ruas-ruas berpotensi terganggu (General


Test)

1. Pengetesan wiring system ini dilakukan guna mengetahui


kondisi kabel yang tersambung / terputus dan hasil pengukuran
diamati menggunakan Multi Tester.

2. Pada tiap-tiap pair kabel diberikan label / nomer disesuaikan


dengan label / nomor zone atau group.

22
3. Sisi kabel pada terminal box seluruhnya diposisikan disconnect

4. Dilakukan pengujian konektviitas pada ujung unit pertama.


Bila terukur sebagai open-circuit maka pengetesan dilanjutkan
pada tahap (5). Bila terukur sebagai closed-circuit maka
pengetesan dianggap gagal (terjadi kontak ) dan dicari titik
sambungan kontak.

5. Ujung kabel yang diuji diposisikan connect, tersambung.

6. Dilakukan pengujian konektviitas pada ujung unit yang diuji.


Bila terukur sebagai closed-circuit maka pengetesan dianggap
berhasil. Bila tetap terukur sebagai open-circuit maka dianggap
kabel terputus dan harus dilakukan perbaikan.

7. Bila pengetesan pada satu lantai atau zone berhasil, pengetesan


dilanjutkan pada lantai dan zone selanjutnya.

8. Bila semua instalasi dan peralatan telah terpasang dengan baik,


maka dilakukan test general system dan system dinyatakan
berfungsi dengan baik.

23

Anda mungkin juga menyukai