Anda di halaman 1dari 27

UJIAN AKHIR SEMESTER PRAKTIKUM

MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


IDENTIFIKASI SARANA PROTEKSI KEBAKARAN GEDUNG E FK UNS

Disusun Oleh:
Muhammad Ridho Syihabuddin
V8122062
B

PROGRAM STUDI D-4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


System proteksi kebakaran merupakan suatu system yang dirancang dan dipasang pada
suatu tempat sebagai sarana untuk memproteksi, mencegah, dan mengurangi kebakaran yang
mungkin terjadi. Sistem proteksi kebakaran harus disediakan disegala tempat. Pemasangan
system proteksi kebakaran tidak bisa sembarang. Pemasangan system proteksi kebakaran harus
disesuaikan dengan regulasi yang berlaku.
Praktikum kali ini akan dilaksanakan di Gedung E FK UNS untuk mengidentifikasi apa
saja system proteksi yang ada di Gedung E FK UNS dan untuk mengidentifikasi apakah
system proteksi tersebut sudah benar. Hal ini sangat penting untuk dilaksanakan karena melihat
kondisi Gedung E merupakan tempat pendidikan yang ramai dikunjungi dan memiliki ruangan
laboratorium di dalamnya yang memiliki potensi kebakaran.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja system ptoteksi aktif yang diperlukan pada Gedung E FK UNS dan bagaimana
instalasi system proteksi aktif yang benar?
b. Apa saja system proteksi pasif yang diperlukan pada Gedung E FK UNS dan bagaimana
instalasi system proteksi pasif yang benar?

1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi system proteksi
kebakaran pada Gedung E FK UNS baik aktif maupun pasif

1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk menambah wawasan terkait system proteksi
kebakaran dan sebagai sarana perbaikan system proteksi kebakaran yang masih belum sesuai
regulasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif


Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung
dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.
1. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi merupakan jalur yang digunakan orang di suatu gedung
untuk melarikan diri saat terjadi bencana. Gedung perkuliahan juga sangat
memerlukan jalur evakuasi. Keberadaan jalur evakuasi ini juga perlu
disosialisaikan kepada seluruh karyawan, dosen, dan mahasiswa dalam bentuk
visual maupun verbal yang mudah untuk dimengerti. Harus disepakati dimana
titik kumpul yang aksesnya mudah dan luas, perlu diperhatikan dalam jalur
evakuasi adalah:
a. Jalur evakuasi harus cukup lebar, yang bisa dilewati oleh 2 kendaraan
atau lebih (untuk jalur evakuasi luar gedung).
b. Harus menjauh dari sumber ancaman dan efek dari ancaman.
c. Jalur evakuasi harus baik dan mudah dilewati.
d. Dan intinya harus aman dan sangat teratur.
2. Titik Kumpul
Titik kumpul adalah lokasi tempat berkumpul masyarakat untuk menunggu
proses evakuasi biasanya di tempat-tempat ibadah ataupun sekolah terdekat
yang lokasinya paling aman dari bahaya. Menurut Singapore Civil Defence
Force (SCDF), kriteria titik kumpul yaitu:
1. Lokasi mudah dikenali dan dijangkau oleh korban.
2. Dapat menampung korban dengan jumlah yang banyak.
3. Aman dari keruntuhan dan bahaya lainnya.
4. Mudah diakses oleh regu penyelamat dan tidak terhalang.
B. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara
otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Berikut macam-macam
sistem proteksi kebakran aktif.
1. Alaram Kebakaran
Fire alarm adalah sistem yang dibangun dengan tujuan untuk mendeteksi
adanya gejala kebakaran pada sebuah bangunan, terutama untuk bangunan
bertingkat maupun bangunan yang netral. Jadi, dengan adanya alarm kebakaran
dalam sebuah bangunan tentu, akan memudahkan tim pengamanan gedung
untuk cepat mengetahui area kebakaran secara spesifik. Sehingga, proses
evakuasi dan pemadaman dapat dilakukan dengan cepat. Berikut komponen
yang terdapat pada fire alarm.
a. Fire Alarm Panel Control (FACP)
Panel tersebut bernama MCFA (Master control fire alarm) atau yang
lebih sering disebut dengan panel fire alarm. MCFA akan berperan sebagai
panel pusat yang akan mengatur dan mengendalikan semua detektor dan
alarm bell yang terpasang. Jadi semua data dan sinyal yang diberikan
detector akan diolah MCFA. Kemudian baru mengeluarkan output berupa
suara bunyi alarm maupun disertai dengan indikator visual. Dengan seperti
ini, petugas yang memiliki tanggung jawab di bangunan tersebut bisa segera
mengetahui lokasi kebakaran.
b. Power Supplies Fire Alarm System
Fire alarm sistem menyediakan primary dan secondary power supply
atau daya listrik. Primary Power supply sumbernya dari listrik pada
bangunan utama dan Secondry Power Supplies bisa berupa baterai charger
atau auxiliary generator. Standard NFPA #72 secondry baterai bisa
mensupport selama minimal 5-15 menit atau bisa sampai 2 jam, tergantung
tingkat kesulitan evakuasi bangunan tersebut.
c. Audible Visual Alarm
Menjadi komponen yang sangat penting, karena komponen inilah yang
akan memberikan tanda kepada orang-orang disekitar jika sedang terjadi
kebakaran. Nah, komponen peringatan fire alarm ini dibagi menjadi 3
macam dengan fungsi yang berbeda-beda, sebagai berikut.
1) Audible berupa perangkat yang akan memberikan peringatan berupa
suara sirine, klakson, maupun seperti lonceng.
2) Strobe cenderung memberikan peringatan bahaya kebakaran melalui
kedipan lampu. Jadi, misal terdeteksi kebakaran, Strobe ini akan mem-
flash lampu tanda bahaya kebakaran tanpa dengan adanya peringatan
suara.
3) Horn Strobe merupakan komponen peringatan kebakaran yang banyak
digunakan. Jadi, horn strobe ini akan menggabungkan antara alarm
audible dengan strobe. Sehingga, nanti jika terjadi kebakaran akan
ditandai dengan peringatan suara yang disertai dengan kedipan lampu
bahaya.
Sebenarnya beberapa jenis audible visual fire alarm memiliki fungsi
dan tujuan yang sama. Hanya saja, Anda bisa sesuaikan dengan peringatan
seperti apa yang sedang dibutuhkan untuk proteksi bangunan Anda.
2. Detektor
a. Heat Detector
1) Fixed Temperature Heat Detector
Aktif ketika panas melebihi suhu yang telah ditentukan atau di
setting. Komponen di dalam nya terdiri dari BI-Metal terpisah yang akan
bersetuhan ketika terkena suhu panas tertentu dan akan men-trigger
alarm. Umumnya dipasang di plafon dan suhu nya disetting sedikit lebih
tinggi dari suhu normal plafon. Pada umum nya suhu heat detector rate
pada ruangan biasa sekitar 740C. Detector ini adalah yang paling lambat
mendeteksi diantara semua detector. Sedikit kemungkinan untuk terjadi
alarm palsu dengan Fixed Temperatur Heat Detector.
2) Rate of Rise Heat Detector
Beroperasi pada asumsi bahwa suhu di dalam ruangan akan
meningkat lebih cepat dari api daripada panas normal atmosfir.
Tipikalnya didesain untuk menginisiasi sinyal ketika meningkatnya suhu
melebihi 70C-80C dalam 1 menit. Sebagian besar Rate of Rise Heat
Detector dapat diandalkan dan tidak mengarah ke alaram palsu. Sebagian
besar detektor ini akurat berbunyi karena suhu panas. Bisa terjadi alarm
palsu karena posisi pemasangan yang salah. Bisa reset secera otomatis
jika tidak rusak.
b. Smoke Detector
1) Photoelectric Smoke Detector
Photoelectric Smoke Detector atau Detektor Asap Fotolistrik adalah
jenis Smoke Detector yang menggunakan cahaya untuk mendeteksi
adanya gumpalan asap. Sinar Cahaya yang berbentuk denyutan dari
lampu LED dengan optiknya akan dipancarkan secara garis lurus ke
bagian tertentu pada chamber atau ruang hitam yang terdapat di perangkat
detektor. Sebuah sensor foto yang juga dilengkapi lensa optik diletakan di
posisi bagian bawah dasar vertikal. Sensor foto ini akan menghasilkan
arus apabila terkena cahaya. Pada saat tidak ada asap, sinar cahaya LED
akan menembak secara garis lurus dan tidak akan menyinari sensor foto
yang terletak di bawah sinar tersebut. Apabila terjadi kebakaran dan
asapnya memasuki ruang atau chamber detektor maka cahayanya akan
berbelok dan diarahkan ke sensor foto (photocell) sehingga mengaktifkan
sinyal alarm.
2) Ionization Smoke Alarm Detector
Smoke detector terdapat dua plat metal tipis yang disebut electrode
yang tesambung ke baterai lalu dinamakan circuit. Terdapat zat
americium 241 (zat radioactif). Zat ini mengonversi molekul udara
menjadi ion positif dan negatif. Ion bergerak dari positif ke negatif dan
sebaliknya sehingga membentuk circuit listrik. Apabila terdapat sejumlah
partikel akibat kebakaran yang memasuki chamber, partikel-partikel
tersebut akan mengganggu gerakan ion normal, sehingga arus turun
menjadi lebih rendah maka sinyal alaram akan segera diaktifkan.
c. Flame Detector
Terdapat tiga type dasar Flame Detector yang kadang-kadang disebut
Light Detector yang digunakan untuk mendeteksi hal-hal berikut ini.
1) Light in the Ultraviolet Wave Spectrum (UV Detector)
2) Light in Infrared Wave Spectrum (IR Detector)
3) Light in Both Ultraviolet and Infrared Wave Spectrums
Type detector ini adalah type detector yang tercepat untuk merespond
kebakaran, kondisi non fire seperti pengelasan, cahaya matahari, dan sumber
lain dengan cahaya cerah yang bisa menginisiasi alaram palsu. Deteksi ini
umumnya dipasang di daerah-daerah sedikit cahaya.
3. Fire Sprinkler System
Fire Sprinkler System merupakan alat yang bertujuan proteksi kebakaran,
sistem perpipaan bawah tanah dan overhead terintegrasi yang dirancang sesuai
dengan standar teknik proteksi kebakaran. Instalasi mencakup setidaknya satu
pasokan air otomatis yang memasok satu atau lebih sistem. Bagian dari sistem
sprinkler di atas tanah adalah jaringan berukuran khusus atau perpipaan yang
dirancang secara hidraulik dipasang di gedung, struktur, atau area, umumnya di
atas kepala, dan penyiram dipasang dalam pola yang sistematis. Setiap sistem
memiliki katup kontrol terletak di riser sistem atau perpipaan pasokannya.
Setiap sistem sprinkler termasuk perangkat untuk mengaktifkan alaram ketika
sistem sedang beroperasi. Sistem ini biasanya diaktifkan oleh panas dari api dan
membuang air ke area api.
a. Komponen Sprinkler
1) Sumber Air
Ini merupakan air yang digunakan untuk sistem sprinkler. Dimana
jumlah dan kandungan air harus sesuai. Air yang digunakan juga tidak
boleh bersifat korosif karena bisa merusak pipa.
2) Pompa
a) Pompa Diesel, pompa utama yang akan menyuplai air, setelah kran
(valve) terbuka karena adanya kepala sprinkler yang pecah oleh api.
Selain itu juga digunakan jika jalur kabel listrik PLN terputus saat
kebakaran.
b) Pompa elektrik, berfungsi ketika pompa diesel tidak bisa bekerja,
maka pompa ini akan memberikan tenaga cadangan.
c) Pompa Jockey, pompa yang akan secara kontinyu menjaga tekanan
air sesuai dengan yang ditentukan.
3) Sistem Perpipaan
Ini merupakan jalur untuk lewat air menuju sprinkler yang berada dalam
ruangan.
4) Kepala Sprinkler
Kepala sprinkler ini bisa disebut sebagai kran air yang akan
membuka otomatis jika ada api. Terdapat tabung air raksa yang akan
pecah sesuai dengan suhu tertentu. Perbedaan dari masing-masing
pengaturan suhu menggunakan warna seperti berikut ini.
a) Warna jingga untuk 570 C
b) Warna merah untuk 680 C
c) Warna kuning untuk 790 C
d) Warna hijau untuk 930 C
e) Warna biru untuk, 1410 C
f) Warna ungu untuk 1820 C
g) Warna hitam untuk 2270 C
h) Warna hitam untuk 2600 C
b. Jenis-Jenis Sprinkler
1) Wet Pipe System
Sistem sprinkler pipa basah adalah jenis sistem sprinkler yang
paling sederhana dan paling umum digunakan. Dalam sistem pipa basah,
perpipaan mengandung air setiap saat dan terhubung ke pasokan air
sehingga air mengalir langsung dari sprinkler ketika sprinkler diaktifkan.
Karena sistem pipa basah memiliki komponen yang relatif sedikit, mereka
memiliki tingkat keandalan yang secara inheren lebih tinggi daripada
jenis sistem lainnya.
2) Dry Pipe System
Sistem pipa kering harus dipasang hanya jika panas tidak memadai
untuk mencegah pembekuan air di semua bagian, atau di bagian, sistem.
Sistem pipa kering harus dikonversi untuk sistem pipa basah ketika
mereka menjadi tidak perlu karena panas yang cukup disediakan.
Penyiram jangan dimatikan dalam cuaca dingin.
3) Preaction System and Deluge System
Preaction Systems lebih kompleks daripada sistem pipa basah dan
pipa kering karena mengandung lebih banyak komponen dan peralatan.
Preaction Systems membutuhkan pengetahuan khusus dan pengalaman
dengan desain dan instalasi mereka, dan kegiatan inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan yang diperlukan untuk memastikan keandalan dan
fungsionalitas mereka lebih terlibat. Spesifikasi dari pabrik dan batasan
daftar harus dipatuhi dengan ketat. Berbagai jenis katup yang
diklasifikasikan untuk digunakan dalam Preaction Systems telah tersedia.
Karakteristik operasi dari katup-katup ini menyebabkan jenis sistem
preaksi tertentu memiliki kualitas yang serupa orang-orang dari sistem
pipa kering, seperti sistem preaksi interlock ganda. Karena itu, sama saja
aturan dan batasan yang berlaku untuk sistem pipa kering berlaku untuk
sistem preaksi interlock ganda.
4) Combined Dry Pipe and Preaction Systems for Piers, Terminals, and
Wharves
Pipa kering kombinasi dan Preaction Systems tidak umum seperti
beberapa dekade lalu. Sistem semacam itu dimaksudkan untuk diterapkan
pada struktur yang tidak biasa, seperti dermaga atau dermaga, yang
membutuhkan pipa yang sangat panjang.
4. Hydrant
Fire hydrant merupakan sebuah terminal air untuk bantuan darurat ketika
terjadi kebakaran hidran ini juga berfungsi untuk mempermudah proses
penanggulangan ketika bencana kebakaran sedang terjadi. Sistem fire hydrant
merupakan sebuah fasilitas yang wajib diimplementasikan bagi bangunan-
bangunan publik seperti gedung, hotel, rumah sakit, pasar tradisional, maupun
pertokoan bahkan lingkungan komplek perumahaan juga harus ada fasilitas
hidran. Dalam pemasangan sistem fire hydrant pada setiap bangunan ada
peraturan tentang sistem fire hydrant yang harus diterapkan dan diketahui oleh
kontraktor.
NFPA (National Fire Protection Association) secara spesifik menetapkan
bahwa fire hydrant harus diwarnai dengan merah krom, kuning krom atau
warna lain yang mudah terlihat diantaranya putih, merah terang, silver, dan
kuning limau. Disamping hal tersebut aspek paling terpenting adalah warna
tersebut harus konsisten terutama dalam satu wilayah tertentu. Khusus wilayah
Indonesia umumnya menggunakan warna bright red pada fire hidrant.
NFPA menyatakan bahwa secara garis besar atau umum ada perbedaan
secara fungsi antara fire hydrant untuk kebutuhan perkotaan (municipal system)
dan kebutuhan pribadi (private system) termasuk di dalamnya untuk pabrik,
sehingga harus ada perbedaan warna dan penandaan lainya. Secara
internasional warna violet (light purple) telah dikembangkan sebagai warna
untuk nonportable water. Kemudian untuk warna chrome yellow telah
dikembangkan sebagai warna untuk municipal system. Sedangkan untuk merah
dikembangkan warna untuk private system.
Peraturan tentang sistem fire hydrant dalam pemasangan hidran pilar juga
harus mengacu pada NFPA (National Fire Protection Association) dan SNI
(Standar Nasional Indonesia) adalah sebagai berikut:
a. Penentuan pompa hidran yang akan menyedot air dari tandon reservoir
dan mengalirkan ke jaringan pipa dalam instalasi fire hydrant harus
memperhatikan jumlah output dari hidran pilar atau hydrant box.
b. Jarak yang bagus dalam pemasangan hidran pilar yaitu 35-38 karena
panjang fire hose (selang pemadam kebarakan) umumnya bisa mencapai 30
meter, dan semprotan dari air bertekanan yang keluar dari nozzle bisa
mencapai jarak sampai 5 meter.
c. Pada bangunan gedung yang memiliki 8 lantai atau lebih diwajibkan
menggunakan sistem fire hidran untuk mencegah api merambat pada
bangunan gedung lain yang ada di sebelahnya.
d. Hidran pillar dan hidran box diletakkan pada area yang mudah terlihat,
mudah dijangkau tanpa halangan apapun sehingga sewaktu-waktu terjadi
kebakaran fire brigade (petugas pemadam) akan dengan mudah mengakses
tempat tersebut. Biasanya ada di ruang terbuka dekat dengan pintu darurat
dan di depan pintu utama bangunan.
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur standarisasi hydrant
yaitu:
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Pasal 3 ayat
1 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja, disebutkan bahwa syarat-
syarat keselamatan kerja adalah untuk mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran.
b. Kepmenaker No.Kep 186/MEN/1999 tentang unit penanggulangan di
tempat kerja yang menyatakan bahwa untuk menanggulangi kebakaran di
tempat kerja, diperlukan adanya peralatan proteksi kebakaran yang
memadai, petugas penanggulangan kebakaran yang ditunjuk khusus untuk
itu, serta dilaksanakannya prosedur penanggulangan keadaan darurat.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.04/ MEN/1980
tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api
ringan yang menyatakan bahwa dalam rangka untuk mensiap-siagakan
pemberantasan pada mula terjadinya kebakaran, maka setiap alat
pemadam api ringan harus memenuhi syaratsyarat keselamatan kerja.
dapat merupakan pangkal bencana yang dapat mempengaruhi stabilitas
politik ekonomi serta dapat merupakan ancaman dan hambatan terhadap
jalannya dan pembangunan langkah nasional, oleh karena itu perlu diambil
langkah- yang efektif, baik secara preventif maupun secara represif untuk
menanggulangi peristiwa kebakaran terutama di perusahaan-perusahaan/
tempat kerja.
5. APAR
APAR (Alat Pemadam Api Ringan) atau fire extinguisher adalah alat
yang digunakan untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil.
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang
diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), APAR merupakan peralatan wajib
yang harus dilengkapi oleh setiap Perusahaan dalam mencegah terjadinya
kebakaran yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan asset
perusahaannya. Berikut jenis-jenis APAR.
a. APAR Air
APAR jenis air (water) adalah jenis APAR yang disikan oleh air
dengan tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang
paling ekonomis dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh
bahan-bahan padat non-logam seperti kertas, kain, karet, plastik dan lain
sebagainya (kebakaran kelas A). Tetapi akan sangat berbahaya jika
dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan instalasi listrik yang
bertegangan (kebakaran kelas C).
b. APAR Busa
APAR jenis busa ini adalah jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia
yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam)
yang disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga oksigen
tidak dapat masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis busa AFFF ini
efektif untuk memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat
non-logam seperti kertas, kain, karet dan lain sebagainya (kebakaran kelas
A) serta kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah
terbakar seperti minyak, alkohol, solvent dan lain sebagainya (kebakaran
jenis B).
c. APAR Serbuk Kimia
APAR jenis serbuk kimia atau Dry Chemical Powder Fire
Extinguisher terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi
dari Mono-amonium danammonium sulphate. Serbuk kering kimia yang
dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga memisahkan
oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR jenis
Dry Chemical Powder ini merupakan alat pemadam api yang serbaguna
karena efektif untuk memadamkan kebakaran di hampir semua kelas
kebakaran seperti kelas A, B dan C. APAR jenis Dry Chemical Powder tidak
disarankan untuk digunakan dalam Industri karena akan mengotori dan
merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry Chemical Powder
umumnya digunakan pada mobil.
d. APAR CO2
APAR jenis karbon dioksida (CO2) adalah jenis APAR yang
menggunakan bahan karbon dioksida (carbon dioxide atau CO2) sebagai
bahan pemadamnya. APAR karbon dioksida sangat cocok untuk Kebakaran
kelas B (bahan cair yang mudah terbakar) dan kelas C (Instalasi Listrik yang
bertegangan).
C. Regulasi
1. SNI 03-1735-2000 tentang Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung
2. SNI 291 tentang rekomendasi Practice untuk Fire Flow & Marking Hydran
3. NFPA 14 tentang standar untuk instalasi selang dan pipa tegak (Stand Pipe)
4. SNI 03-1745-2000 tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan selang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
atau gedung
5. SNI 03-1736-2000 tentang Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
6. NFPA 72 tentang National Fire Alarm Code 2.3.7 SNI 03-3985-2000 tentang
Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan Fire
Alarm untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
7. SNI 03-3989-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler
otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung
8. NFPA 13 tentang Standard for the Installation of Sprinkler System
9. Permenaker No.2 tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
10. Permenaker RI No.Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan
Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
11. SNI 03-1736-2000 tentang Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung
12. NFPA 92 A Recommended practice for Smoke Control System, 2000 edition.
National Fire Protection Association
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Sitem Proteksi Kebakaran Pasif

LANTAI 3

LANTAI 2

=tangga

LANTAI 1

TITIK
KUMPUL
2. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
a. Hydrant

= reservoir

= distributor

= primery feeder

= secondary feeder

= hydrant box

= hydrant halaman
b. APAR
c. Detektor
d. Alaram Kebakaran
e. Sprinkler

= sprinkler

= pipa utama

= pipa cabang
A. PEMBAHASAN
1. Jalur Evakuasi dan Titik Kumpul
Lantai 3 semua akses jalur evakuasi dari ruang apapun di arahkan menuju
tangga. Setelah turun sampai lantai 2, dilanjutkan dengan turun ke lantai 1.
Setelah itu menuju titik kumpul area jalan (barat gedung E). Jalur evakuasi
lanatai 2 langsung ke arah barat, kemudian melewati jalan samping gedung E.
lalu menuju titik kumpul.
2. Hydrant
Pada sketsa yang dibuat, gedung E Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret membutuhkan 4 hydrant. Hydrant tersebut terdiri dari 3 hydrant
box dan 1 hydrant halaman. Reservoir terletak di barat gedung E. Hydrant
halaman di letakkan di depan gedung E lantai 1. Hydrant box pada lantai 1
diletakkan di area timur, lantai 2 di area barat, lantai 3 sedikit di tengah.
Terdapat sistem instalasi hydrant kelas III, yaitu:
a. Menggunakan selang berdiameter 2,5 dan 1,5.
b. Debit air minumun 500 galon/menit.
c. Tekanan nozzle terjauh adalah 4,5-7,0 kg/cm2.
d. Waktu persediaan air 90 menit.
3. APAR
Jenis APAR yang tepat untuk digunakan di gedung E adalah APAR
dengan jenis water (air). Pada lantai 1 membutuhkan 5 APAR. Lantai 2 dan 3
membutuhkan masing-masing 7 APAR. Jadi, jumlah APAR yang dibutuhkan di
gedung E berjumlah 19 APAR. Berikut cara penghitungan APAR tiap lantai.
a. Lantai 1
Diketahui:
Luas gedung E= 867,459 m2
D= 15 m (jarak maksimum APAR)
𝜋= 3,14
Jadi jumlah apar yang dibutuhkan di lantai 1 (X1)

21
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
X1= 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝐿𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

867,549
X 1= 3,14
2
×15
4

X1= 4,911= 5 APAR


b. Lantai 2
Diketahui:
Luas lantai 2= 1221 m2
D= 15 m (jarak maksimum APAR)
𝜋= 3,14
Jadi jumlah apar yang dibutuhkan di lantai 2 (X2)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
X 2= 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝐿𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

1221
X 2= 3,14
2
×15
4

X2= 6,91= 7 APAR


c. Lantai 3
Diketahui:
Luas lantai 3= 1221 m2
D= 15 m (jarak maksimum APAR)
𝜋= 3,14
Jadi jumlah apar yang dibutuhkan di lantai 3 (X3)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑅𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
X 3= 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝐿𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

1221
X 3= 3,14
2
×15
4

X3= 6,91= 7 APAR


4. Detektor
Gedung E ini termasuk dalam potensi kebakaran rendah. Dalam gedung E
terdapat ruangan laboratorium dan ruangan lain. Gedung E memiliki bahan
yang mudah terbakar. Namun, tidak ada bahan atau alat pemicu yang berpotensi
tinggi menyebabkan kebakaran. Maka gedung E ini lebih baik jika dipasang
dengan smoke detector. Pada lantai 1 memerlukan 6 detektor. Lantai 2 dan 3
22
masing-masing membutuhkan 10 detektor. Jadi jumlah detektor yang
dibutuhkan di gedung E sebanyak 26. Peleteakan detektor disesuaikan dengan
ruangan atau tempat yang memiliki potensi kebakaran. Berikut cara perhitungan
detektor setiap lantai.
a. Lantai 1
Diketahui:
Panajang = 40,73m
Lebar = 21,30m
Faktor pengali = 100%
R. efektif asap = 12m
Jadi jumlah detektor yang diperlukan di lantai 1, yaitu:
S = jarak tiap detektor
S = jarak maksimum x faktor pengali
S = 12 x 100%
S= 12m
Jarak antar detektor = 1 × 𝑆
2

= 1 × 12
2

=6
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
Nmemanjang =
𝑆

40,73
= 12

=3
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
Nmelebar =
𝑆

21,30
= 12

=2
Detektor di lantai 1 = Nmenajang × Nmelebar

=3x2
=6

23
b. Lantai 2
Diketahui:
Panajang = 57,35m
Lebar = 21,30m
Faktor pengali = 100%
R. efektif asap = 12m
Jadi jumlah detektor yang diperlukan di lantai 2, yaitu:
S = jarak tiap detektor
S = jarak maksimum x faktor pengali
S = 12 x 100%
S= 12m
Jarak antar detektor = 1 × 𝑆
2

= 1 × 12
2

=6
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
Nmemanjang =
𝑆

57,35
= 12

=5
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
Nmelebar =
𝑆

21,30
= 12

=2
Detektor di lantai 2 = Nmenajang × Nmelebar

=5x2
= 10
c. Lantai 3
Diketahui:
Panajang = 57,35m
Lebar = 21,30m
Faktor pengali = 100%

24
R. efektif asap = 12m
Jadi jumlah detektor yang diperlukan di lantai 3, yaitu:
S = jarak tiap detektor
S = jarak maksimum x faktor pengali
S = 12 x 100%
S= 12m
Jarak antar detektor = 1 × 𝑆
2

= × 12
1
2

=6
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
Nmemanjang =
𝑆

57,35
= 12

=5
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟
Nmelebar =
𝑆

21,30
= 12

=2
Detektor di lantai 3 = Nmenajang × Nmelebar

=5x2
= 10
5. Alaram Kebakaran
Gedung E membutuhkan 3 alaram kebakaran. Setiap lantai terdapat 1
alaram kebakaran. Lantai 1 diletakkan di dekat pintu masuk. Alaram kebakaran
di lantai 2 diltakkan di dekat toilet utara. Sedangkan di lantai 3 ditempatkan di
dekat tolilet utara. Alaram kebakaran harus mudah dilihat dan dijangkau. Ini
suapaya orang yang melihat kebakaran bisa memberikan informasi secara
manual melalui alaram kebakaran.

25
6. Sprinkler
X= 3,45
L= X2
L= (3,45)2
L= 11,9m2
a. Lantai 1
Jumlah sprinkler = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

867,549
= 11,9

= 73 sprinkler

b. Lantai 2
Jumlah sprinkler = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

1221
= 11,9

= 103 sprinkler

c. Lantai 3
Jumlah sprinkler = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑖𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑖

1221
= 11,9

= 103 sprinkler

Sesuai perhitungan di atas jumlah sprinkler yang diperlukan untuk gedung


E sebanyak 279 sprinkler. Dengan rincian lantai 1 berjumlah 73 sprinkler.
Lantai 2 dan 3 masing-masing 103 sprinkler. Namun, denah yang kami buat
lantai 1 terdapat 55 sprinkler, lantai 2 terdapat 87 sprinkler, dan lantai 3
sebanyak 83 sprinkler. Ini dikarenakan terdapat tempat yang tidak bisa dipasang
sprinkler, seperti tangga, toilet, dan sekat ruangan.

26
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gedung E Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret mrupakan gedung
pendidikan yang tergolong dalam potensi kebakaran ringan. Gedung tersebut belum
dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran pasif dan aktif. Sehingga penelitian
ini dapat memberikan gambaran mengenai sistem proteksi kebakaran. Sistem
proteksi kebakaran pasif berupa jalur evakuasi dan titik kumpul. Sedangkan sistem
proteksi kebakaran aktif berupa hydrant, APAR, detektor, alaram kebakaran, dan
sprinkler. Dengan rincian sebagai berikut.
1. 4 hydrant, 3 hydrant box dan 1 hydrant halaman
2. 19 APAR berjenis air
3. 26 smoke detector
4. 3 alaram kebakaran manual
5. 225 kepala sprinkler berwarna jingga
B. Saran
1. Seharusnya kami lebih memepelajari mengenai regulasi dan peraturan
mengenai sistem proteksi kebakaran
2. Mempersiapkan referensi sebelum mengerjakan penelitian ini.
3. Mempelajari software atau aplikasi yang digunakan untuk mengedit gambar.

27

Anda mungkin juga menyukai