Anda di halaman 1dari 10

Nama: Verrywell Laia

BAB. I
PENDAHULUAN

Louis Berkhof mengatakan bahwa “iman” tidak secara ekslusif merupakan istilah
religius. Kata itu sering dipakai dalam pengertian umum dan religius dan dengan demikian juga
memiliki arti lebih dari satu.1 Tetapi iman yang akan saya bicarakan di sini adalah kepercayaan
kepada Allah tentang semua buatan tangan-Nya dan karya-Nya melalui Yesus Kristus yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah,
sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat (Ibrani 11:3). Ayat
ini menunjukan bahwa betapa pentingnya peranan iman dalam kehidupan manusia untuk
mengerti tentang pribadi Allah dan segala karya-Nya di dalam alam semesta ini. Hanya imanlah
yang membuat manusia mampu melihat kenyataan yang tidak terlihat oleh mata jasmani dan
mampu menerima semua apa yang tidak mampu ditampung oleh rasio. Segala yang ada dibentuk
Allah dari yang tidak ada, dan proses pembentukan itu merupakan hal yang tidak dapat
ditampung oleh rasio manusia. Rasio manusia tidak dapat menerima kenyataan bahwa yang tidak
ada dibuat menjadi ada oleh Allah. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dinalar oleh akal
budi manusia. Alam semesta beserta segala isinya dibentuk Allah ketika manusia belum tercipta.
Tetapi walaupun begitu, manusia tidak dapat merubah kebenaran itu hanya karena ia tidak
mampu memikirkannya, apalagi karena tidak melihatnya. Oleh karena itu, untuk menerima
kebenaran itu, bukan rasio yang menjadi andalannya, tetapi hanyalah dengan iman – karena
peristiwa itu merupakan peristiwa yang melampaui rasio manusia.
Segala sesuatu yang tidak kelihatan tidaklah berarti tidak ada, tetapi hal itu merupakan
suatu perwujudan kenyataan dalam alam yang lain (merupakan perkara metafisika). Untuk dapat
menerima semua perkara-perkara rohani tersebut maka sarana yang tepat untuk digunakan
adalah iman. Tanpa iman, manusia tidak akan pernah sanggup mengerti dan menerima semua
yang telah, sedang dan akan Allah kerjakan baik di alam semesta ini maupun dalam diri manusia

1
Louis Berkhof. Teologi Sistematika – Doktrin Keselamatan (Surabaya: Momentum, 2004), p. 195.
1
itu sendiri. John Wesley Brill berkata, “Dengan pikiran yang fana, kita tidak dapat mengerti
bahwa semesta alam ini sudah jadi oleh Firman Allah, tetapi kita dapat mengetahui dengan
iman bahwa hal itu benar. Dengan demikian kita mengerti bahwa iman adalah semacam
pengetahuan; pengetahuan bahwa apa yang difirmankan Allah selalu jadi.”2 Tanpa iman, maka
manusia tidak akan pernah percaya bahwa Allah itu ada, dan bahwa Dialah yang menciptakan
alam semesta ini. Tanpa iman, maka manusia tidak akan berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6).
Hanya karena imanlah yang membuat komunikasi antara Allah dan manusia tetap terjalin.
Semua yang diterima manusia dari Allah dan semua yang dimohonkan manusia kepada Allah
harus dengan iman. Semua orang yang dibenarkan Allah dalam Alkitab disebabkan karena
mereka mempunyai iman kepada-Nya, sedangkan yang lainnya dianggap fasik oleh karena
mereka tidak beriman. John Calvin berkata, “Dalam paham tentang iman, soalnya bukan hanya
kita mengetahui adanya Allah, tetapi juga, bahkan terutama, kita mengerti bagaimana
kehendak-Nya terhadap kita. Sebab kita tidak begitu perlu mengetahui siapa Dia dalam diri-
Nya, tetapi kita perlu mengetahui kehendak menjadi apa Dia bagi kita.”3

2
John Wesley Brill. Tafsir Surat Ibrani (Bandung: Kalam Hidup, 1995), p. 177.
3
John Calvin. Institutio (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005), p. 134.
2
BAB. II
PENGERTIAN IMAN

A. ISTILAH-ISTILAH ALKITAB TENTANG IMAN


Kata yang sering dipakai dalam Perjanjian Lama untuk “percaya” adalah “he’emin”,
bentuk “hiphil” dari “aman”. Kata itu sering dipakai dalam bentuk bersamaan dengan kata depan
“beth” dan “lamedh”. Jika dipakai bersama “beth”, maka arti yang ditunjukan adalah suatu rasa
percaya diri untuk bersandar kepada seseorang atau sesuatu atau kesaksian; sedangkan kalau
dipakai bersama dengan kata depan “lamedh”, kata itu memberikan arti suatu tekanan yang
diberikan kepada sebuah kesaksian yang diterima sebagai sesuatu yang benar. Kata yang kedua
yang penting adalah “batach” yang dipakai bersama dengan kata depan “beth” dan berarti
“percaya kepada” atau “bersandar kepada”. Menurut Berkhof, kata itu tidak menekankan elemen
pengertian intelektual, tetapi lebih bersifat percaya.4
Sedangkan istilah yang dipakai dalam Perjanjian Baru adalah kata “Pistis”. Louis
Berkhof 5 mengartikannya sebagai:
1. Suatu kepercayaan intelektual yang bersandarkan atas pengakuan dari pihak yang lain, jadi
disandarkan atas kebenaran dari orang itu sehingga bukan bersandar pada penelitian diri
sendiri (Flp1:27; II Kor 4:13; II Tes 2:13).
2. Suatu rasa percaya kepada Tuhan, atau lebih khususnya kepercayaan kepada Kristus dengan
satu pandangan kepada penebusan dari dosa dan berkat-berkat pada masa yang akan datang
(Roma 3:22,25; 5:1, 2; 9:30, 32; Gal 2:16; Ef 2:8; 3:12).
Sedangkan DR. Peter Wongso mengatakan bahwa “Pistis” mempunyai arti:
1. Mengenal suatu perkara atau satu Allah sejati.
2. Mengakui objek iman yang dapat dipercaya dan disandari.
3. Bersandar kepada objek yang dapat dipercaya dan disandari.

4
Berkhof. Teologi Sistematika – Doktrin Keselamatan ………….., p. 180.
5
Ibid, p. 183.
3
4. Memperoleh jaminan yang dapat dipercaya dan disandari lalu dengan tenang menikmati
obyek yang dapat dipercaya dan disandari. Maka iman memiliki isi yang penuh dan konkrit,
dan jelas kepada obyek yang percaya, kemudian bersama dengan obyek yang dipercaya
mendirikan suatu hubungan yang sungguh-sungguh saling mengandalkan dan saling
menikmati kesetiaan dua belah pihak.

B. PENGAJARAN TENTANG IMAN


1. Iman Memiliki Dasar Untuk Dimengerti Oleh Rasio
Banyak orang yang beranggapan bahwa iman itu hanya sebagai persetujuan
terhadap sesuatu yang sama sekali tidak ada dasar untuk menerimanya. Mereka
mengatakan bahwa ketika seseorang beriman, maka tidak ada gunanya lagi menanyakan
apa yang diimani dan mengapa harus mengimaninya. Seolah-olah iman itu merupakan
penerimaan atas sesuatu dengan yang tidak jelas asal usulnya, atau dengan kata lain
merupakan kepercayaan yang membabi buta.6 Ada juga orang yang mengatakan bahwa
iman merupakan persetujuan yang berdasarkan pengetahuan semata-mata7, suatu
pengetahuan yang tidak sempurna yang mula-mula.8 Artinya kepercayaan itu
disebabkan/didahului oleh penerimaan rasio yang terbatas.
Ibrani 11:3, berkata, “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang
tidak dapat kita lihat.” Dari ayat ini kita akan menemukan bahwa iman bukan hanya
sekedar persetujuan semata-mata dengan tidak ada dasar yang tidak dapat dimengeri
dengan akal budi, bukan juga hanya sebagai pengetahuan semata-mata tanpa didahului
oleh kepercayaan. “Karena iman kita mengerti” memiliki arti bahwa iman harus
dipertanggungjawabkan dengan rasio yang dapat dimengerti dengan sesungguhnya.9
Orang percaya harus dapat mempertanggungjawabkan secara intelektual mengapa ia
percaya bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah, dan menciptakannya
dengan Firman-Nya. Bukankah semua peristiwa itu terjadi jauh sebelum manusia ada?
6
Contonya: Gereja Roma Katolik percaya bahwa seseorang dapat dianggap beriman sebagai orang percaya yang
benar, jika orang itu mau siap percaya pada apa yang diajarkan oleh gereja tanpa benar-benar mengetahui apa itu
sesungguhnya.
7
Dianut oleh Para Teolog Skolastik.
8
Dianut oleh Kelompok Alexandria.
9
Stephen Tong. Iman, Rasio dan Kebenaran (Jakarta: Institut Reformed, 2005), p. 17.
4
Iman adalah suatu kebiasaan pikiran, yang melaluinya hidup yang kekal mendapatkan
titik awalnya dalam diri kita, sebanyak hal itu menyebabkan intelek memberikan
kekuatan persetujuannya terhadap hal-hal yang tidak terlihat.10 Iman yang benar bukan
hanya suatu pengetahuan yang pasti di mana saya berpegang pada kebenaran dalam
semua yang telah diungkapkan oleh Tuhan dalam firman-Nya, tetapi juga merupakan rasa
percaya teguh yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam hati saya oleh Injil, yang bukan
saja pada yang lain, tetapi pada saya juga, penghapusan dosa, kebenaran kekal dan
keselamatan diberikan dengan cuma-cuma oleh Tuhan, semata-mata oleh karena
anugerah dan hanya karena jasa Kristus semata-mata.11 Sedangkan R. C. Sproul
mengatakan bahwa iman bukan merupakan suatu yang loncatan pada kegelapan, tetapi
merupakan suatu kepercayaan di dalam Allah yang memindahkan kita dari kegelapan
kepada terang.12

2. Iman Mendahului Penerimaan Rasio


Satu hal yang perlu kita ingat tentang iman, adalah bahwa iman tidaklah berasal
dari penerimaan rasio, pengalaman ataupun bukti tetapi iman merupakan kepercayaan
yang mendahului rasio yang diberikan Allah kepada kita untuk dapat mengerti apa yang
manusia percaya itu. Untuk mengerti tentang sesuatu hal maka yang pertama sekali yang
dilakukan adalah menaruh harapan untuk bisa mengerti hal itu. Kita tidak akan bakalan
mengerti jika tidak ada harapan yang mendahulinya. Stephen Tong berkata, “Tidak ada
satu penemuan apa pun di dalam bidang ilmu yang tidak didasarkan pada praanggapan
yang bersifat imaniah. Iman lebih penting daripada rasio. Ketika menyelidiki sesuatu, ia
yakin dan memiliki kepercayaan bahwa ia dapat mengatahuinya, sehingga dorongan itu
ia mulai menyelidiki. Semua penelitian dan pengujian ilmiah didasarkan pada suatu
keyakinan yaitu iman.13

10
Dianut oleh Thomas Aquinas.
11
Dianut oleh Calvin.
12
R. C. Sproul. Kebenaran-kebanaran Dasar Iman Kristen (Malang: SAAT, 2007), p. 245.
13
Stephen Tong. Iman, Rasio ………….., p. 44.
5
3. Iman Adalah Sarana Yang Diberikan Allah Kepada Manusia Dalam Menerima
Anugerah-Nya.
Kelompok Arminian menganggap iman sebagai respon manusia terhadap
anugerah keselamatan yang diberikan Allah melalui Yesus Kristus. Seseorang yang mau
diselamatkan terlebih harus dahulu percaya (beriman) kepada Yesus Kristus – menerima
Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Anugerah itu diberikan sedemikian rupa,
tetapi barangsiapa yang menerimanya dengan iman, maka dialah yang akan menikmati
keselamatan tersebut. Iman dianggap sebagai tindakan manusia dalam menerima
anugerah, dan dengan demikian manusia memiliki andil di dalam keselamatannya.
Para Reformator mengajarkan bahwa iman merupakan sarana atau alat untuk
menerima atau bersandar pada apa yang telah disediakan Tuhan dalam jasa-jasa Kristus.
Iman adalah sarana yang diberikan Allah kepada manusia untuk dipakai manusia dalam
meresponi anugerah Allah dan mengerti akan kehendak-Nya dalam hidup mereka.
Tindakan manusia dalam meresponi anugerah Allah adalah urutan kedua setelah Allah
berkarya dalam kebergantungannya kepada Tuhan. Hal ini sangat jelas dalam perkataan
Louis Berkhof, yang bunyinya,”Iman ini pertama-tama bukan merupakan tindakan
manusia, akan tetapi suatu potensi yang diberikan oleh Tuhan dalam hati orang berdosa.
Benih iman ditanamkan dalam diri manusia ketika ia mengalami kelahiran kembali.14
Jikalau iman merupakan tindakan manusia dalam meresponi anugerah Allah, maka masih
ada andil manusia dalam keselamatannya. Manusia masih dapat memegahkan dirinya
atas atas keselamatannya karena keselamatan itu merupakan responnya terhadap
anugerah Allah. Sedangkan dalam Efesus dikatakan bahwa sama sekali tidak ada hasil
usaha manusia di dalam keselamatan hidupnya. “Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9).
John Calvin berkata, “Sejauh menyangkut pembenaran, iman adalah sesuatu yang pasif
semata-mata, yang tidak menyumbangkan apa-apa dari diri kita sendiri untuk
memperoleh anugerah Tuhan, tetapi hanya menerima dari Kristus apa yang tidak ada

14
Louis Berkhof. Teologi Sistematika – Doktrin Keselamatan ………….., p. 200.
6
pada kita. Sedangkan Agustinus mengatakan bahwa seseorang dapat mendengar
panggilan Allah karena Allah telah lebih dahulu membuka telinganya. Ia yang dahulunya
tuli sekarang ia dapat mendengar panggilan Allah dan mau menerimanya. Dalam
khotbahnya, ia menyerukan, “Ketika Sang Penyelamat mau mengajar bahwa iman pun
adalah suatu karunia, bukan suatu jasa, Dia berkata: ‘Tidak ada seorang pun yang
dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa dan kalau Bapa tidak
mengaruniakannua kepadanya (Yoh 6:44, 65). Ajaibnya dua orang mendengar; yang
satu tidak menghiraukannya, yang lain bangun. Yang tidak menghiraukannya harus
mempersalahkan dirinya sendiri; yang bangun, jangan sampai bermegah karenanya.”

4. Manusia Dibenarkan Karena Iman


Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, … (Roma 3:28).
Mengapa demikian? Karena melalui iman manusia dapat melihat Allah dan karya-Nya, dan
menjalin persekutuan dengan Dia. R. C. Sproul berkata: “Iman adalah sarana, yang
melaluinya kita dipersekutukan dengan Kristus dan meneriman anugerah pembenaran.”15
Melalui iman juga, manusia dapat melihat kebenaran Kristus dan kebenaran itu diterimanya
melalui iman. Di dalam iman dia akan melihat bahwa dia yang tidak benar itu telah
ditimpakan kebenaran Kristus, sehingga dengan kesadaran itu dia mendapat pembenaran dari
Allah yang membawa keselamatan. Iman menyadarkan manusia tentang siapa Allah yang
menyelamatkan dia, sehingga dengan kesadaran itu manusia pun dibawa kepada
kebergantungan akan Dia.

15
R. C. Sproul. Hanya Melalui Iman (Jakarta: Mitra Pustaka, 2004), p. 101.
7
BAB. III
PRAKTEK IMAN DALAM HIDUP

Di dalam surat Yakobus dikatakan bawa iman tidak memiliki arti sama sekali jika tidak
diimbangi oleh perbuatan. “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan,
bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu
menyelamatkan dia” (Yakobus 2:14). Iman harus bekerjasama dan dibuktikan oleh perbuatan.
Ketiadaan perbuatan menujukkan ketiadaan iman (Yakobus 2:20). R. C. Sproul mengatakan
bahwa iman yang tanpa perbuatan adalah mimpi belaka.16 Sedangkan Marthin Luther berkata,
“Iman yang membenarkan adalah ‘fides viva’, sebuah iman yang hidup yang menghasilkan
buah-buah perbuatan. Pembenaran dikerjakan hanya melalui iman, tapi bukan melalui iman
yang berdiri sendiri. Iman yang menyelamatkan bukanlah iman yang ‘kesepian’, di mana tidak
ada perbuatan yang menyertainya.”
Ketika seseorang dibenarkan karena iman, maka pada saat yang bersamaan ia
diangerahkan kesucian yang membawa dia kepada pengudusan hidup. Menurut Calvin seseorang
tidak akan menerima pembenaran jikalau ia tidak diperlengkapi oleh kesucian. Pada saat kita
dibenarkan karena iman, maka pada saat yang bersamaan kita disucikan oleh-Nya sehingga kita
pun dimampukan untuk melakukan kehendak-Nya. Calvin berkata: “Sebab, melalui iman kita
meraih kebenaran Kristus yang merupakan satu-satunya jalan bagi kita untuk diperdamaikan
dengan Allah. Tetapi, saudara tidak bisa meraih kebenaran itu tanpa sekaligus meraih
penyucian. Sebab Dia diberikan kepada kita supaya menjadi pembenaran, hikmat, penyucian
dan penebusan bagi kita (I Kor 1:30). Jadi, tidak ada orang yang dibenarkan oleh Kristus, yang
tidak sekaligus disucikan-Nya. Sebab, anugerah-anugerah itu saling mengait dalam hubungan
yang terus-menerus dan tidak teruraikan, sehingga Dia menebus mereka yang diterangi-Nya
dengan hikmat-Nya, dan Dia membenarkan mereka yang ditebusnya, dan Dia menyucikan
mereka yang dibenarkan-Nya. Dengan demikian jelaslah, betapa benarnya bahwa kita tidak
dibenarkan tanpa adanya perbuatan, tetapi juga tidak berdasarkan perbuatan itu. Sebab, bila

16
Ibid, p. 217.
8
kita mengambil bagian dalam Kristus – dan hal itulah yang membenarkan kita – maka di
dalamnya terkandung baik penyucian maupun kebenaran.” 17
Salah satu perbuatan yang membuktikan iman adalah ketaatan terhadap firman-Nya.
Ketika seseorang percaya Tuhan, itu sama artinya tidak meragukan Tuhan untuk mempercayakan
hidup ke dalam tangan-Nya. Ia mengetahui bahwa Tuhan dapat diandalkan dalam segala hal dan
mampu menjaga dia yang begitu lemah itu. Dengan demikian ia tidak ragu lagi mempercayakan
hidupnya sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan. Mempercayakan hidup sama artinya
mempersilahkan Tuhan mengatur hidupnya sesuai dengan keinginan-Nya; ia tidak ragu lagi apa
yang dikatakan dan dikehendaki Tuhan kepadanya untuk ia lakukan (dalam arti bahwa ia taat
dengan sepenuhnya). Ketika orang percaya melihat Tuhan adalah kasih dan bahwa Ia
menginginkan mereka mengasihi Dia serta sesamanya (Mat 22:37), maka mereka pun harus
mengasihi Dia dan sesama manusia.
Dengan iman seseorang akan bertekun di dalam Tuhan walaupun sehebat apa pun badai
yang melanda hidupnya. Ia percaya dengan sepenuhnya bahwa Allah menyertai dan
memampukan dia menyelesaikan segala permasalahan hidupnya. Ia juga percaya bahwa di balik
badai yang melanda hidupnya terdapat upah yang akan manjadi bagiannya. Kesadaran
(kepercayaan) akan hal inilah yang membuat seseorang bertekun kepada Tuhan. Ketidaktekunan
membuktikan bahwa seseorang kurang beriman kepada Tuhan. Orang percaya harus tekun
belajar firman Tuhan; baik membaca, memahami terlebih dalam melakukannya (Contohnya:
setia dalam peribadahan, terus berdoa, tidak menyangkal Tuhan dalam kesulitan hidup, dan
banyak lagi yang lainnya).

17
John Calvin. Institutio ………….., p. 174.
9
BAB. II
KESIMPULAN

Dalam penjabaran tema iman di atas dapat disimpulkan bahwa iman adalah kemampuan
yang dianugerahkan Allah kepada manusia untuk dapat melihat Dia, karya-Nya di alam semesta
(baik ketika ia menciptakan segala sesuatunya maupun ketika Ia mengerjakan karya keselamatan
melalui Yesus Kristus di bumi ini) dan pemeliharaan-Nya bagi semua karya-Nya.
Iman harus bekerja sama dan dibuktikan dengan perbuatan karena ketiadaan perbuatan
menunjukkan ketiadaan iman. Iman akan menjadi sempurna bila adanya perbuatan.

Yakobus 2:17
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada
hakekatnya adalah mati.

10

Anda mungkin juga menyukai