Anda di halaman 1dari 14

Nama : Verry Well Laia

N. I. M. : 05.0155
Semester : V (Lima)
Tugas : Teologi Perjanjian Baru
Dosen : Marojahan S. Sijabat

THE DISCIPLINE OF GRACE


DISIPLIN ANUGERAH
(Oleh : Jerry Bridges, Pionir Jaya)

Buku ini mencoba memaparkan tentang kehidupan orang-orang yang sudah berada
di dalam anugerah yang dari Allah melalui Yesus Kristus. Penulisnya sangat baik di dalam
memaparkan tesisnya di setiap bab, karena apa yang ingin dia sampaikan bisa tercapai
melalui penjelasannya di setiap bab. Setiap bab saling berkaitan. Bab yang awal selalu
mendukung bab yang terkemudian dan bab yang terkemudian selalu mengutip bab-bab
sebelumnya. Dia mengatakan bahwa disiplin anugerah itu selalu menutut untuk
menanggalkan hal-hal yang sudah lama dan mengenakan hal-hal yang baru dengan segera,
serta selalu membawa kepada kesadaran bahwa semuanya itu dilakukan atas dasar
Anugerah Allah dan di dalam Anugerah Allah melalui Yesus Kristus dengan penyertaan
yang dari Roh Kudus, sehingga usaha mengejar kekudusan pun baukan usaha menjaring
angina (sesuatu yang sia-sia).
Keselamatan adalah anugerah yang diberikan Allah kepada orang berdosa yang
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang dimiliki oleh si penerima anugerah tersebut,
melainkan oleh kedaulatan Allah untuk memilih dan menetapkan orang-orang yang akan
diselamatkan-Nya. Tetapi anugerah tersebut tidak membiarkan setiap orang pilihan itu
terus hidup dalam ketidakdewasaan iman dan keberdosaan, melainkan anugerah itu akan
mendisplin orang pilihan itu sebagai orang percaya. Artinya : ia akan mendidik kita dari
sifat kekanak-kanakan rohani sampai pada tingkat kesempurnaan. Namun selama kita
mengalami didikan (disiplin anugerah), kita akan menemukan seperangkap prases yang
telah diatur oleh pemeliharaan Allah untuk mengembangkan pertumbuhan rohani dan
karakater yang salah. Disiplin anugerah itu tidak hanya mencakup pengajaran, tetapi juga
segala kesusahan dalam hidup kita.

1
BAB I
SEBERAPA BAIKKAH CUKUP BAIK ITU ?

Banyak orang Kristen yang memegang hal-hal yang dianggap sebagai alat-alat
pengubah rohani dan berusaha mematungkan diri menjadi sosok tegap yang serupa dengan
Kristus. Tetapi pengubahan rohani itu pada dasarnya merupakan pekerjaan Roh Kudus.
Kita Dikaruniai akal budi, perasaan dan kehendak. Semuanya ini diperbaharui pada waktu
kita beriman kepada Krsitus untuk mendapatkan keselamatan. Semuanya ini terus
disempurnakan Roh Kudus sementara Ia melibatkan kita dalam proses pengubahan.
Keterlibatan dan kerja sama kita dengan Dia dalam karya-Nya, itulah yang disebut
dengan mengejar kekudusan. Mengejar kekudusan menuntut usaha yang terus-menerus dan
penuh semangat. Tidak boleh ada kemalasan, kelesuan, komitmen setengah hati dan sikap
acuh tak acuh terhadap dosa yang terkecil sekalipun. Pendeknya, hal itu menuntut prioritas
tertinggi dalam hidup orang Kristen, karena menjadi kudus berarti menjadi seperti Kristus.
Dalam mengejar kekudusan, tidak ada dasar yang teguh selain daripada anugerah
Allah, karena kalau tidak pastilah akan mengalami kegagalan. Bagi sebagian orang istilah
“mengejar kekudusan” kedengaran seperti legalisme dan aturan buatan manusia. Bagi
sebagian yang lain penekanan anugerah seolah-olah membuka peluang bagi perilaku tak
bertanggung jawab dan berdosa. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa jika
kasih Allah tak bersyarat, maka kita bebas berbuat dosa sesuka hati kita.
Bagaimanapun, anugerah dan disiplin pribadi yang dibutuhkan untuk mengejar
kekudusan tidaklah saling bertentangan. Dalam kenyataannya, kedua hal itu berjalan
seiring. Oleh karena kita masih berdosa setiap hari dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan
mungkin yang lebih penting dalam motif (walaupun kita sudah menjadi ciptaan baru di
dalam Kristus), maka kita terus ditantang untuk menjalankan hidup pemuridan yang
berkomitmen. Tetapi tantangan itu perlu didasarkan atas Injil, bukan kewajiban atau rasa
bersalah. Kewajiban atau rasa bersalah bisa memotivasi kita untuk sementara, tetapi hanya
penghayatan akan kasih Kristus kepada kita yang akan memotivasi kita seumur hidup.
Kabar baik tentang pengampunan dosa karena kematian Kristus akan memenuhi hati kita
dengan sukacita, dan memberi kita pengharapan bahwa kemurahan Allah akan berdiam
atas kita, bukan karena kita baik, melainkan karena kita berada dalam Kristus.
Prinsip rohani yang sangat penting adalah :
“Hari terburuk kita takkan pernah sedemikian buruk sehingga kita berada di luar
jangkauan anugerah Allah. Hari terbaik kita takkan pernah sedemikian baik sehingga
kita tidak membutuhkan anugerah Allah.”

2
BAB II
ORANG FARISI DAN PEMUNGUT CUKAI

Selama kita membandingkan diri kita dengan masyarakat sekitar dan dengan orang
percaya lain yang tidak mempunyai komitmen sebersar kita, kita pun mudah merasa yakin
akan kebenaran kita sendiri(dalam hal ini bukan kebenaran yang menyelamatkan, tetapi
kebenaran yang sedikitnya akan membuat Allah memperkenan kinerja kita). Dengan
demikian, dosa orang Farisi dapat pula menjadi dosa orang Kristen yang paling ortodoks
dan berkomitmen (tentu saja dosa-dosa masyarakat yang lebih kotor harus mendapat
perhatian yang dalam, tetapi jangan sampai dosa-dosa budaya modern begitu menyita
perhatian kita sehingga kita mengabaikan apa yang ktia butuhkan dalam hidup ini).
Semangat menghakimi sering menjadi kejahatan seorang Kristen yang berkomitmen. Kita
harus mengenalinya sebagaimana adanya – dosa. Semangat menghakimi biasanya
terungkap dalam ucapan yang mengkritik orang lain.
Kitab suci tidak menginzinkan gosip atau kritik apapun, atau bentuk perkataan
kotor lainnya, sekalipun yang kita katakana itu benar. Kita sama sekali tidak perlu
mengatakan sesuatu hal tentang seseorang kalau kita tidak mau hal itu didengar orang
tersebut pada akhirnya. Bahkan kritik yang ditujukan kepada seseorang harus diberikan
semata-mata supaya berguna bagi orang tersebut. Kritik itu sama sekali tidak boleh
terlontar dari sikap tidak sabar atau cepat marah, dan jangan pula dengan niat
merendahakan orang itu. Hanya kritik jujur yang terlontar dari hati yang penuh kasih dan
dalam sikap rendah hati, yang dapat disebut kritik yang membangun.
Dosa kita menjadi penghinaan terhadap Allah dan Firman-Nya bukan karena
seriusnya dosa itu dalam pandangan kita, melainkan karena tak terbatasnya kemuliaan dan
kedaulatan Allah yang memberikan perintah-perintah itu. Seriusnya suatu dosa bukanlah
diukur berdasarkan konsekuensinya, melainkan berdasarkan wewenang Pribadi yang
memberikan perintah itu.
Kita memang ciptaan baru di dalam Kristus. Perubahan nyata dan mendasar telah
terjadi di lubuk keberadaan kita. Akan tetapi, kita masih berdosa setiap hari dan banyak
kali dalam sehari. Dalam pengertian itu kita adalah orang berdosa. Sekalipun kita harus
selalu bersukacita karena kebenaran yang kita miliki di dalam Kristus, jangan pernah
berhenti menyadari sungguh-sungguh keberdosaan kita serta ketidaklayakan yang
dihasilkannya. Dengan kata lain, sebagaimana Kristus dapat memisahkan makna antara
pribadi-Nya yang tanpa dosa dengan jabatan-Nya sebagai pemikul dosa kita, demikian

3
juga kita harus membedakan antara kebenaran yang ktia miliki di dalam Dia dengan
keberdosaan yang kita lihat di dalam diri kita. Jika kita tidak mau mengidentikkan diri
sebagai orang berdosa sekaligus orang kudus, kita terancam bahaya menipu diri kita dalam
hal dosa dan menjadi seperti orang Farisi yang membenarkan diri.

BAB III
KHOTBAHKANLAH INJIL KEPADA DIRI ANDA SENDIRI

Inilah Injil yang perlu kita kenali baik-baik dan yang perlu kita khotbahkan kepada
diri kita setiap hari. Melalui kematian-Nya dan darah-Nya yang tercurah, Yesus
memuaskan keadilan Allah dan tuntutan atas pelanggaran hukum Allah secara sempurna.
Melalui ketaatan-Nya yang sempurna, Ia memenuhi tuntutan hukum Allah secara positif.
Jadi, dari segi aturan maupun hukumnya, tuntutan hukum Allah yang tersulit sekalipun
sudah Yesus penuhi. Ia melakukannya di tempat kita sebagai wakil dan pengganti kita.
Dengan demikian, mengkhotbahkan Injil kepada diri sendiri berarti terus
menghadapi keberdosaan kita dengan berani lalu melarikan diri kepada Yesus melalui
iman kepada darah-Nya yang tercurah dan hidup-Nya yang benar. Ini berarti kita
menerapkan kepada diri sendiri, sekali lagi oleh iman, kenyataan bahwa Yesus sudah
sepenuhnya memuaskan hukum Allah, bahwa Dialah yang memperdamaikan kita dan
bahwa murka Allah yang kudus tidak lagi tertuju kepada kita. Allah adalah sumber segala
anugerah. Ia ingin berhubungan dengan kita dalam anugerah, baik dalam hal keselamatan
kita maupun dalam hal hubungan kita dengan Dia setiap hari.

BAB IV
KITA TELAH MATI BAGI DOSA

Kematian Kristus tidak hanya memerdekakan kita dari hukuman dosa, tetapi
membebaskan kita juga dari pemerintahan dosa dalam hidup kita. Paulus mengatakan
bahwa : “kita telah mati bagi dosa”, artinya : kita telah mati terhadap kekuasaan dosa yang
resmi secara hukum dan sebagai akibatnya, mati terhadap pemerintahannya dalam hidup
kita. Kita tidak hidup lagi dalam kerajaan dosa, di bawah kekuasaan dan pemerintahan
praktisnya. Kita memang berdosa, bahkan perbuatan kita yang terbaik pun di nodai oleh

4
dosa, tetapi sikap kita terhadap dosa pada hakitatnya berbeda dengan sikap orang yang
belum percaya. Kita terkadang menyerah kepada pencobaan, entah karena keinginan kita
yang jahat atau karena dunia dan Iblis, tetapi hal ini berbeda dengan watak berdosa yang
sudah tetap. Kita bukan saja mati bagi dosa, kita juga hidup bagi Allah dalam Kristus
Yesus. Kematian itu : telah terjadi di masa lalu (bukan sesuatu yang harus kita lakukan,
melainkan sesuatu yang telah kita lakukan), kematian itu telah terjadi meskipun orang
percaya mungkin tidak menyadarinya dan kematian kita bagi dosa itu terjadi melalui
persatuan kita dengan Kristus.
Karena persatuan perwakilan antara Kristus dengan umat-Nya ini, semua tanggung
jawab kita di hadapan Allah ditanggungkan kepada-Nya, dan semua jasa-Nya dikenakan
kepada kita. Yesus, sebagai wakil kita, memikul semua kewajiban yang gagal dipikul
Adam, dan memenuhinya bagi kita. Jadi, sebagaimana dosa Adam benar-benar menjadi
dosa kita, seolah-olah kita melakukannya sendiri, demikian juga ketaatan dan kematian
kita, seolah-olah kita sudah sempurna menaati hukum Allah dan mati di kayu salib.
Tidak ada keselamatan dari dosa yang tidak disertai dengan pembebasan dari
pemerintahan dosa. Jelaslah hal ini bukan berarti kita tak lagi berdosa, melainkan dosa tak
lagi berkuasa salam hidup kita. Kristus telah mati terhadap dosa adalah pernyataan yang
mengejutkan namun ajaib. Kristus tidak mati terhadap pemerintahan dosa, karena Ia tidak
pernah berada di bawahnya. Namun, ketika Ia dibuat menjadi dosa karena kita – yakni
ketika Ia dibebani dosa kita – Ia telah masuk ke bawah kekuasaan resmi dosa dan
dijadikan tunduk kepada hukumannya.
Kalau seseorang bertekun dalam dosa, ia bukan orang percaya. Kalau dosa kita
pandang sebagai suatu kerajaan atau alam, maka orang percaya tidak lagi hidup di dalam
kerajaan atau alam itu. Pembebasan dari pemerintahan dosa melalui persatuan dengan
Kristus dalam kematian-Nya – yang menjamin bahwa seorang percaya yang sejati tidak
akan bersikap takabur. Kita bukan hanya berada di dalam Kristus, Ia juga berada dalam
kita. Kristus memasuki kemanusiaan kita melalui Roh Kudus-Nya yang datang menetap
untuk membaharui dan mengubah kita menjadi makin serupa dengan gambar-Nya.
Kehadiran Kristus di dalam kita untuk menjadikan kita kudus adalah jaminan lain bahwa
sebagai orang percaya kita tidak dapat terus hidup dalam dosa atau terus bersikap takabur
terhadap dosa. Kebergantungan kita seperti kebergantungan ranting anggur kepada
pokoknya untuk mendapatkan hidup dan makanan.

5
BAB V
DIDISIPLIN OLEH ANUGERAH

Disiplin mencakup segala pengajaran, segala teguran dan koreksi dan segala
kesusahan dalam hidup kita yang diatur oleh pemeliharaan allah untuk mengembangkan
pertumbuhan orhani dan karakter yang saleh. Segala proses pendisplinan Allah didasarkan
atas anugerah-Nya – kemurahan-Nya yang diberikan kepada kita secara cuma-cuma dan
takbersyarat. Kita cenderung menayamakan disiplin dengan berbagai peraturan dan
patokan kinerja. Allah menyamakannya dengan perhatian yang kuat namun penuh kasih
terhadap jiwa kita. Anugerah yang menyelamatkan, mendisplin kita juga. Tidak
dilakukannya hal yang satu tanpa yang lain. Artinya : Allah tidak pernah menyelamatkan
orang lalu meninggalkan mereka untuk melanjutkan hidup yang tidak dewasa dan berdosa.
Orang yang diselamatkan-Nya, didisiplin-Nya pula.
Kita tidak mengejar kekudusan atau mengejar bukti pendisplinan Allah demi
memperoleh keselamatan. Sebaliknya, pendisplinan Allah dalam hidup kita dan keinginan
kita yang selemah apapun dalam mengejar kekudusan adalah bukit pasti bahwa kita sudah
menerima pemberian keselamatan Allah oleh iman. Anugerah mendidik kita untuk
melepaskan sikap fasik. Jelaslah pelatihan ini tidak terjadi seketika. Dalam kenyataanya,
Allah membasmi kefasikan dari hidup kita selama kita hidup di dunia. Anugerah mendidik
kita untuk berkata tidak kepada keinginan-keinginan duniawi. Augerah yang
menyelamatkan kita adalah anugerah yang mendidik, tetapi kita harus memberi tanggapan
berdasarkan anugerah, bukan hukum.

BAB VI
DIUBAH MENJADI SERUPA DENGAN GAMBAR-NYA

Pengudusan adalah karya Roh Kudus di dalam kita yang mengubah batin kita
secara progresif. Namun, sekalipun adalah karya Roh Kudus, hal itu melibatkan tanggapan
sepenuh hati di pihak kita. Kita harus taat dan memakai secara teratur disiplin-disiplin
rohani yang menjadi sasaran pengudusan.
Pengudusan dimulai ketika kita bertobat, ketika prinsip kehidupan rohani yang
ditanamkan dalam kita melalui tindakan yang disebut lahir baru. Allah akan menaruh
hukum-Nya dalam batin kita dan menuliskannya dalam hati kita. Artinya, Ia akan memberi

6
kita watak baru yang sungguh-sungguh menyukai Hukum Allah, bukannya memusuhinya.
Hukum yang tadinya berwujud lahiriah belaka, sekarang dituliskan dalam hati kita melalui
Roh Allah sehingga kita beralih kepada ketaatan. Demikianlah kelahiran kembali
merupakan awal pengudusam, atau pengubahan. Pengudusan membawa kelahiran kembali
ke tujuan yang dimaksud.
Allah tidak memberi pembenaran tanpa pengudusan. Keduanya bersumber dalam
kasih Allah yang tak terbatas dan anugerah-Nya yang cuma-cuma. Keduanya dikerjakan
oleh iman. Dalam pembenaran, kita mengandalkan apa yang dilakukan Kristus bagi kita di
kayu salib. Dalam pengudusan, kita mengandalkan Kristus untuk bekerja di dalam kita
melalui Roh Kudus-Nya. Dalam pembenaran maupun kelahiran kembali, Allah bertindak
sendirian. Dalam pengudusan Ia bekerja di dalam kita, tetapi membangkitkan juga
tanggapan kita untuk bekerja sama dengan Dia. Bagian kita, yakni tanggapan kita akan
karya Roh Kudus dan kerja sama kita dengan Dia, adalah mengejar kekudusan. Tetapi
meskipun begitu, itu semua hanyalah bergantung kepada kuasa Roh Kudus yang
memampukan kita. Sasaran pengudusan adala menjadi serupa dengan gambar Tuhan
Yesus Kristus. Seluruh hidup Yesus Kristus di dunia adalah untuk melakukan kehendak
Bapa-Nya, meskipun pada puncaknya Ia harus memberikan nyawa-Nya kepada domba-
domba-Nya. Jika kita ingin menjadi serupa dengan Dia, kita harus bertumbuh menuju
sasaran yang sama, yakni mencari kehendak Allah. Menjadi seperti Yesus berarti selalu
berusaha melakukan kehendak Sang Bapa. Itu patokan tertinggi. Kita seringkali ingin
melakukan kehendak kita sendiri lalu menghasilkan tindakan-tindakan yang mungkin pada
hakikanya bukan dosa. Tetapi tindakan itu menjadi dosa jika bukan merupakan kehendak
Allah.
Karena pengudusan adalah suatu proses, akan selalu timbul pertentangan di dalam
kita antara daging atau kinginan berdosa, dengan Roh Kudus. Orang yang semakin kudus
akan semakin cemas, karena ketika dia berusaha membereskan dosa-dosanya itu, dia akan
mendapati bahwa semuanya sudah begitu berurat akar dalam kebiasaan hidupnya dan tidak
mudah dicabut. Ada juga kebiasaan berdosa yang timbul kembali, padahal kita mengira
sudah membereskannya secara tuntas.
Kita tidak mengetahui cara Roh Kudus menetap atau bekerja secara efesien di
dalam hati, pikiran dan kehendak umat Allah. Kita tidak mengetahui hal-hal itu, yang
secara progresif membersihkan umat-Nya dari pencemaran dosa dan mengubah mereka
makin serupa dengan gambar Kristus. Kita tidak boleh menganggap ukuran pemahaman
atau pengalaman kita sebagai ukuran pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus adalah agen

7
pengudusan dan Ia bekerja di dalam kita dengan cara yang misterius (Hal itu benar, tetapi
juga menggunakan sara yang masuk akal dan dapat dipahami dalam menguduskan kita).

BAB VII
MENAATI PERINTAH AGUNG

Mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi berarti mengasihi Dia
dengan seluruh keberadaan, dengan segala sesuatu yang ada pada kita. Jika kita harus
mengasihi Allah dengan ketulusan yang total ini, maka kita perlu tahu apa artinya
mengasihi Allah. Apapun yang mungkin termasuk mengasihi Allah dengan segenap hati,
ketaatan kepada hukum-Nya pastilah merupakan bagian utamanya.
Jika kita mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, dan jika
ketaatan merupakan bagian utama dari kasih semacam itu, maka kita harus menaati Dia
dengan segenap hati, jiwa dan akal budi kita. Kita harus mengerahkan segala sesuatu yang
kita miliki untuk menaati Dia.
Ketaatan memang cara yang utama kita untuk mengungkapkan kasih kepada Allah.
Tetapi ketaatan tidaklah sama dengan kasih. Pada hakikatnya kasih adalah suatu motif.
Jadi, kasih kepada Allah adalah satu-satunya motif ketaatan yang diperkenan-Nya. Kasih
ini dapat berwujud rasa hormat kepada-Nya dan keinginan menyenangkan Dia, tetapi
semuanya itu harus betul-betul lahir dari kasih. Tanpa motif kasih, boleh jadi ketaatan kita
yang tampak di mata orang lain pada hakikatnya hanya melayani diri sendiri. Perilaku kita
dapat terlihat menonjol di depan orang lain tetapi tidak diperkenan Allah karena bukan
lahir dari motif kasih kepada-Nya. Hanya tingah laku yang terbit dari kasihlah yang layak
disebut ketaatan.
Orang yang bergumul dengan suatu dosa yang berkanjang, tetapi bergumul atas
dasar kasih kepada Allah, akan lebih menyenangkan Allah daripada orang yang tidak
bergumul secara demikian tetapi menyombongkan pengendalian dirinya. Jadi, apabila kita
mau mengembangkan kasih kepada Allah sehingga ketaatan kita didorong oleh kasih,
bukan oleh motif yang lebih rendah, Kitab Suci memberi kita petunjuk yaitu bahwa titik
awalnya adalah ketika kita mengatakan bahwa “kita mengasihi Allah karena Allah telah
lebih dahulu mengasihi kita”. Kasih kita kepada Allah sebenarnya hanyalah tanggapan atas
kasih-Nya kepada kita.

8
BAB VIII
DISIPLIN YANG BERGANTUNG

Kita perlu mempelajari prinsip Alkitab yaitu bahwa Roh Kudus bekerja di dalam
kita untuk memampukan kita menjalankan hidup yang berkenan kepada Allah. Ia
memampukan kita untuk melakukannya. Allah tidak menghidupkan hidup-Nya melalui
kita. Sebaliknya, ketika kita bergantung kepada-Nya, Ia memampukan kita untuk
menjalankan hidup yang menyenangkan Dia.
Bagian manusia adalah beriman dan bekerja. Bagian Allah adalah memampukan
manusia melakukan pekerjaan itu. Atau mungkin lebih menolong kalau dikatakan, “bagian
kita adalah bekerja, tetapi kita melakukannya dengan mengandalkan Allah yang
memampukan kita bekerja. Pekerjaan Allah tidak membuat pekerjaan kita tidak perlu,
malah membuatnya jadi efektif. Kita tidak dapat pasrah saja kepada Allah dan
membiarkan Dia menghidupkan hidup-Nya melalui kita. Sebaliknya, kita harus saling
mengasihi; kita harus mematikan perbuatan-perbuatan tubuh; kita harus menanggalkan
manusia lama dan mengenakan manusia baru.
Doa adalah ungkapan kebergantungan kita. Kita bisa saja menyetujui kenyataan
bergantungnya diri kita kepada Kristus, tetapi jika hidup doa kita dangkal atau asal-asalan
saja, kita sebenarnya sedang menyangkali hal itu. Kekudusan menuntut usaha yang terus-
menerus di pihak dan pemeliharaan serta penguatan yang terus-menerus oleh Roh Kudus.
Kalau kita tidak merencanakannya, kita akan menadapati nia-niat baik kita tidak kita
jalankan. Kita harus berdoa dalam hidup kita dan wilayah karakter tempat kita harus
bertumbuh, sangat baik juga berdoa supaya kita dijaga dari pencobaan dan supaya kita
siaga dan tidak dilemahkan oleh pencobaan yang datang.

BAB IX
DISIPLIN KOMITMEN

Untuk mengikuti Olimpiade, kita harus mempunyai komitmen untuk berlatih


secara ketat demi mencapai tingkat prestasi itu. Begitu juga dalam mengejar kekudusan,
kita berkomitmen kepada Allah, dan bukan kepada gaya hidup kudus dan seperangkat nilai
moral belaka.

9
Janganlah mencari kekudusan supaya merasa nyaman dengan diri sendiri atau
supaya bisa membaur dalam lingkungan pergaulan Kristen kita. Janganlah pula
menghindari rasa malu dan bersalah yang timbul setelah melakukan dosa yang berkanjang
dalam hidup kita. Sering sekali keprihatinan kita terhadap dosa ditentukan oleh perasaan
yang ditimbulkan dosa itu. Kita tidak dapat mengendalikan apa yang dilihat mata kita, apa
yang dikatakan mulut kita, atau apa yang dilakukan tangan dan kaki kita apabila seluruh
keberadaan kita termasuk hati dan pikiran kita tidak diserahkan kepada Allah.
Tidak ada artinya berdoa meminta pertolongan Allah di depan pencobaan jika kita
tidak membuat komitmen untuk taat tanpa kekecualian. Komitmen harus tidak
mengijinkan kekecualian seperti dosa rahasia yang kita pegang terus atau kebiasaan
berdosa yang tak rela kita serahkan. Tidak berdosa harus menjadi tujuan kita. Niat untuk
berkenan kepada Allah dalam segala tindakan adalah kunci bagi komitmen kepada hidup
kudus. Jika kita tidak membuat komitmen semacam itu, untuk taat tanpa kekecualian, kita
akan terus membuat kekecualian. Sebagaimana kita perlu membuat komitmen untuk tidak
berdosa dengan sengaja, demikian juga kita perlu membuat komitmen untuk mengenakan
atau membungkus diri kita dengan nilai-nilai positif dari karakter Kristiani.
Komitmen kita untuk mengejar kekudusan harus merangkul setiap setiap wilayah
hidup kita dan harus mencakup pekerjaan kita yang penting maupun yang tampak sepele.
Kita harus berkomitmen untuk menanggalkan jalan hidup manusia lama maupun
mengenakan nilai-nilai manusia baru.

BAB X
DISIPLIN PENDIRIAN

Jika kita menghendaki kemajuan dalam mengejar kekudusan, kita harus bertujuan
untuk hidup menurut peraturan-peraturan Kitab Suci – bukan menurut budaya, sekalipun
itu budaya Kristen, disekitar kita. Untuk mengejar kekudusan, salah satu disiplin yang
harus kita miliki ketrampilannya adalah mengembangkan pendirian yang berdasarkan
Alkitab.
Pendirian adalah kepercayaan yang bersifat tetap : sesuatu yang begitu kuat kita
percayai sehingga mempengaruhi cara hidup kita. Tidaklah cukup mempercayai seluruh
Kitab Suci berasala dari Allah. Kita perlu berusaha memahaminya sebaik mungkin. Kita
perlu perlu datang kepada Allah setiap hari dengan semangat rendah hati yang mendalam.

10
Kita perlu tahu bahwa pemahaman kita yang terbaik sekalipun tentang kebenaran rohani
tidaklah sempurna dan sampai batas waktu tertentu, tidaklah berat.
Kita dapat meningkatkan pengetahuan tentang kebenaran Kitab Suci sama seperti
meningkatkan pengetahuan tentang sains atau sejarah. Patut disayangkan, tampaknya
banyak sekali orang Kristen yang mendekati pelajaran Alkitab sama seperti mendekati
pelajaran-pelajaran yang bersigat akademis itu. Ketika kita melakukan hal ini, kita
cenderung sombong daripada rendah hati. Kita menyombongkan keunggulan pengetahuan
kita akan kebenaran Alkitab, bukannya merendahkan diri karena tidak menaati ajaran
Kitab Suci. Kita harus berdoa meminta pengetahuan tentang kebenaran yang akan
mengubah hidup kita, bukan yang memberikan informasi kepada pikiran kita belaka. Kita
perlu tahu firman Tuhan tentang bagaimana kita harus hidup. Ini menuntut penelaahan
Alkitab secara rendah hati, bergantung, dan berdisplin. Ini juga menuntut kita menyimpan
kebenaran Allah di dalam pemikiran dan hati kita. Kita bisa mengejar kekudusan secara
efektif apabila Fimran Allah tidak tersimpan di dalam pikiran kita sehingga ROh Kudus
dapat memakainya untuk mengubah kita.
Membawa hidup kita kedalah pengaruh Firman Allah yang mengubahkan lebih
besar maknanya daripada memperoleh pengetahuan tentang isi Kitab Siuci belaka.
Nyatanya, mengusai fakta-fakta Kitab Suci dan kebenaran doctrinal semata tanpa
menerapkan kepda hidup kita dapat menghasilkan kesombongan. Jadi, Kita
mengembangkan pendirian yang berdasarkan Alkitab melalui pengetahuan, ditambah
perenungan, ditambah penerapan Kitab Suci kepada situasi yang nyata dalam hidup kita
sehari-hari. KEtika kita mengembangkan pendirian itu, kita diubah oleh Roh Kudus makin
serupa dengan gambar Kristus.

BAB XI
DISIPLIN PILIHAN

Kita tidak menjadi kudus karena berdisplin atau bergantung. Kita juga tidak
menjadi lebih kudus karena berserah kepada Allah, atau karena mengembangkan pendirian
yang berdasarkan Alkitab. Kita menjadi lebih kudus karena taat kepada Firman Allah,
karena memilih menaati kehendak-Nya, seperti yang dinyatakan Kitab Suci dalam setiap
keadaan hidup kita. Allah ingin kita melatih diri di arah yang benar. Ia ingin kita membuat

11
pilihan-pilihan yang tepat, yaitu untuk taat kepada Allah, bukannya kepada keinginan
daging yang berdosa (memerlukan disiplin mematikan dosa).
Sekalipun mematikan dosa merupakan tanggung jawab kita, hal itu hanya dapat
dilakukan melalui Roh Kudus yang memampukan kita. Usaha mematikan dosa yang
dijalankan tanpa bergantung penuh kepada Roh Kudus akan selalu menghasilkan
kesombongan dan frustrasi. Kita harus terus-menerus mematikan dosa, setiap hari, ketika
dosa berusaha mengungkapkan diri dengan berbagai cara dalam hidup kita. Sedewasa
apapun kerohanian seorang percaya, ia tetap juga perlu mematikan perbuatan-perbuatan
tubuh yang berdosa.
Jika kita ingin mematikan dosa, kita harus sadar bahwa dosa yang kita hadapi
sebenarnya merupakan sikap terus menjunjung keinginan kita melebihi kehendak Allah
yang sudah kita ketahui. Mematikan dosa melibatkan pergumulan antara apa yang kita
ketahui benar (pendirian kita) dengan apa yang kita ingin lakukan.
Karena mematikan dosa adalah pekerjaan sulit dengan tujuan menaklukkan
keinginan yang kuat dan kebiasaan yang sudah berurat akar, kita perlu bantuan satu atau
dua orang teman untuk turut bergumul dengan kita. Teman-teman ini haruslah orang
percaya yang mendukung komitmen kita dalam mengejar kekudusan. Mereka pun harus
rela terbuka kepada kita tentang pergumulan mereka sendiri. Namun, perlu diingat bahwa
sinergisme ini merupakan usaha saling membantu. Setiap kita dalam hubungan seorang
akan yang lain harus berkomitmen untuk membantu dan menerima bantuan.

BAB XII
DISIPLIN BERJAGA-JAGA

Kita hendak berjaga-jaga terhadap pencobaan, kita perlu mengetahui sumber dan
tindak tanduk pencobaan. Jika kita tidak berjaga-jaga terhadap cobaan dunia akan menjadi
puncak kebodohan kita. Iblis atau setan adalah ilah dunia ini. Dialah dalang dan ahli siasat
utama di balik semua pencobaan yang kita alami dari masyarakat. Namun, disamping itu ia
juga sering mencobai kita secara langsung.
Bagaimana pun bahayanya dunia dan Iblis, keduanya bukanlah masalah yang
terbesar. Sumber pencobaan kita yang terbesar ada di dalam diri kita sendiri. Keinginan
jahat di dalam kita terus mencari peluang untuk mengungkap diri. Keinginan ini seperti
radar yang antenanya terus mendeteksi lingkungannya, mencari pencobaan yang bisa

12
ditanggapinya. Jadi, kita harus mempelajari kecenderungan pribadi kita kepada dosa.
Tanpa mengenali diri sendiri dan kelemahan-kelemahan kita dalam dosa tertentu, kita
tidak dapat berjaga-jaga terhadap pencobaan-pencobaannya. Tidak ada wilayah tempat
kita tidak usah berjaga-jaga, bahwa wilayah-wilayah yang kita anggap sebagai titik
kekuatan kita. Satu-satunya perlindungan kita adalah rasa rendah hati yang dalam sewaktu
menyadari betapa kuatnya dosa yang masih ada di dalam diri kita. Jangan pernah berpikir
ada suatu wilayah pencobaan tempat kita tidak usah berjaga-jaga. Pikiran itu akan menjadi
kejatuhan kita. Jadi, kita perlu berjaga-jaga di wilayah kelemahan yang kita ketahui,
karena di situlah kita cenderung menyerah kepada pencobaan. Kita juga perlu berjaga-jaga
di wilayah tempat kita mengira diri kuat, karena di situlah kita cenderung merasa percaya
diri bukannya bergantung kepada Allah.

BAB XIII
DISIPLIN PENDERITAAN

Disiplin bukanlah tanda kekerasan seorang ayah, melainkan tanda kepeduliannya


akan kebaikan dan kedewasaan anak-anaknya. Alkitab memberitahukan bahwa
penderitaan bukanlah peristiwa kebetulan. Penderitaan, sebagaimana juga berkat datang
dari tangan Allah. Jadi, jangalah remehkan masa penderitaan dengan menolak mengakui
tangan Allah di dalamnya. Janganlah pula putus asa karena dengan gagal melihat kasih-
Nya di dalamnya. Segala keadaan dan peristiwa ini, baik yang maupun yang serius,
diniatkan Allah untuk menjadi sarana pengembangan karakter yang lebih serupa dengan
Kristus.
Tunduk kepada pendisplinan Allah tidak berarti kita tak berdoa meminta kelegaan
dari kesulitan atau kita tak usah mencari cara yang dibenarkan untuk mendapat kelegaan.
Terkadang Allah berniat melatih iman kita. Ia membawa kita ke dalam keadaan susah
supaya kita dapat menengadah kepada-Nya dan melihat pembebasan-Nya. Tetapi aspek
yang penting dari pendisplinan adalah penguatan iman kita. Jika kita ingin menjadi kudus,
kita harus mengantisipasi pendisplinan Allah lewat kepiluan dan kekecewaan yang
didatangkan-Nya atau diizinkan-Nya menimpa hidup kita.
Belajar hidup berdasarkan anugerah, bukan berdasarkan kinerja, akan menolong
kita menerima disiplin penderitaan. Dalam satu hal, kita sadar bahwa Allah tidak
mendisplin kita karena kinerja kita buruk, tetapi karena kasih-Nya kepada kita. Kita juga

13
belajar menerima bahwa apapun yang kita alami masih jauh lebih baik daripada yang
sepatutnya kita terima.

14

Anda mungkin juga menyukai