Anda di halaman 1dari 55

Bahan Ujian NS

1. ANATOMI
SINUS

Terdapat sebelas sinus vena secara total. Straight sinus venosus sagital, superior, dan inferior ditemukan di falx
cerebri dura mater. Mereka bertemu pada pertemuan sinus (di atas protuberansia occipitalis interna). Straight sinus
merupakan kelanjutan dari vena serebral besar dan sinus sagital inferior.

Dari pertemuan tersebut, sinus transversal berlanjut ke sinus sigmoid dan kemudian berlanjut ke vena jugularis
internal.

Sinus kavernosus mengalirkan vena opthalmica dan dapat ditemukan di kedua sisi sella turcica. Dari sini, darah
kembali ke vena jugularis internal melalui sinus petrosal superior atau inferior.

VASKULARISASI
Vaskularisasi serebral
Vaskularisasi serebral dibagi 2 yaitu anterior dan posterior.
Sirkulasi serebral anterior
Sirkulasi serebral anterior adalah suplai darah ke bagian anterior otak. Ini dipasok oleh arteri berikut:

-  Arteri karotis interna: Arteri besar ini adalah cabang kiri dan kanan arteri karotis komunis di leher yang memasuki
tengkorak. Cabang arteri karotis interna masuk ke arteri serebral anterior dan terus membentuk arteri serebral
tengah
Sirkulasi serebral posterior
Sirkulasi serebral posterior adalah suplai darah ke bagian posterior otak, termasuk lobus oksipital, serebelum dan
batang otak. Ini dipasok oleh arteri berikut:
-  Arteri vertebra: Cabang arteri yang lebih kecil ini berasal dari arteri subklavia yang terutama memasok bahu, dada
dan lengan lateral. Di dalam tengkorak dua arteri vertebra menyatu menjadi arteri basilar.
 Arteri Basilar: memperdarahi midbrain, serebelum, dan biasanya bercabang ke arteri serebral posterior

Arteri meningeal media merupakan cabang ketiga dari arteri maksila, salah satu dari dua cabang terminal arteri
karotis eksternal. Cabang anterior arteri meningeal media berjalan di bawah pterion. Hal ini rentan terhadap cedera
pada saat ini, dimana tengkoraknya tipis. Pecahnya arteri dapat menyebabkan hematoma epidural
2. BATAS TULANG KEPALA
Tulang Frontal
- Sutura koronaria : memisahkan tulang frontal dan parietal
-Sutura Sphenofrontal : memisahkan tulang frontal dan sphenoid
-sutura zygomaticofrontal : memisahkan tulang frontal dan zygoma
-sutura nasfrontal : memisahkan tulang frontal dan tulang nasal
-sutura frontomaxillary : memisahkan tulang frontal dan maksila
Tulang parietal
- sutura sagitalis : memisahkan tulang parietal kanan dan kiri
-sutura koronaria : memisahkan tulang parietal dengan tulang frontal
-sutura lambdoid : memisahkan tulang parietal dan oksipital
-sutura squamosa: memisahkan tulang parietal dan temporal
Tulang Temporal
- sutura occipitomastoid : memisahkan tulang temporal dengan prosesus mastoideus dan oksipital
-sutura squamosa : memisahkan tulang temporal dengan parietal
-sutura sphenosquamosa : memisahkan tulang temporal dengan sphenoid
-sutura zygomaticotemporal : memisahkan tulang temporal dengan prosesus zigomatikus
Tulang oksipital
- sutura lambdoid : memisahkan tulang oksipital dengan parietal
- sutura occipitomastoid : memisahkan tulang oksipital dengan prosesus mastoideus dari tulang temporal

3. FUNGSI OTAK

 Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari serebrum. Lobus ini berhubungan
dengan kemampuan kognitif, kemampuan gerak, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
 Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan
dan rasa sakit.
 Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
 Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
4. CEDERA KEPALA PRIMER
Adalah kerusakan otak yang timbul pada saat terjadinya cedera, sebagai akibat dan kekuatan mekanik yang
menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat lokal maupun difus
- Kerusakan Fokal
Merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada mekanisme cedera
yang terjadi. Macam kerusakannya :
- Kontusio serebri : merupakan kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater. Kerusakan
tersebut dapat berupa gabungan antara perdarahan, nekrosis dan infark. Terutama melibatkan puncak-
puncak girus karena bagian ini akan bergesekan dengan penonjolan dan lekukan tulang pada saat terjadi
benturan
- laserasi, jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan
adanya perdarahan subarachnoid (SAH), subdural hematom akut (SDH), dan intrasereberal hematom
(ICH). Bisa bersifat langsung dan tidak langsung, langsung apabila terjadi luka tembus kepala yang
disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur. Sedangkan tidak langsung disebabkan oleh
deformasi jaringan yang hebat akibat dari kekuatan mekanis.
Perdarahan intrakranial, mencakup perdarahan ekstra dural dan intra dural.
-Perdarahan ekstradural, atau epidural hematom (EDH) merupakan penumpukan darah diantara duramater
dan tabula interna. Paling sering terjadi di daerah temporal dan frontal. Pada pemeriksaan ct scan, yang
khas adalah bentuk bikonveks atau lenticular. Sumber perdarahannya biasanya adalah arteri menigia
media, namun terkadang berasal dari vena atau diploe. Tanda klinis yang khas adalah lucid interval (1/3
dari jumlah kasus EDH)
-Perdarahan intra dural :
-Perdarahan subdural (SDH) adalah penumpukan darah di antara dura dan arachnoid. Terjadi akibat
laserasi arteri/vena kortikal dan atau robekan bridging vein.
-Perdarahan subarachnoid (SAH) merupakan perdarahan yang terletak diantara arachnoid dan
piamater, merupakan perdarahan yang paling sering terjadi.
-Perdarahan intraserebral (ICH) merupakan hematom yang terbentuk pada jaringan otak (parenkim).
-Perdarahan basal ganglia : perdarahan dapat terjadi pada nukleus kaudatus, putamen atau globus
pallidus. Perdarahan ini mempunyai prognosa yang buruk.
-Perdarahan intraventrikular (IVH): perdarhan yang terjadi pada sistem ventrikel akibat trauma.

Kerusakan difus :
Suatu keadaan patologis penderita koma tanpa gambaran SOL pada CT scan atau MRI. Terjadi akibat mekanisme
akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotasi dan peregangan yang timbul menyebabkan robekan serabut saraf pada
berbagai tempat, yang sifatnya difus.
CEDERA KEPALA SEKUNDER
Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan dari hipoksia, iskemia,
pembengkakan otak, TTIK (Tekanan Tinggi IntraKranial), hidrosefalus dan infeksi.
Berdasarkan mekanismenya, dapat dibagi 2
a. kerusakan hipoksik-iskemik menyeluruh
Martin dkk, membaginya dalam 3 fase
1. hipoperfusi, terjadi pada hari 0, dapat turun hingga <18ml/100g/min pada 2-6 jam sesudah cedera
2. hiperemia, terjadi pada hari 1-3
3. vasospasme, terjadi pada hari 4-15

Kerusakan ini timbul karena :


-hipoksia
-iskemia
-hipotensi arterial sistemik
-obstruksi jalan nafas
-cedera thoraks
-spasme arteri

b. kerusakan otak menyeluruh


odem cerebri terjadi karena peningkatan kandungan air dalam jaringan otak atau peningkatan volume darah
(intravaskuler) atau kombinasi keduanya. Jenis-jenis berdasarkan patologinya :
1.vasogenik, terjadi gangguan BBB (blood brain barier), menyebabkan penumpukan cairan tinggi protein pada ruang
ekstrasel
2.sitotoksika, berhubungan dengan hipoksik-iskemik, terjadi gangguan gradien ion yang menyebabkan penumpukan
cairan intrasel
3.hidrostatik, peningkatan mendadak tekanan darah pada vaskular bed, sehingga terjadi penumpukan cairan rendah
protein pada ekstrasel
4.osmotik, penurunan osmolaritas serum yang berakibat pada peningkatan cairan intrasel
5. interstisial, ekstravasasi air pada periventrikuler terjadi karena tingginya tekanan akibat hidrosefalus obstruktif.

APLIKASINYA DI KLINIS
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, cedera kepala sekunder pada trauma bisa terjadi akibat:
-hipoksia
-iskemia
-hipotensi arterial sistemik
-obstruksi jalan nafas
-cedera thoraks
-spasme arteri
Hal ini akan berhubungan dengan apa yang ditemui ataupun penanganan pada saat primary survey penderita
datang ke IGD. Karena onset cedera kepala sekunder terjadi pada hari 0 terjadinya cedera pada 2-6 jam sesudah
cedera.
Masalah yang ditemui pada saat primary survey, meliputi adanya sumbatan jalan nafas pada saat evaluasi airway
sehingga menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas yang berlanjut terjadinya proses hipoksia. Terjadinya
gangguan pernafasan pada saat evaluasi breathing, diantaranya terjadi cedera thorax yang mengakibatkan
oksigenasi kurang adekuat atau terjadinya kontusio paru yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal nafas, juga
dapat menyebabkan terjadinya hipoksia. Terjadi gangguan sirkulasi atau syok pada evaluasi circulation,
menyebabkan terjadinya hipotensi arterial sistemik, sehingga aliran darah ke otak berkurang dan memicu terjadinya
iskemia jaringan otak.

5. PENENTUAN LOKASI LESI BERDASARKAN CT SCAN


1. Berdasarkan garis imajiner pada slice pertama dari CT scan (Kiri atas) yang menggambarkan pembagian daerah
tulang kepala dan lobus otak berdasarkan sutura-sutura diantaranya.
2. Menentukan letak daerah lesi berdasarkan bone window pada CT scan
Dari sutura-sutura yang terlihat dan tulang-tulang yang dapat diidentifikasi dengan ct scan, maka dapat ditentukan,
letak lesi berada di regio mana dari otak.
3. berdasarkan metode pengukuran letak lesi.
- gambar garis imajiner sejajar dengan orbitomeatal line (OML) untuk menentukan “tinggi” dari lesi
- langkah selanjutnya adalah menentukan “titik masuk” untuk dilakukannya trepanasi. Hal ini dicapai dengan
mengukur dari starting point (midline dari tulang frontal) ke ending point (posisi lesi). Hal ini dicapai dengan mengikuti
kontur tulang kepala pada Slice CT scan yang sudah ditentukan. Perlu diperhatikan bahwa ukuran ini hruslah
dikonversi sesuai dengan skala yang terdapat pada CT-scan. Pada contoh gambar, setiap titik berjarak 10 mm.

- Selanjutnya, tarik garis lurus antara kedua OML, sehingga terbentuk garis imajiner yang memotong kepala di setiap
slice ct scan. Kemudian garis tersebut dilacak pada slice ct scan yang sudah ditentukan, sehingga posisi lesi
terhadap garis imajiner. Dalam hal ini dapat ditentukan letak lesi adalah di anterior, dilewati atau posterior dari garis
antara kedua OML. Karena OML sendiri dianggap sejajar dengan sutura koronaria
- jarak lesi terhadap tulang kepala bisa diukur dengan penggaris, dan dikonversi kembali sesuai dengan skala pada
ct-scan.
Titik terlemah dari tulang kepala adalah pterion. Dimana arteri meningia media bagian anterior berjalan dibawahnya.
Apabila terjadi trauma pada sisi tersebut dapat menyebabkan rupturnya dari arteri meningia media dan
menyebabkan terjadinya EDH. Pterion sendiri terletak di fosa temporal, kira-kira 2,6 cm dibelakang dan 1,3 cm diatas
dari sutura frontozigomatikum. Pterion merupakan pertemuan dari 4 tulang : tulang parietal;tulang temporal; tulang
sphenoid dan tulang frontal. Pterion juga merupakan tempat pertemuan dari 3 sutura, yaitu : sutura sphenoparietal;
sutura koronaria dan sutura squamosa

.
5. DEFINISI DAN URAIAN
Trepanasi : Suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan
definitif menggunakan alat yang dinamakan trephine
Burr hole : suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala sebelum tindakan definitif kraniotomi/kraniektomi
dilakukan
Kraniotomi : suatu tindakan operasi dimana flap tulang dilepaskan sementara dari tulang kepala untuk mencapai otak
Kraniektomi : suatu tindakan bedah dengan menghancurkan sebagian dari tulang kepala untukmencapai otak
Kranioplasti : suatu tindakan repair secara bedah untuk memperbaiki defek/deformitas dari tulang kepala.

6. PERIOPERATIVE PASIEN CEDERA KEPALA


Unsur-unsur kunci pengelolaan pasien cedera kepala adalah resusitasi awal dan optimasi hemodinamik, evakuasi
secara bedah, pengendalian tekanan intrakranial, mempertahankan tekanan intrakranial dan optimalisasi lingkungan
fisiologis.
Penilaian awal yang dievaluasi adalah jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, status neurologis dan cedera
ekstrasranial yang terkait serta evaluasi anemia, koagulopati, glikemia dan adanya akses vaskular yang adekuat.
Informasi tentang waktu dan mekanisme cedera sangat berharga.
Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:
o Jalan nafas (Airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa
orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan
melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan aspirasi muntahan
oPernafasan (Breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi
pernafasan pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan
pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari dan atasi
faktor penyebab dan kalau perlu memakai ventilator.
o Sirkulasi (Circulation)
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh
kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau
ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah
menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung
dan mengganti darah yang hilang dengan plasma, atau darah.

Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)


Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur
turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg
sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut:
1. Hiperventilasi
Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2
(pCO2) 27-30 mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral. Hiperventilasi
dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi hiperventilasi,
bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi
periksa gas darah dan lakukan CT
scan ulang untuk menyingkirkan hematoma.
2. Pembedahan
Dilakukan pembedahan dekompresi untuk menurunkan tekanan intrakranial.
3. Terapi diuretik
Diuretik osmotik (manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih utuh
kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis pemberiannya harus dihentikan.
Cara pemberiannya :
Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor
osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm
o Loop diuretik (Furosemid)
Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan
interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek
osmotik
serum oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
5. Streroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan
tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu
sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala
6. Posisi Tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya
ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada
satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh
vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi
lancar.
7. Keseimbangan cairan elektrolit
Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan
1500-2000 ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl starch, pada awalnya
dapat dipakai cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang mengandung
glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia menambah edema serebri.
8. Nutrisi
Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali normal dan akan mengakibatkan
katabolisme protein. Proses ini terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam
darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi
peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari
9. Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early epilepsi dan yang terjadi setelah minggu
pertama disebut late epilepsy. Early epilelpsi lebih sering timbul pada anak-anak dari pada orang dewasa, kecuali
jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang.
Pengobatan:
o Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari
o Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl
0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 mg
tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin. Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgB/iv pelan-pelan paling
cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv atau oral
Profilaksis: diberikan pada pasien cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada fraktur impresi,
hematom intrakranial dan penderita dengan amnesia post traumatik panjang.
10. Neuroproteksi
Adanya waktu tenggang antara terjadinya trauma dengan timbulnya kerusakan jaringan saraf, memberi waktu bagi
kita untuk memberikan neuroprotektan. Manfaat obat-obat tersebut masih diteliti pada penderita cedera kepala berat
antara lain, antagonis kalsium, antagonis glutama dan sitikolin

Indikasi
- Penurunan nilai GCS
- Salah satu pupil mengalami dilatas dan terfiksir
- adanya neurologic defisit pada salah satu sisi tubuh, biasanya kontralateral terhadap pupil yang mengalami dilatasi
- keadaan tertentu di mana tindakan harus segera dilakukan
1. penderita dengan keadaan neurologis stabil, tiba-tiba mengalami perbutukan sebagaimana disebutkan
diatas (tanda-tanda herniasi)
2. penderita selama transportasi mengalami perbuukan neurologis

Algoritma

Trauma Kepala

+
GCS Intubasi
<8 u

- Risiko
+ - Tanda+
tandahernia
tinggiu* u
si

+
u
- CT
Scan

Observasi Tindakan Hiperventilasi, manitol,


pembedahan(tergantung pertimbangkan burrhole
Risiko tinggi* indikasi)
 GCS < 15 atau turun 1 poin dari GCS awal
 Terdapat defisit neurologis
 Luka tembus intrakranial
 Kejang post trauma
 Nyeri kepala yang menetap

7. Teknik Operasi
Pasien diposisikan supine dengan kepala dimiringkan sehingga lokasi yang akan dibuka terletak di atas,
dan di bawah bahu diletakkan gulungan kain untuk membantu perputaran kepala.
Kepala dicukur kemudian di lakukan tindakan desinfeksi dengan larutan antiseptik.
Pemilihan sisi yang akan di burr hole lebih dahulu. Mulailah burr hole pada sisi (sesuai prioritas)
- Ipsilateral dengan pupil yang mengalami dilatasi.
- jika kedua pupil dilatasi, maka burr hole pada sisi yang dilatasi lebih awal (anamnesa)
- Jika tidak bisa di anamnesa, maka burr hole pada sis dengan jejas yang lebih menonjol
- Jika tidak ditemukan petunjuk diatas, maka dilakukan pada sisi kiri untuk evaluasi dan
dekompresi sisi dominan
Insisi kulit yang dilakukan disesuaikan sdimikian rupa sehingga jika akan dilanjutkan dengan kraniotomi,
maka insisi kulit yang sudah ada dapat diteruskan, sehingga membentuk insisi yang sesuai untuk question
mark flap lakukan marking terlebih dahulu
Insisi dekat bagian atas arkus zygoma, kurang lebih 1 cm depan tragus, diteruskan ke arah superior dan
melengkung ke posterior tepat pada bagian atas pinna aurikula, kemudian insisi melengkung ke arah
superior 4-6 cm di belakang pinna aurikula. Kemudian insisi berjalan melengkung ke arah anterior sehingga
berada 1-2 cm di lateral dari garis tengah dan berakhir sebelum mencapai garis batas rambut.
Incisi kulit dilakukan secara tajam hingga tulang setelah infiltrasi dengan pehacain.
Perdarahan dari arteri superfisial temporalis dirawat dengan kauter atau ligasi, kemudian dipasang
retractor otomatis.
Dilakukan burr hole menggunakan bor atau drill hingga menembus tulang temporal dan tampak duramater.
Tulang diperlebar dengan menggunakan kerrison atau ronger, bila hasil positif EDH maka tulang burr hole
dilebarkan dan dilakukan dekompresi secukupnya. Penderita kemudian disiapkan untuk operasi craniotomy
definitif di kamar operasi, atau dirujuk ke RS dengan fasilitas bedah saraf.
Langkah-langkah penempatan burr hole sesuai dengan prioritas
Pertama pada fossa media, superior dari arkus zygoma.
Jika tidak ditemukan EDH, tapi duramater terlihat tegang dan kebiruan, bisa dilakukan intip dura,
pembukaan duramater kurang dari 1 cm
Jika hasil tetap negatif, lakukan pada sisi kontralateral dengan lokasi setara
Bila hasilnya negatif, burr hole ke dua dilakukan dilakukan di daerah frontal yaitu 2 cm di depan sutura
coronaria pada mid pupillary line, ke tiga di daerah parieto-oksipital yaitu 4-6 cm diatas pinna dan ke empat
di daerah fossa posterior.
Bila hasilnya tetap negatif, burr holes dilakukan pada bagian parietal dan terakhir di fossa posterior
Apabila dilakukan kraniotomi atau kraniektomi dilanjutkan dengan burr hole lainnya pada 4 tempat sesuai
dengan markering.
Buka tulang dengan gigli, duramater dibebaskan dari cranium dengan sonde. Masukkan penuntun gigli
pada lubang burr hole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang burr
hole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita. Patahkan
tulang kepala dengan flap keatas menjauhi otak dengan cara tulang dipegang dengan knabel tang dan
bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan
tulang.
Setelah terdekompresi, fragmen tulang dapat disimpan di subgaleal atau di dinding abdomen. Lapangan
operasi ditutup lapis demi lapis
LUKA

Luka akibat benturan benda tumpul  tepi tidak rata, ada jembatan jaringan
Proses penyembuhan luka :
1. Fase Inflamasi
Dimulai dari terjadinya luka hingga hari ke-2-3.Vasokontriksi untuk mencapai hemostasis ( efek
epinerin dan tromboksan )  thrombus + deposisi fibrin pelepasan sel inflamasi
2. Fase Proliferasi
Dimulai dari hari ke-3 sampai minggu ke-3
Masuknya fibroblast sintesis kolagen
3. Fase Remodelling
6 bulan- 1 tahun
Peningkatan produksi dan penyerapan kolagen

Luka dikatakan sembuh bila telah melewati fase remodeling dengan gejala :
- Gatal berkurang
- Warna kemerahan sudah tidak ada
- Lebih rata dan menipis
- Teraba lunak
LUKA BAKAR

Penyebab luka bakar


- Chemical burn
- Thermal burn
- Sun burn
- Electrical burn
- Radiation burn

Prognosis tergantung pada :


- Agen penyebab
- Severitas luka bakar
- Umur penderita
- Waktu pertolongan
- Penyakit penyerta
- Trauma penyerta
- Luka bakar penyerta : trauma inhalasi, smoke intoxication
- Kwalitas penanganan pertama

Severitas luka bakar ditentukan oleh:


- Derajat
- Luas luka bakar
- Lokasi luka bakar
- Usia penderita

Dalamnya luka bakar :


Derajat 1 mengenai epidermis
Derajat 2 mengenai dermis
Derajat 3 mengenai seluruh ketebalan kulit

Pembagian luka bakar


1. Derajat ringan
- LB derajat II, LLB < 15 % LPT ( dewasa )
- LB derajat II, LLB < 10 % LPT ( anak )
- LB derajat III, LLB < 2 % LPT
2. Derajat Sedang
- LB derajat II, LLB 15-25 % LPT ( dewasa )
- LB derajat II, LLB 10-20 % LPT ( anak )
- LB derajat III, LLB 2- 10 %
- Suspek luka bakar inhalasi
3. Derajat berat
- LB derajat II, LLB > 25 % LPT ( dewasa )
- LB derajat II, LLB > 20 % LPT ( anak )
- LB derajat III,LLB > 10 % LPT
- LB wajah/leher/sendi/ tangan /kaki /perineum
- Luka bakar listrik, radiasi,kiiawi, inhalasi/intoksikasi

Anamnesa
- Onset kejadian
- Tempat kejadian
- Mekanisme
- Pengobatan yang telah didapat

Curiga trauma inhalasi pada ;


- Riwayat terbakar di ruangan tertutup
- Alis, bulu mata dan bulu hidung terbakar
- Sputum berkarbon
- Jalan nafas berjelaga
- Mukosa jalan nafas edema dan hiperemis

Tatalaksana Luka Bakar

 Kebutuhan cairan pada Luka Bakar adalah:


 Karena adanya gangguan perfusi.
 Untuk memperpendek Ischaemic Time.
 Mencegah Hypothermia.
 Tujuan pemberian cairan pada Luka Bakar
 Vol. Replacement (oleh karena Syok).
 Therapy Cairan Luka Bakar sesuai formula:
 BAXTER : 4 X BB X % LLB (UTK DEWASA)
KOMPLIKASI DALAM 24 JAM I : KOMPLIKASI DLM MGG I
- SYOK NEUROLOGIS. - INFEKSI SEKUNDER (SEPSIS).
- SYOK HYPOVOLEMIS. - DILATASI LAMBUNG MENDADAK.
- KEGAGALAN PERNAPASAN. - ILEUS PARALYTIC.
- KEGAGALAN JANTUNG. - ULCUS CURLING.
- KEGAGALAN GINJAL. - KONTRAKSI ESCHAR.
- GG-AN KES. CAIRAN/ ELECTROLIT.

KOMPLIKASI LANJUT
- HYPERTROPIC/KONTRACTUR SCAR.
- KELOID & MALIGNANCY.
- MALNUTRISI.
- SEPSIS YANG BERKELANJUTAN.
- GG-AN KES. CAIRAN/ ELECTROLIT
SKIN GRAFT
adalah :
- Suatu tindakan penutupan luka sederhana dimana kulit dipindahkan
dari lokasi donor dan ditransfer ke lokasi resipien1
- Sebagian kulit dari macam2 ketebalan, yg ditransplantasikan ke tubuh,
guna menutupi suatu area yg terbuka dari lapisan cutaneusnya.
- Skin graft, seluruhnya terlepas dari supply darah donor site-nya.
- Skin graft take (healing) oleh proses plasmatic imbibition dan revascu-
laritation.

BERDASARKAN DONOR-NYA.
- Autograft (dari tubuh sendiri, tanpa factor immunogenetis).
- Isograft (dari twin yg identik).
- Homograft (dari individu lain, ada factor immunogenitis).
- Xenograft / Heterograft (dari mahluk lain, sangat potensial utk factor
immunogenitis).

BERDASARKAN KETEBALAN KULIT.


- Split thikness skin graft (STSG).
- Thin split thikness skin graft. Olier (1972), Thiersch (1974),
ketebalannya : 8 – 12/1000 inchi.

- Intermediate split thikness skin graft, Blair & Brown (1929),


ketebalannya : 14 – 20 / 1000 inchi.
- Thick split thikness skin graft, Padget (1939), ketebalannya :
22 – 28 / 1000 inchi.
- Full thikness graft (FTSG)` Lawson (1870), Le Fort (1872) Wolfe
(1875).

RECIPIENT SITE

NO TAKE TAKE

Grafted Grafted

- Bare Tendon - Muscle


- Bare Bone - Periost
- Bare Fascial ▬ CAPILLARY ┼ - Paratenon
OUT GROWTH

Ungrafted Ungrafted

NO GRANUATION GRANULATION

STSG (Split Thickness Skin Graft)


- Caranya mudah, cepat sembuh spontan.
- Donornya cukup banyak.
- Ada risiko tumbuh parut pd daerah donor.
- Resepiennya bertendensi utk terjadinya : Hyper / Hypo pigmentasi,
Parut Hyper / Hypo tropis, Kontraktur.
- Estetik kurang baik, tidak tahan thp trauma.
- Sering dibutuhkan pressure garment & immobilisan yg ckp lama.
- Pengambilan kembali kulit pd donor dpt dilakukan stlh 1-2 bln kmd.

FTSG (Full Thickness Skin Graft)


- Kemungkinan utk take lebih kurang dari STSG.
- Terjadinya parut & kontraktur lebih sedikit kemungkinannya
- Tendensi utk terjadinya perubahan warna lebih kecil dari STSG.
- Lebih tahan thp trauma dari STSG.
- Kwalitas dan fungsi lebih baik dari STSG.
- Estetis Lebih baik dari STSG.
- Persediaan donornya terbatas.
- Perlu kondisi aseptis dgn vascularisasi yg baik.

FTSG
SYARAT UTAMA SKIN GRAFTING
- Vascularisasi resipient yang baik.
- Kontak yang akurat dengan resipient.
- Immobilisasi yang baik.

FAKTOR UTAMA KEBERHASILAN SKIN GRAFTING


- Recipient site capable of producing capillary buds.
- Accurate approximation of the graft.
- Immobilisation during the phase of vascularisation.

KEBERHASILAN GRAFT
KEGAGLAN GRAFT

UMUMNYA KEGAGALAN TERJADI AKIBAT :


- Adanya hematoma. - Infeksi.
- Adanya corpus alienum. - Pergeseran.
- Kekeringan. - Salah tehniik.

SIFAT DARI SKIN GRAFTING


- 10 – 40 % kontraktur, tergantung jl. Elastic fibernya :
- Primary Contraction : Before revascularized.
- Secondary Contraction : After revascularized (Scar contrac-
- Granulated / Scar tissue growth. ture)
- Color Changes.

POST OPERATIVE CARE


- Wrapped out smoothly - Inspected after 48 hours or 4 days.
- Tie over bolus dressing. - Pressure dressing.
- 7 – 10 days the graft is healed.

KEGAGALAN GRAFT
- Granulasi akibat inadequate pressure dressing / Marginal bleeding. -
Pertumbuhan granulasi dari pinggiran / raw surface
- Hematoma yg menghasilkan granulasi.
- Inadequate vascularitation bad.
- Necrotic collagen akibat perawatan yg salah.
- Infeksi dari lapisan gelatin yg berlebihan.

STORAGE OF SKIN GRAFT


- Pada Donor sitenya (1 mgg).
- Diletakan pd spons/kassa yg mengandung Cairan NaCl /RL/
10 % serum, atau pd Petri dish, dlm 40 C, selama 3 mgg).
- Dlm refrigerator dibawah 40 C (Frozen state), dgn Glycerol
(pretreated with protective agent), selama 6 bln.
Catatan jangan di rendam dlm cairan NaCl / RL, karena dpt mengaki-batkan maserasi jaringan
kulit tsb.

HUMBY KNIFE
ELECTRICAL DERMATOME
DONOR SITE
- BOKONG.
- PAHA (MED/LAT/POST).
- LENGAN BWH (FLEXOR).
Lengan atas :

- Bgn Lateral / Medial.


Lengan bawah :

- Bgn Ventral

: MESH GRAFT
SKIN FLAP

SKIN FLAP
Adalah Suatu massa jaringan yg terdiri dari kulit dan subcutan atau jar lainnya, yg
dipindahkan dari satu bgn tubuh / donor site ke bgn tubuh lainnya / recipient site, dgn
memperhatikan jaringan vasculer sbg pedikel yg masih berhubungan dgn donor site-nya.

SEJARAH FLAP
- Periode I (1590 -1950) : Flap Kulit Pola Random, TAGLIACOZZI
(1597), VON GRAFT (1818), DIEFFENBACH (1845), GERSUNGI (1887),
GILLIIES (1950).
- Periode II (1950 – 1970) : Flap Kulit Pola Aksial, Mc. GREGOR & JACKSON utk
Rekonstruksi Kepala (scalp)
- Periode III (1970 – 2000) : Flap Pola Aksial & Free Flap (Micro- Surgery dgn Musculo-
cutaneous, Fascio-cutaneous, Bone Flap).

SKIN FLAP :
- Skin Flap Vascularisasi terjamin.
- Skin Flap tak ada tendensi utk kontraktur / berubah warna.
- Daya proteksi Skin Flap lebih baik dari FTSG (Skin Flap lebih tahan
thp trauma)
- Kwalitas kulit Skin Flap jauh lebih baik dari FTSG.
- Nilai estetis dan fungsi Skin Flap lebih baik dari FTSG.
- Skin Flap teknisnya relativ lebih sederhana dgn banyak variasi.
- Skin Flap mobilisasi pasca operasi dapat segera.
- Donornya sangat terbatas.

KLASIFIKASI FLAP
- Vaskularisasi Flap. - Morfologi Flap.
- Random. - Axial. - Open. - Surfaced.
- Letak dari Flap - Tubed. - Structured.
- Local Flap. - Distant Flap. - Jlh Pedikel - Dgn Tis Expander.
- Komposisi Flap. - Surgical developement of the Flap.
- Homogen. - Heterogen. - Primary. – Delayed.
- Staged.
PLEXUS DERMAL

A. DIRECT CUTANEOUS

A. SEGMENTAL

LOKAL FLAP (NEAR BY FLAP)


- ADVANCEMENT FLAP.
- ROTATIONAL FLAP.
- TRANSPOSITIONAL FLAP.
- INTERPOLATED FLAP.
- SUBCUTANEOUS (Random Patern).
- ISLAND FLAP (Axial Patern).
ADVANCEMENT FLAP

ROTATIONAL FLAP
TRANSPOSITIONAL FLAP

INTERPOLATED FLAP

FLAP JAUH (DISTAND FLAP)


- DIRECT FLAP. - INDIRECT FLAP. - FREE FLAP.
- Abdominal Flap. - Open Flap.
- Cross Finger Flap. - Tube Flap.
- Cross Leg Flap. - Caterpillar Flap
- Radial Flap. - Walshing Flap.

ABDOMINAL FLAP
CROSS LEG FLAP

PRINSIP2 DASAR OPERASI FLAP


- Design of the flap / Rancangan dari flap
- Ukurkan dari Resipien site.
- Transfer of flap (Pemindahan flap) :
- Membawa resipien area ke donornya.
- Memperhatikan Hinge Flap (flap gantung)
- Memperhatikan Penutupan Flap.
- Memperhatikan faktor-faktor mekanik :
- Hematoma - Dressing (Pressure / Penekanan)
- Infeksi - Gravitasi
- Suturing (Penjahitan) - Kinking
- Pemotongan flap (Timing) : 18 hari - 3 mgg.
- Setting the Flap.

PENGGUNAAN FLAP utk :


- Recipient bad yg vascularisasinya jelek (misalnya diatas tulang,
fascia, tendo, saraf, pembuluh darah).
- Kebutuhan rekonstruksi pd daerah wajah pasca kegagalan dgn
skin graft / full thickness skin graft (misalnya pd kelopak mata, bibir,
telinga, hidung dll)
- Kebutuhan akan jaringan penunjang (Padding).
- Kebutuhan akan restorasi sensitasi / vasculair.
- Kebutuhan akan dilakukannya reoperasi kembali dikemudian hari,
guna perbaikan struktur dibawahnya.

KEKURANGAN PENGGUNAAN FLAP


- Pada awalnya tampak sedikit membengkak (Bulky).
- Seringkali terbawanya rambut donor site (Harry carrying).
- Waktu yg sedikit lebih lama dlm prosedure & perawatan.
- Tersedia dlm jumlah yg terbatas.

EVALUASI SIRKULASI FLAP


- Test Dermal Bleeding. - Test Histamine Scratch
- Test Capillary Filling - Test Doppler Flowmeter
- Test Saline wheal - Test Photoplethysmegraph
- Test Fluorescein Dye - Test Thermography infrared
- Test Atropin absortion - Test dengan Isotop Radioactiv.

SEBAB2 KEGAGALAN TRANSFER FLAP


- Infeksi Flap
- Nekrosis seluruh / sebagian flap, karena vasculair yg tak adequate.
- Perawatan post operatif
- Waktu operasi (Timing Operation).
Z - PLASTY
- Transposisi dari 2 Flap Triangulair.
- Suatu tehnik utk mengatasi :
- Straight Line Contracture.
- Raw Area.
- Ketegangan jaringan luka
- Fungsinya :
Utk memperpanjang suatu linier scar contracture.
Utk menyamaratakan suatu tegangan jaringan kulit.
Utk merubah letak suatu scar linier.
Utk mengangkat sebagian bidang.

Z PLASTY
MODYFIED Z PLASTY

MODYFIED Z PLASTY

MODYFIED Z PLASTY W. PLASTY


MERUBAH LETAK SCAR LINIER

SYNDACTILY DIATASI DGN Z PLASTY


TISSUE EXPANDER
CLEFT LIP PALATE

Celah bibir dan langit-langit ( Cleft Lip and Palate / CLP ) adalah suatu kelainan/
cacat bawaan berupa celah pada bibir, gusi dan langit-langit. Kelainan ini terjadi
karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama

Adalah suatu bentuk kelainan bawaan sejak lahir dimana terjadi gangguan proses pertumbuhan
embryo-nal, sehingga tidak terjadinya fusi antara prosesus fronto-nasal pd bgn medial dan prosesus
maxilaris dari kedua sisi lateral kepala, dgn manifestasi klinis berupa celah pd bibir yg dpt sampai langit-
langit dgn segala kemungkin-annya, yang bisa komplit atau inkomplit, bisa unilateral atau bilateral dgn
distorsi jaringan sekitar hidung
Embriologi
- Pembentukannya dimulai pd mgg ke 4 kehamilan.
- Tergantung pd migrasi dari jaringan embryonal Ectomesenchymal dan fusi dari prosesus Nasalis
dari bgn medial dgn prosesus Maxillaris dari bgn lateralis dari kedua sisi kepala / wajah.
- Kemudian berkembanglah 2 pendapat yang lebih mempejelas embryology dari kesumbingan ini.

Faktor-faktor yang diduga menyebabkan kelainan ini :

- Kekurangan nutrisi
- Obat-obatan
- Infeksi virus
- Radiasi
- Stress pada masa kehamilan
- Trauma
- Factor genetik

Sistem kode lokasi celah


Diperkenalkan oleh Otto Kriens  system LAHSAL
Lips, Alveolus, Hard palate. Soft Palate
Bila normal maka urutannya dicoret, celah komplit dengan huruf besar dan celah
inkomplit dengan huruf kecil
Contoh :
CLP/L----L : lokasi celah di bibir kanan dan kiri komplit
CLP/---SHAL : lokasi celah komplit pada soft palate, hard palate, alveolus dan bibir
bag. Kiri

Timing Operasi
1. CELAH BIBIR (UNI/BILATERAL) : 3 bln.
Dasar : Massa bibir yang cukup tebal.
Tujuan : Kontrole pertumbuhan.
2. CELAH BIBIR yg sangat lebar : 1-2 mgg.
Dasar : Kontrol pertumbuhan premaxilla.
Tujuan : Adaptasi bibir
3. CELAH LANGITAN : Umur 1 – 2 thn.
Dasar : Pertumbuhan otot dan pusat bicara diotak
Tujuan : Fungsi Bicara.
4. CELAH PD GUSI (Gnatum) : 8 - 12 thn.
Dasar : Pertumbuhan tulang / gigi permanen.
Tujuan : Adaptasi gusi / alveolus.

PROTOKOL PENANGANAN CLP


1. Baru lahir
Diberi penerangan tentang keadaan penyakit, penerangan memberi minum
bayi
2. Umur 3 bulan
( Rule over tens : usia > 10 mg, BB 10 pounds atau 5 kg, Hb > 10 gr% )
- Operasi bibir dan hidung ( Labioplasty / Cheiloraphy )
- Pencetakan model gigi
- Evaluasi telinga
- Pemasangan grommets bila perlu
3. Umur 10-12 bln
- Evaluasi palatum
- Evaluasi pendengaran dan telinga
- Operasi palatoplasty
4. Pasien umur 1-4 thn
- Evaluasi bicara, dimulai 3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan speech
patologis
- Evaluasi pendengaran dan telinga
5. Umur 4 thn
Bila bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatorafi atau dan pharyngoplasty
6. Umur 6 thn

- Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model


- Melakukan nasendoscopy
- Evaluasi pendengaran
7. Umur 9-10 thn
- Alveolar bone graft
8. Umur 12-13 thn
- Final touch utk operasi-operasi yang dulu
9. Umur 17 thn
- Evaluasi tulang-tulang wajah
- Operasi advancement osteotomy Le Fort I

Penanganan

Teknik Operasi Labioplasty


1. ROSE-THOMPSON (STRAIGHT LINE)

2. TENNISON-RANDALL (TRIANGULAR FLAP)

3. LE MESURIE (RECTANGULAR FLAP)


4. RALPH MILLARD (RATATIONAL ADVANCEMENT FLAP)
5. MANCHESTER

Teknik operasi Palatoplasty


1.Von Langenbeck (relaxation incision)

2.Wardill Kilner.(push back)


3.Furlow (double opposing z plasty)

Bila tidak dioperasi :


 Kelainan Kongenital yang berkembang.

 Pertumbuhan Badan yang lamban.

 Infeksi (ISPA/OMA).

 Tuli Konduktiv.

 Gangguan Bicara.

 Malposisi Gigi / Rahang atas.

 Gangguan Psikologis.

 Gangguan Estetika.
Komplikasi
 Perdarahan (biasanya waktu operasi yg terlalu dini).

 Infeksi (perlu hygiene mulut serta tindakan asepsis / antisepsi yg baik saat
pembedahan).

 Pembentukan Parut / Dehisensi (Akibat tindakan kasar, dgn peralatan yg tak


sesuai).

 Fistula Palatum (biasanya akibat aproximasi jaringan yg tak sempurna).

 VPI / velopharyngeal incompetence (Pemanjangan velum yg tak tercapai atau


akibat ketegangan jaringan). Hypernasality , Nasal emission, Articulation.
- Bunyi vocalnya akan keluar dari hidung akibat adanya nasal escape.
- Bunyi konsonan :

Sulit menyebutkan : “m”, “n”, “ng”, krn perlu tekanan intraoral yg cukup.
Sulit mengartikulasi bunyi konsonan yg explosiv, seperti : “k”, “g”, juga “p”, “t”,
“d”.

- Bunyi friction seperti “v”, “z”, sulit dilakukan


- Bunyi sibilants” seperti “s”, “sh”.juga agak sulit dibuat.

Anda mungkin juga menyukai