Aparatur Sipil Negara atau yang disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada berbagai sektor bidang instansi pemerintah yang
tersebar di seluruh Indonesia, termasuk tingkat kecamatan, hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014. Kinerja ASN dalam melayani masyarakat mencerminkan mutu kinerja pemerintahan secara
keseluruhan yang dapat diukur dengan menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja ASN.
Pekerjaan ASN di tingkat kecamatan banyak berurusan dengan hal-hal yang bersifat administratif, seperti
pembuatan E-KTP, kartu keluarga, legalisir surat-surat dan berbagai bentuk pelayanan publik lainnya.
Esensi ASN sebagai aparatur negara yang memiliki kewajiban untuk melayani hak-hak sipil masyarakat,
sudah seharusnya menjalankan tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab. Namun realitanya, mutu
kinerja ASN tidak sama pada tiap daerah. Berdasarkan penelitian terkait efektifitas kinerja ASN, kualitas
Pada dasarnya efektifitas berasal dari kata “efek”. Istilah ini digunakan untuk menilai hubungan sebab-
akibat yang diartikan bahwa suatu tujuan yang direncanakan tercapai akibat adanya proses kegiatan,
sehingga dapat diartikan efektifitas kerja sebagai tolak ukur penilaian terhadap suatu besaran usaha
dalam mewujudkan tingkat pencapaian tertentu yang ingin dicapai. Suatu kinerja dikatakan efektif apabila
tujuan yang dikehendaki tercapai sesuai rencana sehingga memperoleh efek yang diharapkan. Keefektifan
dapat diukur dengan membandingkan rencana awal dengan pencapaian hasil. Apabila pecapaian terwujud
sesuai rencana maka usaha tersebut dikatakan efektif, sebaliknya jika pencapaian hasil tidak mencapai
target maka dikatakan usaha yang dilakukan belum efektif. Kesimpulannya, efektifitas berhubungan
dengan keterlaksanaan semua tugas utama yang direncanakan, target terpenuhi dengan tepat waktu, dan
partisipasi aktif dari anggota untuk memberikan hasil yang sesuai dengan rencana (Rahman, 2017).
Dalam menjalani tugasnya, terdapat 14 aspek yang harus dipenuhi oleh ASN, antara lain: prosedur
petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggung jawab petugas pelayanan, kecepatan
pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, kewajaran biaya, kepastian jadwal pelayanan,
kenyamanan lingkungan, keadilan mendapatkan pelayanan, dan kepastian biaya pelayanan. Faktanya, di
beberapa daerah, aspek-aspek tersebut masih belum berjalan. Misalnya di kecamatan Sarolangun, hanya
tiga aspek yang dapat dikatakan baik. Mutu Kecamatan Sarolangun berdasarkan penilaian secara
keseluruhan mendapat nilai C dengan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 54, 22% (Dahmiri,
2014).
Salah satu dari 14 aspek yang harus dipenuhi adalah kemampuan kinerja ASN. Kemampuan kinerja ASN
berkaitan dengan sinergisme antara kecepatan pelayanan dan kemampaun ASN dalam melayani
masyarakat dengan sepenuh hati. Hal ini tentunya sudah menjadi tuntutan aparatur negara yang bekerja
di bidang pelayanan. Namun tidak banyak instansi penyedian pelayanan publik melakukan hal tersebut,
sama halnya yang terjadi di kantor Camat Penasih, masyarakat menilai beberapa ASN masih belum
menguasai alat yang digunakan sehingga proses pemberkasan menjadi lambat dan sering ditemukan
Aspek lainnya yang sering dipertanyakan oleh masyarakat terkait pelayanan publik adalah kepastian biaya
pelayanan. Masyarakat menilai biaya yang digunakan tidak transparan dan akar pendanaan dalam
kepengurusan berkas di kecamatan tidak jelas. Dilakukan evaluasi mutu pelayanan publik di Rumbai
Pesisir dengan mengamati unsur tersebut, dinilai pelaksanaan pelayanan ASN masih belum maksimal dan
Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kinerja ASN dalam memberi pelayanan kepada masyarakat dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal biasanya berkaitan dengan birokrasi berupa
situasi dan kondisi di lingkungan organisasi mecakup struktur, penempatan pekerja dalam struktur
organisasi, efektifitas kegiatan, efektifitas komunikasi antar unit, sumber daya dan pemberdayaannya.
Penghambat dalam faktor internal biasanya berkaitan dengan karakter pekerja seperti diskriminasi
pelayanan karena adanya relasi atau ketersediaan sarana dan prasarana yang terbatas, sebagai contoh;
keterbatasan jumlah komputer, sumber daya listrik yang sewaktu-waktu padam dan sebagainya.
Sementara faktor penghambat eksternal yang bisa menghambat efektifitas kinerja adalah lingkungan
sekitar organisasi yang berpengaruh pada kelancaran kinerja aparat dalam organisasi tersebut, misalnya
masyarakat sekitar. Masalah yang sering timbul dari masyarakat biasanya terkait kelengkapan data dan
berkas-berkas yang merupakan persyaratan untuk memenuhi proses layanan yang dikehendaki. Selain
itu, masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari lokasi kecamatan tak jarang melakukan pemberkasan
secara kolektif dan mengutus perwakilan untuk mengurus berkas-berkas tersebut. Hal ini memberatkan
Banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya kinerja ASN rendah, membuat beberapa peneliti ingin
mengetahui faktor penyebab pasti yang paling berpengaruh akan hal tersebut. Salah satunya dengan
melakukan pengkajian terkait kinerja ASN di kantor camat Sario dengan menyebar kuisioner ke beberapa
populasi terkait. Hasil analisis menunjukkan peran pegawai itu sendiri lah yang paling berpengaruh
terhadap kinerja kantor camat yaitu sebesar 41% dan 59% ditentukan oleh beberapa faktor lain diluar
peran pegawai (Umasugi, 2012). Berdasarkan banyak fakta yang ditemukan di lapangan, banyak hal yang
harus dibenahi oleh pemerintah untuk dapat meningkatkan efektifitas kinerja ASN. Penetapan regulasi,
diberlakukan. Selain hal-hal tersebut, yang terpenting adalah revolusi karakteristik mental ASN yang
sudah terlanjur terlena berada di zona nyaman. Budaya kerja ASN yang terkesan terlalu santai sudah
mengakar, sangat perlu dibenahi demi Indonesia yang lebih baik. Pertanyaanya, apakah bisa?