Anda di halaman 1dari 10

Implementasi Kebijakan Pelayanan Publik Dinas Penanaman Modal

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di Kabupaten


Merauke
Oleh:
Nama Penulis Pertama, Nama Penulis Kedua (times new roman, 14 Pts)
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas
Musamus

Email: masing-masing penulis

Abstrak
Pelaksanaan Pelayanan Publik merupakan kebutuhan bagi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dimana organisasi ini memiliki pelayanan terpadu baik pusat maupun
daerah. Tujuan penelitian adalah menganalisis penerapan prinsip-prinsip PSM dalam kinerja pelayanan
DPMPTSP di Kabupaten Merauke dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip PSM belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
DPMPTSP Kabupaten Merauke. Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan cukup baik dilihat dari indikator
komitmen terhadap kepentingan umum, empati dan pengorbanan diri. Namun untuk indikator minat
pegawai hanya pada tataran tugas dan perintah dari supervisor masing-masing bagian hanya karena
sebagian besar waktunya telah tersita untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Untuk itu, meningkatkan
minat karyawan dalam memberikan pelayanan sangat penting agar DPMPTSP Kabupaten Merauke dapat
melayani masyarakat baik dan berdampak pada karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan
hasil analisis terhadap empat prinsip Motivasi Pelayanan Publik yaitu minat dalam pengambilan
kebijakan publik, komitmen terhadap kepentingan publik, empati dan pengorbanan diri, dapat
disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Motivasi Pelayanan Publik di DPMPTSP Kabupaten Merauke belum
telah dilaksanakan sepenuhnya. Dari keempat indikator tersebut, hanya tiga indikator yaitu komitmen
terhadap kepentingan umum, empati, dan pengorbanan diri yang cukup baik. Namun untuk indikator
minat pegawai hanya pada tingkat tugas dan perintah dari atasan masing-masing bagian saja.
Kata Kunci: Pelayanan Publik, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Merauke
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia saat ini masih
belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini ditandai dengan semakin mudahnya
akses masyarakat miskin terhadap pelayanan. Seperti masih rendahnya pendidikan
kesehatan, makanan dan masalah kesehatan, sikap dan perilaku pejabat pelayanan
masyarakat tidak mencerminkan sebagai pelayan masyarakat, dan kewajiban hak hukum
antara penduduk dan penyedia layanan masih merugikan warga (Dwiyanto, Pramusinto
dan Purwanto, 2009: 4). Penerapan sistem pelayanan publik yang diterapkan oleh
pemerintah masih belum efektif dalam memenuhi keinginan masyarakat. Tata kelola
yang efsien dan kualitas sumber daya aparatur yang memadai adalah solusi untuk
permasalahan itu semua sehingga pengaduan masyarakta terhadp pelayanan publik
dapat segera teratas.
Kualitas yang tidak memadai dapat dilihat dari Standar Pelayanan Kepatuhan
Penyedia Layan Publik yang mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009
dimana standar layanan di di ruang publik adalah penting agar semua orang dapat
mengakses dan memperoleh standar layanan yang sudah ditetapkan tersebut. Selain itu,
dalam konteks pemerintah, pemberian layanan publik di tingkat lokal harus dilakukan
dengan baik, pemerintahan yang menerapkan standar layanan dengan prioritas tinggi
dapat ditemukan di beberapa kota, khususnya di Kabupaten Merauke.
Secara nasional, kualitas pelayanan publik Pemerintah Daerah dari 155 pemerintah
kabupaten/kota. Sebanyak 63 kabupaten dan 18 mendapat Predikat Zona Hijau. Ada
yang mendapat predikat zona kuning. dan merah. Implementasi pelayanan publik di
pemerintah daerah merupakan tantangan bagi diri sendiri untuk memberikan layanan
yang ditingkatkan sesuai dengan standar layanan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2009 salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan publik melalui
pengaduan cepat dari penyedia layanan di lembaga ini. Sedangkan menurut Wenda
(2015) Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Lanny, Papua pernah mengalami masalah
seperti kekurangan akses ke kartu medis selain akses, kurangnya fasilitas kesehatan,
kurangnya dokter atau tenaga medis, kurangnya staf tidak tersedia. Untuk mengatasi
masalah pelayanan publik, pemerintah mengambil inisiatif untuk mereformasi birokrasi
dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan
mewujudkan kebaikan pemerintahan. Citra yang buruk dan kinerja pemerintah adalah
tidak terlepas dari partisipasi individu yang terlibat dalam pelayanan publik.
Studi penelitian juga telah dilakukan oleh Brewer, et al (2008) yang menyatakan
bahwa hubungan positif dapat diharapkan dari kebijakan Public Service Motivation
(PSM) terhadap kinerja karena pegawai layanan publik akan termotivasi dan
mengidentifikasi diri kuat untuk menjalankan tugas mereka dalam konteks publik, lebih
berkomitmen. untuk mencapai tujuan umum, dikategorikan akan menghasilkan kinerja
yang baik dengan PSM tinggi. Dengan melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan
di atas, dapat dipungkiri bahwa penerapan PSM merupakan hal yang wajib dilakukan
oleh organisasi pelayanan publik jika ingin mendapatkan pelayanan yang baik. Salah
satu organisasi pelayanan publik yang juga harus melihat pentingnya Partisipasi
Masyarakat adalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Sebab, organisasi ini merupakan
kunci banyak pintu penerimaan negara atau daerah.
Konsep Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan bentuk penyederhanaan
birokrasi. Melalui PTSP ini, tahapan dan prosedur pemangkasan, perbedaan biaya,
penyederhanaan persyaratan dan yang tak kalah pentingnya adalah rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk perizinan. Tahapan perizinan mulai dari persetujuan dokumen akan
dilakukan di satu tempat atau satu instansi. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Terpadu Kabupaten Merauke masih memiliki berbagai permasalahan terkait
pelayanan publik seperti peneliti masih menemukan rendahnya motivasi yang dimiliki
pegawai dalam tanggung jawab untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini
terlihat dari masih adanya masyarakat yang mengeluh karena harus kembali ke kantor
hanya untuk pengurusan izin dikarenakan waktu penyelesaian yang tidak jelas sehingga
masyarakat tidak mendapatkan informasi yang jelas dalam batas waktu yang ditentukan
dalam pelayanan perizinan. , serta ketidakpastian syarat dan dokumen/prosedur
mengurus perijinan yang mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui tata cara
administrasi perijinan sehingga harus menunggu lama karena prosedur administrasi
yang tidak lengkap.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini dianggap penting untuk
menganalisis permasalahan yang dihadapi terkait masalah pelayanan publik yang
dihadapi oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Merauke, dan melihat bagaimana prinsip-prinsip Motivasi Pelayanan Publik diterapkan
dalam meningkatkan layanan terpadu satu. Pintu di Kabupaten Merauke.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena melalui penelitian kualitatif peneliti
bermaksud untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang penerapan prinsip-
prinsip Motivasi Pelayanan Publik pada DPMPTSP Kabupaten Merauke dan kinerja
pelayanannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Denzin dan Lincoln (2009), penelitian
kualitatif digunakan untuk menggali informasi secara mendalam ke dalam penekanan
proses dan makna. Data diperoleh melalui database serta sumber tertulis lainnya yang
yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu melalui analisis mendalam terhadap sumber
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Public Service Motivation (PSM) merupakan salah satu faktor yang turut
mempengaruhi kinerja individu pegawai sektor publik. Perry dan Wise (1990)
mendefinisikan (motivasi pelayanan publik) sebagai; kecenderungan individu seseorang
untuk merespon, motif-motif yang secara umum dan unik terdapat dalam institusi,
publik, yang meliputi kepentingan dalam pembuatan kebijakan publik, tanggung jawab,
kepentingan, publik dan kewajiban sebagai warga negara, perasaan simpati atau
kasihan, dan sikap rela berkorban. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Crewson (1997), bahwa PSM, adalah orientasi, pelayanan individu untuk berguna bagi
masyarakat, orientasi untuk membantu orang lain, dan semangat untuk berprestasi yang
bersifat intrinsik atau berorientasi pada pelayanan.
Dalam penelitiannya Perry dan Wise (1990), telah berhasil memberikan dan
menempatkan definisi atau konsep PSM dan alat ukur yang berbeda dengan konsep lain
yang berkaitan dengan motivasi pada umumnya. Selain itu, menurut mereka kedua
individu yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan tertarik pada
pekerjaan pelayanan publik karena berbagai alasan, seperti kepentingan pribadi,
pertimbangan etis, atau ledakan emosi. Mereka beranggapan bahwa PSM berkaitan erat
dengan tren kerja, prestasi kerja, dan pilihan kerja seorang pegawai negeri. Dalam studi
lain Perry (1996), mengidentifikasi motif yang dikatakan unik di PSM, dan hanya ada di
organisasi sektor publik.
Motif tersebut berkaitan dengan konsep empat dimensi, yaitu: ketertarikan terhadap
pembuatan kebijakan publik, tanggung jawab atas kepentingan dan kewajiban publik
sebagai warga negara (komitmen terhadap kepentingan publik dan kewajiban sipil),
perasaan kasih sayang atau welas asih, dan sikap pengorbanan diri. Dalam upaya
menemukan dan memahami konsep ideal pelayanan publik dan dalam perkembangan
administrasi dan manajemen publik, PSM menjadi topik penelitian.
Konsep motivasi pelayanan publik menurut Vandenabeele (2007) telah
dikembangkan sebagai penyeimbang motivasi kepentingan pribadi yang ditemukan
dalam teori pilihan rasional. Sedangkan menurut Willem, Vos, dan Buelens (2010)
konsep motivasi pelayanan publik diperkenalkan untuk menunjukkan motivasi
berdasarkan nilai dan sikap yang melampaui kepentingan diri sendiri atau kepentingan
organisasi. Secara umum konsep motivasi mengacu pada kekuatan dorongan,
mengarahkan dan membimbing langkah seseorang. Motivasi itu sendiri sebenarnya
memiliki beberapa tingkatan.
Menurut Maslow, motivasi memiliki hierarki kebutuhan (Junianty, 2015):
1. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling mendasar bagi
manusia untuk dapat bertahan hidup;
2. Kebutuhan akan rasa aman. Setelah kebutuhan fisiologis, muncul kebutuhan
keamanan termasuk keselamatan dan perlindungan dari bahaya, kecelakaan kerja,
tabungan hari tua;
3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan akan persahabatan dan interaksi yang lebih dekat
dengan orang lain dan organisasi dapat terpenuhi jika kebutuhan dasar dan
kebutuhan keamanan minimum dapat dipenuhi;
4. Kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan tersebut meliputi rasa dihargai atas
prestasi dan kemampuan atau keahlian seseorang dalam melaksanakan pekerjaan;
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini merupakan hierarki tertinggi yang
berkaitan dengan pengembangan potensi seseorang.
Aktualisasi diri cenderung meningkat karena orang tersebut mengaktualisasikan
perilakunya. Orang-orang yang didominasi oleh kebutuhan ini dengan senang hati
berbagi tugas yang menantang keahlian mereka; Berdasarkan teori Maslow, manusia
selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu hingga kebutuhan tertinggi.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa kebutuhan yang telah terpenuhi memberikan
motivasi. Teori Maslow dikembangkan lebih lanjut oleh Aldefer dengan membaginya
menjadi tiga kelompok: keberadaan, keterkaitan dan pertumbuhan.
Konsep pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan (Ratminto, 2012:18). Pendapat lain dikemukakan oleh Mahmudi (2013) yang
mengatakan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang jasa
dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pada dasarnya kegiatan pelayanan menyangkut pemenuhan suatu hal yang melekat pada
diri setiap orang, baik secara individu maupun kelompok, yang dilakukan secara
universal.
Pelayanan adalah suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen,
pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat kepuasannya
dapat dirasakan oleh yang melayani dan yang dilayani. Hal ini terjadi komunikasi ke
dalam antara kedua belah pihak dan kepuasan yang diperoleh tergantung pada situasi di
mana layanan tersebut berinteraksi (Azhari, 2011: 69). Boyne (2002) menyimpulkan
bahwa ada lima dimensi kinerja penting untuk pelayanan publik: keluaran (kualitas dan
kuantitas), efisiensi, hasil layanan (dampak, nilai uang dan kesetaraan), daya tanggap
(kepuasan warga dan staf) dan hasil demokrasi (kejujuran). dan akuntabilitas).
Pandangan multidimensi ini sangat mencerminkan konsep nilai kinerja publik, di mana
ia berpendapat bahwa kinerja adalah berbagai kriteria yang harus digunakan untuk
menilai penyedia layanan publik (Bozeman 2007; Bryson et al 2014; Moynihan et al
2011).

Performa Pelayanan Publik DPMPTSP di Kabupaten Merauke


Kinerja Pelayanan DPMPTSP Kabupaten Merauke Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, selama ini penyelenggaraan pelayanan
terpadu satu pintu berjalan dengan baik meskipun baru dilaksanakan pada tahun 2016,
sebenarnya pelayanan perizinan sudah direncanakan sejak tahun 2010 dan baru berjalan
satu tahun namun belum memberikan pelayanan karena saat ini hanya sumber daya
yang disiapkan, kemudian pada masa kepemimpinan baru kepala negara yaitu periode
2009 hingga 2014 ternyata bahwa semua kabupaten kota harus membentuk PTSP dalam
rangka menyelenggarakan pelayanan prima untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
mulai dari Usaha Kecil Menengah (UMKM) sampai dengan usaha besar. Pelayanan
publik satu pintu merupakan solusi inefisiensi pelayanan dari birokrasi yang harus
responsif dan mudah diakses oleh berbagai kepentingan publik.
Dalam pengaturan empiris, struktur pemerintahan yang besar dan prosedur yang
rumit dipangkas melalui perampingan dan konfigurasi ulang birokrasi internal,
mengintegrasikan proses bisnis (debirokratisasi) dan memperpendek rantai layanan dan
jarak fisik antara lokasi unit dan komunitas untuk mengurangi beban layanan,
membangun citra positif pemerintah daerah dan meningkatkan daya saing daerah
(Jaweng, 2014). Demikian pula prinsip pelayanan publik menganut teori demokrasi
yang mengedepankan hak dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik
yang lebih demokratis telah menggeser peran pemerintah sebagai pemberi perintah yang
cenderung menjadi penguasa untuk memberikan arahan kepada rakyat. Dalam hal ini
pemerintah diposisikan sebagai aparat yang mengontrol perilaku masyarakat
berdasarkan legitimasinya terhadap peraturan perundang-undangan (Larasati, 2013).
Padahal demokrasi itu sendiri dimaknai bukan sebagai tujuan itu sendiri melainkan
melihat fakta dari tahapan-tahapan yang sedang berlangsung sesuai dengan
perkembangan zaman dan dipengaruhi oleh budaya suatu negara. Sehingga jika
penerapan demokrasi terlalu kaku dan terlalu ideal, demokrasi sebenarnya tidak akan
terwujud (Faturahman, 2018).
Permasalahan yang peneliti temukan di Kantor Pelayanan Terpadu Penanaman
Modal dan Terpadu adalah keterlambatan pelayanan perijinan karena kekurangan
pegawai di kantor DPMPTSP sedangkan perijinan harus banyak diterbitkan, kemudian
peralatan penunjang masih terbatas dan sistem masih dilakukan penyesuaian karena
dilakukan secara online dan persiapan dalam beberapa tahun terakhir dijalankan dengan
dana yang minim. Selain itu, pada tahun 2014 pembentukan struktur PTSP (Pelayanan
Terpadu Satu Pintu) sudah dimulai namun belum dapat dilaksanakan karena baru
terbentuk setelah penetapan anggaran, sehingga ketika dibentuk divakum selama enam
bulan tanpa kegiatan karena tidak ada anggaran, maka pada tahun 2014 juga diajukan
kegiatan persiapan PTSP (Pelayanan Terpadu Terpadu Satu Pintu) namun masuk dalam
Anggaran Belanja Tambahan Tahun 2014, yang dapat diajukan saat itu hanya studi
banding, koordinasi ke pusat dan provinsi untuk mencari informasi dan mendapatkan
rekomendasi, selanjutnya bisa mendapatkan rekomendasi studi banding di Kabupaten
Sragen Jawa Tengah sebagai Kabupaten rujukan untuk melaksanakan PTSP. Setelah
melakukan studi banding di Kabupaten Sragen, pada Maret 2015 dibuat kesepakatan
untuk membantu proses pelaksanaan PTSP dan juga untuk menjalin kerjasama dengan
PT. Telkom untuk jaringan karena diharuskan online.
Selama ini pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu telah berjalan dengan baik.
Pelayanan terpadu satu pintu ini merupakan bentuk kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui pelayanan terpadu dalam suatu
proses yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan diterbitkannya dokumen
perizinan yang pelayanannya melalui satu pintu. Keberhasilan pelayanan terpadu satu
pintu ini juga tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, termasuk unit pelayanan
terpadu Kabupaten Sragen sebagai kabupaten rujukan, yang selama pelaksanaan PTSP
di Kabupaten Merauke selalu memberikan bantuan teknis. Pelayanan satu pintu yang
bertujuan untuk memberikan pelayanan satu pintu dengan prinsip keterpaduan,
keekonomian, koordinasi, pendelegasian, akuntabilitas, dan aksesibilitas sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014. DPMPTSP Kabupaten Merauke merupakan
lembaga yang diberikan pelimpahan wewenang dalam hal tugas dan pembantuan di
bidang penanaman modal dan penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu yang
meliputi pelayanan promosi, penanaman modal, dan perizinan terpadu. Dalam
penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu oleh provinsi, gubernur memberikan
pelimpahan kewenangan perizinan dan nonperizinan yang meliputi urusan
pemerintahan.
Bentuk pelayanan yang ditangani di DPMPTSP adalah Pelayanan Perizinan dan
Non Perizinan. Perizinan terdiri dari: Surat Izin Gangguan (SIG), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Gudang (TDG),
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Pariwisata (SIUK), Surat Izin
Usaha Biro Perjalanan Wisata , Izin Usaha BAR dan CAFE, Izin Usaha Restoran, Izin
Usaha Restoran Warung, Izin Usaha Salon, Izin Usaha Panti Asuhan Pijat, Izin Usaha
Hotel, Izin Usaha Karoke, Izin Usaha Katering, Izin Usaha Kecantikan, Izin Usaha Klub
Malam, Izin Usaha Bllyard, Rekreasi Surat Izin Usaha, Surat Izin Usaha Permainan
Kelincahan, Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Mempekerjakan Tenaga
Kerja Asing (IMTA), Izin Lokasi, Izin Trayek. Sedangkan Non Perizinan yaitu: Insentif
Daerah, Pelayanan Informasi, dan Pelayanan Pengaduan. Hasil analisis kinerja
pelayanan pada DPMPTSP Kabupaten Merauke diukur dari indikator kinerja pelayanan
publik secara umum sudah mendapatkan hasil yang cukup baik dari segi produktivitas
dan tanggung jawab pelayanan yang dihasilkan oleh DPMPTSP Merauke.
Namun indikator ketanggapan dan transparansi belum memberikan hasil yang baik,
hal ini dibuktikan dengan proses pengambilan sertifikat yang tidak sesuai dengan waktu
yang ditetapkan dari tiga hari hingga satu minggu tidak sesuai dengan peraturan di
kantor sehingga banyak pengaduan dari masyarakat. Sarana dan prasarana yang kurang
memadai juga membuat masyarakat yang datang mengurus perijinan merasa tidak
nyaman, fasilitas pelayanan harus menjadi perhatian penting dalam proses pelayanan
agar proses pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya
keluhan. Tidak adanya fasilitas nomor membuat proses pelayanan masyarakat saling
mendahului, pada umumnya proses pelayanan harus menggunakan nomor antrian agar
masyarakat mengetahui giliran mendapatkan pelayanan.
Menurut masyarakat, pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu di Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu sudah berjalan dengan
baik, namun perlu ada peningkatan dalam pelaksanaannya. Dan pada dasarnya tidak
lepas dari transparansi dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Menurut Dwiyanto, konsep
transparansi dalam pelayanan publik mengacu pada suatu keadaan dimana semua aspek
proses pemberian pelayanan bersifat terbuka dan dapat dengan mudah diidentifikasi
oleh pengguna dan pemangku kepentingan yang membutuhkan (Dwiyanto, 2008). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Irawan, 2018b) bahwa penyampaian
pelayanan publik yang dilakukan oleh DPMPTSP Kabupaten Merauke belum cukup
transparan.
Hal ini terlihat dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa indikator transparansi
yaitu keterbukaan proses pelayanan, kemudahan akses informasi, dan mekanisme
pengaduan secara umum belum menunjukkan hasil yang maksimal. Proses pelayanan
perizinan telah dilakukan secara terbuka dengan mencantumkan biaya dan waktu
pelayanan serta memberikan flowchart di ruang pelayanan. Namun, proses dan prosedur
pelayanan yang tercantum dalam flowchart masih sulit dipahami oleh masyarakat.
Kemudahan akses informasi juga belum didapatkan oleh masyarakat, karena informasi
hanya didapat di kantor dan belum memanfaatkan internet dalam memberikan
informasi. Sedangkan untuk indikator mekanisme pengaduan hanya menggunakan
pengaduan langsung di bidang pengaduan, belum ada kotak saran atau SMS center
sebagai sarana penerimaan pengaduan masyarakat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap empat prinsip Motivasi Pelayanan Publik yaitu
minat dalam pengambilan kebijakan publik, komitmen terhadap kepentingan publik,
empati dan pengorbanan diri, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Motivasi
Pelayanan Publik di DPMPTSP Kabupaten Merauke belum telah dilaksanakan
sepenuhnya. Dari keempat indikator tersebut, hanya tiga indikator yaitu komitmen
terhadap kepentingan umum, empati, dan pengorbanan diri yang cukup baik. Namun
untuk indikator minat pegawai hanya pada tingkat tugas dan perintah dari atasan
masing-masing bagian saja.
Ketidaktertarikan mereka disebabkan karena sebagian besar waktu mereka telah
tersita untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan. Pada tingkat tugas ini pegawai
tidak berperan dalam pengambilan keputusan politik karena keputusan merupakan
tanggung jawab pemimpin. Pegawai hanya sebatas melaksanakan kebijakan tersebut
dan berharap setiap pelayanan perizinan dapat mengakomodir semua kepentingan
masyarakat dan tidak hanya menguntungkan satu pihak saja. Dengan demikian
diharapkan prinsip-prinsip Motivasi Pelayanan Publik dapat diterapkan dengan baik
dalam setiap pelayanan, sehingga hal ini dapat memberikan dampak yang baik bagi
pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, (2011). Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia: Studi Perbandingan Intervensi
Pejabat Politik Terhadap Pejabat Birokrasi Di Indonesia dan Malaysia.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Brewer, G.A, Selden, S.C., and Rex L Facer II. (2000). “Individual Conceptions of
Public Service Motivation” Public Administration Review. May/June 2000. Vol.
60, No.3. p. 254-26.
Azhari, (2011). Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia: Studi perbandingan intervensi
Pejabat Politik Terhadap Pejabat Birokrasi Di Indonesia dan Malaysia.
Yogyakarta: Pustaka pelajar. Brewer, G.A, Selden, S.C., and Rex L Facer II.
(2000). “Individual Conceptions of Public Service Motivation” Public
Administration Review. May/June 2000. Vol. 60, No.3. p. 254-26.
Dwiyanto, A. (2008). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Faturahman, B. M. (2018). Aktualisasi Nilai Demokrasi dalam Perekrutan dan
Penjaringan Perang
Irawan, A. (2018). Sistem Pelayanan Publik Berbasis E-Goverment pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Merauke. Societas: Jurnal Ilmu Administrasi Dan Sosial, 7
(01), 20– 37.
Jaweng, R., E. (2014). Reformasi Birokrasi Perizinan Usaha di Daerah:
Kebermasalahan Politik dan Teknokratik dalam Pembentukan PTSP. Jurnal Ilmu
Pemerintahan Indonesia. Edisi 45 Tahun 2014, 126-143
Junianty, W. (2015). Strategi Penerapan Nilai-Nilai Motivasi Pelayanan Publik di
Badan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal Kota Makassar. Skripsi.
Universitas Hasanuddin.
Larasati, E. (2013). Demokrasi dan Regulasi Pelayanan Publik di Indonesia.
Diponegoro University Institutional Repository.
Mahmudi. (2013). Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN: Yogyakarta.
Perry, J. L. and Wise, L. R. (1990). “The Motivational Bases of Public Service”. Public
Administration Review 50 (May/June):

Anda mungkin juga menyukai