Abstrak
Pelaksanaan Pelayanan Publik merupakan kebutuhan bagi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dimana organisasi ini memiliki pelayanan terpadu baik pusat maupun
daerah. Tujuan penelitian adalah menganalisis penerapan prinsip-prinsip PSM dalam kinerja pelayanan
DPMPTSP di Kabupaten Merauke dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip PSM belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
DPMPTSP Kabupaten Merauke. Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan cukup baik dilihat dari indikator
komitmen terhadap kepentingan umum, empati dan pengorbanan diri. Namun untuk indikator minat
pegawai hanya pada tataran tugas dan perintah dari supervisor masing-masing bagian hanya karena
sebagian besar waktunya telah tersita untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Untuk itu, meningkatkan
minat karyawan dalam memberikan pelayanan sangat penting agar DPMPTSP Kabupaten Merauke dapat
melayani masyarakat baik dan berdampak pada karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan
hasil analisis terhadap empat prinsip Motivasi Pelayanan Publik yaitu minat dalam pengambilan
kebijakan publik, komitmen terhadap kepentingan publik, empati dan pengorbanan diri, dapat
disimpulkan bahwa prinsip-prinsip Motivasi Pelayanan Publik di DPMPTSP Kabupaten Merauke belum
telah dilaksanakan sepenuhnya. Dari keempat indikator tersebut, hanya tiga indikator yaitu komitmen
terhadap kepentingan umum, empati, dan pengorbanan diri yang cukup baik. Namun untuk indikator
minat pegawai hanya pada tingkat tugas dan perintah dari atasan masing-masing bagian saja.
Kata Kunci: Pelayanan Publik, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Merauke
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia saat ini masih
belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini ditandai dengan semakin mudahnya
akses masyarakat miskin terhadap pelayanan. Seperti masih rendahnya pendidikan
kesehatan, makanan dan masalah kesehatan, sikap dan perilaku pejabat pelayanan
masyarakat tidak mencerminkan sebagai pelayan masyarakat, dan kewajiban hak hukum
antara penduduk dan penyedia layanan masih merugikan warga (Dwiyanto, Pramusinto
dan Purwanto, 2009: 4). Penerapan sistem pelayanan publik yang diterapkan oleh
pemerintah masih belum efektif dalam memenuhi keinginan masyarakat. Tata kelola
yang efsien dan kualitas sumber daya aparatur yang memadai adalah solusi untuk
permasalahan itu semua sehingga pengaduan masyarakta terhadp pelayanan publik
dapat segera teratas.
Kualitas yang tidak memadai dapat dilihat dari Standar Pelayanan Kepatuhan
Penyedia Layan Publik yang mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009
dimana standar layanan di di ruang publik adalah penting agar semua orang dapat
mengakses dan memperoleh standar layanan yang sudah ditetapkan tersebut. Selain itu,
dalam konteks pemerintah, pemberian layanan publik di tingkat lokal harus dilakukan
dengan baik, pemerintahan yang menerapkan standar layanan dengan prioritas tinggi
dapat ditemukan di beberapa kota, khususnya di Kabupaten Merauke.
Secara nasional, kualitas pelayanan publik Pemerintah Daerah dari 155 pemerintah
kabupaten/kota. Sebanyak 63 kabupaten dan 18 mendapat Predikat Zona Hijau. Ada
yang mendapat predikat zona kuning. dan merah. Implementasi pelayanan publik di
pemerintah daerah merupakan tantangan bagi diri sendiri untuk memberikan layanan
yang ditingkatkan sesuai dengan standar layanan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2009 salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan publik melalui
pengaduan cepat dari penyedia layanan di lembaga ini. Sedangkan menurut Wenda
(2015) Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Lanny, Papua pernah mengalami masalah
seperti kekurangan akses ke kartu medis selain akses, kurangnya fasilitas kesehatan,
kurangnya dokter atau tenaga medis, kurangnya staf tidak tersedia. Untuk mengatasi
masalah pelayanan publik, pemerintah mengambil inisiatif untuk mereformasi birokrasi
dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan
mewujudkan kebaikan pemerintahan. Citra yang buruk dan kinerja pemerintah adalah
tidak terlepas dari partisipasi individu yang terlibat dalam pelayanan publik.
Studi penelitian juga telah dilakukan oleh Brewer, et al (2008) yang menyatakan
bahwa hubungan positif dapat diharapkan dari kebijakan Public Service Motivation
(PSM) terhadap kinerja karena pegawai layanan publik akan termotivasi dan
mengidentifikasi diri kuat untuk menjalankan tugas mereka dalam konteks publik, lebih
berkomitmen. untuk mencapai tujuan umum, dikategorikan akan menghasilkan kinerja
yang baik dengan PSM tinggi. Dengan melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan
di atas, dapat dipungkiri bahwa penerapan PSM merupakan hal yang wajib dilakukan
oleh organisasi pelayanan publik jika ingin mendapatkan pelayanan yang baik. Salah
satu organisasi pelayanan publik yang juga harus melihat pentingnya Partisipasi
Masyarakat adalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Sebab, organisasi ini merupakan
kunci banyak pintu penerimaan negara atau daerah.
Konsep Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan bentuk penyederhanaan
birokrasi. Melalui PTSP ini, tahapan dan prosedur pemangkasan, perbedaan biaya,
penyederhanaan persyaratan dan yang tak kalah pentingnya adalah rata-rata waktu yang
dibutuhkan untuk perizinan. Tahapan perizinan mulai dari persetujuan dokumen akan
dilakukan di satu tempat atau satu instansi. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Terpadu Kabupaten Merauke masih memiliki berbagai permasalahan terkait
pelayanan publik seperti peneliti masih menemukan rendahnya motivasi yang dimiliki
pegawai dalam tanggung jawab untuk secepatnya menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini
terlihat dari masih adanya masyarakat yang mengeluh karena harus kembali ke kantor
hanya untuk pengurusan izin dikarenakan waktu penyelesaian yang tidak jelas sehingga
masyarakat tidak mendapatkan informasi yang jelas dalam batas waktu yang ditentukan
dalam pelayanan perizinan. , serta ketidakpastian syarat dan dokumen/prosedur
mengurus perijinan yang mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui tata cara
administrasi perijinan sehingga harus menunggu lama karena prosedur administrasi
yang tidak lengkap.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini dianggap penting untuk
menganalisis permasalahan yang dihadapi terkait masalah pelayanan publik yang
dihadapi oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten
Merauke, dan melihat bagaimana prinsip-prinsip Motivasi Pelayanan Publik diterapkan
dalam meningkatkan layanan terpadu satu. Pintu di Kabupaten Merauke.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena melalui penelitian kualitatif peneliti
bermaksud untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang penerapan prinsip-
prinsip Motivasi Pelayanan Publik pada DPMPTSP Kabupaten Merauke dan kinerja
pelayanannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Denzin dan Lincoln (2009), penelitian
kualitatif digunakan untuk menggali informasi secara mendalam ke dalam penekanan
proses dan makna. Data diperoleh melalui database serta sumber tertulis lainnya yang
yang sesuai dengan fokus penelitian yaitu melalui analisis mendalam terhadap sumber
data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Public Service Motivation (PSM) merupakan salah satu faktor yang turut
mempengaruhi kinerja individu pegawai sektor publik. Perry dan Wise (1990)
mendefinisikan (motivasi pelayanan publik) sebagai; kecenderungan individu seseorang
untuk merespon, motif-motif yang secara umum dan unik terdapat dalam institusi,
publik, yang meliputi kepentingan dalam pembuatan kebijakan publik, tanggung jawab,
kepentingan, publik dan kewajiban sebagai warga negara, perasaan simpati atau
kasihan, dan sikap rela berkorban. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Crewson (1997), bahwa PSM, adalah orientasi, pelayanan individu untuk berguna bagi
masyarakat, orientasi untuk membantu orang lain, dan semangat untuk berprestasi yang
bersifat intrinsik atau berorientasi pada pelayanan.
Dalam penelitiannya Perry dan Wise (1990), telah berhasil memberikan dan
menempatkan definisi atau konsep PSM dan alat ukur yang berbeda dengan konsep lain
yang berkaitan dengan motivasi pada umumnya. Selain itu, menurut mereka kedua
individu yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan tertarik pada
pekerjaan pelayanan publik karena berbagai alasan, seperti kepentingan pribadi,
pertimbangan etis, atau ledakan emosi. Mereka beranggapan bahwa PSM berkaitan erat
dengan tren kerja, prestasi kerja, dan pilihan kerja seorang pegawai negeri. Dalam studi
lain Perry (1996), mengidentifikasi motif yang dikatakan unik di PSM, dan hanya ada di
organisasi sektor publik.
Motif tersebut berkaitan dengan konsep empat dimensi, yaitu: ketertarikan terhadap
pembuatan kebijakan publik, tanggung jawab atas kepentingan dan kewajiban publik
sebagai warga negara (komitmen terhadap kepentingan publik dan kewajiban sipil),
perasaan kasih sayang atau welas asih, dan sikap pengorbanan diri. Dalam upaya
menemukan dan memahami konsep ideal pelayanan publik dan dalam perkembangan
administrasi dan manajemen publik, PSM menjadi topik penelitian.
Konsep motivasi pelayanan publik menurut Vandenabeele (2007) telah
dikembangkan sebagai penyeimbang motivasi kepentingan pribadi yang ditemukan
dalam teori pilihan rasional. Sedangkan menurut Willem, Vos, dan Buelens (2010)
konsep motivasi pelayanan publik diperkenalkan untuk menunjukkan motivasi
berdasarkan nilai dan sikap yang melampaui kepentingan diri sendiri atau kepentingan
organisasi. Secara umum konsep motivasi mengacu pada kekuatan dorongan,
mengarahkan dan membimbing langkah seseorang. Motivasi itu sendiri sebenarnya
memiliki beberapa tingkatan.
Menurut Maslow, motivasi memiliki hierarki kebutuhan (Junianty, 2015):
1. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling mendasar bagi
manusia untuk dapat bertahan hidup;
2. Kebutuhan akan rasa aman. Setelah kebutuhan fisiologis, muncul kebutuhan
keamanan termasuk keselamatan dan perlindungan dari bahaya, kecelakaan kerja,
tabungan hari tua;
3. Kebutuhan sosial. Kebutuhan akan persahabatan dan interaksi yang lebih dekat
dengan orang lain dan organisasi dapat terpenuhi jika kebutuhan dasar dan
kebutuhan keamanan minimum dapat dipenuhi;
4. Kebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan tersebut meliputi rasa dihargai atas
prestasi dan kemampuan atau keahlian seseorang dalam melaksanakan pekerjaan;
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan ini merupakan hierarki tertinggi yang
berkaitan dengan pengembangan potensi seseorang.
Aktualisasi diri cenderung meningkat karena orang tersebut mengaktualisasikan
perilakunya. Orang-orang yang didominasi oleh kebutuhan ini dengan senang hati
berbagi tugas yang menantang keahlian mereka; Berdasarkan teori Maslow, manusia
selalu berusaha memenuhi kebutuhan dasar terlebih dahulu hingga kebutuhan tertinggi.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa kebutuhan yang telah terpenuhi memberikan
motivasi. Teori Maslow dikembangkan lebih lanjut oleh Aldefer dengan membaginya
menjadi tiga kelompok: keberadaan, keterkaitan dan pertumbuhan.
Konsep pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan (Ratminto, 2012:18). Pendapat lain dikemukakan oleh Mahmudi (2013) yang
mengatakan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang jasa
dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pada dasarnya kegiatan pelayanan menyangkut pemenuhan suatu hal yang melekat pada
diri setiap orang, baik secara individu maupun kelompok, yang dilakukan secara
universal.
Pelayanan adalah suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen,
pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang dan lain-lain) yang tingkat kepuasannya
dapat dirasakan oleh yang melayani dan yang dilayani. Hal ini terjadi komunikasi ke
dalam antara kedua belah pihak dan kepuasan yang diperoleh tergantung pada situasi di
mana layanan tersebut berinteraksi (Azhari, 2011: 69). Boyne (2002) menyimpulkan
bahwa ada lima dimensi kinerja penting untuk pelayanan publik: keluaran (kualitas dan
kuantitas), efisiensi, hasil layanan (dampak, nilai uang dan kesetaraan), daya tanggap
(kepuasan warga dan staf) dan hasil demokrasi (kejujuran). dan akuntabilitas).
Pandangan multidimensi ini sangat mencerminkan konsep nilai kinerja publik, di mana
ia berpendapat bahwa kinerja adalah berbagai kriteria yang harus digunakan untuk
menilai penyedia layanan publik (Bozeman 2007; Bryson et al 2014; Moynihan et al
2011).