Anda di halaman 1dari 2

Nama : Alifiananda Rahmatul Dafa Kesuma

NIM : M0319008
Sistem Manajemen Mutu
Good Laboratory Practice
Istilah Good Laboratory Practice (GLP atau praktek berlaboratorium yang baik dan
benar) pertama kali digunakan dalam The New Zealand Testing Laboratory Registration Act
of 1972. Peraturan tersebut berfungsi sebagai kebijakan nasional dalam bidang pengujian dan
digunakan sebagai dasar pendirian A Testing Laboratory Registration Council. Pemerintah
Denmark mengikuti langkah Selandia Baru dengan mengadopsi hal yang serupa pada 1973.
Amerika Serikat melalui The United States Food and Drug Administration (FDA) membuat
usulan peraturan tentang GLP pada tahun 1976. Langkah ini mendorong negara -negara lain
dan organisasi internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD) dan World Health Organization (WHO) untuk menuangkan GLP dalam suatu
penelitian.[1]
Pada tahun 1978, perwakilan 16 negara anggota OECD dan 6 organisasi internasional
bertemu di Stockholm untuk membahas hal-hal utama yang menjadi perhatian internasional,
di antaranya adalah [1]:
1. Pengembangan metode pengujian dan persyaratan data secara konsisten,
2. Penerapan standar GLP secara konsisten dan efektivitas penerapannya.
Pada Mei 1981, atas usulan dari pertemuan tingkat tinggi kelompok kimia yang
didukung oleh komisi lingkungan OECD memutuskan bahwa data hasil pengujian oleh negara
anggota OECD harus diterima oleh negara anggota lainnya, jika sesuai dengan prinsip GLP.
Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya, waktu, mengurangi limbah laboratorium, serta
meningkatkan perlindungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. [1]
Dalam prinsip OECD, GLP didefinisikan sebagai “system mutu yang memperhatikan
proses pengorganisasian dan kondisi dimana studi kesehatan non-klinis dan keselamatan
lingkungan direncanakan, dilaksanakan, diawasi, dicatat, diarsipkan, dan dilaporkan.” Tujuan
dari prinsip GLP adalah mempromosikan pengembangan dari data uji kualitas dan
menyediakan alat untuk memastikan persetujuan untuk studi manajemen laboratorium,
termasuk pelaksanaan, pelaporan, dan pengarsipan. Prinsip tersebut dapat dijadikan standar
dalam memastikan kualitas, keabsahan, dan integritas dari suatu studi, pelaporan kesimpulan
yang dapat diverifikasi dan ketertelusuran data.[2]
Apapun industry yang ditargetkan, GLP menitik beratkan beberapa poin penting [2]:
1. Sumber Daya: Organisasi, personel, fasilitas, dan peralatan,
2. Karakterisasi: Alat tes dan system tes,
3. Aturan: Protokol, standard operating procedures (SOP),
4. Hasil: Data mentah, laporan akhir, dan arsip,
5. Jaminan Mutu: Pengawasan independent atas proses penelitian.
Penerapan GLP bertujuan untuk meyakinkan bahwa data hasil pengujian yang
dilakukan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang benar (Good Planning and Execution)
serta keterpaduan antara : Good Sampling Practice, Good Analytical Practice, Good
Measurement Practice, Good Documentation Practice, dan Good Housekeeping Practice.
Dengan kata lain, GLP adalah keterpaduan suatu proses organisasi, fasilitas, personel, serta
kondisi akomodasi dan lingkuang yang benar, sehingga pengujain di laboratorium terjamin
selalu direncanakan, dilaksanakan, dipantau, direkam, dan dilaporkan sesuai persyaratan.
Dengan demikian, laboratorium pengujian yang menerapkan GLP dapat menghasilkan data
yang valid yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun hukum. [1]

Daftar Pustaka
[1]
Faridah, D. N., Erawan, D., Sutriah, K., Hadi, A., dan Budiantari, F. 2018. Implementasi SNI
ISO/IEC 17025:2017. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[2] WHO. 2009. HANDBOOK GOOD LABORATORY PRACTICE (GLP). Switzerland: WHO.

Anda mungkin juga menyukai