Anda di halaman 1dari 17

MODUL

DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING

 PENGANTAR
Pelanggan dari suatu produk umumnya tersebar secara geographi, mungkin ratusan atau
bahkan ribuan km jauhnya dari tempat barang tersebut diproduksi (pabrik), sehingga
memerlukan persediaan di beberapa saluran distribusi. Agar kebutuhan konsumen tersebut bias
selalu dipenuhi, maka diperlukan perencanaan kebutuhan secara tepat untuk masing-masing
daerah pemasaran. Teknik yang digunakan untuk merencanakan tersebut adalah Distribution
Requirement Planning (DRP).
Distribution Requirement Planning (DRP) merupakan aplikasi MRP, DRP merencanakan
kebutuhan untuk barang jadi sampai pada jaringan distribusi. Daftar kebutuhan bahan
digunakan dalam MRP digantikan dengan bill of distribution yang digunakan dalam jaringan
distribusi.

 TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan mampu untuk memahami dan menjelaskan
tentang teknik DRP yang digunakan untuk menghitung kebutuhan di masing-masing pusat
distribusi dan kebutuhan totalnya di pabrik dan mahir menggunakan software Win QSB untuk
menghitung kebutuhan tersebut.

 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan mampu menggunakan teknik DRP baik secara
manual maupun dengan menggunakan software Win QSB.

DRP 7 - 1
7.1 KEGIATAN BELAJAR

7.1.1 KEGIATAN BELAJAR 1

DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING

7.1.1.1 KONSEP UMUM DISTRIBUSI


Distribusi merupakan organisasi sistem yang bertujun untuk menyuplai produk kepada
konsumen sehingga diperoleh kepuasan yaitu dengan cara menyuplai produk yang tepat ke
tempat yang tepat pada waktu yang tepat dengan biaya minimum. Distribusi adalah merupakan
manajemen persediaan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Saat ini beberapa perusahaan
menyatakan bahwa distribusi tidaklah semata-mata sebagai pusat ongkos, melainkan sebuah
batas antara peningkatan layanan kepada pelanggan dengan aksi pengurangan ongkos.
Tantangan dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memperbaiki
distribusi memerlukan sebuah pendekatan terintegrasi. Dalam beberapa perusahaan saat ini,
fungsi distribusi dibuat secara terpisah dari fungsi-fungsi lainnya. Padahal semua fungsi
haruslah bekerja sama, semua orang yang terlibat dengan distribusi harus mendukung terhadap
totalitas fungsi distribusi. Sebab cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan adalah dengan
mengejar keterpaduan distribusi tersebut. Kecepatan produk mengalir melalui rantai distribusi
adalah suatu hal yang penting. Hal ini juga direalisasikan bahwa dimana saja, siapa saja harus
memiliki persediaan. Hal ini berarti bahwa persediaan harus selalu siap dan bisa berpindah
secara cepat menuju pusat-pusat saluran yang ada pada rantai pasok yang telah dimilikinya.
Secara umum distribusi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Distribusi Fisik (Physical Distribution)


Distribusi fisik secra umum berkaitan dengan pemindahan dan penyimpanan barang/produk
dari supplier ke konsumen. Distribusi fisik adalah suatu disiplin ilmu yang pada mulanya
berasal dari lingkungan militer. Distribusi fisik terdiri dari sebuah persiapan dan aktivitas-
aktivitas yang dibutuhkan untuk memberikan bantuan terhadap kebutuhan pasukan akan barang
agar mencapai hasil yang lebih efisien dan dibawah keadaan yang sangat menguntungkan.
Untuk masa sekarang, distribusi fisik tidak dilahirkan untuk kebutuhan militer saja,
melainkan juga menjadi terkenal dalam lingkungan sipil. Pada tahun 1960 distribusi fisik
ditetapkan oleh Amerika berdasarkan National Council Of Physical Distribution Management
(yang sekarang disebut dengan Council Of Logistics Management atau disingkat CLM) sebagai
istilah pekerja dalam manufaktur dan perdagangan untuk menggambarkan range yang luas dari
aktivitas-aktivitas yang memperhatikan pergerakan secara efisien dari produk akhir dari garis
produksi akhir ke konsumen.
Distribusi fisik merupakan masukan bagi perusahaan, disamping berfungsi mengantarkan
barang secara ekonomis, level dan tanggapan terhadap pelayanan bagi pelanggan salah satu
unsure yang sangat penting. Dalam distribusi fisik terdapat suatu siklus seperti pada gambar
berikut ini:

DRP 7 - 2
Introductory Growth Maturity Decline
Stage Stage Stage Stage

Total
Market
Sales
Sales
Product
Time

Gambar 7.1 Siklus Distribusi Fisik

Keterangan gambar :
1. Tahap Pendahuluan (Introductory)
Selama tahap ini, produk baru terdapat tingkat dan tanggapan yang besarterhadap usaha
distribusi fisik oleh karena distribusi awal dari produk itu harus dikembangkan, maka
prioritas yang tinggi hendaknya diberikan pada tersedianya stock bagi para langganan dan
pelayanan yang cepat dan konsisten untuk pesanan-pesanan penggantian (replacement
orders).
2. Tahap Pertumbuhan (Growth)
Pada tahap ini produk telah mendapatkan penerimaan pasar dan penjualan menjadi
lebih dapat diramalkan. Penekanan distribusi fisik bergeser dari tingkat pelayanan
langganan yang tinggi ke desain pelayanan/biaya yang lebih berimbang. Jadi, standar-
standar untuk level dan tanggapan akan berkurang asal saja dapat dicapai penurunan yang
cukup besar dalam biaya distribusi per unit.
Syarat-syarat penjualan akan disesuaikan agar terdapat penghematan dalam arus fisik
dan dilakukan usaha-usaha untuk mencapai efisiensi maksimum. Pada tahap ini, terutama
mendekati akhir tahap ini dan menghadapi persaingan yang keras, perusahaan akan
mengalami ruang gerak yang maksimum dalam mengendalikan usaha distribusi fisik agar
biayanya rendah.
3. Tahap Kejenuhan – Kematangan (Maturity)
Ciri-ciri dari tahap ini adalah adanya persaingan yang tinggi. Produk menghadapi
persaingan yang luas dari berbagai barang pengganti )substitusi), dengan persaingan harga
sebagai suatu taktik yang khas. Usaha distribusi fisik selama tahap ini dapat diharapkan
akan sangat selektif. Para pesaing akan menyesuaikan usaha pelayanan mereka agar
tercapai level kesediaan yang tinggi dan tanggap terhadap kebutuhan langganan utama.
Pengeluaran yang terbesar akan dialokasikan kepada usaha distribusi fisik ini untuk
menjamin pelayanan kepada langganan yang merupakan inti dari pasar perusahaan.
4. Tingkat Kekurangan – Kemerosotan (Decline)
Pada tahap ini, volume produk akan menurun. Manajemen menghadapi kepuasan
apakah akan menghentikan produk atau akan meneruskan distribusi secara terbatas. Sistem
distribusi fisik haruslah menunjang bisnis yang ada sambil menghindari resiko yang
berlebihan kalau-kalau produk dihentikan. Jadi disini resiko minimum lebih penting
daripada mencapai biaya per unit terendah dari distribusi fisik. Perusahaan yang
memberikan tingkat layanan yang sangat tinggi akan menghadapi total biaya distribusi
yang tinggi pula. Dengan teknologi distribusi fisik yang tinggi, hampir setiap tingkat
pelayanan dapat disediakan dengan syarat perusahaan bersedia membayar biayanya.

DRP 7 - 3
2. Distribusi Komersial (Commercial Distribution)
Distribusi Komersial merupakan suatu tingkatan yang mana tempat dimana produk harus
dihasilkan untuk memungkinkan pelanggan/ Customer membeli produk. Aktivitas distribusi
komersial ini terdiri dari sebagai contoh keputusan yang memperhatikan ukuran dan struktur
dari penyaluran distribusi, jumlah distribusi atau control dari aktivitas-aktivitas distributor. Ciri
dari distribusi komersial adalah tidak memperhatikan dorongan dari aliran produk akhir antara
produsen dan konsumen.

7.1.1.2 TUJUAN DAN BIAYA DISTRIBUSI


Tujuan utama manajemen distribusi adalah mengurangi biaya suplai barang kepada
konsumen serta menjaga atau meningkatkan pelayanan yang diberikan, juga
mengorganisasikan staf menjadi tim yang terkoordinir juga memberikan pelayanan kepada
fungsi pemasaran dan produksi dengan menangani dan mengirim produk secara efisien dan
ekonomis. Perencanaan strategis distribusi dilakukan nerdasarkan pada tujuan sistem secara
keseluruhan karena hal itu berkaitan dengan kebijakan dan prosedur. Strategi dasar sistem
distribusi adalah untuk menyesuaikan output produksi dengan permintaan konsumen melalui
penanganan produk sebelum sampai ke konsumen yang mengikuti fungsi dasar distribusi
(meliputi warehousing dan transporting).
Tujuan lain dari pada manajemen distribusi adalah (Budiardjo, 1993):
1. Penyimpanan (warehousing) merupakan pelayanan pada produksi, yang dirancang
untuk menangani produk, memindahkan produk dari bagian produksi ke unit
pemasaran serta menyalurkan ke konsumen.
2. Pengiriman merupakan pelayanan pemasaran, yang dirancang untuk mengangkut
produk sesuai dengan order dan menyalurkannya ke konsumen.
3. Perencanaan suatu sistem distribusi dirancang untuk mengkoordinasikan penyimpanan
dan pengiriman, meliputi pengaturan penyimpanan/warehouse, mengatur alat
angkatan, membuat jadwal pengiriman, dan mengendalikan operasi.
Biaya distribusi berkaitan dengan ketiga tujuan tersebut yang bervariasi sesuai dengan
jumlah, ukuran, dan tipe penyimpanan dan alat angkutan serta sumber daya manusia yang
dapat diuraikan sebagai berikut(Budiardjo, 1993):
1. Jumlah warehouse : biaya angkutan dan waktu pengiriman akan turun saat jumlah
penyimpanan naik, namun biaya persediaan dan operasi akan naik.
2. Ukuran penyimpanan : biaya distribusi akan turun saat ukuran penyimpanan (gudang)
meningkat, namun biaya modal dan tanah juga akan meningkat.
3. Lokasi penyimpanan (gudang) : biaya angkutan tergantung pada alokasi penyimpanan
yang berkaitan dengan produk yang didistribusikan.
4. Alat angkutan : jumlah alat angkutan yang diperlukan akan bertambah dengan jumlah
gudang, pada saat jumlah alat angkutan naik maka biaya operasi akan turun.

7.1.1.3 SISTEM DISTRIBUSI “DORONG” DAN “TARIK”


Seperti halnya dalam produksi terdapat sistem produksi tarik dan dorong, maka dalam
system distribusi juga terdapat sistem distribusi “dorong” (push distribution system) dsan
sistem distribusi “tarik” (pull distribution center). Dalam sistem distribusi “dorong”, pusat
distribusi utama (PDU) menentukan apa dan berapa yang perlu didistribusikan dan dikirim ke
pusat distribusi regional (PDR) dan pusat distribusi lokal (PDL), sedangkan dalam sistem
distribusi “tarik” masing-masing pusat distribusi pada tingkat bawah menentukan apa yang
diperlukan dan itu yang dipesan ke PDU untuk dikirim.

1. Sistem distribusi “tarik” (pull distribution center)


Dalam sistem ini, tiap PDR atau PDL bertindak sendiri-sendiri secara otonomi, tidak
tergantung dari PDR atau PDL lainnya. Pusat ini menghitung perkiraan
DRP 7 - 4
kebutuhan/penjualan, persediaan di tangan, persediaan pengaman, dan semua komponen
lain yang ada dalam matriks. Atas dasar itu, pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat
kepada PDU.
Dengan demikian, PDU bersifat pasif, dan hanya bertindak apabila ada pesanan dari
PDR atau PDL. PDU tidak mengetahui berapa kebutuhan yang akan datang, sampai
datangnya pesanan dari pusat distribusi yang lebih bawah tersebut. Sering kali hal ini
menimbulkan kesulitan apabila tiba-tiba ada pesanan dalam jumlah besar sekali, yang
diatas rata-rata tau rutin, atau untuk beberapa waktu tidak ada pesanan sama sekali. Yang
pertama berpotensi menimbulkan kehabisan persediaan, dan yang kedua berpotensi
menimbulkan persediaan lebih atau surplus. Dalam sistem ini, biasanya PDL kurang
memperdulikan kebutuhan PDU mengenai perencanaan pengadaan persediaan dan
mngasumsikan bahwa persediaan selalu ada. Jadi, komunikasi hanya berjalan satu arah,
yaitu dari bawah ke atas.
PDU dapat berusaha mengantisipasi kebutuhan PDR dan PDL dengan perhitungan
kebutuhan rata-rata per periode waktu, namun dalam prakteknya sering kali tidak
ekonomis, apalagi apabila permintaan atau kebutuhan bersifat sangat fluktuatif dan tidak
tetap.

2. Sistem distribusi “dorong” (push distribution system)


Seperti dijelaskan diatas, sistem ini adalah kebalikan dari sistem distribusi “tarik”.
Perhitungan dari PDU ke PDR atau PDL dihitung dan ditentukan oleh PDU. Perhitungan
ini ditentukan atas data yang ada disetiap PDR dan PDL, yang setiap waktu dimonitor oleh
PDU. Dengan demikian, PDU dapat mengantisipasi kebutuhan yang akan datang
berdasarkan data dari PDL, dan dapat proaktif melakukan perencanaan pemesanan untuk
mengisi persediaan kembali. Secara fisik, sering kali tidak perlu PDU menimbun
persediaan terlalu banyak, karena produk dapat langsung dikirim dari pabrik ke PDR atau
PDL. Dalam sistem ini, komunikasi dilakukan secara dua arah, yaitu dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas.
Dari penjelasan singkat tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa sistem distribusi
“dorong” lebih cocok untuk penyediaan produk terbatas dan pemakaian tidak teratur,
sedangkan sistem distribusi “tarik” lebih cocok dalam hal penyediaan produk cukup
banyak dan kebutuhannya relatif stabil. Dalam prakteknya dapat juga ditempuh cara atau
jalan tenganhdengan apa yang disebut sistem distribusi “setengah dorong” (soft push
distribution system), dimana:
 Perkiraan (peramalan) kebutuhan dilakukan oleh pusat distribusi lokal
 Perencanaan induk pemesanan dilakukan oleh pusat distribusi utama dan dapat
diteliti oleh manajer pusat lokal
 Pusat distribusi lokal dapat menerima, mengubah, atau menolak pemesanan yang
dilakukan untuknya
Dipandang dari segi dependensi permintaan, maka permintaan yang sungguh-sungguh
tidak tergantung (independent demand) adalah permintaan di tingkat PDL, karena selalu
hanya tergantung pada kebutuhan pelanggan di sekitarnya. Sedangkan permintaan di
tingkat PDU dan PDR lebih bersifat tergantung (dependent demand), karena permintaan
disini tergantung dari banyak PDL, dimana masing-masing mempunyai jenis dan kategori
pelanggan yang mungkin sangat berbeda dengan perbedaan tingkat kebutuhan. Disamping
itu, permintaan di tingkat ini juga tergantung dari jumlah persediaan yang masih ada di
tingkat pusat distribusi yang lebih bawah.

DRP 7 - 5
7.1.1.4 TANTANGAN DISTRIBUSI SAAT INI
Tantangan dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memperbaiki
distribusi memerlukan sebuah pendekatan terintegrasi. Dalam beberapa perusahaan saat ini,
fungsi distribusi dibuat secara terpisah dari fungsi-fungsi lainnya. Manajer pengadaan,
pergudangan, pengangkatan, pengolahan data, klaim dan lain-lain semua beroperasi secara
independen. Padahal semua fungsi harus bekerja sama, semua orang yang terlibat dengan
distribusi harus mendukung terhadap totalitas fungsi distribusi. Sebab cara untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan adalah dengan mengejar keterpaduan distribusi tersebut.
Saat ini kebutuhan operasional merupakan hal yang tidak mudah untuk kemampuan
distribusi terpadu guna meningkatkan kepuasan pelanggan, terdiri dari kebutuhan bisnis
(business requirement), kebutuhan pelanggan (customer requirement), dan kebutuhan distribusi
(distribution requirement).
Kebutuhan bisnis mencerminkan tentang perubahan iklim dalam fungsi distribusi. Isu-isu
yang berhubungan dengan bisnis, seperti pasar global, tingkat keterlibatan pemerintah,
lingkungan dan isu-isu tentang energi, harus dimengerti bahwa hal tersebut merupakan bagian
dari fungsi distribusi. Pada saat yang sama, kebutuhan pelanggan yang meningkat, bervariasi,
kemampuan penyesuaian dan ongkos yang murah, harus dipahami sebagai dasar untuk
memenuhi kepuasan pelanggan. Dapat dipastikan isu-isu tersebut berdampak terhadap tekanan
internal dalam hal kebutuhan distribusi dan mendorong sentralisasi, pemanfaatan pihak ketiga,
perbaikan sistem informasi, peningkatan produktivitas dan pemanfaatan orang-orang dalam
organisasi.

7.1.1.5 PELAYANAN NILAI TAMBAH DALAM DISTRIBUSI


Walaupun diakui bahwa kecepatan produk mengalir melalui rantai distribusi adalah
penting, hal ini juga direalisasikan bahwa dimana saja, siapa saja harus memiliki persediaan.
Hal ini berarti bahwa persediaan harus selalu siap dan bisa berpindah secara cepat menuju
pusat-pusat saluran yang ada pada rantai pasok yang telah dimilikinya. Para pelanggan bisa
bertindak sebagai distributor dengan mengambil alih beberapa fungsi rantai pasok untuk
mereka tangani sendiri di tempatnya. Misalnya, distributor yang menyelenggarakan jasa
pelabelan dan/atau penempelan tiket harga produk, pemilahana produk, pengemasan, memberi
merek dagang dan membuat papan tampilan (display), kegiatan-kegiatan tersebut bisa
ditangani oleh para pelanggan (sebagai distributor), dan hal tersebut bisa akan membantu
melancarkan aktivitas pengiriman produk sampai dengan konsumen akhir. Dampak
operasionalnya adalah sebagai berikut :
 Meningkatnya permintaan pelanggan terhadap pelayanan-pelayanan pengendalian mutu,
pengemasan, kemasan ulang, pentiketan, pelabelan dan perakitan.
 Meningkatnya jumlah pekerja
 Berdampak terhadap waktu siklus pengiriman
 Meningkatnya pekerja administratif
 Meningkatnya jumlah produk yang tersimpan.

7.1.1.6 PERENCANAAN KEBUTUHAN DISTRIBUSI (DRP)


Kebanyakan lokasi pelanggan atau pengguna barang berada jauh bahkan sering kali jauh
sekali dari pabrik pembuatan barang. Oleh karena itu, sering kali diperlukan sistem
penyimpanan yang bertingkat ganda (multi level warehousing) dengan persediaan yang
bertingkat pula (multi level invfentory). Dipandang dari segi distribusi atau penjualan, hal ini
disebut sistem distribusi bertingkat ganda (multi level or multiechelon distribution system).
Persoalan-persoalan yang paling banyak ditemui dalam sistem distribusi barang adalah:
DRP 7 - 6
1. kebanyakan persediaan barang, atau
2. barang berada di tempat yang salah, atau
3. layanan pelanggan yang jelek, dan
4. kehilangan penjualan karena kehabisan persediaan
Pengendalian persediaan tradisional umumnya hanya mengatur dan mengendalikan
persediaan barang dalam satu gudang atau satu tempat penyimpanan saja, atau dalam satu
entitas independen atau disebut juga titik pemesanan tunggal (single stocking point). Sistem
pengendalian persediaan seperti ini kurang atau tidak memadai untuk sistem pergudangan
ganda atau jaringan pergudangan (muleiechelon distribution networks), sebab sistem tersebut
tidak mengindahkan kemungkinan saling mengisi antara gudang atau keperluan kebutuhan
gudang lain dan seterusnya. Untuk itu diperlukan suatu sistem lain, yaitu Perencanaan
Kebutuhan Distribusi atau Distribution requirement Planning (DRP).
DRP adalah salah satu bentuk aplikasi lebih lanjut dari Materials Requirement Planning
(MRP), yang dikembangkan oleh Martin (1980, 1983). Alan J. Stenger menggunakan istilah
yang hampir sama yaitu, Distribution ResourcePlanning (DRP) yang meskipun artinya tidak
persis sama, namun membicarakan hal yang hampir sama. Multi level atau multiechelon
distribution network dapat digambarkan pada bagan di gambar 7.2

PDU

PDR PDR PDR


100 200 300

PDL PDL PDL PDL PDL


101 102 301 302 303

PDL PDL PDL PDL


201 202 203 204

Gambar 7.2 Jaringan Pergudangan ganda


Keterangan:
PDU : Pusat Distribusi Utama
PDR : Pusat Distribusi Regional
PDL : Pusat Distribusi Lokal
PDU atau pusat distribusi utama adalah tingkat atau level tertinggi dari sistem distribusi
yang langsung berhubungan dengan pemasok atau pabrik produk, sedangkan PDL adalah
tingkat atau level terendah dari sistem distribusi yang langsung berhubungan dengan pelanggan
atau pemakai barang. Contoh bagan pada gambar 2.5 adalah dari sistem distribusi dengan tiga
tingkat. Apabila terdapat sistem distribusi dengan empat tingkat atau lima tingkat bahkan lebih,
maka tentunya akan ada PDL3, PDL4, dan seterusnya. Kalau pabrik suatu produk memberikan
nilai tambah bentuk (form value utility/form added value), maka dari sistem distribusi
memberikan nilai tambah waktu (time value dan place value utility) atau time and place added
value.
Dalam sistem distribusi yang bertingkat ganda, kebutuhan nyata pelanggan tidak langsung
diketahui oleh pabrik pembuat produk, tetapi disalurkan melalui berbagai tingkat sistem
distribusi tersebut. Ini mencakup waktu dan pengolahan data sekunder. Kalau ini menyangkut
DRP 7 - 7
waktu yang pendek, maka perencanaan dan perhitungan kebutuhan, pemesanan kembali, dan
sebagainya menjadi sangat krusial. Oleh karena itu, diperlukan metode perhitungan yang
memadai untuk pengendalian distribusi bertingkat ganda ini. Tujuan dari pengaturan sistem
distribusi bertingkat ganda adalah untuk mengurangi biaya angkutan dan memenuhi kebutuhan
pelanggan yang banyak dan berada di berbagai tempat. Tidak mungkin misalnya satu pusat
distribusi saja melayani jutaan pelanggan yang berada di seluruh dunia. Biasanya dalam sistem
distribusi semacam ini biaya angkut merupakan biaya yang cukup besar.

7.1.1.6.1 Aplikasi MRP Dalam Distribusi


Pada hakikatnya, DRP adalah salah satu contoh aplikasi pendekatan atau metode MRP
dalam pengaturan distribusi, dalam hal ini adalah distribusi dengan sistem bertingkat.
Pengaturan distribusi disini meliputi pemesanan, pengiriman, pengisian kembali produk di
masing-masing pusat distribusi, khususnya di pusat distribusi paling bawah, yaitu pusat
distribusi lokal, yang langsung berhubungan dan melayani pelanggan.
Yang dikecualikan adalah pembicaraan mengenai pemesanan, pengiriman, dan persediaan
kembali di tingkat pusat distribusi utama, karena ini dibicarakan dan menggunakan metode
pengendalian persediaan biasa. Untuk menjelaskan lebih lanjut, perlu disampaikan persamaan-
persamaan maupun perbedaan-perbedaan antara aplikasi MRP (aslinya) dan aplikasi DRP
(turunannya) sebagaimana tampak pada tabel dibawah ini:

Tabel 7.1 Persamaan MRP dan DRP

MRP maupun DRP


Persamaan: 1.Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama
2.Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama
3.Membedakan independent demand dan dependent demand
4.Metode berlaku untuk dependent demand
5.Keduanya menggunakan cara pemesanan berdasarkan rentang
Waktu

Tabel 7.2 Perbedaan MRP dan DRP

MRP DRP
Perbedaan 1. Untuk kegiatan manufaktur 1. Untuk kegiatan distribusi
2. Menghitung kebutuhan tiap 2. Menghitung kebutuh barang
komponen barang untuk tiap pusat distribusi
3. Cocok untuk pabrik jenis 3. Cocok untuk sistem distribusi
rakitan bertingkat
4. Biasanya untuk bahan baku/ 4. Biasanya untuk barang jadi/
penolong komoditas
5. MRP adalah proses dari atas 5. DRP adalah proses dari bawah
yaitu dari master production yaitu dari kebutuhan PDL ke
schedule ke kebutuhan tiap PDR dan PDU
komponen
6. Semua kebutuhan komponen 6. Kebutuhan PDL bersifat inde-
bersifat dependen penden, sedangkan kebutuhan
PDR & PDU bersifat dependen

DRP 7 - 8
7.1.1.6.2 Logika Dasar DRP
Distribution requirement planning merupakan suatu perencanaan pemenuhan kembali
persediaan pada semua tingkatan/level jaringan distribusi. Perhitungan perencanaan distribusi
dimulai pada tingkat retailer yang merupakan tempat yang paling jauh dari pusat pengiriman
atau pabrik.
Adapun fungsi dari Distribution requirement planning (DRP) (Martin, 1995):
1. Memberikan informasi kebutuhan produk terhadap sistem manufacturing untuk
menentukan kebijaksanaan dalam pembuatan jadwal induk produksi (MPS)
2. Menyediakan data yang perlu untuk mencocokan permintaan konsumen dengan supply
produksi di bermacam tahapan dalam sistem distribusi
3. Merencanakan gerakan material di dalam jaringan distribusi
4. Menetapkan dasar untuk wahana keputusan pengiriman yang lebih efektif
Sedangkan tujuan dari sistem Distribution requirement planning (DRP) adalah:
1. Memelihara persediaan yang berimbang pada semua lokasi jaringan distribusi
2. Menyebarkan persediaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan konsumen
3. Meningkatkan pengiriman produk jadi kepada konsumen secara tepat waktu
4. Mengurangi biaya transportasi dengan memberi daya lihat terhadap kebutuhan-
kebutuhan yang direncanakan
Logika dasar DRP, yang pada hakikatnya sama dengan dasar MRP (Manufacturing
Requirement Planning), cukup sederhana yaitu:
1. Pertama-tama dihitung perkiraan kebutuhan produk ditingkat PDL untuk setiap kurun
waktu tertentu yang akan datang, yaitu kebutuhan bruto.
2. Dari perkiraan di tingkat PDL, dihitung kebutuhan neto berdasarkan rentang atau
jadwal waktu yang akan datang.
3. Kebutuhan neto adalah kebutuhan bruto dikurangi dengan persediaan yang ada yang
sudah dilakukan, ditambah dengan persediaan pengaman apabila ada.
4. Hanya nilai kebutuhan neto positif yang dicatat dan dihitung.
5. Dari sini dapat dihitung berapa yang kurang pada setiap rentang atau jadwal waktu
tertentu, dan kekurangan ini haruslah merupakan kedatangan pesanan yang
direncanakan. Perlu diingat dan dicatat juga bahwa ini tergantung juga pada jumlah
minimum pemesanan atau ukuran lot yang ditentukan oleh pemasok barang.
6. Dari sini, dengan mengingat waktu pemesanan, dapat dihitung mundur kapan dan
berapa pesanan perlu dilakukan.
7. Perhitungan-perhitungan diatas dapat menghasilkan berapa jumlah persediaan pada
tiap rentang waktu tertentu.
8. Jumlah dan waktu pesanan yang dilakukan oleh PDL merupakan jumlah dan waktu
kebutuhan bruto dari pusat distribusi satu tingkat diatasnya.

7.1.1.6.3 Input dan Output pada Sistem DRP


Ada tiga masukan (input) dalam Distribution requirement planning (DRP) (Martin, 1995):
1. Struktur distribusi (Bill of Distribution)
Struktur distribusi berisi informasi tentang hubungan antara lokasi satu dengan likasi
lainnya dalam jaringan distribusi.
2. Permintaan (demand)
Sistem DRP memerlukan data masukan berupa data permintaan pasar atas suatu poduk,
yang selanjutnya akan menjadi bahan acuan untuk menentukan kebijakan manajemen
atas pengiriman barang ke konsumen. Besarnya permintaan/demand ditentukan dengan
menggunakan peramalan.
3. Catatan keadaan persediaan (Inventory Status)
Dalam perhitungan kebutuhan pada DRP, juga akan diperlukan mengenai data
persediaan yang dipergunakan untuk menghitung kebutuhan pada tiap periode.
DRP 7 - 9
Persediaan merupakan sisa dari produk sebelumnya atau berupa persediaan cadangan
yang dipersiapkan untuk mengantisi pasti permintaan konsumen yang melonjak.
Catatan keadan persediaan juga harus berisi data tentang Lead Time uang merupakan
waktu yang dibutuhkan mulai saat pemesanan produk dilakukan sampai dengan produk
itu diterima, Lot Size (ukuran lot) yaitu jumlah minimal dalam satu kali pemesanan atau
jumlah paling sedikit untuk memesan, dan catatan penting lainnya dari setiap lokasi
jaringan distribusi.
Secara umum output (keluaran) dari rencana distribusi adalah (Martin, 1995):
1. Memberi input kepada pihak manufacturing berupa banyaknya produk yang harus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumnen.
2. Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan, apabila output manufacturing dengan
permintaan tidak sesuai untuk merespon kebutuhan sendiri.
3. Memberi indikasi untuk keadaan persediaan

7.1.1.6.4 Langkah-langkah Perhitungan DRP


Secara garis besar perencanaan Distribution Requirement Planning (DRP) dapat
dikelompokan menjadi empat langkah yaitu (martin, 1995, hal. 78):
1. Netting
Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih
antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada di persediaan dan sedang
dipesan). Data yang harus diketahui untuk mencari kebutuhan bersih adalah:
 Kebutuhan kotor untuk setiap periode
 Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan
 Penerimaan yang direncanakan untuk setiap periode perencanaan
Kebutuhan kotor disini merupakan jumlah dari produk akhir yang nantinya akan
dikonsumsi. Umumnya pengertian diatas dimaksudkan untuk permintaan yang
independen sehingga dijumpai pada produk akhir. Sedangkan untuk permintaan yang
dependen dimana biasanya dijumpai pada tingkat item komponen. Kebutuhan kotor
dihitung berdasarkan item induk yang berada pada tingkat diatasnya. Dalam tabel DRP
netting lazimnya ditulis dengan istilah Net Requirement.
2. Lotting
Merupakan suatu proses untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal
berdasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih. Dalam tabel DRP ditulis dengan
istilah Planned Order Receipt. Terdapat banyak alternatif untuk menentukan atau
memghitung lot. Salah satunya yang digunakan dalam perhitungan DRP adalah dengan
menggunakan metode Lot for Lot (LFL), yaitu cara yang cukup sederhana serta bersifat
dianamis (perhitungan ulang) terutama pada perubahan kebutuhan bersih. Beberapa
teknik untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan, juga ada yang
bersifat sederhana dengan menggunakan konsep berdasarkan pada jumlah pesanan yang
tetap dan periode pemesanan yang tetap.
3. Offsetting
Merupaka ukuran saat pemesanan untuk melakukan rencana dalam memenuhi
kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal
tersedianya kebutuhan bersih dengan lead time. Dalam tabel DRP ditulis dengan istilah
Planned Order Release (PORL).
4. Exploding
Merupakan proses perhitungan ketiga langkah diatas, untuk level atau tingkat distribusi
yang lebih bawah sesuai dengan rencana pemesanan. Dalam proses exploding ini data
struktur distribusi sangant memegang peranan yang penting, karena atas dasar struktur
inilah proses exploding akan berjalan dan dapat menentukan kea rah distribusi mana
akan dilakukan proses exploding.
DRP 7 - 10
Contoh format tabel DRP:
Tabel 2.4
Format Distribution Requirement Planning (DRP)

No :   Lot Size : Safety Stock :    

Destination :   Lead Time On Hand:      


Period Past Due 1 2 3 4 5 6
Gross Requrement              
Projected On Hand              
Net Requirement              
Planed Order Receipt              
Planed Order Release              

Sumber: Andre J. Martin, DRP: Distribution Requirement Planning, 1995.

Langkah-langkah yang harus dilakuakan dalam perhitunga DRP adalah sebagai berikut:
1. Menentukan Gross Requirement (GR), yaitu jumlah demand yang diperoleh dari
peramalan.
2. Menentukan Net Requirement (NR), yaitu proses menentukan kebutuhan bersih setiap
permintaan. Terlebih dahulu dilakukan perhitungan Projected Available Balance
(PAB), dengan rumus:
a. Untuk periode 1,
PAB(1) = Past Due - GR(1)……………………………...(1)
b. Untuk periode selanjutnya,
PABt = PABt-1 - GR(t)…………………………………..(2)
Jika PAB(t) > Safety Stock (SS), NR(t) = 0
Jika PAB(t) < 0, NR(t) = PABt-1 - GR(t) + SS
Jika PAB(t) < SS,
Maka NR(t) = SS, NR(t) = SS - (PABt-1 - GR(t))………..(3)
3. Menentukan Planned Order Receipt (PORc), yaitu kelipatan terkecil dari Lot size
untuk memenuhi NR.
4. Menentukan Planned Order Release (PORl), didapat dengan menempatkan PORc
sesuai dengan lead time.
5. Menentukan Projected Available Balance (PAB)/ Projected On Hand (POH), dihitung
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk periode awal
PAB(t) = Past Due - GR(t) + PORc(t)…...........................(4)
b. Untuk periode selanjutnya
PAB(t) = PAB(t-1) – GR + PORc(t)……...........................(5)

7.1.1.6.5 Keuntungan Sistem DRP


Terdapat empat kebaikan daripada sistem DRP yaitu (Martin, 1995):
1. Memungkinkan manajemen untuk mengantisipasi kebutuhan mendatang dengan lebih
baik.
2. Supply atau pemasok material untuk memenuhi kebutuhan akan menjadi lebih tepat.
3. Penyediaan persediaan untuk kebutuhan pelayanan konsumen menjadi lebih efektif.
4. Dapat lebih cepat menyesuaikan dengan kondisi pasar yang melonjak.
Adapun keuntungan dari sistem DRP ini adalah(Gaspersz, 2001, hal.305):

DRP 7 - 11
1. Ongkos pengiriman dalam kuantitas besar pada interval yang relatif tidak sering adalah
memadai.
2. Perencanaan berdasarkan kebutuhan di masa yang akan datang dan mampu
mempertahankan stok pengaman total yang lebih rendah dalam sistem distribusi secara
keseluruhan.
3. Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk manajemen sistem distribusi dan sistem
produksi secara efektif dalam alokasi inventori dan kapasitas produksi, untuk
meningkatkan pelayanan pelanggan, dan mengurangi investasi inventori.
4. Memberikan kerangka kerja untuk mengelola pesanan, pengiriman, dan inventori,
meskipun menghadapi permintaan pasar yang dinamik.
5. Meningkatkan tanggung jawab kepada pelanggan (Customer).

7.1.1.7 PERHITUNGAN DRP DENGAN CARA MANUAL

Contoh Soal :
Perusahaan “ABG” mempunyai beberapa pusat distribusi di wilayah Jawa Barat, fasilitas
central supply terletak di kota Bandung (B). Rencana di Bandung dikontrol dengan
mempergunakan reorder points. Sistem inventory yang dipergunakan berdasarkan pada
forecasts demand rata-rata di kota kota Garut (G), Tasikmalaya (T) dan Sukabumi (S). Bill
of distribution perusahaan ini serta data terkait disajikan sebagai berikut :

MDC
B

RDC RDC RDC


T G S

LDC LDC
P Q

Gudang Lot Size Lead Safety On Forecast Demand


Time Stock Hand 1 2 3 4 5 6
LDC P 40 2 10 50 20 20 20 30 40 50
LDC Q 45 1 15 40 30 40 40 50 30 60
RDC T 70 0 10 5 70 80 80 90 100 100
RDC G 55 1 10 200 90 100 100 100 100 90
RDC S 50 1 25 200 85 85 85 90 90 90
MDC B 80 0 40 100 - - - - - -

Pertanyaan : Hitunglah Distribution Requirement Planning-nya !

DRP 7 - 12
Hasil Perhitungan DRP adalah sebagai berikut :

DRP 7 - 13
7.1.1.8 PERHITUNGAN MRP DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE WIN QSB

PRAKTIKUM DRP

Tujuan Praktikum :
1. Memahami Teknik DRP dengan lebih baik
2. Mampu menyelesaikan permasalahan DRP dengan menggunakan Software Win QSB.

Materi Praktikum :

1. Diketahui persoalan DRP seperti contoh soal di atas.

2. Langkah-langkah penyelesain dengan Software Win Qsb (pada software ini tidak terdapat
modul DRP, namun masalah DRP bias diselesaikan dengan modul MRP dengan cara yang
akan diuraikan di bawah ini), adalah sebagai berikut :

1) Eksekusi Software Win Qsb, kemudian klik : Material Requirements Planning – File – New
Problem, maka akan tampil form MRP Specification : kemudian isi form tersebut seperti
tampilan berikut dan klik OK :

DRP 7 - 14
2) Isi modul MRP – Item Master Sebagai berikut :

3) Klik : View-BOM, kemudian Isi modul MRP – BOM sebagai berikut :

4) Klik : View-MPS, kemudian Isi modul MRP – MPS sebagai berikut :

5) Klik : View-Inventory, kemudian isi modul MRP – Inventory sebagai berikut :

DRP 7 - 15
6) Klik : Solve-Explode Material Requirements, dan hasilnya adalah sebagai berikut :
MRP Report for DRP
6/14/05Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6
Item: LDC P LT = 2 SS = 10 LS = 40 UM = Each ABC = Source =
Gross Requirement 0 20 20 20 30 40 50
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
Projected On Hand 50 30 10 30 40 40 30
Projected Net Requirement 0 0 0 20 30 40 50
Planned Order Receipt 0 0 0 40 40 40 40
Planned Order Release 0 40 40 40 40 0 0

6/14/05 Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6


Item: LDC Q LT = 1 SS = 15 LS = 45 UM = Each ABC = Source =
Gross Requirement 0 30 40 40 50 30 60
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
Projected On Hand 40 55 15 20 15 30 15
Projected Net Requirement 0 5 40 40 50 30 60
Planned Order Receipt 0 45 0 45 45 45 45
Planned Order Release 45 0 45 45 45 45 0

6/14/05 Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6


Item: RDC T LT = 0 SS = 10 LS = 70 UM = Each ABC = Source =
Gross Requirement 45 110 165 165 175 145 150
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
Projected On Hand 30 60 35 10 45 40 30
Projected Net Requirement 50 110 165 165 175 145 150
Planned Order Receipt 70 140 140 140 210 140 140
Planned Order Release 70 140 140 140 210 140 140

6/14/05 Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6


Item: RDC G LT = 1 SS = 10 LS = 55 UM = each ABC = Source =
Gross Requirement 0 90 100 100 100 100 90
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
Projected On Hand 200 110 10 20 30 40 60
Projected Net Requirement 0 0 0 100 100 100 90
Planned Order Receipt 0 0 0 110 110 110 110
Planned Order Release 0 0 110 110 110 110 0

6/14/05 Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6


Item: RDC S LT = 1 SS = 25 LS = 50 UM = Each ABC = Source =
Gross Requirement 0 85 85 85 90 90 90
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
Projected On Hand 200 115 30 45 55 65 25
Projected Net Requirement 0 0 0 80 90 90 90
Planned Order Receipt 0 0 0 100 100 100 50
Planned Order Release 0 0 100 100 100 50 0

6/14/05 Overdue Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6


Item: MDC B LT = 0 SS = 40 LS = 80 UM = Each ABC = Source =
Gross Requirement 70 140 350 350 420 300 140
Scheduled Receipt 0 0 0 0 0 0 0
DRP 7 - 16
Projected On Hand 110 50 100 70 50 70 90
Projected Net Requirement 10 140 350 350 420 300 140
Planned Order Receipt 80 80 400 320 400 320 160
Planned Order Release 80 80 400 320 400 320 160

DRP 7 - 17

Anda mungkin juga menyukai