Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Setiap tahun pemerintah pusat maupun pemerintah


daerah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah. Penyusunan anggaran
merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga serta Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di provinsi/kota/kabupaten. Peran DPR/DPRD dalam penyusunan
anggaran menyebabkan penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif dan akuntabel.
            Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana
tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan dan
pengajuan sampai tahap pengesahannya.

B.     Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu :
a.       Mengetahui ketentuan perumusan APBN dan APBD
b.      Mampu menjelaskan proses dan tahap perumusan anggaran
c.       Mampu mengamati dan mengawasi proses perumusan anggaran di lingkungan

BAB II
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA

Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Istilah ini mengacu pada anggaran yang digunakan oleh pemerintah pusat dan bukan termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan juga anggaran BUMN. Penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan banyak pihak,
termasuk semua departemen dan lembaga serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peran DPR dalam penyusunan anggaran
menyebabkan penyusunan anggaran lebih transparan, demokratis, objektif dan akuntabel.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa APBN harus diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang. Dalam hal ini presiden
berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN (RAPBN) kepada DPR. RAPBN tersebut memuat asumsi umum yang
mendasari penyusunan APBN, perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus, pembiayaan defisit serta kebijakan
pemerintah. Selain tu APBN juga memuat perkiraan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran departemen/lembaga,
proyek, data aktual, proyeksi perekonomian, dan informasi terkait lainnya. Semuanya dituangkan dalam Nota Keuangan yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RUU APBN yang disahkan kepada DPR.

A.    Ruang Lingkup APBN


APBN mencakup seluruh penerimaan dan pengeluaran yang ditampung dalam satu rekening yang disebut rekening
Bendaharawan Umum Negara (BUN) di Bank Sentral. Pada dasarnya selurun penerimaan dan pengeluaran harus dimasukkan dalam
rekening tersebut, kecuali pada alasan berikut :
a.       Untuk mengelola pinjaman luar negeri untuk proyek tertentu sebagaimana disyaratkan oleh pemberi pinjaman.
b.      Untuk mengadministrasikan dan mengelola dana-dana tertentu seperti dana cadangan dan dana penjamin deposito.

1
c.       Untuk mengadministrasikan penerimaan dan pengeluaraan lainnya yang dianggap perlu untuk dipisah dari rekening BUN, dimana
suatu penerimaan harus digunakan untuk tujuan tertentu.

B.     Format APBN
Perkiraan-perkiraan di APBN terdiri atas penerimaan, pengeluaran, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan. Selama
tahun anggaran 1969/1970 sampai dengan 1999/2000. APBN menggunakan format T-account. Format ini memiliki kekurangan
karen tidak menjelaskan mengenai pengendalian defisit dan kurang transparan. Mulai tahun anggaran 2000, format APBN diubah
menjadi menggunakan I-account. Tujuan perubahan ke I-account adalah :
a.       Meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN
b.      Mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan dan pengelolaan APBN
c.       Mempermudah analisis komparasi dengan anggaran negara lain
d.      Mempermudah perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.
Adapun perbedaan utama antara T-account dengan I-account adalah:
a.       T-Account
1.      Sisi penerimaan dan pengeluaran dipisahkan ke dalam kolom yang berbeda
2.      Mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis
3.      Tidak menunjukan dengan jelas komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemda.
4.      Pinjaman luar negeri dianggap sebagai penerimaan pembangunan dan pembayaran cicilan utang luar negeri dianggap sebagai
pengeluaran rutin
b.      I-account
1.      Sisi penerimaan dan pengeluaran tidak dipisahkan
2.      Menerapkan anggaran defisit/surplus
3.      Menunjukan dengan jelas jumlah anggaran yang dikelola oleh Pemda.
4.      Pembiyaan luar negeri dan cicilannya dianggap sebagai pembiayaan anggaran

Format APBN pemerintah Republik Indonesia menjadi :


A.    Pendapatan Negara dan Hibah
I.         Penerimaan Dalam Negeri
1.      Penerimaan Perpajakan
                                   i.             Pajak dalam negeri
Pajak Penghasilan
a.       Minyak dan gas
b.      Non minyak dan gas
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Bumi dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Cukai
Pajak lainnya
                                 ii.             Pajak Perdagangan Internasional
Bea Masuk
Pajak Ekspor

2.      Penerimaan bukan pajak


                                   i.             Penerimaan Sumber Daya Alam
a.       Minyak Bumi
b.      Gas Alam
c.       Pertambangan Umum
d.      Kehutanan
e.       Perikanan
                                 ii.             Bagian laba BUMN
PNBP lainnya

2
II.      Hibah

B.     Belanja Negara
I.         Anggaran belanja pemerintah pusat
1.      Pengeluaran rutin
i.        Belanja pegawai
ii.      Belanja barang
iii.    Pembayaran bunga utang
iv.    Utang dalam negeri
v.      Utang luar negeri
vi.    Subsidi
a.       Subsidi BBM
b.      Subsidi non-BBM
vii.  Pengeluaran rutin lainnya

2.      Pengeluaran pembangunan
i.        Pembiayaan pembangunan rupiah
ii.      Pembiayaan proyek

II.      Dana perimbangan
1.      Dana bagi hasil
2.      Dana alokasi umum
3.      Dana alokasi khusus

III.   Dana otonomi khusus dan penyeimbang

C.     Keseimbangan Primer

D.    Surplus / Defisit Anggaran

E.     Pembiayaan
I.         Dalam negeri
1.      Perbankan dalam negeri
2.      Non-perbankan dalam negeri
                                    i.            Privatisasi
                                  ii.            Penjualan aset program restrukturisasi perbankan obligasi negara (netto)
3.      Penerbitan obligasi pemerintah
4.      Pembayaran cicilan pokok hutang / obligasi dalam negeri
II.      Luar negeri
1.      Pinjaman proyek
2.      Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
3.      Pinjaman program dan penundaan cicilan utang

Sejak tahun 2005, sebagai konsekuensi dari reformasi keuangan yang diamanatkan oleh UU No.17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, struktur belanja dalam APBN mengalami perubahan untuk memenuhi kriteria unified budget dengan struktur
sebagai berikut :

Belanja Negara
I.                   Anggaran belanja pemerintah pusat
a.       Belanja pegawai
b.      Belanja barang
c.       Belanja modal

3
d.      Bantuan sosial
II.                Anggaran belanja ke daerah
i.        Dana perimbangan
a.       Dana bagi hasil
b.      Dana alokasi umum
c.       Dana alokasi khusus
ii.      Dana otonomi khusus dan penyesuaian

C.     Siklus anggaran
Secara singkat tahapan dalam proses perencanaan dan penyusunan APBN dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pertama, tahap pendahuluan.
Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain:
a.       meliputi penentuan asumsi dasar APBN
b.      perkiraan penerimaan dan pengeluaran
c.       skala prioritas, dan
d.      penyusunan budget exercise. 
Pada tahapan ini juga diadakan rapat komisi antara masing-masing komisi dengan mitra kerjanya (departemen/lembaga teknis). Tahapan ini
diakhiri dengan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah. 

2.      Kedua, tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN.


Tahapan dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan baik antara
menteri keuangan dan Panitia Anggaran DPR, maupun antara komisi-komisi dengan departemen/lembaga teknis terkait. 
Hasil dari pembahasan ini adalah UU APBN, yang di dalamnya memuat satuan anggaran (dulu satuan 3, sekarang analog dengan anggaran satuan
kerja di departemen dan lembaga) sebagai bagian tak terpisahkan dari undang-undang tersebut. Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang
menetapkan alokasi dana per departemen/lembaga, sektor, subsektor, program dan proyek/kegiatan. 
Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKAKL) kepada Depkeu dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan
diverifikasi sebelum proses pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober sampai Desember.
Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa keputusan presiden (kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan
pembayaran, kepala kantor/pemimpin proyek di masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada
Kantor Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).

3.      Tahap ketiga, pengawasan APBN.


Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah.
Sebelum tahun anggaran berakhir sekitar bulan November, pemerintah dalam hal ini Menkeu membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN), yang paling lambat lima belas bulan setelah
berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan.
Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaan perhitungan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, maka RUU PAN tersebut diajukan ke DPR guna
mendapat pengesahan oleh DPR menjadi UU Perhitungan Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran berkenaan.

BAB III
PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH

A.    PRINSIP PENYUSUNAN APBD


Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1.      APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2.      APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
3.      Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses
informasi seluas-Iuasnya tentang APBD;
4.      Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;

4
5.      APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6.      Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

B.     TEKNIS PENYUSUNAN APBD


Dalam menyusun APBD Tahun Anggaran, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan APBD tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember

Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD


NO URAIAN WAKTU LAMA
Penyusunan RKPD
1 Akhir bulan Mei
Penyampaian KUA dan PPAS oleh Ketua TAPD kepada
kepala daerah Minggu 1bulan Juni 1minggu
2
Penyampaian KUA dan PPAS oleh  kepala daerahkepada
3 DPRD Pertengahan bulan Juni
KUA dan PPAS disepakati antara 6
kepala daerahdan DPRD minggu
4 Akhir bulan Juli
Surat Edarankepala daerah perihal Pedoman RKA-SKPD
5 Awal bulanAgustus 1 Minggu
Awal Agustus sampai dengan
Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD danRKA-PPKD akhir September
6 serta penyusunan Rancangan APBD 7 Minggu
Minggu pertama bulan Oktober
7 Penyampaian Rancangan APBD kepadaDPRD 2 Bulan
Palinglama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran
Pengambilan persetujuan Bersama DPRD dan kepala yang bersangkutan
8 daerah
15 hari kerja (bulan
Desember)
9 Hasil evaluasi Rancangan APBD
Paling Lambat Akhir Desember
Penetapan Perda APBD dan Perkada Penjabaran APBD (31 Desember)
10 sesuai denganhasil evaluasi

2.      Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang
sifatnya kebijakan umum,seperti:
(a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah;
(b) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju inflasi,pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya
terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaranpendapatan daerah untuk tahun
anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya;
(d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah
yang merupakan manifestasi darisinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintahserta strategi pencapaiannya;
(e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi
pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerahserta strategi pencapaiannya.

3.      Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang  dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk
program prioritas dari  SKPD terkait. PPAS juga menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan
program dan kegiataprioritas dalam RKPD.Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah rancangan peraturan

5
daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD
tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD.

4.      Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS, kepala daerah harus
menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang  selanjutnya hasil
pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah denganDPRD pada waktu yang bersamaan,
sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif.

5.      Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD danRKA-PPKD kepada Satuan
Kerja Pengelola KEuangan Daerah (SKPKD)memuat prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator,
tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap
programdan  kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dokumen lainnya sebagaimana lampiran Surat
Edaran dimaksud meliputi KUA,  PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.

6.      RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan
pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan
DPRD), rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.

7.      RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan hibah, belanja tidak langsung terdiri
dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan
belanja tidak terduga, rincian penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

8.      Dalam kolom penjelasan penjabaran APBD diisi lokasi kegiatan untuk kelompok belanja langsung, sedangkan khusus untuk
kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH-DR), Dana Alokasi Khusus, Dana Penyesuaian
dan Otonomi Khusus, Hibah, Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman Daerahserta sumber pendanaan lainnya yang
kegiatannya telah ditentukan,agar mencantumkan sumberpendanaan dalam kolom penjelasan penjabaran APBD.

9.      Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang APBDdisampaikan oleh kepala daerahkepada DPRD paling lambat Minggu I
Oktober2011, sedangkanpembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBDdimaksud belum selesai sampai dengan paling
lambat tanggal 30 Nopember2011, maka kepala daerah harus menyusun rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD untuk
mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi APBD Provinsi dan Gubernur bagi APBD Kabupaten/Kota. Kebijakan
tersebut dilakukan untuk menjaga proses kesinambungan pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
realitas politik di daerah.

Dalam hal kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2012, maka kepala daerah harus
memperhatikan hal-hal sebagaiberikut:
a.       Anggaran belanja daerah dibatasi maksimum sama dengan anggaran belanja daerah dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran
2011.
b.      Belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib untuk terjaminnya
kelangsungan pemenuhan pelayanan dasar masyarakat sesuai dengan kebutuhan Tahun Anggaran 2012.
c.       Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji
dan tunjangan PNSD serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta
belanja bagi hasil pajak dan retribusi daerah yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target pendapatan daerah dari
pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran 2011.

10.  Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir, sedangkan persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah
dimaksud paling lambat1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterimaoleh DPRD,
Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran2011 belum mendapatkan
persetujuan bersama, kepala daerah dapat menetapkan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2011 dengan
peraturan kepala daerah.Terkait denganuraian tersebut di atas, pelaksanaan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012 harus
dilakukan setelah penetapan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDTahun Anggaran 2011dan
persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun

6
Anggaran 2012ditetapkan paling lambat pada akhir bulan September 2012, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai
berikut:
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD

No Uraian Waktu Lama


Penyampaian Rancangan Perubahan KUA dan PPAS
1 kepada DPRD Minggu pertama Agustus
Kesepakatan Perubahan
KUA dan PPAS antara Kepala
2 Daerah dan DPRD Minggu kedua Agustus 7 hari kerja
3 Pedoman Penyusunan RKA-SKPD Perubahan APBD Minggu ketiga Agustus
Penyampaian Raperda APBD
4 berserta lampiran kepada DPRD Minggu kedua September
Akhir September
Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah (3 bulan sebelum tahun anggaran
terhadap Raperda Perubahan berakhir)
5 APBD
Penyampaian kepada Menteri Dalam Negeri/gubernur untuk
6 dievaluasi 3 hari kerja
Keputusan Menteri Dalam Negeri/Gubernurtentang hasil
evaluasi PAPBD Provinsi,
7 Kabupaten/Kota TA 2012 Pertengahan Oktober 15 hari kerja
Pengesahan PerdaPAPBDyang telah dievaluasi dan
8 dianggap sesuai dengan ketentuan Pertengahan Oktober
Penyempurnaan perda sesuai hasil evaluasi apabila dianggap
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang
lebih Minggu ke-III Oktober
9 tinggi 7 hari kerja
Minggu ke-IV Oktober (setelah
pemberitahuan
Untuk penyempurnaan
Pembatalan Perda PAPBD apabila tidak dilakukan sesuai hasil evaluasi)
10 penyempurnaan 7 hari kerja
Minggu ke-I Nopember
11 Pencabutan Raperda PAPBD 7 hari kerja
Pemberitahuan untuk penyampaian rancangan perubahan Minggu ke-III Oktober
DPA-SKPD (setelah P-APBD disahkan)
12 3 hari kerja

11.  Dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012, pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk menganggarkan kegiatan pada
kelompok belanja langsung dan jenis belanja bantuan keuangan yang bersifat khusus kepada kabupaten/kota/desapada kelompok
belanja tidak langsung, apabila dari aspek waktu dan tahapan kegiatan sertabantuan keuangan yang bersifat khusus tersebut tidak
cukup waktu sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2012.

12.  Dalam rangka mengantisipasi pengeluaran untuk keperluan pendanaan keadaan daruratdan keperluan mendesak, pemerintah
daerah harus mencantumkan kriteria belanja untuk keadaan daruratdan keperluan mendesakdalam peraturan daerah tentang
APBD.

13.  Rancangan peraturan daerah tentang APBD, rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah wajib dilakukan evaluasi sesuai
ketentuan Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jo. Pasal 110,
Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174, Pasal 303, dan Pasal 306 Peraturan

7
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah provinsi harus
melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri tentangpermasalahan pemerintah kabupaten/kota yang menetapkan APBD Tahun
Anggaran 2012 tanpa terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh Gubernur dan tindak lanjut atas permasalahan tersebut dalam
rangka penguatan peran Gubernur selaku wakil Pemerintah.

BAB IV
PENUTUP

            Pentingnya perumusan APBN dan APBD bagi suatu negara menyebabkan munculnya gagasan untuk mempelajari bagaimana
tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan adanya makalah mengenai APBN dan APBD ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan APBN dan APBD mulai dari tahap perumusan dan
pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan
penulis dalam perumusan sampai pada tahap pelaksanaan APBN dan APBD.

8
Penyusunan dan penetapan APBN dan
APBD menurut UU No. 17 Tahun 2003
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun
2003 meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka
menengah dalam penyusunan anggaran.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai


instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan
stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara.

Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu
dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses
penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja
negara dan belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan
DPR/DPRD.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran
di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa
sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan
evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem
akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.

Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah


tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan
pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang
bersangkutan.

Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor
publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi
yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi
pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis
kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan
pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta
memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.

9
Sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran belanja pemerintah
dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang
semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam
pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan
penyimpangan anggaran.

Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan


nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undangundang dirasakan tidak realistis dan
semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam
era globalisasi.

Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem


perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang
dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term
Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.

Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan
berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-
undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD,
termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan
kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.

Penyusunan dan penetapan APBN


Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBN (Pasal 11):

(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap


tahun dengan undang- undang.

(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.

(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan


hibah.

Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan pendapatan negara adalah hak


pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas


pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah.

Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja negara adalah kewajiban


pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian


negara/lembaga pemerintahan pusat.
10
Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas
umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja
lain-lain.

Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12):

(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara


dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.

Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.

(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan


untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.

Defisit anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman
dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.

(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan
rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban


antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 13):

(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka


ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.

(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi


makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat
dalampembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,


Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian
negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.

11
Mekanisme penyusunan APBN Pasal 14

(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan
anggarankementerian negara/lembaga tahun berikutnya.

(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun


berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai


dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yangsedang disusun.

(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan
APBN.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri


Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang
APBNtahun berikutnya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan


anggarankementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15):

(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN,


disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.

(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan


undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang
APBN.

Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR


sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan


Undangundang tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja.

12
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Penyusunan dan penetapan APBD


Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):

(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap


tahun dengan Peraturan Daerah.

(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.

(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan
lain-lain pendapatan yang sah.

Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.

(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat


daerah/lembaga teknis daerah.

Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban
dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.

Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):

(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan


kemampuan pendapatan daerah.

Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara.

(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan


untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

13
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah
yang bersangkutan.

(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus


tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.

Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar


generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan
cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):

(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran


berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun
berjalan.

(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah Daerah


dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,


Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas
dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah.

Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):

(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku
pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah tahun berikutnya.

(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan


berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.

(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan


belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.

(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan
kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat


pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan


Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

14
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):

(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD,


disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada
minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.

(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai


dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan
dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD
sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.

(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah


tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan.

(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja.

(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya.

15
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA

1. Pengertian Keuangan Negara

Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam penjelasan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang
digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek,
subjek, proses, dan tujuan. Dari sisi objek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan
kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang
memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah
daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. 

Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan


dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan
danpengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. 

Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum
yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan. 

Dengan demikian, bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam:


a. subbidang pengelolaan fiskal,
b. subbidang pengelolaan moneter, dan
c. subbidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.  

Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai
dari penetapan Arah dan Kebijakan Umum (AKU), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan
APBN, penyusunan anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan
anggaran, pengawasan anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara (PAN)
sampai dengan pengesahan PAN menjadi undang-undang. 

16
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan moneter berkaitan dengan kebijakan dan
pelaksanaan kegiatan sector perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam maupun luar negeri.
Pengelolaan keuangan negara subbidang kekayaan Negara yang dipisahkan berkaitan dengan
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha Milik Negara/Daerah
(BUMN/BUMD) yang orientasinya mencari keuntungan (profit motive). 

Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan negara dapat dibedakan antara: pengertian


keuangan negara dalam arti luas, dan pengertian keuangan negara dalam arti sempit. Pengertian
keuangan negara dalam arti luas pendekatannya adalah dari sisi objek yang cakupannya sangat
luas, dimana keuangan negara mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkanpengertian keuangan
negara dalam arti sempit hanya mencakup pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan
fiskal saja. 

2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional,
terbuka, danbertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalamasas-asas umum,
yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti
asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru
sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan
keuangan negara. Penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagaiberikut.

a.    Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran Negara dibuat secara tahunan yang
harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR).
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak diperkenankan terjadinya
percampuran antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, berarti semua
pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran
bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran
tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan
batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran
hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap pengguna
anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau
kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang
profesional.
g. Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi-
fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.

17
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan
dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan
olehlembaga audit yang independen.
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi
kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan
atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independen. 

Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip


pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang
tentang Keuangan Negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

3. Ruang Lingkup Keuangan Negara


Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan negara;
d. pengeluaran negara;
e. penerimaan daerah;
f. pengeluaran daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;  
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah;
dan
j. kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau
badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementeriannegara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
 
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas dapatdikelompokkan
dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
 
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi, yaitu:
a. Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal. Fungsi pengelolaan kebijakan
ekonomi makro dan fiskal ini meliputi penyusunan  Nota Keuangan dan RAPBN, serta
perkembangan dan perubahannya, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan
ekonomi makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan
perkiraan perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional, penyusunan

18
rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan jangka menengah, penyusunan
statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal, keuangan, dan ekonomi.
b. Fungsi penganggaran. Fungsi ini meliputi penyiapan, perumusan, dan pelaksanaan kebijakan,
serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi di bidang APBN.
c. Fungsi administrasi perpajakan.
d. Fungsi administrasi kepabeanan.
e. Fungsi perbendaharaan.
Fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standard, sistem dan prosedur di bidang
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah
serta akuntansi pemerintah pusat dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,
pengelolaan kas negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam
negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan barang milik/kekayaan negara
(BM/KN), penyelenggaraan akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen
keuangan pemerintah.
f. Fungsi pengawasan keuangan.
 
Sementara itu, bidang moneter meliputi sistem pembayaran, sistem lalu lintas devisa, dan sistem
nilai tukar. Adapun bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan meliputi pengelolaan
perusahaan negara/daerah.

19
2.1.  Pengertian Keuangan Negara
Berdasarkan Pasal 1 angka ( 1 ) UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara )
diatur bahwa, pengertian keuangan Negara adalah “ semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut ”. Pengertian keuangan Negara
dalam pengaturan ini didasarkan pada empat sisi yaitu obyek, subyek, proses, dan tujuan, seperti dikutip
sebagai berikut. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang,
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek
sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki Negara, dan / atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara / Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
Negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruhrangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negarameliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek
sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Pengertian keuangan Negara dalam pengaturan ini terlalu luas, yang hampir meliputi seluruh kegiatan
terkait dengan pengelolaan kekayaan Negara. Keluasan pengertian ini justru dapat mengakibatkan
kekeliruan dalam penerapan hukumnya. Tujuan pembuat undang - undang dalam hal ini adalah agar
Negara dengan mudah dapat mencegah terjadinya kerugian atau penyimpangan uang Negara.
Rumusanpengertian semacam ini merupakan rumusan yang menjaring apa saja yang dapat  dijadikan
uang Negara dan sekaligus menjaring siapa saja yang akan atau berniat merugikan Negara.
Pasal 2 UU Keuangan Negara bahkan menentukan lebih luas dan rinci tentang apa saja yang tercakup
dalam keuangan negara seperti dikutip sebagai berikut :
kekayaan Negara / kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak - hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan Negara / perusahaan daerah.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

2.2. Pengelompokkan Keuangan Negara


Berdasarkan pengertian keuangan negara dengan pendekatan objek, terlihat bahwa hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang diperluas cakupannya, yaitu termasuk kebijakan dan kegiatan
dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian,
bidang pengelolaan keuangan negara dapat dikelompokkan dalam :
Subbidang pengelolaan fiskal.
Subbidang pengelolaan moneter.
Sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

20
Pengelolaan keuangan negara subbidang pengelolaan fiskal meliputi kebijakan dan kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara ( APBN ) mulai dari penetapan
arah dan kebijakan umum ( AKU ), penetapan strategi dan prioritas pengelolaan APBN, penyusunan
anggaran oleh pemerintah, pengesahan anggaran oleh DPR, pelaksanaan anggaran, pengawasan
anggaran, penyusunan perhitungan anggaran negara ( PAN ) sampai dengan pengesahan PAN menjadi
Undang - Undang Pengelolaan Keuangan Negara. Subbidang pengelolaan moneter berkaitan dengan
kebijakan dan pelaksanaan kegiatan sektor perbankan dan lalu lintas moneter baik dalam maupun luar
negeri.
Pengelolaan keuangan negara sub bidang kekayaan negara yang dipisahkan berkaitan dengan kebijakan
dan pelaksanaan kegiatan di sektor Badan Usaha Milik Negara / Daerah ( BUMN / BUMD ) yang
orientasinya mencari keuntungan ( Profit Motive ). Berdasarkan uraian di atas, pengertian keuangan
negara dapat dibedakan antara : pengertian keuangan negara dalam arti luas, dan pengertian keuangan
negara dalam arti sempit.
Pengertian keuangan negara dalam arti luas pendekatannya adalah dari sisi objek yang cakupannya
sangat luas, dimana keuangan negara mencakup kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter
dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan pengertian keuangan negara dalam arti
sempit hanya mencakup pengelolaan keuangan negara sub bidang pengelolaan fiskal saja. Pembahasan
lebih lanjut dalam modul ini dibatasi hanya pada pengertian keuangan negara dalam arti sempit saja
yaitu subbidang pengelolaan fiskal atau secara lebih spesifik pengelolaan anggaran pendapatan dan
belanja negara ( APBN ).

2.3. Asas - asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara


Dalam rangka mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik ( Good Governance ) dalam
penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional,
terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Aturan pokok keuangan negara telah dijabarkan ke dalam asas – asas umum, yang
meliputi : baik asas - asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas
tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas – asas baru sebagai
pencerminan penerapan kaidah - kaidah yang baik (Best Practices ) dalam pengelolaan keuangan
negara.Penjelasan dari masing - masing asas tersebut adalah sebagai berikut :
Asas Tahunan
Memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan yang harus mendapat
persetujuan dari badan legislatif ( DPR ).
Asas Universalitas
Memberikan batasan bahwa tidak diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara
dengan pengeluaran negara.
Asas Kesatuan
Mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, berarti semua pengeluaran harus tercantum
dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam
anggaran adalah jumlah brutonya.

21
Asas Spesialitas
Mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran tertentu / tersendiri dan
diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya
jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh
dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang
telah ditentukan.
Asas Akuntabilitas
Berorientasi pada hasil mengandung makna bahwa setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan
menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung
jawabnya.
Asas Profesionalitas
Mengharuskan pengelolaan keuangan negaraditangani oleh tenaga yang profesional.
Asas Proporsionalitas
Pengalokasian anggaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi - fungsi kementerian / lembaga
sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
Asas Keterbukaan
Dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan,
dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.
Asas Pemeriksaan Keuangan
Oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan
Pemeriksa Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara
objektif dan independen.
Asas - asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip - prinsip
pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas - asas umum tersebut di dalam Undang - Undang Tentang
Keuangan Negara, pelaksanaan undang - undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen
keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.4. Ruang Lingkup Keuangan Negara


Menurut Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003, ruang lingkup keuangan negara
meliputi :
Pengelolaan moneter
Hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter adalah
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah agar ada keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang
yang beredar dengan barang dan jasa yang tersedia di masyarakat.
Pengelolaan fiskal
Pengelolaan fiskal meliputi fungsi - fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro,
penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan
keuangan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan
( pendapatan ) dan pengeluaran ( belanja ) pemerintah.
Pengelolaan Kekayaan negara

22
Khusus untuk proses pengadaan barang kekayaan negara, yang termasuk pengeluaran Negara telah
diatur secara khusus dalam Keputusan Presiden 6 Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang / Jasa Instansi Pemerintah. Di samping itu terdapat pula kekayaan negara yang
dipisahkan ( pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh modalnya / sahamnya dimiliki
oleh negara ). Perusahaan semacam ini biasa disebut Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga - lembaga
Keuangan Negara ( BUMN / BUMD ).

2.5. Pengertian Manajemen Keuangan Negara


Manajemen Keuangan menurut Bambang Riyanto adalah keseluruhan aktivitas perusahaan yang
berhubungan dengan usaha mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal dan syarat-
syarat yang paling menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien
mungkin. Sedangkan definisi lain terkait manajemen keuangan menurut para ahli, yaitu :
Liefman : manajemen keuangan merupakan usaha untuk menyediakan uang dan menggunakan uang
untuk mendapat atau memperoleh aktiva.
Suad Husnan : manajemen keuangan ialah manajemen terhadap fungsi - fungsi keuangan.
James Van Horne : Manajemen Keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan,
pendanaan dan pengelolaan aktiva dengan tujuan menyeluruh.
J. L. Massie : Manajemen keuangan adalah kegiatan operasional bisnis yang bertanggung jawab untuk
memperoleh dan menggunakan dana yang diperlukan untuk sebuah operasi yang efektif dan efisien.
Howard & Upton : Manajemen keuangan adalah penerapan fungsi perencanaan & pengendalian fungsi
keuangan.
JF Bradley : Manajemen keuangan adalah bidang manajemen bisnis yang ditujukan untuk
penggunaanmodel secara bijaksana & seleksi yang seksama dari sumber modal untuk memungkinkan
unit pengeluaran untuk bergerak ke arah mencapai tujuannya.
2.6. Fungsi Manajemen Keuangan Negara
Berikut ini penjelasan singkat tentang fungsi - fungsi yang ada didalam manajemen keuangan :
Perencanaan Keuangan, membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan - kegiatan
lainnya untuk periode tertentu.
Penganggaran Keuangan, tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran
dan pemasukan.
Pengelolaan Keuangan, menggunakan dana perusahaan untuk memaksimalkan dana yang ada dengan
berbagai cara.
Pencarian Keuangan, mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan
perusahaan.
Penyimpanan Keuangan, mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dan mengamankan dana
tersebut.
Pengendalian Keuangan, melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada
perusahaan.
Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas keuangan perusahaan yang ada agar tidak terjadi
penyimpangan.
Pelaporan keuangan, penyediaan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan sekaligus sebagai
bahan evaluasi.

23
2.7. Paradigma Baru dalam Manajemen Keuangan Negara
Mulai tahun 2000 Pemerintah telah merubah struktur dan format APBN dari format T - account menjadi I
- account. Format APBN yang lama menggunakan T - account yaitu seperti huruf T. Pada sisi kiri
dicantumkan rincian penerimaan negara, baik penerimaan dalam negeri maupun penerimaan
pembangunan (yang berasal dari pinjaman luar negeri). Pada sisi kanan dicantumkan pengeluaran
negara, yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Dengan format ini jumlah
penerimaan negara selalu sama besarnya dengan jumlah pengeluaran negara karena pinjaman luar
negeri dimasukkan dalam pos penerimaan pembangunan. Format APBN yang baru disusun menurut I -
account, yaitu seperti huruf I. Adapun yang menjadi tujuan dari perubahan tersebut antara lain adalah :
Untuk meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN.
Untuk mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam
pelaksanaan dan pengelolaan APBN.
Untuk mempermudah analisis komparasi ( perbandingan ) dengan budget
negara lain.
Mempermudah perhitungan dana perimbangan, baik dana bagi hasil
penerimaan maupun dana alokasi umum.
Untuk mengembalikan komponen penerimaan migas dan penerimaan lainnya
selain pajak kepada pos penerimaan bukan pajak.
Untuk menampung komponen peneriman berupa :
a.       Hasil divestasi saham Pemerintah pada BUMN ( privatiasi )
b.      Hasil penjualan kekayaan perbankan ( Asset Recover )
c.       Penjualan obligasi Pemerintah di dalam negeri.
Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan sampai saat ini perlu
diadakan penyempurnaan terutama dalam mengatasi kelemahan seperti kurangnya keterkaitan antara
perencanaan nasional, penganggaran, dan pelaksanaannya, kemudian kelemahan dalam pelaksanaan
pengganggaran yang menggunakan line - item budget ( penyusunan anggaran yang didasarkan kepada
dan dari mana dana berasal / pos - pos penerimaan dan untuk apa dana tersebut digunakan / pos - pos
pengeluaran ), aspek perubahan anggaran yang lebih bersifat perubahan pada sejumlah dana tertentu
yang ditambahkan secara incremental atas anggaran sebelumnya, adanya pemisahan anggaran
pembangunan dan anggaran rutin, serta klasifikasi anggaran yang belum terbagi berdasarkan fungsi.
Untuk itu dalam Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, terdapat berbagai
perubahan mendasar dalam tiga hal yang meliputi :
1.       Pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah ( Medium Term Expenditure
Framework)
KPJM merupakan pendekatan penganggaranberdasarkan kebijakan yang dilakukan dalam perspektif
waktu lebih dari satu tahun anggaran dengan mempertimbangkan implikasi biaya pada tahun berikutnya
yang dinyatakan sebagai prakiraan maju ( Forward Estimate ). Sedangkan prakiraan maju merupakan
perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan
guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui danmenjadi dasar
penyusunan anggaran berikutnya.
2.       Penerapan penganggaran secara terpadu ( Unified Budget )

24
 Pendekatan penganggaran terpadu merupakan pendekatan penganggaran yang mengintegrasikan
seluruh proses perencanaan dan penganggaran ke dalam satu proses. Sebelumnya, penganggaran untuk
belanja rutin dan pembangunan dilakukan secara terpisah dengan menggunakan dua dokumen yang
terpisah pula yaitu DIP dan DIK. Melalui pendekatan anggaran terpadu, proses perencanaan dan
penganggaran serta dokumen penganggarannya telah disatukan. Selain itu, klasifikasi belanja rutin dan
pembangunan telah ditiadakan dan dilebur menjadi belanja pemerintah pusat.
3.       Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (Performance Budget )
Anggaran Berbasis Kinerja ( Performance Based Budgeting ) adalah model pendekatan penganggaran
yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input ) dengan keluaran dalam
bentuk output danoutcome yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut. Input ( masukan ) adalah besaran sumber - sumber daya dalam bentuk : dana, SDM, material /
bahan, waktu dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau
kegiatan. Output ( keluaran ) menunjukkan produk ( berupa barang atau jasa) yang dihasilkan dari
program atau kegiatan sesuai dengan input yang digunakan. Sedangkan outcomes ( hasil ) menunjukkan
berfungsinya output.
Pada tangal 14 Januari 2004, telah disahkan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas disahkannya
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003. Menurut Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut,
yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Seiring dengan konsepsi di atas, pelaksanaan anggaran dilakukan melalui pembagian tugas antara
Menteri Keuangan selaku pemegang kewenangan kebendaharaan dengan menteri negara / lembaga
selaku pemegang kewenangan adminitratif.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dijelaskan bahwa kewenangan
administratif yang dimiliki menteri negara / lembaga mencakup kewenangan untuk melakukan perikatan
atau tindakan lain yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, kewenangan
melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada menteri negara / lembaga
sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih
penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Sedangkan dalam upaya melaksanakan
kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan merupakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai
kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus sebagai manager keuangan.

2. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan
dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal
dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian Negara/lembaga
yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara
setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational Officer (COO)

25
4. Penyusunan dan penetapan APBN dan APBD

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan
ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan mengenai penyusunan
dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi
penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran
jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta
Badan Pengelola Dana Masyarakat.

Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur
ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga
infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan
bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan
fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan
adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.
Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam
hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan
badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan
negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
6. Pelaksanaan APBN dan APBD

Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang – undang, pelaksanaanya dituangkan lebih lanjut
dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan
anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih
banyak menyangkut hubungan administratif antar kementrian negara/lembaga di lingkungan
pemerintah.
7. Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip
– prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima
secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab
atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah

26
tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini
diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan
unit organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan
penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang
APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa
barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan
uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan
yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para
pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.

K euangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta

segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.[1]

Definisi keuangan negara sebagaimana tersebut di atas berasal dari bunyi Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, pendekatan yang digunakan dalam merumuskan
keuangan negara sebenarnya berasal dari subjek, objek, proses, dan tujuan, sebagaimana diuraikan
berikut ini:[2]

 Dari sisi objek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter,
dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
 Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimana
tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
 Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
 Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Keuangan Negara Indonesia
Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, pengelolaan keuangan negara diwujudkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 23C disebutkan bahwa hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-
undang.
27
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, saat ini Indonesia telah memiliki Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang menggantikan banyak
ketentuan peninggalan jaman kolonial Belanda yang sebelumnya berlaku, yakni:

 Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW Staatsblad Tahun 1925 Nomor
448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan
terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan
mulai berlaku pada tahun 1867;
 Indische Bedrijvenwet (IBW) Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 jo. Staatsblad Tahun 1936
Nomor 445; dan
 Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Staatsblad Tahun 1933 Nomor 381
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-
asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan
APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah
daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan
perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat,
serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
dan APBD.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di
lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di
lingkungan pemerintahan secara internasional.

Ketentuan Umum
Ruang Lingkup
Keuangan negara meliputi:

1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;

28
7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Yang dimaksud dengan “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah” meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan
pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan
negara/daerah.

Prinsip
Prinsip-prinsip Keuangan Negara adalah sebagai berikut:

1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Jelasnya, setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan
kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.
2. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan
dengan undang-undang.
3. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
4. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
5. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
6. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
7. Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
8. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk dana cadangan atau
penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari
DPR/DPRD.
Fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi yang dimiliki oleh
APBN/APBD mengandung arti sebagai berikut:

29
 Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
 Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
 Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
 Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
 Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Tahun Anggaran dan Mata Uang
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.

Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang
Rupiah. Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan
sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara di Tangan Presiden
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara dimaksud meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus:

 Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan
prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
 Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden:

 dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.

30
 dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
 diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
 tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Yang dimaksud dengan lembaga dalam frase “kementerian negara/lembaga” adalah lembaga negara dan
lembaga pemerintah nonkementerian negara. Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud dengan
pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan lembaga yang
bersangkutan.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam
rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara dimaksud setiap tahun
disusun APBN dan APBD.

Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga


Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut:

 menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;


 menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
 melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
 melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas
Negara;
 mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya;
 mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya;
 menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya;
 melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-
undang.
Yang dimaksud dengan piutang dan utang negara adalah sebagai berikut:

 Yang dimaksud dengan piutang adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan
pajak yang pemungutannya menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
 Yang dimaksud dengan utang adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka
pengadaan barang dan jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian

31
negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul
berdasarkan undang-undang/keputusan pengadilan.
Adapun penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah dalam rangka akuntabilitas dan
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas
penggunaan anggaran.

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah


Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah:

 dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola
APBD;
 dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah.
Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas
sebagai berikut :

 menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;


 menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
 melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
 melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
 menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai
tugas sebagai berikut:

 menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;


 menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
 melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
 melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
 mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya;
 mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
 menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya.
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah dalam rangka akuntabilitas dan
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas
penggunaan anggaran.

32
Penyusunan dan Penetapan APBN
Pengertian APBN
 APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan
Undang-Undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
 Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
 Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci
menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan penjelasan sebagai berikut:
 Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian
negara/lembaga pemerintahan pusat.
 Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
 Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja
lain-lain.
Penyusunan APBN
 APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan
kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan
agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
 Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja
Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
 Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3%
dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
 Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana
penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan surplus anggaran perlu
mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan
untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal
 Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan
Mei tahun berjalan. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.

33
 Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat
bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
 Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
(RKA-K/L) tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran disertai dengan prakiraan
belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan
anggaran disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN.
 Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah. Saat artikel ini terakhir disunting, Peraturan
Pemerintah yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010.
Pembentukan Undang-Undang APBN
 Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota
keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan
Agustus tahun sebelumnya. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai
dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan
Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
 Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang
tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR
sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
 APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang
sebagaimana dimaksud, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan Penetapan APBD
Pengertian APBD
APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan
Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan
daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.

Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan penjelasan sebagai berikut:

34
 Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga teknis daerah.
 Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
 Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Penyusunan APBD
 APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Artinya, dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional
tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
 Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja
Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
 Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal
3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60%
dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
 Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Kebijakan Umum APBD
Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-
lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan. DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh
Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan
kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan
bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah


 Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna
anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) tahun
berikutnya. RKA-SKPD disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
 RKA-SKPD disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sudah disusun. RKA-SKPD disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
tahun berikutnya.
35
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA-SKPD diatur dengan Peraturan Daerah.
Pembentukan Peraturan Daerah Tentang APBD
 Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai
dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
 DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Perubahan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit
anggaran.
 Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
 APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja.
 Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud, untuk
membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah,
serta Pemerintah/Lembaga Asing
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan
moneter.

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


 Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan
undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Saat artikel ini terakhir disunting, undang-
undang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004.
 Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau
sebaliknya. Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap
perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
 Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dilakukan setelah mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
 Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain
dengan persetujuan DPRD.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah/Lembaga Asing
Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman dari
pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.

36
Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dapat diteruspinjamkan
kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan Negara/Perusahaan Daerah. Pemerintah wajib menyampaikan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah
ditandatangani.

Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah,


Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Pinjaman, Hibah, dan Penyertaan Modal
 Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah. Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
 Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana
dimaksud terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
 Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
 Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah
mendapat persetujuan DPR. Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi
perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
 Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat
memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah
mendapat persetujuan DPR.
Pembinaan dan Pengawasan kepada Badan Pengelola Dana Masyarakat
 Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat. Yang dimaksud dengan badan pengelola
dana masyarakat di sini tidak termasuk perusahaan jasa keuangan yang telah diatur dalam aturan
tersendiri.
 Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah. Artinya, badan pengelola dana masyarakat harus
mengelola dana masyarakat secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden. Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan
lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.

37
Pelaksanaan APBN
 Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6
bulan berikutnya. Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya
pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan
Pemerintah Pusat.
 Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR
dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran
yang bersangkutan, apabila terjadi:
 perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam
APBN;
 perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
 keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
 keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan
untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
 Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran tersebut termasuk belanja untuk keperluan mendesak
yang kriterianya ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN yang bersangkutan.
 Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun
anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pelaksanaan APBD
 Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk
6 bulan berikutnya. Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya
pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan
Pemerintah Daerah.
 Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama
DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun
anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
 perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
 keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
 keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan
untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
 Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk
38
keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang
bersangkutan.
 Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun
anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Ketentuan Lebih Lanjut
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD
ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara (terakhir Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004.

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD


Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
 Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari
Pemerintah Pusat.
 Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
negara dan badan lainnya. Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan
belanja, juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
 Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2
bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah.
 Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan
daerah. Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga
menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Artikel utama untuk bagian ini adalah:  Standar Akuntansi Pemerintahan
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP disusun oleh suatu komite standar yang
independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Apabila dalam waktu 2 bulan tidak memberikan pertimbangan yang diminta, Badan Pemeriksa Keuangan
dianggap menyetujui sepenuhnya SAP yang diajukan oleh Pemerintah.
39
Ketentuan Lebih Lanjut
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur dalam undang-undang
tersendiri. Saat artikel ini terakhir disunting, undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004.

Ketentuan Pidana, Sanksi Administratif, dan Ganti Rugi


Pidana dan Sanksi Administratif
 Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD
diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kebijakan yang
dimaksud tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan pelaksanaan fungsi dan program
kementerian negara/lembaga/pemerintahan daerah yang bersangkutan.
 Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang
tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai
dengan ketentuan undang-undang.
 Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai
negeri serta pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang ini.
Ganti Rugi
 Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara
diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
 Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang
atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
 Setiap bendahara sebagaimana dimaksud bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
 Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai
perbendaharaan negara. Saat artikel ini terakhir disunting, undang-undang mengenai perbendaharaan
negara yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
Reformasi Pengelolaan Keuangan Negara dan Tiga Pilar Penganggaran di
Indonesia
Latar Belakang Adanya Reformasi di Bidang Pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia

Sebelum terjadi reformasi, penerapan akuntansi pada pemerintah masih menerapkan pembukuan
tunggal yang mana dalam pencatatan ini hanya dilakukan satu kali, akibatnya pemerintah tidak
memiliki catatan tentang utang dan piutang negara, apalagi aktiva tetap negara dan ekuitas yang
dimiliki. Akibatnya pemerintah tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk
laporan keuangan yang umum dikenal guna menggambarkan kondisi keuanga pemerintah. Selain
itu basis akuntansi yang digunakan masih berbasis kas.
40
Berdasarkan hal tersebut pemerintah merasa perlu untuk berubah dalam mempertanggung
jawabankan semua pelayanannya, apalagi dalam sistem pemerintahan dikenal sebutan
Kedaulatan Rakyat atau Demokrasi. Maka pada tahun 1998 munculah keinginan untuk
melakukan reformasi untuk mengembalikan kedudukan dan peranan sektor publik.
Pemerintah melakukan perombakan peraturan keuangan negara dengan mengganti seluruh
peraturan yang lama dan pada tahun tersebut bersama dengan DPR mengeluarkan satu paket
peraturan perundang-undangan bidang keuangan yang terdiri dari :
1.      UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara.
2.      UU No. 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
3.      UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.

Dalam anggaran pemerintah terdapat  konsep penganggaran pemerintah, di Indonesia
dikenaltiga pendeketan system penganggaran (3 pilar penganggaran).

Tiga pendekatan sistem penganggaran :


a.     Pengaanggaran Terpadu
Penganggaran terpadu mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-K/L dengan klasifikasi menurut organisasi,
fungsi, kegiatan, dan jenis belanja. 
Tujuan Penganggaran Terpadu:
           Tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana K/L
           Mewujudkan satker sebagai satu-satunya entitas akuntansi
           Adanya akun standar, sehingga duplikasi dapat dihindari

b.    Penganggaran Berbasis Kinerja


Penganggaran berbasis kinerja merupakan sebuah pendekatan dalam sistem penganggaran
yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan,
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.  Ciri utama penganggaran
berbasis kinerja adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara
pendanaan (input), keluaran (output), dan hasil yang diharapkan (outcomes) sehingga dapat
memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan.  Penerapan
penganggaran berbasis kinerja diharapkan diharapkan dapat memberikan informasi kinerja atas
pelaksanaan suatu program/kegiatan pada suatu Kementerian/Lembaga serta dampak atau
hasilnya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas.

c.     Pendekatan Pengeluaran Jangka Menengah


Dasar pendekatan ini adalah KEBIJAKAN, yang berimplikasi pada anggaran selama lebih dari 1
tahun anggaran. Maka, pemerintah akan membuat prakiraan maju anggaran sampai 3 tahun ke
depan. Prakiraan itu akan menjadi baseline yang akan menjadi patokan awal penyusunan
anggaran tahun bersangkutan. Nah, setiap akan memasuki tahun tertentu, maka wajiblah
dilakukan penyesuaian base line. Hal ini wajar mengingat fluktuasi kondisi ekonomi dan non-
ekonomi yang terjadi di negara kita. 

Tujuan dan Manfaat Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan Penganggaran Berbasis
Kinerja

Tujuan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah :


         Untuk mencapai keberlangsungan fiskal.
         Sebagai wahana untuk mengubah kebijakan, program dan kegiatan dari waktu,
mengalokasikan sumber daya dan menertapkan dengan lebih baik proiritas dan sasaran penting
pemerintah.

Manfaat Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah :


         Meningkatnya kepastian dan otonomi untuk pengelolaan anggaran dan dengan demikian
meningkatkan kinerja Kementerian/Sektoral.
41
         Meningkatkan kinerja, efisiensi dan efektivitas pemerintah dari waktu ke waktu.

Tujuan Penganggaran Berbasis Kinerja :


         Agar institusi pemerintah bertanggung jawab atas pemberian layanan dan jasa tertentu
(outputs) guna mencapai tujuan yang disepakati (outcomes) dan tidak hanya terfokus pada Dana
Alokasi Kas yang masuk (input).
         Memastikan tanggung  jawab, akuntabilitas dan transparasnsi dalam alikasi dan utilisasi
sumber daya.

Manfaat Penganggaran Berbasis Kinerja :


         Alat pengukur hasil dari penggunaan anggaran.
         Mendorong pemimpin berakuntabilitas yang transparan dan objektif kepada publik.
         Meningkatkan efisiensi dan efektifitas layanan jasa publik

42
Perencanaan dan Penganggaran 

Periode : JANUARI – JULI

Merupakan tahap Penyiapan konsep pokok-pokok kebijakan fiskal dan ekonomi makro. Asumsi dasar
ekonomi makro yang akan digunakan sebagai acuan penyusunan kapasitas fiskal oleh Pemerintah
disiapkan oleh Pemerintah, BPS dan Bank Indonesia. Kegiatan perencanaan kegiatan dan anggaran
dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL). RKP/RKAKL mencerminkan prioritas
pembangunan yang telah ditetapkan oleh Presiden dan mendapat persetujuan DPR. Setelah melalui
pembahasan antara K/L selaku chief of operation officer (COO) dengan Menteri Keuangan selaku chief
financial officer (CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan Rancangan Undang - Undang APBN yang
bersama Nota Keuangan kemudian disampaikan kepada DPR. Penyusunan rencana kerja mengacu
kepada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk selanjutnya, petunjuk teknis
penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun melalui Keputusan Menteri Keuangan. Reformasi di bidang
penyusunan anggaran juga diamanatkan dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran.
Perubahan mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan
prospektif jangka menengah (medium term expenditure framework), penerapan penganggaran secara
terpadu (unified budget), dan penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget).
Dengan menggunakan pendekatan penyusunan anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan
anggaran diharapkan akan semakin menjamin peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan
penganggaran (planning and budgeting)
Pembahasan APBN

Periode : AGUSTUS – OKTOBER

Kegiatan pembahasan antara Kementerian/Lembaga (K/L) selaku Chief Of Operation Officer (COO)
dengan Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan
Rancangan Undang-Undang APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya dilakukan pembahasan RUU APBN
antara pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD. Pembahasan RAPBN antara
Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran yang
direncanakan beserta nota keuangannya. Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN 2014, Presiden
dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI. Dalam
pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR
mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi,
subfungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-
undang tentang APBN yang diajukan pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya

43
Penetapan APBN

Periode : AKHIR OKTOBER

Setelah mempelajari Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh Presiden, masing-masing
Fraksi memberikan pemandangan umum atas RUU APBN beserta Nota Keuangannya. Pemandangan
umum Fraksi-fraksi ini meliputi pendapat dan tanggapan masing-masing Fraksi atas asumsi dasar
ekonomi makro, target pendapatan serta rencana kebijakannya, alokasi belanja termasuk belanja subsidi
dan anggaran pendidikan serta pembiayaan serta rencana kebijakannya. Pemandangan umum ini
disampaikan dalam rapat paripurna pada pekan ke empat Agustus. APBN yang telah ditetapkan dengan
undang-undang, rincian pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang
Rincian APBN. Selanjutnya, Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar
menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian negara/lembaga.
Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan
Presiden tentang Rincian APBN. Dokumen pelaksanaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program, dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satker, serta pendapatan yang diperkirakan
Pelaksanaan APBN

Periode : JANUARI 

Pelaksanaan anggaran diawali dengan disahkannya dokumen pelaksanaan anggaran oleh Menteri
Keuangan. Dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Gubernur, Direktur Jenderal Anggaran,
Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait,
Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa Pengguna Anggaran. Dokumen tersebut
merupakan acuan dan dasar hukum pelaksanaan APBN yang dilakukan oleh Ke,emterian/Lembaga dan
Bendahara Umum Negara. Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan anggaran adalah Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA. Sedangkan dokumen
pembayaran antara lain terdiri dari Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar
(SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Pasal 17 Undang-Undang Perbendaharaan Negara
menyatakan bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan yang
tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan dan berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, pedoman
dalam rangka pelaksanaan anggaran diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.
Pelaporan dan Pencatatan APBN

Periode : SEPANJANG TAHUN ANGGARAN 

Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan
dan pencatatan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga menghasilkan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan

44
Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Laporan Keuangan kementerian
negara/lembaga yang disusun oleh menteri/pimpinan lembaga disampaikan kepada Menteri Keuangan
selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan
menyusun rekapitulasi laporan keuangan seluruh instansi kementerian negara. Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara juga menyusun Laporan Arus Kas. Semua laporan keuangan tersebut disusun
oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat
disampaikan kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden
menyampaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK paling lambat tiga bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah harus diselesaikan selambat-lambatnya dua
bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima oleh BPK dari Pemerintah. Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan
Rancangan Undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, serta
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Mengenai bentuk dan isi
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah. 

45
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PERENCANAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui
urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan
pemerintah meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
adalah dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh). Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) adalah dokumen perencanaan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. RPJM disusun dengan
berpedoman pada RPJP. Sedangkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan
untuk periode 1 (satu) tahun. Penuyusunan RKP harus berpedoman pada RPJM.

RPJP untuk tingkat nasional disebut RPJP Nasional dan untuk tingkat daerah disebut RPJP
Daerah (RPJPD). Penyusunan RPJP Nasional mengacu pada visi misi pembangunan nasional jangka
panjang. Penyusunan RPJP Daerah mengacu pada RPJP Nasional yang sudah ditetapkan. RPJM untuk
tingkat nasional disebut RPJM Nasional dan RPJM tingkat daerah disebut RPJM Daerah (RPJMD).
Penyusunan RPJM Nasional berpedoman pada RPJP Nasional. Penyusunan RPJM Daerah berpedoman
pada RPJP Daerah dengan memeperhatikan RPJM Nasional. RKP untuk tingkat nasional disebut RKP
Nasional dan untuk tingkat daerah disebut RKP Daerah (RKPD). Penyusunan RKP Nasional berpedoman
pada RPJM Nasional. Penyusunan RKPD berpedoman pada RPJM Daerah dengan memperhatikan RKP
Nasional.

46
 

2.2. PENYUSUNAN ANGGARAN PEMERINTAH

Penyusunan anggaran pemerintah mengacu pada rencana strategi (renstra) dan rencana kerja
(renja). Rencana strategis adalah dokumen perencanaan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi,
program dan kegiatan pemerintah dalam jangka waktu lima tahun. Renstra ini ditetapkan dengan
berpedoman pada RPJMD. Sedangkan renja adalah dokumen perencanaan pemerintah yang memuat
rencana kerja untuk periode 1 (satu) tahun. Renja ditetapkan dengan mengacu pada RKP. Berdasarkan
renstra dan renja tersebut disusun anggaran pemerintah, tingkat anggaran nasional disebut APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional) dan tingkat daerah disebut APBD (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah). Dengan pola penyusunan anggaran yang harus berpedoman pada renstra di harapkan
program kerja dan anggaran tidak sekedar berorientasi satu tahun tetapi juga mengacu pada rencana
pembangunan jangka menengah. Untuk lebih menjamin peningkatan keterkaitan antara proses

47
perencanaan dan penganggaran tersebut, aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan
perspektif jangka menengah (medium expenditure framework/MTEF), penerapan penganggaran secara
terpadu (unified budget) dan penganggaran berdasarkan kinerja (performance based budgeting) harus
ditetapkan dengan baik.

Dokumen penyusunan anggaran pemerintah dalam tahap-tahap penyusunan APBN/APBD antara


lain :

1.      RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)

Merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu satuan kerja
pemerintah dan sebagai penjabaran dari rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja pemerintah
(renja) yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk
melaksankannya.

2.      RAPBN/RAPBN (Rancangan Pendapatan dan Belanja Nasional/Rancangan Pendapatan dan Belanja


Daerah)

Merupakan rencana anggaran yang harus dibahas oleh tim anggaran dan legislatif sebelum
diratifikasi/disahkan menjadi APBN/APBD.

3.      APBN/APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

Merupakan RAPBN/RAPBD yang telah disetujui oleh legislatif memuat rencana pendapatan, belanja, dan
pembiayaan pemerintah selama satu tahun.

48
2.3 PENGERTIAN APBN DAN APBD

2.3.1. Pengertian APBN Menurut Beberapa Ahli

1.                  Menurut John F. Due adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran dan penerimaan negara
yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan atau yang akan datang, serta data dari
pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu.

49
2.                  Menurut M. Suparmoko, Pengertian APBN ialah suatu daftar atau pernyataan yang terinci tentang
penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam satu
tahun.

3.                  Nurjaman Arsyad mengatakan bahwa Pengertian APBN yaitu rencana kerja pemerintah yang akan
dilakukan dalam satu tahun yang dituangkan dalam angka-angka.

4.                  Pengertian  APBN menurut Revrisond Baswir merupakan rencana keuangan yang mencerminkan pilihan
kebijakan untuk satu periode di masa yang akan datang.

2.3.2. Pengertian APBD Menurut Beberapa Ahli

1.      Menurut Achmad Fauzi, Pengertian APBD adalah program pemerintah daerah yang akan dilaksanakan
dalam satu tahun mendatang, yang diwujudkan dalam satu bentuk uang.

2.      Menurut Alteng Syafruddin, Pengertian APBD ialah rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah
untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama
tahun kerja tersebut.

3.      R.A. Chalit mengemukakan bahwa Pengertian APBD merupakan suatu bentuk konkrit rencana kerja
keuangan daerah yang komprenhensif yang mengkaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah
yang dinyatakan dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang direncanakan dalam jangka waktu
tertentu dalam satu tahun anggaran.

4.      Menurut M. Suparmoko, Pengertian APBD ialah anggaran yang memuat daftar pernyataan rinci tentang
jenis dan jumlah penerimaan, jenis dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu
satu tahun tertentu.

5.      APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Permendagri No.13 Tahun 2006).

2.3.3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah daftar yang memuat rincian
penerimaan negara selama satu tahun yang ditetapkan dengan undang-undang untuk masa satu tahun,

50
mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (disebut tahun fiskal). APBN terdiri atas
anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan
pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Pendapatan negara adalah hak pemerintahan pusat yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja negara ini dipergunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah.

Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara
menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian negara/lembaga pemerintahan pusat. Rincian
belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Sedangkan rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat
ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah negara dan kemampuan
dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penyusunan
Rancangan APBN berpedoman kepada rencana Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Undang-Undang tentang APBN. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus,
pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Penggunaan surplu anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi
sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan,  dan
peningkatan jaminan sosial.

2.3.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah daftar yang memuat rincian
penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun yang ditetapkan dengan peraturan
deaerah (Perda) untuk masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBD
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan pendapatan yang sah lainnya. Pendapatan daerah
51
merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Belanja daerah
dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Belanja daerah merupakan kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga
teknis daerah. Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Rincian belanja daerah menurut jenis
belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, dan bantuan sosial.

APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan


pendapatan daerah. Dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak
melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Penyusunan Rancangan APBD
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan tercapainya
tujuan bernegara.

Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup
defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus,
ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus
anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga penggunaannya
diutamakan untuk pengurangan utang, pembentuan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.

2.4. SISTEM APBN

Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara terdiri dari :

2.4.1. Pendapatan Negara

Pendapatan negara, terdiri dari :

a.       Penerimaan Pajak, yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi
dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tananh dan Bangunan (BPHTB), Cukai, serta pajak
perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor).

52
b.      Penerimaan Bukan Pajak, yang meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan
penerimaan bukan pajak lainnya. Hibah, merupakan penerimaan Negara yang berasal dari bantuan.

2.4.2. Belanja Negara

Belanja negara, terdiri dari :

a.       Belanja Pemerintah Pusat

Belanja Pemerintah Pusat adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan
Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas
pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, pembiayaan bunga utang, subsidi BBM dan subsidi non BBM, belanja hibah, belanja sosial
(termasuk penanggulangan bencana), dan belanja lainnya.

b.      Belanja Daerah

Belanja daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah untuk kemudian masuk dalam
pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi : dana bagi hasil, dana alokasi
umum, dana alokasi khusus, dan dana otonomi khusus.

2.4.3. Pembiayaan

Pembiayaan meliputi :

a.       Pembiayaan dalam negeri, yang meliputi : Pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang negara (SUN),
serta penyertaan modal negara.

b.      Pembiayaan luar negeri, yang meliputi :

1.      Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek.

53
2.      Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, yang terdiri atas jatuh tempo dan moratorium.

2.5. SISTEMATIKA APBD

Penyelenggaraan pemerintah daerah tidak lepas dari adanya penggunaan dan pemanfaatan
anggaran serta pendapatan daerah. Dan setiap tahun juga selalu saja pemerintah daerah mempersiapkan
perencanaan anggaran atau yang sering disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Apa
yang dimaksud anggaran pendapatan dan belanja daerah tersebut. Berikut sedikit penjelasan terkait hal
diatas untuk menambah pengetahuan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran


Pendapatan dan Belanja Daerah yang biasa disingkat dengan APBD adalah suatu rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Baca juga : Cara
Pengisian LHKASN

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir
tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas
Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. Struktur APBD terdiri dari :

1.      Anggaran pendapatan, terdiri atas

a.       Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah, dan penerimaan lain-lain

b.      Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus

c.       Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2.      Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

54
3.      Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah
bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Baca juga : Tata Cara Reviu Laporan
Kinerja

Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
tercapai untuk setiap sumber pendapatan.

Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan
dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.
Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

2.6. PROSES PENYUSUNAN APBN

1.      Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiksal dan kerangkak ekonomi makro tahun
anggaran berikutnya kepada dewan perwakilan rakyat.

2.      Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiksal, Pemerintah Pusat bersama
Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementrian/lembaga dalam penyusunan anggaran

55
3.      Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggarna kementrian negara/lembaga tahun
berikutnya.

4.      Rencana kerja dan anggaran (RKA) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dan disertai
dengan prakiraan belanja

5.      RKA disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN

6.      Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada menteri keuangan sebagai bahan
penyusun rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

7.      Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukung kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

8.      Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN,dialkukan sesuai dengan UU yang mengatur


susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat

9.      DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
Rancangan UU tentang APBN, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan difisit anggaran.

10. APBN yang disetujui oleh DPR terinci samapi dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja. Apabila DPR tidak menyetujui, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tinginya
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

2.7. PROSES PENYUSUNAN APBD

1.      Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.

2.      Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama
DPRD membahas prioritas dan plafom anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah.

56
3.      Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.

4.      Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan
berdasarkan prestasi kerja  yang akan dicapai dan prakiraan belanja.

5.      Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.

6.      Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah
sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

7.      Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

8.      Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang
mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

9.      DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit
anggaran.

10. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai
keperluan setiap bulan, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

2.8. PELAKSANAAN APBN

Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden. Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada DPR selambat-
lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan
Pemerintah Pusat.

57
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR
dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang
bersangkutan. Penyesuaian APBN (rebudgeting ) dilaksanakan jika terjadi :

1.      Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;

2.      Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

3.      Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antar kegiatan,
dan antarjenis belanja;

4.      Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran yang berjalan.

Dalam keadaan darurat pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang perubahan
APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk mendapatkan persetujuan DPR
seblum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

2.9. PELAKSANAAN APBD

Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut


dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota. Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester
Pertama.APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada
DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama
antara DPRD dan Pemerintah Daerah.

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan, keadaan dibahas bersama DPRD
dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran
yang bersangkutan.Penyesuaian APBD (rebudgeting) dilakukan jika terjadi:

1.      Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

2.      Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunitorganisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja.

58
3.      Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran yang berjalan.

Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia
anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan perubahan untuk nmendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

2.10. PERTANGGUNGJAWABAN APBN DAN APBD

Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan


APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6(enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan tersebut meliputi
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.

            Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan keuangan tersebut meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.

Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen
dan ditetapkan dengan Peraturan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa
Keuangan.

Sesuai dengan pasal 30 UU nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan ketentuan dalam
Undang-Undang APBN tahun anggaran bersangkutan, Presiden berkewajiban untuk menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan.

Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan kepada DPR tidaklah sama dari suatu tahun
anggaran dibandingkan dengan tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004 batas waktu

59
penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai tahun anggaran 2005 batas waktunya diperpendek
menjadi 6 bulan.

Pemeriksaan atas Laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban keuangan dari Pemerintah atas
pelaksanaan APBN, selain yang disebut di atas, diatur juga dalam pasal 23 ayat 5 UUD’45, pasal 55 ayat 1
Undang-Undang No. 1 tahun 2004 dan pasal 2 ayat 1 Undang- Undang No.15 tahun 2004.

APBN Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang-Undang No. 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas
menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri laporan
keuangan Badan Layanan Umum pada kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri
Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai entitas pelaporan,
laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini
atas laporan keuangan.

2.11. KASUS

2.11.1. Deskripsi Kasus

Kasus Korupsi Dana APBN 2010 Rp6,9 M   

Kepala UPT DKP Bintan Mulai Disidang

TANJUNGPINANG (HK)- Kasus dugaan korupsi dana bantuan nelayan di Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) Kabupaten Bintan dari dana APBD Bintan dan APBN Rp6,9 miliar, dengan lima orang
terdakwa masing-masing Junianto Kurniawan, Kepala UPT DKP Mantang dan Bintan Pesisir, Gunawan,
Kepala UPT Bintan Utara dan Seri Kuala Lobam, Said Kamsita, Kepala UPT Bintan Timur, Adni, Kepala
UPT Gunung Kijang dan Mursid Kepala UPT Tambelan, mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang, Selasa (29/1).

Sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Maruhum Tambunan, terkait dugaan korupsi yang dilakukan kelima terdakwa. Mereka
60
didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi, karena laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang
diserahkan tidak sesuai dengan realisasi anggaran yang sebenarnya.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, seharusnya ada enam orang terdakwa. Namun salah seorang
diantaranya dalam masa proses pemeriksaan, Saidi Ilyas kepala UPT DKP Teluk Bintan, meninggal dunia
pada 17 Oktober 2012 lalu.

"Misalnya di LPJ tertera pada kwitansi Rp1000, namun yang sebenarnya hanya Rp500. Selisih anggaran
itulah yang mereka ambil," terang Maruhum kepada Haluan Kepri usai sidang.

Maruhum menyebutkan, dalam perkara ini ada kegiatan atau bantuan yang diberikan tak sesuai
dengan surat pengajuan yang dilayangkan ke Pemkab Bintan melalui DKP Bintan.

"Akibat perbuatan mereka, kita kenakan dengan pasal 2 jo pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi," terang Maruhun.   

Kasus dugaan korupsi ini mencuat ketika satu kelompok nelayan di Kampung Tanjung Talok,
Desa Teluk Sasah protes terhadap bantuan Rp100 juta, karena dipangkas oleh para tersangka sebesar 10
persen. Kasus itu kemudian diselidiki polisi hingga akhirnya menahan keenam tersangka.

Anggaran bantuan kepada kelompok nelayan di Bintan itu diketahui sebelumnya sebesar Rp6,9
miliar yang diambil dari APBD Bintan dan APBN tahun 2010 lalu. Setiap kelompok nelayan
mendapatkan bantuan masing-masing sebesar Rp100 juta. 

Sidang perdana ini dimpimpin Majelis Hakim, Prasetyo Ibnu A, SH MH. Para terdakwa
didampingi oleh kuasa hukumnya, Gunawan. Dalam kesempatan itu, Majelis Hakim meminta kepada
JPU, Maruhum Tambunan untuk sidang lanjutan kasus ini dilaksanakan lebih pagi.

"Untuk sidang berikutnya, bagaimana kita gelar lebih pagi. Biar lebih fresh. Karena kalau sudah siang,
kondisi tubuh juga sudah mulai letih," kata Ketua Majelis Hakim Prasetyo Ibnu A, SH MH. 

Permintaan majelis hakim itu pun disepakati dan sidang lanjutan akan digelar pada, Selasa (15/2)
mendatang. Sidang kasus dugaan korupsi dana bantuan nelayan ini, berikutnya akan dimulai sekitar pukul
10.00 WIB.  Alasan atas permintaan ini dilakukan, karena kelima terdakwa disidangkan secara terpisah.
(cw70)

61
2.11.2. Solusi

Solusi yang perlu dilakukan untuk mencegah situasi seperti ini adalah ditingkatkannya sistem
pengendalian intern di UPT DKP agar tidak ada lagi celah-celah untuk tindakan korupsi seperti ini terjadi
lagi. Pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan oleh pemerintah juga perlu dilakukan
sehingga penyelewengan akan dana tersebut dapat dicegah. Selain itu juga perlu dilakukan audit secara
berkala oleh BPK atau KPK sehingga kecurangan-kecurangan, serta masalah-masalah dapat
diminimalisasi.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

APBN adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran
negara dalam jangka waktu satu tahun yang ditetapkan dengan Undang-undang, serta dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. APBD merupakan
alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan
dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat. APBN
ditetapkan dengan Undang-undang, sedangkan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah. Bentuk dan isi
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan yang disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan
Peraturan setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

62
3.2. SARAN

Dengan terselenggaranya APBN dan APBD maka diharapkan agar pemerintah di Indonesia semakin
terbuka dan semakin transparan terhadap jalannya keuangan Negara, sehingga dana yang diperoleh
maupun dikeluarkan pemerintah tujuannya tepat sasaran. Dari kasus-kasus yang timbul akibat
penyalahgunaan APBN dan APBD sebaiknya pemerintah lebih kritis dan lebih tegas dalam menanganinya
sehingga permasalahan yang serupa dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Mahsun, Moh dkk. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.

Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta : BPFE.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi.

63

Anda mungkin juga menyukai