Anda di halaman 1dari 3

Tata Kelola Sekolah Sebagai Infrastruktur Pendidikan

 Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian


 13 Juli 2018
 Dibaca: 1728 Pengunjung

Tata Kelola Sekolah Sebagai

Infrastruktur Pendidikan

--------------------------------

Oleh Romi Sudhita

            Berbicara soal infrastruktur pikiran orang segera melayang-layang pada peralatan
berat, jembatan, gedung bertingkat, dan seterusnya. Infrasuktur memiliki ruang lingkup yang
amat luas yang apabila dibedakan menjadi dua akan ketemu yang namanya infrastruktur fisik
dan infrastruktur non-fisik atau yang sering disebut  infrastruktur sosial. Infrastruktur fisik, ya
... seperti yang disebutkan tadi yaitu meliputi jembatan, gedung-gedung, jalan tol, jalan raya,
bahkan trotoar pun disebut sebagai infrastruktur yakni pendukung infrastruktur jalan raya.
Manakala trotoar terganggu, digunakan berjualan oleh pedagang nasi kuning, misalnya, tentu
secara keseluruhan pemakai jalan juga merasa ikut terganggu.

            Pertanyaan muncul, untuk apa sesungguhnya infrastruktur itu ? Disebabkan oleh yang
paling dekat dengan infrastruktur itu adalah manusia atau manusia sebagai pemanfaat
infrastruktur, tentu tujuan dibangunnya infrastruktur adalah untuk menunjang atau
memperlancar aktivitas manusia. Jalan raya dibangun untuk memudahkan orang-orang
bertransportasi, memudahkan mereka berhubungan dengan sesama yang berada di tempat
berjauhan. Gedung atau apartemen dibangun bertujuan agar manusia bisa terlindung dari
hujan, terik matahari, dan semua kegiatan yang ada di dalamnya agar dapat dilakukan dengan
aman dan nyaman.

Infrastruktur Sekolah

            Mengacu pada Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang “Sistem Pendidikan
Nasional” bahwa pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu; jalur formal,
nonformal, dan informal. Dari tiga jalur tersebut yang paling jelas tampak dan dirasakan oleh
setiap orang sudah tentu jalur pendidikan formal. Pendidikan formal sejatinya adalah
pendidikan yang berlangsung di sekolah. Bukan hanya sekolah, perguruan tinggi pun
termasuk pendidikan formal. Sekolah mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK, diharapkan
agar dapat berfungsi dengan baik dan dapat mengantarkan siswa-siswinya menjadi orang
terdidik dan terpelajar. Mau tidak mau sekolah harus ditata dan dikelola secara baik.

            Membayangkan yang namanya sekolah, tentu segera tertuju kepada bangunan sekolah
tersebut seperti apa ? Apakah berada di tempat yang strategis, bangunannya tergolong kuno
atau baru, kumuh atau bukan, masih meminjam atau sudah berdiri sendiri, dan apakah gedung
sekolah itu sudah nyaman dihuni oleh warga sekolah terutama para siswanya ? Semua
pertanyaan ini akan bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan di sekolah tersebut. Bagi
sekolah yang baru berdiri tentu memerlukan persiapan dan bahan-bahan materialyang perlu
dipikirkan secara matang. Pembangunan sekolah baru, menurut informasi yang penulis
terima, hanya akan mungkin terwujud apabila masyarakat setempat (di mana sekolah itu akan
dibangun) mampu menyediakan tanah/lahan yang dibutuhkan. Pemerintah hanya
memberikan biaya bangunan dan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.

            Gedung sekolah, baik yang lama maupun yang baru, memerlukan perencanaan
tumbuh kembangnya bangunan guna mengantisipasi perkembangan siswa yang kian tahun
kian bertambah. Begitu juga soal pemeliharaan gedungnya, terutama yang menyangkut
pengeluaran rutin bulanan seperti rekning air bersih dan listrik. Terhadap yang terakhir ini
jelas berkait erat dengan pengelolaan dana sekolah. Sumber-sumber dananya dari mana dan
sistem pengelolaannya seperti apa ? Setiap sekolah memiliki dua sumber dana pokok yakni;
Pemerintah melalui anggaran (APBN dan/atau APBD), dan bersumber dari masyarakat. Dana
yang bersumber dari masyarakat ada yang bersifat sukarela dan ada pula berupa iuran Komite
Sekolah. Mulai tahun 2013 lalu semua sekolah sudah kebagian dana bantuan operasional
yang disingkat dana BOS hanya saja apa yang digelontorkan oleh pemerintah itu sering
dianggap kurang mencukupi. Jalan keluarnya, sekolah,  komite sekolah, dan juga orang tua
lalu berunding  mencapai kata sepakat untuk menutupi kekurangan tersebut.

Transparan & Akuntabel

            Dalam pengelolaan dana sekolah diupayakan agar bersifat terbuka (transparan) dan
bersifat terukur serta dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (akuntabel). Mengenai
yang satu ini tidak semua sekolah berprinsip seperti itu, dengan kata lain ada beberapa
sekolah yang melakukan mismanagement (dugaan korupsi). Contoh nyata sudah ada yaitu
apa yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Semarapura (Klungkung), sampai-sampai
perkaranya berimbas ke meja hijau (pengadilan). Contoh lain, beberapa tahun silam sempat
terendus seorang guru SD di Buleleng yang menggunakan uang tabungan murid untuk
kepentingannya sendiri, yang ujung-ujungnya masyarakat sekitar sekolah itu menjadi geger.
Kalau sudah demikian rasa percaya publik terhadap sekolah sudah semakin mengikis.
Mudah-mudahan saja praktek tidak terpuji seperti itu tidak lagi mewarnai kehidupan
pendidikan di sekolah kita.

            Masalah lain yang perlu dikelola dengan baik di sekolah yaitu yang menyangkut
personal sekolah (siswa, guru, pegawai), kerja sama antara sekolah dengan pihak-pihak lain,
masalah transportasi sekolah, dan yang tak kalah penting adalah kurikulum sekolah.
Persoalan siswa atau murid atau peserta didik yang ada sekarang sepertinya kurang elok
dipandang. Ada sekolah negeri yang menerima siswa baru sampai 12 kelas, sementara
sekolah negeri yang lain kebagian hanya empat kelas. Bahkan sekolah swasta kebagian hanya
satu kelas itupun jumlah siswanya di bawah 30 orang. Hal yang demikian perlu diatur  agar
mendekati prinsip pemerataan demi menjaga mutu pendidikan di sekolah. Di bidang guru,
terutama segi jumlah, bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana berulang kali menyampaikan
ke publik bahwa jumlah guru di Buleleng kurang merata antara yang bertugas di desa dengan
di kota. Konon akan diratakan, tapi hingga kini gebrakan beliau belum tampak secara nyata.

            Kerja sama antara sekolah dengan dunia luar perlu dijalin agar sekolah dapat
berkembang sebagaimana yang diidealkan. Kerja sama itu bisa dengan institusi Kependidikan
dan juga non Kependidikan seperti dunia Perbankan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Kesehatan,
dan lain-lain. Masalah transportasi perlu dikondisikan sedemikian rupa sehingga siswa yang
belum pantas mengendarai sepeda motor perlu dilarang, apalagi siswa SMP yang membawa
mobil sangat perlu dicegah sejak dini. Yang terakhir masalah kurikulum, sekolah amat perlu
menyiapkan diri guna menyongsong pelaksanaan Kurikulum 2013 yang menurut Mendikbud
Muhammad Nuh tahun depan semua sekolah harus sudah menerapkan Kurikulum 2013.
Sekolah, terutama para guru seyogyanya tak perlu alergi dengan adanya perubahan kurikulum
karena kurkulum itu setiap saat berubah, paling tidak pada tataran staf pengajar/guru.

Anda mungkin juga menyukai