WILIAM SOERYADJAYA"
MAKALAH KEWIRAUSAHAAN
Disusun Oleh :
Khairatul May Putri (11970124965)
Dosen pengampu:
Ilham Chanra Putra, S.E., M.M.
PRODI MANAJEMEN S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional. William adalah
seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan
bisnisnya. Nama aslinya adalah Tjia Kian Liong. William Soeryadjaya lahir di
Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922. William telah menjadi yatim piatu pada
usia 12 tahun. Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya MULO, Cirebon, putus di tengah
jalan. Ia kemudian banting stir menjadi pedagang kertas di Cirebon.
Dari perolehan hasil berdagang itu, Wiliam muda lalu melanjutkan studinya
ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder & Shoen Industrie
Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan kulit. Begitu kembali ke
Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri penyamkan kulit, yang
kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya. Tiga tahun kemudian,
Wiliam mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan ekspor-
impor. Namun, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya rugi jutaan
DM," ujar Wiliam.
Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs Tjia Kian
Tie, adiknya, dan Lim Oeng Hong, kawannya, William mendirikan PT Astra
Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya bergerak dalam
pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan mengekspor hasil
bumi. Dalam perkembangan berikutya, lahan garapan usaha astra meluas ke sektor
otomotif, peralatan berat, peratalan kantor, perkayuan, dan sebagainya. Astra tumbuh
"pohon rindang", seperti yang di tamsilkan Wiliam sendiri.
Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis. Astra yang
omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke agrobisnis dengan
membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000 hektar di Lampung.
Namun, bukannya tanpa alasan Astra masuk pada ke sektor agrobisnis. "Agrobisnis
yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor pertanian itu merupakan
gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai kalangan wirausahawan
Indonesia," kata Wiliam dalam ceramahnya di Universitas Katholil Parahyangan tahun
1984.
Pada tahun 1984 itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag,
Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra ini
diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi lulusan
Jerman Barat. Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata
dengan Edward. Cuma, sayangnya Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan
roda usaha perbankan itu. Edward royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, pada
tahun 1922 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa
Wiliam melepas kepemilikannya di Astra.
Memang membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap
membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi
kepeduliannya kepada sesama. "salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka
lapangan kerja" katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis
ekonomi, yang berakibat bertambahnya pengangguran.
Impian inilah yang mendorong Om Wiliam membeli 10 juta saham PT
Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam
pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprice (usaha-
usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru
dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa
ini dari keterpurukan.
Namun, yang patut dipuji dari sikap William semasa kejayaannya di Astra
adalah kepeduliannya terhadap rekannya, pengusaha kecil. Dalam suatu tulisannya di
harian Suara Katya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan Pengusaha
Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk kerja sama antara
yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan besar sebagai market
dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi perusahaan kecil sebagai
bagian dari service network produk perusahaan besar.
Sikapnya yang lain, yang juga patut ditiru, adalah kepeduliannya terhadap
dunia pendidikan. William merelakan tanahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, terjual
dengan harga "miring" bagi pembangunan gedung Institut Prasetya Multa, lembaga
pendidikan yang dimaksudkan mencetak tenaga-tenaga manajer yang andal. Sejumlah
konglomerat juga ikut membidani lembaga. William sendiri kala itu duduk sebagai
Wakil Ketua Dewan Pembina.
Sikap religiusnya pun merupakan salah satu contoh yang baik dalam
menjalankan roda usahanya. Panganut Protestan yang teguh ini di percaya betul bahwa
keberhasilan yang di perolehnya, selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga
berkat rahmat dari Tuhan, bukan semata dari dirinya.
William juga seorang visioner yang seakan mengerti ke mana bisnis akan
bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor modernisasi industri otomotif nasional. Ia
membangun jaringan bisnis dengan core product di sektor otomotif. Namun, memanf,
pertumbuhan bisnisnya tidak terlepas dari campur tangan pemerintah.