Anda di halaman 1dari 10

Biografi dan Profil Yasa Singgih – Kisah Pengusaha Termuda

Pendiri Men’s Republic

Usianya masih sangat muda, namun meskipun begitu nama Yasa Singgih sudah masuk dalam

daftar di majalah Forbes sebagai anak muda bawah usia 30 tahun yang memberi perubahan

di dunia retail dan e-commerce.

Namun dibalik kesuksesannya itu, Yasa Singgih harus mengalami jatuh bangun membangun
usahanya tersebut.

Anak muda kelahiran Bekasi, 23 April 1995 ini lahir dari keluarga yang sederhana. Kedua
orang tuanya bekerja di kantoran.

Anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Marga Singgih dan Wanty Sumarta ini banyak
menghabiskan waktunya untuk bermain saat masih bersekolah.

Ia menyelesaikan sekolah dasarnya di SD Ananda. Namun saat ia duduk di bangku SMP Surya
Dharma, ayahnya terkena serangan jantung sehingga harus melakukan operasi ring.

Tentunya operasi tersebut membutuhkan uang yang banyak. Ayahnya kemudian menolak
untuk melakukan operasi, ia lebih memilih menggunakan uang pengobatannya untuk
membiayai pendidikan anak-anaknya termasuk Yasa Singgih.

Kejadian itu membuat Yasa Singgih mulai berpikir untuk mencari penghasilan sendiri.
Bermodal nekat ia akhirnya mencoba melamar menjadi pembawa acara atau MC (Master of
Ceremony) baik di acara-acara ulang tahun ataupun acara lain.

Saat itu usianya masih berusia 15 tahun namun dalam sehari, ia sudah bisa tampil di 3 acara
berbeda dengan honor mencapai 350 ribu setiap kali acara.

Ketika masa SMA di Regina Pacis, Yasa Singgih semakin giat untuk berbisnis. Setelah menjadi
MC atau pembawa acara, ia mulai mencoba berbisnis lampu hias yang ia jalani selama enam
bulan. Tanpa pengalaman yang cukup, Yas kemudian nekat terjuan berbisnis kaos. Ia
menghubungi temannya yang memiliki usaha konveksi.
Namun saat itu ia belum memiliki desain baju. Selama beberapa hari ia terus belajar
membuat desain, namun pada karena kepepet, Yasa akhirnya nekat membuat desain baju
dengan aplikasi microsoft word.

Pengalaman yang nekat dan juga lucu. Setelah kaos yang ia pesan jadi, ia akhirnya mencoba
menjualnya, namun dari 24 kaos yang ia buat hanya terjual dua buah kaos saja dimana salah
satu kaosnya dibeli oleh ibunya sendiri.

Meskipun kaosnya tidak laku, ia tidak kapok berbisnis kaos. Ia kemudian pergi ke pasar Tanah
Abang untuk mencari kaos untuk dijual. Ia membeli berlusin-lusin kaos dan membawanya
pulang ke rumahnya.

Yasa kemudian mulai menjual lusinan kaosnya tanpa disertai strategi marketing yang bagus.
Sedikit demi sedikit kaosnya mulai banyak yang terjual. Ia akhirnya berhasil menutupi modal
jualannya. Setelah ia itu akhirnya mulai merencanakan bisnisnya dengan matang.

Setelah punya cukup modal, Yasa mulai berbinis minuman dengan membuka kedai yang ia
namakan ‘Ini Teh Kopi’. Usahanya ini berkembang dengan cepat bahkan ia berani membuka
cabang di mal Ambasador namun lama kelamaan ia merugi bahkan kerugiannya mencapai
hingga seratus juta rupiah.

Setelah itu ia menghentikan semua aktivitas usahanya untuk berfokus pada ujian nasional.
Setelah lulus SMA, Yasa Singgih kembali terjun ke dunia bisnis.

Kali ini ia berfokus jualan aneka produk pria. Ia memilih nama Men’s Republic sebagai nama
brand nya. Untuk itu, ia bekerja sama dengan pabrik sepatu di Bandung sebagai suplier
produknya. Kali ini strategi bisnisnya disertai dengan perencanaan bisnis yang matang.

Produknya ia jual di kisaran harga 195 ribu hingga 390 ribu dengan menyasar kalangan anak
muda. Ia menjual produknya secara online. Meskipun tidak memiliki pabrik pembuatan
sepatu, Yasa Singgih berhasil menjual sepatunya hingga 500 pasang sepatu perbulannya
dengan omset mencapai ratusan juta.

Sukses bisnis sepatunya membuat nama Yasa Singgih mulai dikenal sebagai salah satu
pengusaha termuda. Selain berbisnis sepatu, ia juga mulai menjual aksesoris pria seperti tas,
ikat pinggang ataupun celana. Brand Men’s Republic mulai dikenal luas di Indonesia.
Kesuksesan di usia muda membuat nama Yasa Singgih masuk dalam daftar 30 anak muda di
Asia dibawah umur 30 tahun yang memberi perubahan di dunia retail dan e-commerce. Di
usia 20 tahun, ia sudah memiliki perusahaan sendiri dengan nama PT Paramitha Singgih yang
menaungi brand Men’s Republic.

Di sela-sela kesibukannya sebagai pengusaha muda, Yasa Singgih juga biasa hadir di berbagai
seminar kewirausahaan sebagai pembicara atau narasumber.

Selain itu ia juga menulis buku berjudul ‘Never Too Young To Become A Billionaire’ yang
menceritakan pengalaman sebagai pengusaha muda. Namanya juga biasa muncul di media
cetak dan elektronik.
Biografi dan Profil Theodore Rachmat – Kisah Pengusaha
Sukses Indonesia
Nama Theodore Rachmat terkenal sebagai Pengusaha top asal Indonesia. Namanya masuk
dalam jajaran teratas dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Theodore Rachmat
merupakan salah satu pengusaha atau pebisnis yang membangun bisnisnya dari nol. Pernah
menjadi salah satu CEO terbaik dan enterpreneur tersukses, kisah perjalanan bisnis Theodore
Rachmat pantas untuk disimak.

Mengenai biografi dan profilnya, Nama lengkapnya adalah Theodore Permadi Rachmat. Ia
merupakan pengusaha keturunan Tionghoa dengan nama asli Oei Giok Eng. Ia lahir di
Majalengka pada tanggal 15 Desember 1943. Ayahnya bernama Raphael Adi Rachmat dan
ibunya bernama Agustine.

Ia akrab dipanggil dengan nama Teddy Rachmat. Walaupun lahir di Majalengka, Theodore
Rachmat menghabiskan masa kecil serta sekolahnya di kota Bandung. Ayahnya berprofesi
sebagai pedagang mengembangkan usahanya di Bandung sehingga ia membawa teddy
beserta ibu dan saudaranya pindah kesana.

Lahir dari keluarga berkecukupan, Teddy atau Theodore Rachmat memulai pendidikannya di
SD Indonesia-belanda yang kebanyakan siswanya berasal dari memiliki kehidupan ekonomi
yang berkecukupan. Di sekolah ini pula, Teddy bisa berbahasa Belanda, ia pun hingga saat ini
masih fasih berbahasa Belanda. Ia juga termasuk salah satu murid yang cukup cerdas dan
selalu masuk dalam rangking 10 besar di kelasnya.

Setelah tamat SD, Theodore Rachmat kemudian masuk di SMP dan SMA Katolik, Alloysius. Di
SMP, Teddy termasuk salah satu murid yang cerdas dan sering masuk dalam tiga besar
dikelasnya. Di SMA, ia menyukai banyak pelajaran dan sering membaca buku yang
berhubungan dengan ekonomi bisnis, filsafat, religi serta hukum. Meskipun dikenal sering
bermain-main, ia masih masuk di peringkat 10 besar di kelasnya.

Tamat dari SMA, Theodore Rachmat kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut


Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Mesin. Ia lulus pada tahun 1968 dan menjadi salah
satu lulusan tercepat di jurusannya.

Selepas tamat dari ITB, di tahun itu juga, Teddy bekerja di PT Astra milik pamannya William
Soeryadjaya. Meskipun pamannya tersebut merupakan orang nomor satu di PT Astra,
Theodore Rachmat memulai karirnya dari nol yakni sebagai sales PT Astra.
Ketika bergabung, PT Astra ketika itu baru saja mulai berkembang dan masih sangat kecil.
Kantor Astra ketika itu berupa garasi di jalan Juanda III no 11. Karyawan Astra saat itu masih
berjumlah 16 orang termasuk Theodore Rachmat. Disini ia membantu pamannya dalam
mengembangkan anak perusahaan milik Astra ketika itu.

Theodore Rachmat sempat mendirikan perusahaan kontruksi bernama PT Porta Nigra


bersama dengan saudaranya pada tahun 1970. Dan kemudian magang disebuah perusahaan
asal Belanda bernama Gevehe B. Setelah magang, Teddy kemudian menjadi sales alat-alat
berat di Allis Chalmers Astra dan mengelola United Tractors anak usaha PT Astra di tahun
1972 dengan modal $500.000.

Di tahun itu juga, kinerjanya yang bagus membuat Teddy diangkat sebagai direktur PT Astra
Honda Motor. Disinilah kemudian karir dari seorang Theodore Rachmat mulai menanjak.
Kemampuan manajemennya yang bagus membuat ia ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT
Astra Internasional pada tahun 1984 hingga menjadi CEO Grup Astra Internasional.

Dibawah kendali Theodore Rachmat, Grup Astra berubah menjadi perusahaan konglomerasi
dengan ratusan anak perusahaan nyang menggurita diberbagai sektor bisnis. Pertumbuhan
bisnis Grup Astra dibawah kepemimpinannya menanjak dengan pesat. Kemampuan
manajerial Theodore Rachmat juga patut diancungi jempol.

Teddy percaya bahwa Sumber Daya Manusia merupakan modal terpenting dalam mencetak
pemimpin-pemimpin baru yang top dalam grup Astra disertai dengan membangun kultur
yang baik dalam perusahaanya. Sehingga wajar ia mendapatkan penghargaan sebagai CEO
terbaik di Indonesia oleh majalah SWA.

Kinerja Grup Astra yang bagus dibawah kendalinya, membuat pemilik Grup Astra yang juga
pamannya ketika itu William Soeryadjaya memberikan porsi saham perusahaan sebanyak 5
persen. Sejak saat itu Theodore Rachmat mulai mendirikan satu demi satu perusahaan sendiri
berkat modal yang diberikan oleh pamannya.

Teddy mendirikan perusahaan Induk bersama istrinya Like Rani Imanto dengan nama PT
Tripel A Jaya pada tahun 1979. Berbekal kemampuan manajemen yang handal, perusahaan
tersebut tumbuh pesat dengan berbagai macam unit-unit usaha.
Model bisnis yang dilakukan oleh Theodore Rachmat adalah mendirikan perusahaan Induk
dan Pribadi. Perusahaan Induk yang ia dirikan seperti PT Tripel A Jaya mewakili kepemilikan
usahanya dalam grup Astra. Sementara untuk pribadi yaitu sebagai bentuk investasi mereka.

Salah satu keputusan yang disesali oleh Theodore Rachmat dalam perjalanan bisnisnya
adalah tidak membeli Astra ketika perusahaan tersebut dihantam krisis moneter pada tahun
1998. Walaupun begitu, Theodore Rachmat sempat mendirikan perusahan Adira dan
kemudian ia jual kepada bank Danamon sebagai tambahan modal dalam membangun grup
bisnisnya.

Akhirnya, setelah perusahaan yang dibangun oleh Teddy sudah mulai tumbuh pesat, Teddy
memutuskan keluar dari Astra dan pada tahun 1998 dan mendirikan perusahaan sendiri
dengan nama Grup Triputra yang memiliki berbagai anak perusahaan di bidang energi,
manufaktur, agroindustri dan dealer motor. Grup Triputra milik Theodore Rachmat
merupakan salah satu perusahaan yang paling berkembang pesat dengan nilai omset
mencapai triliunan rupiah.

Berkat usahnya tersebut, Theodore Rachmat kini menjadi salah satu dari jajaran orang
terkaya di Indonesia. Kekayaan Theodore Permadi Rachmat ditaksir sebesar 21.4 triliun
rupiah pada tahun 2017 versi Majalah Forbes. Ia juga menjadi salah satu enterpreneur atau
pebisnis paling sukses di Indonesia.

Pembelajaran T.P Rachmat judul buku Teddy Rachmat yang berisi kisah atau pengalaman
Teddy Rachmat dalam membangun Astra serta perusahaan miliknya disertai dengan konsep-
konsep ilmu manajemen dalam membangun perusahaan.
Biografi Chairul Tanjung - Pengusaha Sukses Indonesia
Chairul Tanjung adalah salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Dia merupakan seorang pengusaha
suskes sekaligus CEO utama di CT Corp. Pada 2010, namanya berada pada urutan ke-937 dari 1000
orang terkaya di dunia versi majalah Forbes dengan total kekayaan mencapai USD 1 miliar. Di tahun
2014, Chairul Tanjung memiliki kekayaan sebesar USD 4 miliar dan mencatatkan dirinya di jajaran
orang terkaya dunia nomor 375 dunia.

Biografi Chairul Tanjung - Pengusaha Indonesia

Chairul Tanjung lahir di Jakarta tanggal 16 juni 1962. Ayahnya bernama Abdul Ghafar
Tanjung, dan berasal dari Sibolga, Sumatera Utara. Ayahnya merupakan seorang wartawan
pada orde lama yang telah menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Sedang Ibunya bernama
Halimah, seorang wanita keturunan Cibadak, Jawa Barat.

Chairul Tanjung semasa muda hidup dalam keluarga yang sederhana dan tinggal bersama
dengan enam saudara lainnya. Pada masa orde baru, ayahnya dipaksa tutup karena
bersebrangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan ini membuat mereka tinggal
di kamar losmen yang sempit.

Pendidikan

Chairul Tanjung bersekolah di SD Van Lith, Jakarta di tahun 1975. Kemudian melanjutkan
sekolah menengahnya di SMP Van Lith, Jakarta, pada tahun 1978, yang kemudian
melanjutkan bersekolah di SMA Negeri 1 Boedi Oetomo, Jakarta, di tahun 1981. Chairul
Tanjung melanjutkan pendidikan kulliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Indonesia di tahun 1987, dan sempat meneruskan study di IPPM tahun 1993.

Semasa kuliah, Chairul Tanjung sempat bekerja sampingan dengan berjualan buku kuliah
stensilan, kaos, dan membuka jasa foto kopi di kampus. Dia juga pernah mendirikan toko
yang menjual peralatan khusus kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen, Jakarta Pusat.

Chairul Tanjung juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat
Nasional pada tahun 1984 - 1985.

Memulai Membangun Bisnis

Selesai lulus kuliah, Chaerul Tanjung bersama tiga orang rekannya mendirikan sebuah
perusahaan yang mereka beri nama PT Pariarti Shindutama di tahun 1987. Dengan modal
awal sekitar Rp 150.000.000,00 yang dipinjam dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu
anak-anak untuk ekspor.
Bisnis berjalan baik, perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu
dari Italia. Akan tetapi karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul Tanjung
memilih keluar dan mendirikan usaha sendiri.

Chaerul Tanjung memberi nama perusahaan barunya tersebut dengan nama Para Group.
Perusahaan konglomerasi (perusahaan yang mempunya beragam bisnis dan memungkinkan
tidak ada kaitan antara satu sama lain) ini mempunyai anak perusahaan di antaranya Para Inti
Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding,
yakni Para Inti Investindo (media dan investasi), Para Global Investindo (bisnis
keuangan), dan Para Inti Propertindo (properti).

Kehebatannya dalam membangun jaringan dan sebagai pengusaha, membuat bisnis yang ia
kelola semakin berkembang. Chairul mereposisikan dirinya di tiga bisnis inti, yaitu;
keuangan, properti, dan multimedia.

Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial, antara lain Asuransi
Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega, Mega Capital
Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Mega Finance.

Perusahaan tersebut membawahi Para Bali Propertindo, Para Bandung Propertindo, Batam
Indah Investindo, dan Mega Indah Propertindo. Para Group memiliki Bandung Supermall.
Mall seluas 3 hektar ini menghabiskan dana Rp 99 miliar. Para Group meluncurkan Bandung
Supermall sebagai Central Business District (pusat aktivitas bisnis) pada tahun 1999.

Di bidang investasi, pada awal 2010 Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp
membeli sebagian besar saham Carefour Indonesia, yakni sejumlah 40 persen. MoU
(memorandum of understanding) dalam pembelian saham Carrefour ini ditandatangani pada
tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.

Di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans7, Trans Fashion,
Trans Lifestyle, Trans Studio, dan Mahagagaya Perdana.

Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT Corp pada tanggal 1
Desember 2011. CT Corp sendiri terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Trans Corp, Mega
Corp, dan CT Global Resources yang meliputi media, layanan finansial, ritel, gaya hidup,
hiburan, dan sumber daya alam.

Tips Berbisnis dari Chairul Tanjung

Chairul Tanjung merupakan salah seorang pengusaha sukses dalam berbisnis. Dia memiliki
beberapa cara agar bisnis yang dia kelola menjadi lebih baik dan tentunya sukses.
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan suatu jaringan adalah
hal yang penting. Selain itu memiliki rekanan yang baik juga sangat diperlukan. Membangun
relasi pun bukan hanya dengan perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada perusahaan-
perusahaan yang belum terkenal sekalipun. Bagi dirinya, pertemanan yang baik akan
membantu proses berkembangnya bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis sedang dalam kondisi
tidak bagus maka jejaring bisa diandalkan.

Dalam hal investasi, Chairul Tanjung memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa
menjadi perusahaan yang mampu bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional.
Dia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri.

Menurutnya modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis/usaha.


Selain itu, kemauan dan kerja keras, merupakan hal paling pokok yang harus dimiliki
seseorang yang ingin sukses. Bagi dirinya mendapatkan mitra kerja yang handal adalah
segalanya. Di mana membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas.

Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda sudah seharusnya mau menapaki
tangga usaha satu persatu. Menurutnya membangun suatu bisnis tidak seperti membalikkan
telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai
banyak yang mengambil jalan seketika, karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah
satu kunci utama dalam menngambil hati pasar.

Menjadi Menko Perekonomian

Pada tanggal 16 Mei 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Ketua Komite
Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung, sebagai Menko Perekonomian. Charul Tanjung
menggantikan Hatta Rajasa yang telah resmi mengundurkan diri karena maju menjadi calon
wapres Prabowo Subianto dalam pilpres 2014 dengan dukungan dari Partai Gerindra, PKS,
PAN, Golkar dan PPP.

Pelantikan Chairul Tanjung dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana
Negara, Senin, 19 Mei 2014 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2014. Di
tanggal 27 Oktober 2014 Chairul Tanjung digantikan oleh Sofyan Djalil sebagai Menko
Perekonomian.

Penghargaan

Pada tanggal 18 April 2015, Chairul Tanjung dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu
kewirausahaan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Pengukuhan gelar tersebut dilakukan
di ruang Garuda Mukti, Gedung Rektorat, kampus C Unair, Surabaya.Chairul Tanjung juga
mendapatkan penghargaan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Award di tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai